• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Penggunaan Pupuk Kandang Terhadap Produksi Pad

Gambar 13 Prosentase Tingat Umur Responden

4.2. Analisis Fungsi Produksi Dan Keuntungan Usaha Tani Padi Sawah 1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Padi Sawah

4.2.4. Dampak Penggunaan Pupuk Kandang Terhadap Produksi Pad

Perbedaan utama antara usaha tani pola CLS dan non CLS adalah penggunaan pupuk kandang. Sebagai indikasi awal adanya perbedaan nyata antara usaha tani pola CLS dan non CLS dapat dilihat dari model fungsi produksi padi sawah gabungan, dimana variabel dummy pola usaha tani (D2) dengan nilai koefisien sebesar 0,236 memberikan isyarat bahwa dengan menerapkan usaha tani pola CLS menyebabkan tingkat teknologi petani meningkat dan dapat meningkatkan produksi padi sebesar 23,6 % dibandingkan produksi padi dari pola non CLS.

Fokus perhatian analisis pada model fungsi produksi padi pola CLS adalah melihat pengaruh penggunaan pupuk kandang yang ditunjukkan oleh nilai koefisien/elastisitas dari model fungsi produksi padi sawah pola CLS seperti pada persamaan (16) dengan nilai koefisien penggunaan pupuk kandang (Pk) terhadap produksi padi (Qpc) sebesar +0,125 yang berarti bahwa peningkatan penggunaan input pupuk kandang sebesar 10 % dengan asumsi variabel lain konstan, akan meningkatkan produksi padi sebesar 1,25 %.

Beberapa manfaat penggunaan kompos dalam jangka panjang mampu meningkatkan N, P, K dan Si tanah, disamping itu juga mampu meningkatkan aktivitas mikrobia penyemat nitrogen melalui peningkatan kandungan bahan organik tanah yang mudah terdekomposisi, meningkatkan pembentukan agregat yang stabil dan pertukaran kation (Wada, 1981 dalam Sutanto, 2002a). Pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan dan mempertahankan keanekaragaman dan kehidupan organisme tanah. Bahan organik merupakan sumber energi bagi kehidupan organisme tanah. Pemberian pupuk pada tanah dapat meningkatkan cacing tanah dari 13.000 ekor/hektar menjadi 1 juta ekor/hektar (Poniman, et al, 2003).

Meskipun pupuk kandang banyak memberikan keuntungan, tetapi pemakaiannya di lapangan juga harus memperhatikan kondisi setiap jenis bahan orgnik yang dikandungnya. Penggunaan pupuk organik yang tidak tepat juga bisa mencemari lingkungan. Dengan demikian harus diketahui jenis bahan organik, jumlah yang harus diberikan, kapan pupuk kandang digunakan secara tepat melalui teknologi diperlukan untuk men-treatment limbah organik pertanian. Menurut Rochayati, Sri, at al ((2003) penggunaan pupuk organik di Korea Selatan memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Persentase agregat berukuran 1 mm atau lebih, prositas, permeabilitas, pH, kandungan bahan organik dan KTK meningkat, sebaliknya bulk density dan kekerasan tanah berkurang dengan pemberian pupuk organik. Selanjutnya dikatakan efisiensi penggunaan pupuk di lahan sawah perlu terus ditingkatkan sehingga penggunaan pupuk dapat lebih rasional dan efisien berdasarkan analisis tanah, sifat-sifat tanah dan kebutuhan tanaman serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

Perimbangan pupuk organik dan pupuk nonorganik yang tepat menyebabkan tanaman tumbuh optimal dan produksi meningkat. Berdasarkan penelitian Sutardi et al (2002) jumlah pupuk anorganik yang tinggi tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi, namun yang menentukan tingkat produksi adalah perimbangan pupuk organik dan anorganik dengan perlakuan kurang 30 % atau 105 kg/ha Urea, 45 kg/ha SP-36, dan 30 kg/ha KCL dengan perimbangan pupuk organik 2,5 ton/ha. Faktor genetik juga menentukan berat gabah pertanaman. Keseimbangan pupuk dengan perbandingan <30 persen pupuk kimia merupakan sistem usaha tani dengan teknologi akrab lingkungan yang berdampak terhadap peningkatan keamanan produk pertanian serta menghasilkan produk organik. Pemanfaatan pupuk kandang akan mampu mengurangi kandungan logam

berat Cadmium dalam tanah melalui mekanisme penghelatan sehingga mudah diserap oleh tanaman.

