• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Dasar Hukum Larangan Pembalakan Liar

2. Faktor-faktor ekonomi yang suplai dan permintaan normal berkaitan dengan industri penebangan kayu dipengaruhi oleh unsur-unsur :

a. kebutuhan kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri dan permintaan kayu dari luar negeri

b. kemampuan pasokan kayu dan kebijakan jatah kayu tebangan tinggi rendahnya laba dari perusahaan industri kayu

c. tinggi rendahnya laba dari perusahaan industri kayu

3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pengusaha, serta kolusi dengan para politisi dan pemimpin setempat di pengaruhi oleh unsur-unsur seperti : a. keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha kayu

b. besarnya pengaruh pengusaha kayu dan bos-bos penebangan tehadap penjabat local

c. besarnya partisipasi penjabat lokal dalam kegiatan penebangan (illegal logging)

d. banyaknya kerja sama illegal yang dilakukan oleh pengusaha dengan penguasa atau penjabat lokal

C. Dasar Hukum Larangan Pembalakan Liar

Perusakan hutan, terutama berupa pembalakan liar, telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup, serta meningkatkan pemanasan global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan internasional.

Perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang

canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum.

Peraturan perundang-undangan telah ada dianggap tidak memadai dan belum mampu menangani pemberantasan secara efektif terhadap perusakan hutan yang terorganisasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut disusun dan diundangkanlah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).

Pencegahan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan hutan, sedangkan Pemberantasan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menindak secara hukum terhadap pelaku perusakan hutan baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya.

Perbuatan yang dilarang yang dikategorikan sebagai perbuatan perbuatan perusakan hutan terdapat dalam rumusan Pasal 12, 14, 15, 17, 19-28 UU No 13 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Sebagai berikut:

1. Pasal 12 UU No 13 tahun 2013 Setiap orang dilarang:10

a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan;

b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang;

c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah; d. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai,

dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin; e. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak

dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan;

f. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;

g. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;

h. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar;

i. mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara;

j. menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui sungai, darat, laut, atau udara;

k. menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar;

l. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; dan/atau

m. menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.

2. Pasal 14 Pasal 12 UU No 13 tahun 2013, Setiap orang dilarang:11 a. memalsukan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu; dan/atau b. menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu. 3. Pasal 15 UU No 13 tahun 2013, Setiap orang dilarang :12

melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.

4. Pasal 17 Ayat (1) UU No 13 tahun 2013, Setiap orang dilarang:13

a. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;

b. melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;

c. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin;

d. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau

e. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin.

5. Pasal 17 Ayat (2) UU No 13 tahun 2013, Setiap orang dilarang:14

a. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;

b. melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan;

c. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin;

d. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau

e. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin.

6. Pasal 19 UU No 13 tahun 2013, Setiap orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Indonesia dilarang:15

a. menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;

b. ikut serta melakukan atau membantu terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;

c. melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/ atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;

d. mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau tidak langsung;

e. menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;

f. mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan/ atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah, atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri;

g. memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dengan mengubah bentuk, ukuran, termasuk pemanfaatan limbahnya;

h. menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, dan/atau menukarkan uang atau surat berharga lainnya serta harta kekayaan lainnya yang diketahuinya atau patut diduga

merupakan hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah; dan/atau

i. menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

7. Pasal 20 UU No 13 tahun 2013,16

Setiap orang dilarang mencegah, merintangi, dan/atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung upaya pemberantasan pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.

8. Pasal 21 UU No 13 tahun 2013,17

Setiap orang dilarang memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi.

9. Pasal 22 UU No 13 tahun 2013,18

Setiap orang dilarang menghalang-halangi dan/atau menggagalkan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.

16 Ibid. 14. 17 Ibid. 14. 18 Ibid. 14.

10. Pasal 23 UU No 13 tahun 2013,19

Setiap orang dilarang melakukan intimidasi dan/atau ancaman terhadap keselamatan petugas yang melakukan pencegahan dan pemberantasan pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.

11. Pasal 24 UU No 13 tahun 2013, Setiap orang dilarang:20

a. memalsukan surat izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan;

b. menggunakan surat izin palsu pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan; dan/atau

c. memindahtangankan atau menjual izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang kecuali dengan persetujuan Menteri.

