• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Hukum Asuransi

1. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)

Terdapat dua cara pengaturan asuransi dalam KUHD, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam buku I Bab 9 Pasal 146-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di

53 M.Firdaus, Berasuransi dalam http://berasuransi.blogspot.co.id/2013/07/kenapa-mereka-menolak-memiliki-asuransi.html.

luar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 pasal 287-308 KUHD dan Buku II Bab IX dan Bab X pasal 592-695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:

a. Bab IX. Asuransi atau pertanggungan pada umumnya, pengaturannya mulai dari pasal 246-286

b. Bab X. Asuransi atau pertanggungan terhadap bahaya-bahaya kebakaran, terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipaneni, dan tentang pertanggungan jiwa.

a) Bagian 1. Pertanggungan Terhadap Bahaya Kebakaran Pengaturannya Mulai Pasal 287-298 KUHD

b) Bagian 2. Pertanggungan Terhadap Bahaya yang Mengancam Hasil Pertanian yang Belum Dipaneni. Pengaturannya Mulai Pasal 299-301 KUHD

c) Bagian 3. Pertanggungan Jiwa. pengaturannya mulai pasal 302-308 KUHD

d) Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan pasal 592-685 KUHD e) Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman pasal

686-695 KUHD.

Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan kepada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara timbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertuis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pegaturan asuransi dalam KUHD

meliputi substansi asas-asas asuransi,perjanjian asuransi, unsur-unsur asuransi, syarat-syarat asuransi dan jenis-jenis asuransi.54

2. Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.55

Belum lama ini, Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan undang-undang mengenai asuransi yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Secara umum, terdapat banyak perbedaan antara Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Banyak ketentuan di undang-undang asuransi yang baru yang sebelumnya tidak diatur oleh undang-undang asuransi yang lama. UU No. 40 Tahun 2014 memiliki 92 pasal yang terbagi dalam 18 bab. Sedangkan UU No. 2 Tahun 1992 memiliki 28 pasal yang terbagi dalam 13 bab. Dari segi substansi, undang-undang asuransi yang baru mengatur lebih lengkap dibandingkan dengan undang-undang asuransi yang lama dilihat dari jumlah rumusan pasal dan jumlah bab yang tercantum. Sebelum lahirnya UU No. 40 Tahun 2014, pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesiadan sekarang pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

3. Undang-Undang Asuransi Sosial

54 Muhammad Abdulkadir, 2006, Op. Cit., hal 18-22.

55 Ardy Prasetyo, Sekadar Perbandingan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dalam https://www.academia.edu/9426299/Sekadar_ Perbandingan_UU_No._40_ Tahun _2014_ tentang_Perasuransian _dengan_UU_No._2_Tahun _1992_tentang_Usaha_ Perasuransian diakses pada tanggal 24 September 2015.

Asuransi sosial di indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehataan. Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik negara (BUMN) sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) undang-undang No.2 Tahun 1992 perun dang-undang yang mengatur asuransi sosial sebagai berikut:

a. Asuransi sosial kecelakaan penumpang (Jasa Raharja)

a) Undang-Undang No.33 tahun 1964 tentang Dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang, peraturan pelaksananya adalah Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 1965.

b) Undang-Undang No.34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Peraturan pelaksanaanya adalah Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1965.

b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)

a) Undang-Undamg No.3 Tahun 1992 terntang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

b) Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1990 tentang Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahaan Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1977)

c) Peraturan Pemerintah No.67 tahun 1991 tentang asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI)

d) Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1981 tentang asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil( ASPNS)

c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehataan (Askes)

Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1991 tentang pemeliharaan Kesehataan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Penerima Pensiaun, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya.56

4. Peraturan Pemerintah

a. Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968 dan Nomor 13 Tahun 1981 tentang Kesehatan Pegawai Negeri dan Penerima Pensiunan Beserta Keluarganya

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian;

a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.63 Tahun 1999 Perubahan Pertama Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 1992;

b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.73 Tahun 1992;

c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.81 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.73 Tahun 1992;

5. Peraturan Keputusan57

a. Keputusan Menteri Keuangan No. 223/KMK.017/1993 tentang Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. b. Keputusan Menteri Keuangan No. 225/KMK.017/1993 tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

c. Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KMK.017/1999 tentang Kesehatan Kuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. d. Keputusan Menteri Keuangan No. 226/KMK.017/1993 tentang

Perizinan dan penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

e. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 422/KMK.06/2003 Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Reasuransi;

