pembangunan manusia tidak boleh dikesampingkan. Dengan pembangunan
manusia yang baik, pembangunan negara dapat tercapai dan derajatsosial bangsa
akan meningkat sehingga mendorong pembangunan manusia yang berkualitas.
1.2 Perumusan Masalah
Pentingnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang telah dipaparkan
diatas memberikan gambaran bahwa jumlah penduduk yang besar di Jawa Barat
tidak bisa diabaikan. Diperlukan kebijakan pembangunan manusia yang tepat
sehingga Jawa Barat dapat memaksimalkan potensi modal manusia dalam
pembangunan era globalisasi.Pembangunan manusia dilakukan dengan berbagai
kebijakan seperti dengan membangun pendidikan yang baik agar lulusan sekolah
mempunyai kualitas yang baik. Selain itu juga dengan membangun
fasilitas-fasilitas kesehatan dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Penggunaan konsep IPMmembuat pembangunan manusia tak hanya terpusat
pada besarnya penghasilan. Namun memberikan suatu ukuran gabungan tiga
dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani hidup sehat
(diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca
tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi)
dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/ PPP,
penghasilan).
Indeks pembangunan manusia di Jawa Barat terus meningkat dari tahun ke
tahun, namun nilai IPM di Jawa Barat belum dapat menembus nilai 80 dimana
pada nilai tersebut, IPM dikategorikan tinggi. Pergerakan IPM Jawa Barat dapat
dilihat pada Gambar 1.4. Pada gambar tersebut terlihat bahwa IPM Provinsi Jawa
Barat konsisten meningkat, namun dengan besaran yang tidak terlalu besar. Pada
Tahun 2009 IPM Provinsi Jawa Barat sebesar 71,64 naik dari tahun 2008 sebesar
0,52 poin.
Gambar 1.4 Pergerakan IPM Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2009
Sumber: Bappeda Jawa Barat(2010)
69,9
70,32
70,71
71,12
71,64
69,0
69,5
70,0
70,5
71,0
71,5
72,0
2005 2006 2007 2008 2009
IP
M
Tahun
Jawa Barat menetapkan target IPM mencapai 80 pada tahun 2025 dan
menetapkan visi sebagai provinsi termaju di Indonesia. Dengan target tersebut
Pemerintah Provinsi harus mendorong peningkatan kualitas di sektor pendidikan,
kesehatan, dan perekonomian. Peningkatan di salah satu sektor tersebut dapat
mendorong peningkatan IPM. Peningkatan dalam sektor tersebut meliputi akses
masyarakat terhadap pendidikan yang mudah, yakni dari segi menjangkau dan
mengenyam pendidikan. Akses terhadap kesehatan juga sangat menentukan
peningkatan IPM. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan
ketersediaan sarana kesehatan di setiap Kabupaten/kota akan mendukung
peningkatan IPM Jawa Barat. Selain itu, yang tidak bisa dilepaskan dari
peningkatan IPM adalah daya beli masyarakat. Daya beli menandakan
kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam
mengakses pendidikan dan kesehatan.
Perbedaan karakteristik tiap Kabupaten/Kota di Jawa Barat juga sangat
mempengaruhi pemenuhan target tersebut. Provinsi Jawa Barat merupakan
wilayah luas yang memiliki 26 kabupaten/ kota dengan angka IPM yang
berbeda-beda (Gambar 1.5). Dengan demikian diperlukan penerapankebijakan yang
berbeda untuk tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.Namun dengan adanya
otonomi daerah yang dimulai tahun 1999, Pemerintah Provinsi hanya berperan
sebagai pengawas dan Pemerintah Kabupaten/Kota lebih memiliki kewenangan
dalam peningkatan kesejahteraan daerah masing-masing.