Penelitian di Maharassta dan Bihar dimana penggunaan pupuk kandang dan kompos sebanyak 1,26 ton.ha dapat meningkatkan hasil gabah 100 kg/ha dan di Orissa meningkatkan hasil 216 kg/ha (Grag et al., 1971 dalam Sutanto, 2002a) serta pemanfaatan berbagai jenis kompos untuk tanaman kacang dan jagung ternyata memperoleh hasil yang lebih tinggi daripada menggunakan pupuk kimiawi sesuai dengan dosis anjuran. Menurut Juanda, et-al (2003) perbaikan rekomendasi teknologi pemupukan melalui pemetaan status har P dan K lahan sawah mutlak diperlukan, karena merupakan kunci dalam upaya menciptakan swasembada pangan. Lebih lanjut dikatakan dengan melakukan pemupukan sesuai hasil analisis tanah, maka dapat dihemat biaya sebesar Rp. 242.884.600-Rp. 315.715.500,-/musim untuk pembelian pupuk SP-36 dan Rp. 337.115.100,-/musim tanam untuk pembelian pupuk KCL.

Simulasi hubungan antara penggunan pupuk kandang dan besarnya penambahan produksi padi dilakukan dengan asumsi ceteris paribus ditampilkan dalam bentuk kurva pengaruh penggunaan pupuk kandang terhadap penambahan produksi padi sawah pola CLS seperti Gambar 19.

Gambar 19. Pendugaan Produktivitas Padi sawah Pola Non CLS Terhadap Peningkatan Produksi Padi

0 50 100 150 200 250 300 350 400 0.25 0.75 1.25 1.75 2.25 2.75 3.25 3.75 4.25 4.75 5.25 5.75 6.25 6.75 7.25 7.75 8.25 8.75

Penggunaan pupuk kandang (ton/ha) Peningkatan produksi padi (kg)

Berdasarkan Gambar 19 dapat diketahui bahwa peningkatan pupuk kandang sampai dengan 6,75 ton/ha masih mampu meningkatkan produksi padi secara signifikan. Namun demikian penggunaan pupuk kandang yang berlebihan berakibat tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi padi. Hal ini sejalan dengan pendapat Pakpahan (1980) bahwa faktor produksi yang memberikan respon terpenting terhadap produksi padi adalah luas garapan dan pupuk organik. Hasil penelitian Puslitanak (2004) menyatakan penggunaan pupuk kandang sampai 5.000 kg/hektar masih mampu meningkatkan produksi padi. Dengan demikian, dapat direkomendasikan agar penggunaan pupuk kandang per satuan luas dapat ditingkatkan dengan memperhatikan standar teknis kebutuhan hara dan luas pengusahaan pola CLS dalam skala ekonomi. Guna menentukan besarnya kebutuhan hara menurut wilayah, maka diperlukan pemetaan kondisi unsur hara menurut wilayah/agro-ecosystem.

Pemakaian pupuk kandang sebagai pupuk organik bukan merupakan hal baru dalam sistem usaha tani, namun penggunaan pupuk kandang untuk memupuk tanaman dan menjaga kesuburan tanah secar besar-besaran di kalangan petani masih sangat terbatas. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat pengguna pupuk kandang adalah masih terbatasnya persediaan pupuk kandang, proses pengomposan memakan waktu dan masih sedikitnya instalasi pengomposan baik milik pemerintah maupun masyarakat.

Dengan memperhatikan trend dunia dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia dan lebih mengedepankan kesuburan berkelanjutan yang ramah lingkungan serta ketersediaan bahan baku limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pupuk melimpah, maka perlu ditingkatkan gerakan sosialisasi dan penyuluhan pemanfaatan pupuk organik dan mengembangkan usaha tani pola integrasi spesifik lokasi.