57

Mandiri inhealth, Sistem Perundangan dalam http://www. Inhealth .co.id/ detail.aspx ?menu =6&id=40diakses pada tanggal 24 September 2015.

f. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.423/KMK.06/2003 Tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian;

g. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.425/KMK.06/2003 Tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi;

h. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 426/KMK.06/ 2003 Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

i. Peraturan Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. PER-01/BL/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penerapan Mengenan Nasabah bagi Perusahaan Perasuransian;

j. Peraturan Menteri Keuangan No.152/PMK.010/2012 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.

k. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

l. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan;

m. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.4/POJK.05/2013 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Pada Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan, dan Perusahaan Penjaminan;

n. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengket Di Sektor Jasa Keuangan; o. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.3/POJK.02/2014 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan;

p. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.2/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan Baik Bagi Perusahaan Perasuransian;

q. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank;

r. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.05/2014 tentang Pemeriksaan Langsung Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank;

s. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.17/POJK.03/2014 tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan;

t. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.18/POJK.03/2014 tentang Penerapan Tata Kelola Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan. 6. Surat Edaran OJK58

a. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.2/SEOJK.05/2013 tentang Bentuk dan Susunan Laporan Keuangan Serta Bentuk dan Susunan Pengumuman Ringkasan Laporan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

b. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.4/SEOJK.02/2014 tentang Mekanisme pembayaran Pungutan Otoritas Jasa Keuangan;

c. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.1/SEOJK.07/2014 tentang Pelaksanaan Edukasi Dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Pada Konsumen dan/atau Masyarakat;

d. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usahan Jasa Keuangan;

e. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.12/SEOJK.07/2014 tentang Penyampaian Informasi Dalam Rangka Pemasaran Produk dan/atau Layanan Jasa Keuangan;

f. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku;

g. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen;

h. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.15/SEOJK.05/2014 tentang Rencana Korporasi dan Rencana Bisnis Perusahaan Asuransi,

Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah;

i. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.16/SEOJK.05/2014 tentang Komite Pada Dewan KomisarisPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah;

j. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.17/SEOJK.05/2014 tentang Laporan Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah;

Asas-Asas Asuransi

Asas-asas perjanjian asuransi diatur di dalam KUH Dagang, hampir seluruhnya merupakan asas-asas yang berlaku bagi asuransi. Asas-asas umum asuransi dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Asas Sebagai Kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) atau Pertanggungan

Kitab Undang-undang Hukum Dagang, mengenai kepentingan, tercantum yaitu pasal 250. Pasal 250 KUHD, apabila seorang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi. Yakni kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) atas barang yang dipertanggungkan yang dapat dinilai dengan uang.59 Menurut Y. Sri.Susilo beberapa kriteria memenuhi ini insurable interest yaitu:

a) Kerugian tidak dapat diperkirakan

Resiko yang dapat diasuransikan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian. Kerugian tersebut harus dapat diukur selanjutnya kemungkinan tersebut tidak dapat diperkirakan terjadi. Misalnya kebarakan rumah kebakaran rumah yang tidak dapat diterntukan sebelumnya mengenai waktu terjadinya dan penyebabnya, hal berbeda dengan kerusakan sebuah kemeja karena dipakai, lama kelamaan pasti akan usang dan tidak layak lagi dipakai. Oleh karena itu, kemeja tidak dapat diasuransikan karena sudah dapat diperkirakan sebelum terjadinya kerusakan kemeja.

b) Kewajaran

Resiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta yang memiliki nilai materiil baik bagi pengguna maupun tertanggung.

c) Catastrophic

Agar suatu barang atau harta dapat insurable interest, resiko yang mungkin terjadi harus tidak akan menimbulkan suatu kemungkinan rugi sangat besar, yaitu jika sebagian besar tertanggung kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu bersamaan.

d) Homogeneus

Untuk memenuhi syarat insurable interest, barang atau harta yang dapat dipertanggungkan harus homogen yang berarti banyak barang yang serupa atau sejenis. 60

Unsur - unsur pokok apa yang harus dipenuhi dalam insurable interest:61

60 Irawan, Bagus, 2007, Op. Cit., hal 108-109.

61 Yaelda Alvionita, Beberapa Prinsip Dasar dalam Asuransi dalam http:// yaeldaa .blogspot.co.id/2013/10/tugas-beberapa-prinsip-dasar-dalam.html diakses pada tanggal 24 September 2015

a. Harus ada benda, hak, kepentingan, jiwa ataupun tanggung jawab yang dapat diasuransikan,

b. Hal-hal diatas haruslah menjadi objek yang diasuransikan,

c. Tertanggung/nasabah harus mempunyai hubungan dengan objek yang diasuransikan, dimana dia memperoleh manfaat atas keutuhannya dan mengalami kerugian atas rusak atau hilangnya objek yang diasuransikan tersebut,

d. Hubungan tertanggung/nasabah terhadap objek yang diasuransikan tersebut harus diakui secara hokum.