Gambar 1.5 memperlihatkan pergerakan nilai IPM untuk setiap
kabupaten/kota di Jawa Barat untuk selang tahun 2007-2009. Terlihat bahwa IPM
untuk daerah kota memiliki kecenderungan lebih tinggi daripada wilayah
kabupaten. Daerah-daerah yang letaknya lebih dekat dengan Ibu Kota Jakarta juga
memiliki perkembangan lebih cepat pada IPM daripada daerah-daerah yang
letaknya lebih jauh dari Ibu Kota Jakarta. Bukan hanya letak daerah saja yang
mempengaruhi perbedaan nilai IPM kabupaten/kota di Jawa Barat, faktor-faktor
lain berupa geografis daerah, karakteristis budaya, dan kearifan lokal secara
langsung maupun tidak sangat mempengaruhi IPM tiap kabupaten/kota yang
selanjutnya sangat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam membuat
kebijakan di daerah tersebut.
Gambar 1.5 Pergerakan IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2007-2009
Sumber: Bappeda Jawa Barat (2010)
Kebijakan-kebijakan dalam rangka peningkatan IPM meliputi sektor
pendidikan, sektor kesehatan dan sektor perekonomian. Pada sektor pendidikan,
Provinsi Jawa Barat membuat misi meningkatkan kualitas dan produktivitas
sumber daya manusia. Kualitas pendidikan di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat
dari indikator pendidikan berupa angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.
60,00 65,00 70,00 75,00 80,00
Kab. Bogor
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
Kab. Bandung
Kab. Garut
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Kab. Kuningan
Kab. Cirebon
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
Kab. Indramayu
Kab. Subang
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
IPM
K
a
b
u
p
a
te
n
/K
o
ta
d
i
ja
w
a
B
a
ra
t
2009
2008
2007
Kedua indikator tersebut merupakan komponen penyusun IPM dalam sektor
pendidikan.
Angka melek huruf di Provinsi Jawa Barat sudah tergolong tinggi. Terlihat
dari Gambar 1.6 pada tahun 2009 angka melek huruf Provinsi Jawa Barat telah
mencapai 95,98 persen. Meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 95,53
persen. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk provinsi Jawa Barat yang buta
huruf masih ada sebesar 4,02 persen.
Gambar 1.6Persentase Angka Melek Huruf di Provinsi Jawa Barat tahun
2005-2009
Sumber: Bappeda Jawa Barat (2010)
Pendidikan memang merupakan hal penting dalam membangun negara.
Kesadaran inilah yang mendorong Pemerintah Pusat menetapkan Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Bab IV pasal 6 ayat 1 mengenai
hak dan kewajiban warga negara berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun
mengikuti pendidikan dasar. Pada Pasal 11 ayat 2 dinyatakan bahwa Pemerintah
pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negaraberusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Dengan demikian, seharusnya sudah tidak ada lagi anak usia 7-15 tahun yang
tidak bersekolah.
Rata-rata lama bersekolah juga menjadi indikator pendidikan dikarenakan
rata-rata lama bersekolah dapat menjadi cerminan tingkat drop outmurid.Gambar
1.6 memaparkan pergerakan rata-rata lama sekolah di Provinsi Jawa Barat. Pada
94,6
94,91
95,32 95,53
95,98
93,5
94,0
94,5
95,0
95,5
96,0
96,5
2005 2006 2007 2008 2009
A
n
g
ka
M
e
le
k
H
u
ru
f
(P
e
rs
e
n
)
Tahun
tahun 2009, rata-rata lama sekolah di Provinsi Jawa Barat mencapai 7,72 tahun.
Angka ini tergolong masih rendah karena angka maksimal rata-rata lama sekolah
yang ditetapkan oleh BPS adalah 15 tahun.
Gambar 1.7Rata-Rata Lama Sekolah di Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2009
Sumber: Bappeda Jawa Barat (2010)
Program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah pusat,
harus mendorong pemerintah daerah menggiatkan pembangunan sarana prasarana
pendidikan yang berkualitas.Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan
merupakan kebijakan tepat untuk memperluas akses masyarakat terhadap
pendidikan. Pembangunan sekolah akan memberikan dampak positif terhadap
peningkatan angka melek huruf dan peningkatan partisipasi bersekolah.Pada tahun
2009 jumlah SD dan SMP sebanyak 29.600 sekolah meningkat dari tahun 2008
yang sebesar 28.130 sekolah (Gambar 1.8).
