SAKSI PEMOHON
III. Dalil-dalil Permohonan
Perkara pengujian a quo diperiksa, diadili, dan diputus di Mahkamah ketika dunia pendidikan kita masih menghadapi persoalan-persoalan yang kompleks, sehingga membutuhkan perhatian dan usaha kerja keras semua pemangku pendidikan di negara ini. Memahami kerisauan Para Pemohon, yaitu orang tua anak didik, guru-guru, dan pemerintahan daerah;
Pihak Terkait mencatat Walikota Blitar Muh. Samanhudi Anwar mengajukan permohonan pengujian Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) serta Lampiran Huruf A UU 23/2014 [Registrasi Nomor 30/PUU-XIV/2016]. Pengalihan kewenangan pengelolaan pendidikan menengah dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi menyebabkan Pemohon sebagai walikota mengalami kerugian konstitusional. Ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) serta Lampiran Huruf A UU 23/2014 membuat Pemerintah Kota Blitar tidak dapat lagi mengalokasikan dana untuk pendidikan menengah dan tidak dapat mewujudkan kurikulum muatan lokal yang memerhatikan kekhususan dan keragaman Kota Blitar;
Pihak Terkait juga mencatat Ketua Komite SMAN 4 Surabaya Bambang Soenarko, Ketua Komite SMPN 1 Surabaya yang juga wali murid SMAN 5 Surabaya Enny Ambarsari, Radian Jadid, dan Wiji Lestari, mengajukan permohonan uji materi UU 23/2014, khususnya Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta Lampiran Huruf A tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan dalam sub urusan manajemen pendidikan, ke Mahkamah Konstitusi pada 7 Maret 2016 [Registrasi Nomor 31/PUU-XIV/2016];
Pemohon mempersoalkan pengelolaan SMA/SMK yang akan dialihkan dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi, dengan argumen bahwa Pemerintah Kota Surabaya sesungguhnya memiliki kewajiban dan kemampuan untuk menyelenggarakan pendidikan SMA/SMK dimaksud;
98
Pemohon mendalilkan bahwa Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta Lampiran Huruf A tentang pembagian urusan pemerintah bidang pendidikan dalam sub urusan manajemen pendidikan UU 23/2014 memberikan kerugian konstitusional bagi para Pemohon. Kerugian konstitusional yang ditimbulkan oleh pasal a quo
berupa potensi kehilangan jaminan bagi warga negara yang tidak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi;
Menurut Pemohon bahwa Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta Lampiran Huruf A UU 23/2014 menghilangkan kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota yang secara mandiri telah dan mampu melaksanakan pengelolaan pendidikan tingkat menengah yang diterapkan di daerahnya. Pemohon mendalilkan bahwa terjadi hilangnya keuntungan konstitusional dalam jaminan pelayanan pendidikan yang telah diterima Pemohon sebelum diberlakukan Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta Lampiran Huruf A UU 23/2014;
Pemohon mendalilkan bahwa Pemerintah Kota Surabaya sudah mengeluarkan kebijakan dan program-program dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Kota Surabaya sudah dirasakan langsung hasilnya oleh Pemohon. Pemohon memberikan contoh bahwa Pemerintah Kota Surabaya sudah memiliki program jaminan pendidikan sampai tingkat menengah wajib belajar 12 tahun, dengan didukung oleh program-program pendukung lainnya berupa program pembinaan tenaga pendidik yang dilakukan secara rutin dalam kurun waktu tertentu bertujuan untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik sehingga bagus untuk meningkatkan kualitas anak didik. Namun, adanya ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) serta Lampiran Huruf A UU Pemda telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi Pemohon;
Bahwa tidak lah terlalu salah bila Pemohon mendalilkan bahwa telah mengalami kerugian atau akan mengalami kerugian terkait pengalihan penyelenggaraan pendidikan tingkat SMA/SMK dari semula oleh kabupaten/ kota menjadi di tingkat provinsi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) serta Lampiran Huruf A UU 23//2014. Tidaklah terlalu salah bila penyelenggara pendidikan SMA/SMK tingkat kabupaten/kota mengatakan mereka memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan pendidikan jenjang SMA/SMK, sehingga Pemohon menyatakan mengalami kerugian dengan pengambilalihan kewenangan tersebut;
99