Insurable interest ini dapat timbul atau ada karena beberapa hal antara lain: a. Karena hubungan kerja , yaitu majikan dengan karyawannya atau karena

perjanjian pekerjaan ( Terbentuk oleh kontrak),

b. Hubungan perkawinan atau hubungan darah, yaitu karena hubungan suami-istri yang terjadi dari perkawinan, sudah sejak lama dianggap sebagai sebagai suatu kesatuan ( Terbentuk oleh undang undang),

c. Hubungan hutang piutang, yaitu karena pihak yang meminjamkan uang (kreditur) akan menderita kerugian sebesar hutang yang belum dilunasi oleh peminjam (debitur), jika debitur tersebut meninggal dunia,

d. Karena penunjukan perjanjian, yaitu karena seseorang atau badan dapat diberikan kuasa/ditunjuk oleh orang/badan lainnya untuk mewai=kilinya melakukan penutupan asuransi,

e. Karena kewajiban, yaitu karena adanya „kewajiban‟, misalnya kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada pihak ketiga karena pemilikan

ataupun penggunaan sesuatu harta benda yang menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga seperti misalnya penggunaan kendaraan bermotor, f. Karena sebab-sebab lain yaitu karena adanya ketentuan

perundang-undangan, dan

g. Karena pemilikan, yaitu karena pemilikan merupakan penyebab yang paling utama, paling lazim dan dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Pemilikan dapat terjadi karena pembelian, hibah, warisan, dan sebagainya (Terbentuk secara hukum (at common law).62

2. Asas Itikad baik yang sempurna (utmost goodfaith)

Setiap keterangan yang keliru, atau tidak benar, ataupun setiap orang tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung betapapun itikad baik ada padanya. Yang demikian sifatnya, sehingga seandainya sipenanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup, atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan. Intinya menyatakan bahwa penutup asuransi baru sah apabila penutupnya didasari itikad baik.63

Pemahaman itikad baik (good faith) berasal dari basaha Latin uberrimai fides yang dapat diterjemahkan dengan itikad baik, itikad yang amat baik (utmost goodfaith) bahkan ada yang menerjemahkannya sebagai kejujuran yang sempurna. Dalam melaksanakan perjanjian, peran itikad baik sungguh memiliki arti yang sangat penting sekali. Pengertian itikad baik (good faith) adalah sikap batiniah ketika melaksanakan hubungan hukum dengan penuh tanggung jawab dijalankan, tertanggung diwajibkan untuk memberitahukan segala sesuatu yang

62 Asuransi Reliance Life. Prinsip Prinsip asuransi dalam http://reliance-life.com/ oneclick/?p=1166 diakses pada tanggal 24 September 2015.

diketahuinya, mengenai objek atau barang yang dipertanggungkan secara benar. Keterangan tidak benar atau informasi yang tidak dapat diberikan kepada penanggung walaupun dengan itikad baik sekalipun dapat mengakibatkan batalnya perjanjian asuransi prinsip ini diatur dalam Pasal 251.

Subekti menyebutkan itikad baik sebagai suatu sendi yang terpenting dalam hukum perjanjian, sehingga dapat dikatakan sebagai landasan utama untuk dapat melaksanakan suatu perjanjian dengan sebaik-baiknya dan sebagaimana mestinya. Itikad baik dapat dilaksanakan pada saat mengadakan hubungan hukum dalam perjanjian dan pada saat melaksanakan hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut.

Prinsip ini dapat ditemukan dalam The Sale of Goods Act 1979, Mispresentation Act 1967, The Supplay of Goods Act 1973, dan The Unfair Contract Act 1977 yang bersumber dari sistim hukum anglo saxion atau common law system dari Inggris.

