• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Hasil Penelitian

3. Dampak Penerapan Teknik Penerjemahan Terhadap Kualitas TerjemahanTerjemahan

Dari 165 data yang dianalisis, kualitas terjemahan kalimat yang merepresentasikan tuturan mengancam muka negatif pada The Adventures of Sherlock Holmes cenderung baik. Terjemahan akurat banyak ditemukan dalam penelitian ini dibandingkan dengan terjemahan yang kurang akurat atau tidak akurat. Demikian halnya dengan penilaian tingkat keberterimaan dan keterbacaannya. Hasil analisis menunjukan bahwa jumlah data tuturan yang diterjemahkan secara akurat sebanyak 133 data, 123 data diterjemahkan secara berterima, dan tingkat keterbacaan tinggi sebanyak 164 data. Sehingga dapat disimpulkan penerapan teknik penerjemahan cenderung baik terhadap kualitas terjemahan kalimat yang merepesentasikan tuturan mengancam muka negatif, hal

ini senada dengan pendapat Molina dan Albir (2012) bahwa teknik yang diterapkan mempengaruhi kualitas terjemahan.

Terjemahan akurat dipengaruhi oleh kesepadanan makna antara BSu dan BSa (Nababan, 2012) sehingga kurang akuratnya terjemahan tuturan ini disebabkan oleh sebagian pesan tidak dapat disampaikan dengan baik dalam BSa, sehingga pembaca tidak mendapat pesan atau informasi tuturan secara utuh dan ketidakakuratan dipengaruhi oleh perbedaan makna antara BSu dan BSa, sehingga maksud dari tuturan tidak sesuai dengan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Dari 165 data terjemahan yang diteliti, terdapat 123 data diterjemahkan dengan akurat, 26 data diterjemahkan kurang akurat dan 6 data diterjemahkan dengan tidak akurat. Terjemahan kurang akurat dalam penelitian ini dikarenakan pemilihan teknik yang dipilih oleh penerjemah sehingga pesan tidak seutuhnya sampai pada pembaca sasaran. Terjemahan tidak akurat dalam penelitian ini dikarenakan adanya penerapan teknik harfiah pada beberapa tuturan yang membuat makna pada bahasa sasaran lepas konteks sehingga sulit dipahami oleh pembaca.

Terjemahan dikatakan memiliki tingkat keberterimaan tinggi jika pesan sudah dialihkan dalam BSa dan sesuai dengan kaidah bahasa sasaran, hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nababan (2012) bahwa sebuah pesan dikatakan memiliki tingkat keberterimaan tinggi jika terjemahan tersebut sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan dalam bahasa sasaran. Selain itu, frasa, klausa dan kalimat yang digunakan juga harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Data tuturan yang kurang berterima dalam penelitian ini

disebabkan oleh penggunaan kata yang kurang lazim digunakan dalam bahasa sasaran, juga struktur yang kurang sesuai dengan kaidah dalam bahasa sasaran.

Dalam penelitian ini terdapat 41 data yang kurang berterima dan 1 data diterjemahkan dengan tidak berterima. Kemunculan data-data terjemahan yang kurang berterima dalam penelitian ini dikarenakan oleh penyusunan struktur yang rancu sehingga tidak sesuai dengan kaidah yang diterapkan dalam bahasa sasaran. Teknik amplifikasi juga teridentifikasi sebagai penyebab data menjadi kurang berterima dalam bahasa sasaran.

Seperti parameter tingkat keterbacaan yang dikemukakan oleh Nababan (2012) bahwa tingkat keterbacaan diidentifikasi berdasarkan derajat kemudahan suatu tuturan untuk dipahami maksud yang ada dalam BSu dan dalam hal ini dibantu oleh penerjemah agar sampai ke pembaca BSa. Dari 165 data yang dianalisis dalam penelitian ini memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi, yakni 99,4% dan hanya 1 data teridentifikasi memiliki keterbacaan sedang. Hal ini terjadi karena penerjemah menerapkan teknik harfiah dalam proses penerjemahannya sehingga pesan dalam BSu sulit dipahami dan tidak tersampaikan pada pembaca sasaran.

4. Hubungan Kalimat yang Merepresentasikan Tuturan Mengancam Muka Negatif, Teknik Penerjemahan, dan Kualitas Terjemahan

Ada tiga komponen utama pada penelitian ini, yakni: jenis tuturan mengancam muka negatif, teknik penerjemahan, dan peniliaian kualitas

terjemahan. Pada proses analisis, dilakukan dengan mencari temuan dari setiap komponen, selanjutnya mengkaji ketiga komponen tersebut secara berurutan. Pertama, keterkaitan antara tuturan mengancam muka negatif dan penerapan teknik penerjemahan. Kedua, hubungan antara penerapan teknik penerjemahan dan dampaknya terhadap kualitas terjemahan. Ketiga, hubungan antar ketiga komponen, yakni jenis tuturan mengancam muka, penerapan teknik penerjemahan dan dampaknya terhadap kualitas terjemahan.