Gambar 1.8 Jumlah SD dan SMP di Jawa Barat Tahun 2005-2009
Sumber: BPS (2010)
7,4
7,50 7,50 7,50
7,72
7,1
7,2
7,3
7,4
7,5
7,6
7,7
7,8
2005 2006 2007 2008 2009
R
a
ta
-R
a
ta
L
a
m
a
S
e
ko
la
h
(T
a
h
u
n
)
Tahun
22,76
22,88 27,18
28,13
29,60
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
2005 2006 2007 2008 2009
Ju
m
la
h
s
e
ko
la
h
S
D
d
a
n
S
M
p
(r
ib
u
)
Sektor kesehatan juga menjadi fokus dalam peningkatan IPM di Jawa Barat.
Tolak ukur kondisi kesehatan di Jawa Barat salah satunya bisa dilihat dari angka
harapan hidupnya. Provinsi Jawa Barat memiliki angka harapan hidup sebesar 68
tahun pada tahun 2009. Dibandingkan dengan nilai maksimal IPM menurut
UNDP sebesar 85 tahun, usia harapan hidup di Jawa Barat masih termasuk
rendah. Namun tren meningkatnya usia harapan hidup tiap tahun di Provinsi Jawa
Barat menandakan adanya perbaikan di sektor pendidikan di provinsi ini. (Gambar
1.9)
Gambar 1.9 Angka Harapan Hidup Jawa Barat Tahun 2005-2009
Sumber: BPS, 2010
Perbaikan sektor kesehatan juga terlihat dari jumlah sarana prasarana
kesehatan yang meningkat di Jawa Barat. Pada tahun 2009, jumlah puskesmas di
Jawa Barat sebanyak 3.337 Puskesmas yang terdiri dari puskesmas umum,
puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling (Gambar 1.10). Dengan
meningkatnya jumlah puskesmas, akses masyarakat terhadap sarana kesehatan
pun akan meningkat.
67,2
67,40
67,60
67,80
68,00
66,8
67,0
67,2
67,4
67,6
67,8
68,0
68,2
2005 2006 2007 2008 2009
A
n
g
ka
H
a
ra
p
a
n
H
id
u
p
(T
a
h
u
n
)
Tahun
Gambar 1.10 Jumlah Puskesmas di Jawa Barat Tahun 2005-2009
Sumber: BPS (2010)
Sektor perekonomian juga menjadi penentu peningkatan IPM. Dalam
penghitungan IPM, komponen pengeluaran per kapita menjadi indikator.
Pendapatan per kapita mencerminkan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat
akan menentukan akses masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup yang
menyangkut kualitas hidup termasuk akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Di
Jawa Barat pengeluaran per kapita masyarakat adalah Rp 628.710,- pada tahun
2009 (Gambar 1.11). Jumlah ini masih dibawah standar maksimal yang ditetapkan
oleh UNDP yakni sebesar Rp 732.720,-.
Gambar 1.11 Pengeluaran Per Kapita Jawa Barat Tahun 2005-2009
Sumber: BPS (2010)
2985
3031
3094
3230
3337
2800
2900
3000
3100
3200
3300
3400
2005 2006 2007 2008 2009
Ju
m
la
h
P
u
ske
sm
a
s
619,7 621,11
623,64
626,81
628,71
614,0
616,0
618,0
620,0
622,0
624,0
626,0
628,0
630,0
2005 2006 2007 2008 2009
P
e
n
g
e
lu
a
ra
n
P
e
r
K
a
p
it
a
(R
ib
u
R
p
)
Tahun
Berdasarkan paparan di atas, terdapat bebarapa permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa
Barat
2. Bagaimana implikasi kebijakan peningkatan sumber daya manusia dengan
realitas yang terjadi di provinsi Jawa Barat.