Pelanggaran atas prinsip itikad baik ini dapat mengakibatkan pertanggungan menjadi batal atau batal sejak awal dan atau dilakukan perbaikan dengan kondisi yang berbeda. Kesalahan ini dapat terjadi karena:

a) Tidak menggunakan informasi material secara benar dan lengkap (non-disclosure) yang dilakukannya dengan tidak sengaja. Apabila penanggung menerima aplikasi asuransi atau (SPAJ) dari calon tertanggung, tidak dapat mengungkapkan infromasi material secara benar dan lengkap (non disclosur of material facts) tentang obyek yang akan dipertanggungkan akan dapat menyebabkan batalnya perjanjian asuransi tersebut. Informasi material (material facts) merupakan infromasi penting yang dapat

menyebabkan ditolaknya suatu permohonan pertanggungan, atau diterima tetapi dengan syarat pertanggungan atau dengan permi yang berbeda. Memang tidak semua informasi merupakan informasi yang material, tetapi tidak mudah untuk menentukan apakah sesuatu informasi merupakan informasi yang material atau bukan. Oleh karena itu sangat dianjurkan agar tertanggung menyampaikan semua informasi yang diketahuinya dan yang seharusnya diketahuinya tentang obyek yang akan dipertanggungkan tersebut.

b) Pelanggaran dapat terjadi karena beberapa hal, misalnya tidak mengungkapkan informasi secara benar dan lengkap, menyembunyikan informasi, informasi yang diungkapkan keliru, atau dengan sengaja memberikan informasi yang tidak benar. Pengungkapan atau penyampaian informasi biasanya dilakukan dengan pengisian aplikasi asuransi atau SPAJ yang akan dipersiapkan oleh penanggung, bahkan tertanggung sering kali diperingatkan agar menyampaikan segala informasi yang diketahui dan yang seharusnya diketahui. Namun demikian berdasarkan pengalaman dapat dikatakan bahwa “informasi yang material” merupakan informasi yang diketahui atau yang seharusnya diketahui oleh tertanggung mengenai obyek pertanggungan yang dapat mempengaruhi sikap penanggung tentang penerimaan obyek pertanggungan tersebut.

c) Menyembunyikan informasi (concealment). Concealment terjadi jika calon tertanggung dalam pengisian formulir permintaan asuransi dengan sengaja menyembunyikan atau tidak menyampaikan suatu infromasi yang

material mengenai obyek pertanggungan kepada penanggung maka pertanggungan tersebut juga dapat menjadi batal.

d) Informasi yang diungkapkan keliru (innocent misrepresentation). Kekeliruan penyampaian informasi dapat terjadi karena cara penyampaian informasi yang salah ataupun isi/materi dari informasi tersebut tidak benar. Walaupun calon tertanggung tidak bermaksud merugikan penanggung, misalnya karena tidak/kurang teliti dalam cara penyampaian informasi ataupun kurang teliti, sehignga terjadi kekeliruan mengenai informasi tersebut.

e) Memberikan informasi yang salah denga tujuan penipuan (fraudulen misrepresentation). Pemberian informasi dengan tujuan penipuan dapat dilakukan pada waktu penutupan asuransi, dapat juga terjadi pada saat pengajuan klaim.64

Dalam proses pemasaran, masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian harus sama-sama memiliki itikad baik untuk perjanjian itu diadakan, dan masing-masing pihak harus dapat mengungkapkan atau menyampaikan data da informasi yang dibutuhkan untuk perjanjian tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (duty of disclosure), yaitu dengan:

a) Petugas pemasaran atau agen kurang professional. Pada umumnya mereka dilatih mengenai cara berjualan yang baik dan efektif oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka juga diajarkan prinsip-prinsip yang mendasari bisnis asuransi. Tetapi mereka tidak menjalankan semuanya atau adakalanya sengaja mengabaikan apa

64 Asuransi Reliance Life. Prinsip Prinsip asuransi dalam http://reliance-life.com/ oneclick /?p=1166 diakses pada tanggal 24 September 2015.

yang telah dipelajarinya. Mereka kurang memahami isi dari produk asuransi yang dijual. Mereka lebih cenderung mengungkapkan tentang apa yang dijamin (benefits) tetapi sedikit sekali tentang apa yang tidak dijamin atau yang dikecualikan, lebih-lebih tentang syarat-syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi tertanggung baik sebelum, selam pertanggungan berjalan atau setelah terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian.

b) Petugas pemasaran atau agen selalu tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan isi produk asuransi yang ditawarkannya dengan lengkap. Mereka selalu ingin agar jualannya cepat dibeli. Mereka terdorong oleh keinginan untuk secepatnya mencapai target produksi, menerima komisi, bonus dan berprestasi.

c) Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam apliksai permohonan asuransi atau SPAJ kurang lengkap, bahkan kadang-kadang tidak sesuai dengan fakta. Hal ini dapat diartikan sebagai penyembunyian fakta atau pembohongan. Mereka mungkin lupa atau menggampangkan dampak yang mungkin akan timbul dari jawaban-jawaban yang tidak benar itu. Acapkali SPAJ tidak diisi sendiri oleh Calon Tertanggung. SPAJ dapat saja diisi oleh petugas pemasaran atau agen, tetapi jawabannya harus datang dari calon tertanggung. Jawaban-jawaban itu harus dikonfirmasikan kebenarannya oleh calon tertanggung sebelum SPAJ ditandatanganinya. Tertanggung atau ahli warisnya tidak dapat menggunakan dalih bahwa SPAJnya diisi oleh petugas penjualan atau agen perusahaan asuransi jika pada saat

pengajuan klaim di kemudian hari klaimnya ditolak dengan alasan jawaban atas pertanyaan SPAJ yang tidak benar.

d) Pembeli atau calon tertanggung selalu kekurangan waktu untuk mendengarkan penjelasan petugas pemasran atau agen. Mereka selalu sibuk dengan kegiatan usahanya sendiri. Asuransi bukan suatu topik yang menarik untuk didengarkan karena seringkali calon tertanggung tidak membeli asuransi atas kemauannya sendiri akan tetapi terpaksa membeli. Mereka dipaksa membeli, misalnya, oleh institusi keuangan pemberi kredit atau mereka terpaksa membeli demi menghindari desakan dan bujukan terus menerus dari petugas pemasaran atau agen. Adakalanya, mungkin karena petugas pemasaran atau agennya perlu disenangkan hatinya karena ia menarik atau cantik atau membeli asuransi karena factor kedekatan hubungan kekerabatan dan atau untuk membantu kinerja petugas pemasaran atau agen belaka. Tertanggung cenderung mengingat apa yang dijamin (benefits) dan melupakan apa yang dikecualikan termasuk apa yang merupakan kewajibannya. e) Tertanggung tidak meluangkan waktunya untuk membaca polis

asuransi. Ketika polis asuransi diserahkan kepadanya, tindakan pertama yang diambil ialah segera membayar premi asuransu lalu dokumennya disimpan. Atau jika preminya telah dibayar maka polis langsung disimpan saja. Dokumen ini akan dilihat lagi ketika terjadi suatu peristiwa yang mungkin menimbulkan klaim atau pada saat mendapat pemberitahuan dari perusahaan asuransi bahwa masa pertanggungan telah berakhir dan perlu diperpanjang. Tertanggung

mungkin juga telah membaca polis asuransi tetapi tidak sepenuhnya memahami isinya namun enggan untuk meminta klarifikasi atau penjelasan dari perusahaan asuransi atau agennya. Walhasil, hanya ada kekecewaan, penyesalan dan cerca maki tatkala perusahaan asuransinya menolak membayar klaim dengan alasan ayng jelas tertera di dalam polis asuransi.65

3. Asas Ganti kerugian/ Keseimbangan (Indemnity)

Kitab Undang-undang Hukum Dagang, mengenai Indemnity tercantum dalam yaitu Pasal 268 KUHD. Prinsip Indemnity adalah mekanisme penanggungan untuk mengompensasi resiko yang menimpa tertanggung dengan ganti kerugian finasial, prinsi Indemnity tidak dapat dilaksanakan dalam asuransi kecelakaan dan kematian, dalam kedua jenis asuransi tersebut, pihak penanggung tidak dapat menanggung nyawayang hilang atau anggota tubuh yang cacat/hilang karena Indemnity berkaitannya dengan ganti rugi/finansial, Indemnity ini dapat dilakukan dengan beberapa cara pembayaran tunai, penggantian, perbaikan dan pembangunan kembali.66 Dengan kata lain, intinya dari prinsip Indemnity adalah seimbang, yakni seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti kerugian.67 Ganti rugi merupakan suatu tujuan bahwa asuransi merupakan risk transfer mechanism. Mengalihkan atau membagi resiko yang kemungkinan akan diderita atau dihadapi tertanggung atas suatu peristiwa yang tidak dikehendaki dan belum pasti terjadi. Harapannya, beban

Dokumen terkait