Analisis ketiga komponen ini menunjukkan bahwa teknik penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan setiap kalimat yang mengandung tuturan mengancam muka negatif mampu memberi dampak tersendiri dan menentukan tingkat tingkat kualitas terjemahan. Teknik penerjemahan yang digunakan juga berpengaruh pada kesepadanan pesan antara BSu dan BSa, kesesuaian dengan kaidah dalam BSa, dan tinggi rendahnya tingkat keterbacaan. Jika pesan yang disampaikan sepadan, sesuai dengan kaidah BSa, dan mudah dipahami oleh pembaca maka akan menghasilkan terjemahan yang berkualitas tinggi.

Adapun beberapa penerapan teknik yang teridentifikasi memberi dampak negatif terhadap kualiatas terjemahan adalah teknik harfiah yang diaplikasikan oleh penerjemah pada jenis tuturan “menghina” (insulting). Ke tiga rater sepakat memberi nilai kurang akurat dan kurang berterima. Hal ini dikarenakan adanya teknik harfiah yang diterapkan oleh penerjemah pada idiom expression yang muncul pada bahasa sumber. Penerapan teknik harfiah ini juga memberi dampak negatif pada tuturan jenis“memerintah”. Penerjemah gagal mengakomodasi pesan agar tersampaikan dengan baik pada pembaca sasaran dengan menerjemahkan sir

yang sebenarnya merupakan gelar kebangsawanan namun diterjemahkan secara harfiah menjadi “tuan”, sehingga para rater memberi nilai kurang akurat pada terjemahannya. Teknik harfiah pada temuan data selanjutnya juga memberi dampak negatif pada terjemahan, kali ini ditemukan dalam tuturan jenis “menolak”(refusing). Penerjemah menggunakan teknik ini untuk menerjemahkan frasa got it menjadi “mendapatkannya”, dan terjemahan ini dirasa keluar konteks karena situasi yang menaungi percakapan tersebut yang merupakan sebuah kasus untuk dipecahkan atau diselesaikan bukan didapatkan. Maka, seharusnya teknik yang diterapkan oleh penerjemah adalah amplifikasi dengan menambahkan informasi dalam bahasa sasaran.

Teknik lain yang memberi dampak negatif pada terjemahan adalah teknik kreasi diskusif yang ditemukan pada tuturan FTA dengan jenis “mengeluh”. Penerapan teknik ini membuat para rater memberi nilai tidak akurat pada pesan, sekalipun tidak merubah jenis FTA yang terdapat pada tuturan. Pada tuturan jenis “menghina”(insulting), teknik ini juga diidentifikasi para rater menjadi penyebab kurangnya nilai kualitas terjemahan. Pesan yang ingin disampaikan oleh penulis adalah Holmes akan sangat beruntung jika dapat memecahkan masalah itu, namun penerjemah mengalihkan pesan dengan teknik kreasi diskursif menjadi“Jika anda cukup beruntung karena telah memecahkan masalah ini” terjemahan ini membuat pesan dalam BSu seakan-akan Holmes telah memecahkannya, padahal pada konteks sebenarnya Holmes baru saja akan menangani kasus ini.

Lepas dari beberapa human error yang dilakukan oleh penerjemah, dalam penelitian ini terdapat pula beberapa teknik yang diaplikasikan oleh penerjemah

dan dinilai dapat memberi nilai positif dalam terjemahannya. Teknik-teknik ini juga mendominasi dibanding dengan teknik lainnya, sehingga penerjemah masih mampu memberi hasil terjemahan yang cenderung positif terhadap hasil akhir penilaian para rater. Teknik-teknik yang dinilai memberi dampak positif adalah teknik padanan lazim, amplifikasi, transposisi, dan kompensasi. Teknik-teknik ini hampir dapat dijumpai pada tiap tuturan dikarenakan analisa penerapan teknik dimulai dari satuan terkecil dalam tiap kalimat yang merepresentasikan tuturan mengancam muka negatif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari 15 teknik yang digunakan dalam menerjemahkan kalimat yang mengandung tuturan mengancam muka negatif ini, sebagian besar teknik berdampak positif pada kualitas terjemahannya. Hal ini dapat terlihat dari hasil keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan yang dinilai cenderung tinggi oleh para rater dan responden yang terlibat dalam penelitian ini.

5. Analisis Tema Budaya

Pada tahap ini, temuan nilai budaya diperoleh dari peninjauan kembali pembahasan dengan sumber data, yaitu kumpulan cerita pendek The Adventures of Sherlock Holmes karya Sir Arthur Conan Doyle. Pembahasan dalam sub bab analisis temuan budaya ini adalah untuk mengetahui hubungan penerapan jenis tuturan mengancam muka negatif, teknik penerjemahan, dan dampaknya pada kualitas terjemahan terhadap konteks sumber data dan penelitian ini. Hal ini