1.3 Tujuan Panelitian
Tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan menjadi dua poin sebagai
berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di
Jawa Barat
2. Mengkaji implikasi kebijakan peningkatan sumber daya manusia dengan
realitas yang terjadi di provinsi Jawa Barat
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan arahan
dan sebagai dasar pertimbangan antara lain:
1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
perumusan dan perencanaan kebijakan pembangunan daerah baik
pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia.
2. Sebagai informasi dan studi pustaka kepada masyarakat, pemerintah,
praktisi dan akademisi, khususnya tentang kajian pembangunan manusia
di Jawa Barat.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup dan penelitian meliputi beberapa hal.Pertama, memberikan
gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia yang meliputi
tiga aspek besar dalam penghitungan indeks pembangunan manusia yakni peluang
hidup (longevity), pengetahuan (knowladge), dan hidup layak (decent living).
Adapun peluang hidup diukur dengan pendekatan kesehatan meliputi ketersediaan
sarana kesehatan dan pelayan kesehatan. Sementara aspek pengetahuan diukur
dengan pendekatan pendidikan yaitu ketersedian sekolah dasar dan menengah di
suatu wilayah. Sedangkan untuk aspek hidup layak memakai pendekatan variabel
kemiskinan dan variabel PDRB per kapita. Selain ketiga aspek tersebut,
dimasukkan juga sarana infrastruktur yang dapat menunjang perekonomian suatu
wilayah. Dengan memasukkan sarana infrastruktur dengan pendekatan panjang
jalan, diduga akan memberikan pengeruh positif terhadap kesejahteraan
masyarakat.
Penelitian ini hanya meneliti Provinsi Jawa Barat yang meliputi 25
Kabupaten Kota. Adapun Kabupaten Bandung Barat yang baru terbentuk tahun
2007 dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Bandungtidak menjadi objek
penelitian terkait dengan ketersedian data. Penelitian ini juga meneliti
kebijakan-kebijakan yang diterapkan Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu tahun
2005-2009 dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teori-Teori
2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Simon Kuznet menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan
kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan
berbagai barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya
kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan),
dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2003).
Sementara Robinson Tarigan menekankan pertumbuhan ekonomi dalam sisi
kewilayahan dimana pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan
pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai
tambah (value added) yang terjadi di wilayah tersebut.
Menurut pandangan kaum historis, diantaranya Friedrich List dan Rostow,
pertumbuhan ekonomi merupakan tahapan proses tumbuhnya perekonomian
mulai dari perekonomian bersifat tradisional yang bergerak di sektor pertanian
dimana produksi bersifat subsisten, hingga akhirnya menuju perekonomian
modern yang didominasi oleh sektor industri manufaktur. Menurut pandangan
ekonom klasik seperti Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan
John Stuart Mill, maupun ekonom neo klasik, Robert Solow dan Trevor Swan,
empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (1) jumlah
penduduk, (2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, dan
(4) tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah penduduk sangat erat kaitannya
dengan pertumbuhan ekonomi dimana penduduk sebagai penggerak
perekonomian. Semakin banyak jumlah penduduk suatu daerah tidak berarti
pembangunan di daerah tersebut menjadi lebih baik. Jumlah penduduk yang
berlebihan justru akan menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah. Jumlah stok barang modal menjadi faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan produksi barang dan jasa yang
selanjutnya akan diperjualbelikan. Sementaraluas tanah dan kekayaan merupakan
pendukung kegiatan-kegiatan perekonomian. Tingkat teknologi tidak bisa
dilepaskan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dikarenakan teknologi dapat
menentukan efektivitas dan efisiensi kegiatan ekonomi.
Keempat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut dapat
menentukan perkembangan kegiatan perekonomian. Menurut Kuncoro, 2003
suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila
tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa
sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi menitik beratkan pada
capaiaan yang lebih baik dari sebelumnya berkenaan dengan kualitas dan
kuantitas kegiatan perekonomian suatu wilayah.