12. Pasal 25 UU No 13 tahun 2013,21

Setiap orang dilarang merusak sarana dan prasarana pelindungan hutan. 13. Pasal 26 UU No 13 tahun 2013, 22

Setiap orang dilarang merusak, memindahkan, atau menghilangkan pal batas luar kawasan hutan, batas fungsi kawasan hutan, atau batas kawasan hutan yang berimpit dengan batas negara yang mengakibatkan perubahan bentuk dan/atau luasan kawasan hutan.

14. Pasal 27 UU No 13 tahun 2013,23

Setiap pejabat yang mengetahui terjadinya perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, 13, 14, 15, 16, 17, dan 19 wajib melakukan tindakan sesuai dengan kewenangannya.

15. Pasal 28 UU No 13 tahun 2013, Setiap pejabat dilarang:24

a. menerbitkan izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan kewenangannya;

b. menerbitkan izin pemanfaatan di dalam kawasan hutan dan/atau izin penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. melindungi pelaku pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;

d. ikut serta atau membantu kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;

e. melakukan permufakatan untuk terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;

f. menerbitkan surat keterangan sahnya hasil hutan tanpa hak;

g. dengan sengaja melakukan pembiaran dalam melaksanakan tugas; dan/atau

h. lalai dalam melaksanakan tugas.

23 Ibid. 15. 24 Ibid. 15.

Dalam Islam, Allah telah menyempurnakan seluruh ciptaan-Nya untuk kepentingan umat manusia demi keberlangsungan hidupnya. Dia telah menciptakan dan menghamparkan bumi untuk memudahkan kehidupan kita. Segala sesuatu yang ada di bumi ditumbuhkan dan diciptakan menurut ukuran yang tepat sesuai dengan hikmah, kebutuhan, dan kemaslahatan kita. Bumi diletakkan (dihamparkan) untuk kemudahan dan kenyamanan makhluk-Nya. Didalamnya telah disiapkan bahan bahan pangan (buah-buahan, pohon, atau makanan pokok). Sunggguh besar nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita.25

Setiap muslim wajib mentaati (mengikuti) kemauan atau kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak ulil amri. Kehendak Allah berupa ketetapan-ketetapan yang tertulis dalam Al-Qur’an, kehendak rasul berupa sunnah sekarang terhimpun dalam kitab-kitab hadits, kehendak penguasa kini dimuat dalam peraturan perundang-undangan (dulu dan sekarang) atau dalam hasil karya orang memenuhi syarat untuk beritihad karena mempunyai “kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan (ajaran) hukum Islam dari dua sumber utamanya yakni Al-Qur’an dan kitab-kitab hadist yang memuat Sunnah Nabi Muhammad. Yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an itu dirumuskan dengan jelas dalam percakapan antara nabi Muhammad dengan Mu’az bin Jabal calon gubernur Yaman, dalam kepustakaan dikenal sebagai

hadis Mu’az. Dari hadist Mu’az sumber hukum Islam dapat disimpulkan ada tiga yaitu :26

1. Al-Qur’an, 2. As-Sunnah,

3. Akal fikiran (Ar-ra’yu) manusia yang memenuhi syarat untuk beritihad. Setelah lebih dari seabad nabi Muhammad wafat, Imam Syafi’i dalam bukunya Kitab Al-Risalah fi Usul al Fiqh berpendapat, sumber hukum Islam ada empat yaitu :27

1. Al-Qur’an,

2. As-Sunnah atau Al-Hadis 3. Al-ijma, dan

4. Al-Qiyas.

Dalam Al-qur’an telah ditegaskan, bahwa manusia dilarangan untuk merusak lingkungan, walaupun alam diciptakan untuk kepentingan manusia tetapi tidak diperkenankan menggunakannya secara semena-mena. Agama Islam mengandung prinsip-prinsip etika lingkungan, yang merupakan wujud nyata kekuatan moral untuk pelestarian daya dukung lingkuungan hidup, sehingga perusakan terhadap alam merupakan bentuk dari pengingkaran terhadap ayat-ayat (keagungan) Allah, dan akan dijauhkan dari rahmat-Nya, sebagaimana terdapat didalam Al-qur’an surah al-A’raf ayat 56:28

26 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Bandung, PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 74.

27 Ibid. 76.



               

Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.

Kemudian dalam Al-qur’an surah ar-Rum ayat 41:29

               

Artinya : "Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar".

Kemudian dalam Al-qur’an surah Al-Qashash ayat 77:30



                             

Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Jelas, fenomena kerusakan lingkungan didarat maupun dilaut merupakan kasus antropogenik yakni sebagai dampak negatif dari polah dan petingkah

manusia. Akibat negatif pencemaran dan kerusakan lingkungan harus dirasakan sendiri oleh manusia agar manusia sadar.31