Namun, di atas argumen-argumen yang telah disampaikan oleh Pemohon dalam permohonannya, menurut Pihak Terkait ada hal-hal penting sebelum Mahkamah memberikan putusan atas permohonan a quo. Pertama, seberapa jauh pembahasan UU 23/2014 secara umum, atau secara khusus Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) serta Lampiran Huruf A UU 23/2014, telah melibatkan para pemangku kepentingan (stake holders) pendidikan di tingkat nasional serta daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota dan organisasi profesi guru, yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia. Para pemangku kepentingan pendidikan seharusnya dilibatkan dalam pembahasan RUU Pemerintah Daerah a quo. Aspirasi mereka harus diserap dan dijadikan pertimbangan untuk mengesahkan UU Pemerintah Daerah, khususnya Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) serta Lampiran Huruf A UU 23/2014, sehingga Pasal 15 a quo memenuhi syarat sosiologis sebagai peraturan perundang-undangan yang diterima oleh masyarakat;
Masyakat hukum memiliki pengalaman terhadap pembentukan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004, terutama terkait pasal pelarangan ex-narapidana untuk dipilih menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD serta untuk dipilih menjadi Kepala Daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/kota. Pelarangan ex-narapidana untuk dipilih dalam sebuah pemilihan umum yang diatur dalam UU 32/2004 a quo bertentangan dengan amanat yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Benturan peraturan tersebut terjadi karena RUU Pemerintah Daerah a quo tidak menjadikan UU Pemasyarakat sebagai salah satu konsiderannya dan pembahasannya tidak melibatkan pakar hukum pidana dan menjadikan pendapat ahli hukum pidana dalam merumuskan pasal a quo;
Mahkamah kemudian membuat putusan tafsir bersyarat atas pasal pelarangan ex-narapidana tersebut [vide Putusan MK Nomor 4/PUU-VII/2009], yaitu mantan narapidana boleh menjadi peserta pemilukada dan pemilu legislatif dengan syarat, antara lain, menyatakan sebagai mantan narapidana kepada publik, bukan residivis, dan telah melewati waktu 5 tahun dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan karena telah menyelesaikan masa hukuman;
Mahkamah kemudian secara lebih tegas lagi menyatakan larangan ex- narapidana a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pasal 7 huruf g UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1
100
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota (UU Pilkada) dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang narapidana yang bersangkutan jujur di depan publik. Mahkamah menyatakan ketentuan tersebut bentuk pengurangan hak yang dapat dipersamakan dengan pidana pencabutan hak-hak tertentu dan tidak sesuai dengan Pasal 35 ayat (1) angka 3 KUHP bahwa hak memilih dan dipilih dapat dicabut dengan putusan pengadilan;
Kedua, ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UU 23/2014 seharusnya
didasarkan pada hal penilaian objektif, apakah timbul kendala dalam penyelenggaraan pendidikan SMA/SMK di tingkat kabupaten/kota, sehingga penyelenggaraan pendidikan SMA/SMK harus dialihkan kepada provinsi. Pengalihan kewenangan tersebut tentunya dapat saja menimbulkan kegaduhan sosial-politik, jika ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UU 23/2014 tidak didasarkan pada sebuah kajian komprehensif terkait kemampuan penyelengggaraan pendidikan SMA/SMK di tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, seharusnya UU 23/2014 memuat “aturan” untuk tetap memberikan kewenangan penyelenggaraan pendidikan SMA/SMK kepada pemerintah kabupaten/kota yang mampu dan terbukti mampu menyelenggarakan pendidikan SMA/SMK secara baik;
Akhirnya, segenap dalil-dalil Pemohon harus dibuktikan kebenarannya dalam sidang di Mahkamah, dengan didukung bukti-bukti;
Pihak Terkait berharap Majelis Hakim Konstitusi memberikan putusan yang seadil-adilnya dan selurus-lurusnya, setidaknya memberikan putusan bersyarat (conditionally) dengan memberikan kewenangan penyelenggaraan pendidikan SMA/SMK kepada pemerintahan kabupaten/kota yang mampu dan terbukti mampu menyelenggarakan pendidikan SMA/SMK secara baik;
[2 .6 ] Menimbang bahwa Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 16 Juni 2016
telah menerima kesimpulan tertulis dari Pemohon, yang pada pokoknya tetap pada pendiriannya;
[2 .7 ] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,
maka segala sesuatu yang tertera dalam berita acara persidangan telah termuat dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari putusan ini;
101