Schumpeter menyatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan
perkembangan ekonomi adalah proses inovasi, dan pelakunya adalah inovator
atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan ekonomi suatu masyarakat hanya bisa
diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur. Inovasi yang
diperlukan dalam perkembangan ekonomi adalah inovasi yang memberikan
perbaikan dalam poses produksi sehingga tercipta efisiensi dan efektivitas
kegiatan-kegiatan ekonomi.
Menurut Todaro (2003: hal 92-98), ada tiga faktor utama dalam
pertumbuhan ekonomi, yaitu :
1. Akumulasi modal termasuk semua investasi baru yang berwujud
tanah/(lahan), peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (human
resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari
pendapatan sekarang di tabung yang kemudian diinvestasikan kembali
dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa mendatang.
Investasi juga harus disertai dengan investasi infrastruktur, yakni berupa
jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi, demi
menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan
sumber daya manusia bermuara pada peningkatan kualitas modal
manusia, yang pada akhirnya dapat berdampak positif terhadap angka
produksi.
2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk
dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angka kerja
(labor force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif
dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak
angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin
banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya.
3. Kemajuan Teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi
cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan tradisional. Ada 3 klasifikasi kemajuan teknologi,
yakni :
a. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output
yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi
input yang sama.
b. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labor
saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output
yang lebih tinggi bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau
input modal yang sama
c. Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi jika
penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan
barang modal yang ada secara lebih produktif.
2.1.2 Modal Manusia dalam Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Manusia merupakan aset berharga dalam pembangunan dan juga merupakan
subjek dari pembangunan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh
Todaro dan Smith (2003) dimana pembangunan memiliki tiga nilai inti yaitu
tercapainya kemampuan hidup (life sustenance), kemandirian (self esteem) dan
kemerdekaan atau kebebasan (freedom). Kemampuan hidup diartikan
kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Kemandirian berarti
mempunyai harga diri, bermartabat atau berkepribadian. Adapun kemerdekaan
berarti memiliki kesanggupan untuk melakukan pilihan-pilihan dalam hidup.
Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan manusia terdiri dari 4
(empat) komponen utama, yaitu : (1) Produktifitas, masyarakat harus dapat
meningkatkan produktifitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses
memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan
ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia, (2) Ekuitas,
masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua
hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat
dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari
kesempatan-kesempatan ini, (3) Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus
dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan
datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus
dilengkapi, (4) Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat
dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam
mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan
mereka.Dengan peningkatan kemampuan, kreatifitas dan produktifitas manusia
akan meningkat sehingga mereka menjadi agen pertumbuhan yang efektif.
Pertumbuhan ekonomi harus dikombinasikan dengan pemerataan hasil-hasilnya.
Pemerataan kesempatan harus tersedia baik, semua orang, perempuan maupun
laki-laki harus diberdayakan untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan
pelaksanaan keputusan-keputusan penting yang mempengaruhi kehidupan
mereka. Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang
menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh
kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya
(pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia
hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis
dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan
ekonomi).
UNDP membahas pembangunan manusia dengan menghubungannyadengan
model sosial dan reproduksi sosial. Pembangunan manusia merupakan model
sosial, LSM, dan organisasi kemasyarakatan yang dapat mengembangkan
kemampuan pekerja, petani dan pengusaha sehingga dapat menghasilkan produk
yang berkualitas dengan teknologi dan penelitian serta pengembangan produk.
Produk ini kemudian menjadi komposisi output yang berkualitas yang dapat
diekspor.
Kekuatan timbal balik antar pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan
manusia tidak terlepas dari kebijakan institusi dan pemerintah. Kebijakan ini yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan menentukan distribusi sumberdaya
swasta dan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi disusun oleh tiga faktor penting
yaitu tabungan luar negeri, modal fisik, dan tabungan dalam negeri. Makin baik
tiga faktor ini akan menentukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga dapat
menguatkan kredibelitas institusi dan pemerintah.
Komitmen pemerintah dalam pendistribusian sumber daya dilakukan
melalui dua saluran, yakni dari kebijakan pengeluaran pemerintah yang ditujukan
pada prioritas sosial seperti pembangunan infrastruktur dan melalui kegiatan
pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan individu rumah tangga seperti
pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Keduanya bermuara di
tempat sama yakni model sosial yang selanjutnya dapat membangun manusia
yang berkualitas. Pertumbuhan ekonomi dengan sasaran pengeluaran rumah
tangga menggunakan pendekatan ketenagakerjaan yaitu dengan penyediaan
lapangan pekerjaan yang merupakan jembatan antar pengeluaran pemerintah dan
pengeluaran rumah tangga (Gambar 2.1). Model UNDP ini telah banyak
digunakan dalam berbagai penelitian.
Teori-teori bahwa pembangunan ditentukan oleh modal manusia banyak
disebut-sebut oleh pakar-pakar ekonomi. Adam Smith tak hanya mengangkat
tentang kebijakan laissez-faire, tetapi juga sangat memperhatikan tentang
pembangunan. Smith pun berpendapat bahwa faktor penentu pembangunan adalah
perkembangan penduduk. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan
perluasan pasar akan meninggikan tingkat spesialisasi dalam perekonomian
tersebut. Sebagai akibat dari spesialisasi yang terjadi, maka tingkat kegiatan
ekonomi akan bertambah tinggi.
Pembangunan Manusia
Model Sosial, LSM, dan Organisasi kemasyarakatan
Reproduksi Sosial
Kemampuan Pekerja
dan petani
pengusaha Manajer
Pengeluaran
prioritas sosial
Pengeluaran
rumah tangga
untuk kebutuhan
dasar
Produk R&D dan
Teknologi
Kebijaksanaan dan
pengeluaran pemerintah
Kegiatan dan
pengeluaran
rumah tangga
Komposisi output
dan ekspor
Ketenagakerjaan
Distribusi sumber daya swasta dan masyarakat
Tabungan Luar
negeri Modal Fisik
Tabungan
dalam negeri
Institusi dan pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 2.1 Hubungan Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: UNDP (1996)
2.1.3 Pendidikan
Menurut Schweke (2004), pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber
daya manusia (SDM) berkualitas, memiliki pengetahuan dan keterampilan serta
menguasai teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan
kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Karena itu, investasi di bidang pendidikan
tidak saja berguna bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan
masyarakat umum. Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan
meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan merupakan
jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai problem
krusial: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare
dependencyyang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.
Dalam upaya mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
(sustainable development), sektor pendidikan memainkan peranan yang sangat
strategis khususnya dalam mendorong akumulasi modal yang dapat mendukung
proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya. Secara definisi,World Commision
on Environmental and Development, 1997 dalam McKeown (Satria, 2008), bahwa
sustainable development adalah: Sustainable development is development that
meets the needs of thepresent without comprimising the ability of future
generations to meet their ownneeds. Dalam konteks ini, pendidikan dianggap
sebagai alat untuk mencapai target yang berkelanjutan, karena dengan pendidikan
aktivitas pembangunan dapat tercapai, sehingga peluang untuk meningkatkan
kualitas hidup di masa depan akan lebih baik. Di sisi lain, dengan pendidikan,
usaha pembangunan yang lebih hijau (greener development) dengan
memperhatikan aspek-aspek lingkungan juga mudah tercapai.
Analisis atas investasi dalam bidang pendidikan menyatu dalam pendekatan
modal manusia. Modal manusia (human capital) adalah istilah yang sering
digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan, dan kapasitas manusia
yang lain yang dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal tersebut
ditingkatkan. Pendidikan memainkan kunci dalam membentuk kemampuan
sebuah negara untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan
kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan
(Todaro, 2003).
Memasuki abad ke-21, paradigma pembangunan yang merujuk