• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Hukum dan Kinerja Pegawai Pencatat

BAB II LANDASAN TEORITIS PENCATATAN PERNIKAHAN…

D. Dasar Hukum dan Kinerja Pegawai Pencatat

Berdasarkan PMA 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah, yang dimaksud dengan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) adalah anggota masyarakat tertentu yang diangkat oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten untuk membantu tugas-tugas Pegawai Pencatat Nikah (PPN). P3N mempunyai peran yang penting dalam pelayanan nikah dan rujuk. Disamping membantu mengantarkan anggota masyarakat yang hendak menikah ke KUA dan mendampinginya dalam pemeriksaan, P3N juga melaksanakan tugas pembinaan

ibadah dan pembinaan kehidupan beragama di kalangan masyarakat desa. Untuk menunjang dan mendukung tugas-tugas dan peningkatan kualitas Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dalam meningkatkan pelayanan NTCR maka keberadaan P3N sangat dibutuhkan. Proses perkawinan yang diawali dari pemberitahuan kehendak nikah, pendaftaran, pelaksanaan tidak terlepas dari keberadaan P3N.

Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia (UU No.22 Tahun 1946 jo UU No. 32 Tahun 1954) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.

Dalam Peraturan Menteri Agama No 1 tahun 1976 dinyatakan bahwa Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi atau yang setingkat dengan itu untuk daerah yurisdiksinya masing-masing ditunjuk sebagai pegawai yang berhak untuk:

(a) Mengangkat dan memberhentikan Pegawai Pencatat Nikah atau wakilnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1946 pasal 1 ayat (1), (2), dam (3).

(b) Menetapkan tempat kedudukan dan wilayah Pegawai Pencatat Nikah atau Wakilnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1946 pasal 1 ayat (5).

Ini menunjukkan bahwa kewenangan dan tanggung jawab mengangkat dan memberhentikan serta menetapkan kedudukan wilayah PPN atau wakilnya adalah berada pada Kepala Kantor Depag Propinsi. Konsekwensinya, prilaku dan kinerja PPN adalah dibawah control Kanwil Depag.

Dalam Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 1990 ini secara jelas didefenisikan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) adalah pegawai negeri yang diangkat dalam jabatan tersebut berdasarkan Undang-Undang No 22 tahun 1946 pada tiap KUA Kecamatan (pasal 1 huruf a),

Keberadaan PPN ini lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 2 Peraturan ini sebagai berikut:

1. PPN adalah tugasnya mengawasi dan atau mencatat nikah dan rujuk serta mendaftar cerai gugat yang dibantu oleh pegawai KUA Kecamatan.

2. Untuk kelancaran pelayanan kepada masyarakat, pada tiap KUA Kecamatan dapat diangkat Wakil Pegawai Penctat Nikah yang disingkat wakil PPN.

3. Persyaratan dan ketentuan pengangkatan Wakil PPN sebagaimana persyaratan dan ketentuan pengangkatan PPN.

4. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 22 Tahun 1946, apabila PPN tidak ada atau berhalangan, pekerjaannya dilakukan oleh Wakil PPN.

5. Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (4), apabila pada KUA Kecamatan itu terdapat lebih dari seorang Wakil PPN, maka tugas PPN dilakukan oleh Wakil PPN yang ditunjuk oleh kepala PPN.

Pelaksanaan akad nikah dilangsungkan dihadapan PPN atau pembantu PPN (P3N) yang mewilayahi tempat tinggal calon istri dan dihadiri dua orang saksi (pasal 21 ayat (1) Permen No 2 Tahun 1990). Proses pencatatan nikah pada dasarnya dilakukan dibalai nikah.75 Namun sebagai konsekuensinya, apabila akad nikah dilangsungkan di luar balai nikah, maka pihak yang melangsungkan nikah akan menanggung biaya transportasi P3N atau PPN. Hal ini diatur dalam pasal 22 ayat (4) yang berbunyi sebagai berikut: “Honorarium Pembantu PPN, biaya transport PPN atau Pembantu PPN untuk menghadiri akad nikah diluar balai nikah dibebankan kepada yang bersangkutan yang besarnya ditetapkan oleh Kepala Wilayah Departemen Agama Propinsi atau usul Kepala Bidang Urusan Agama Islam/Bidang Bimbingan Masyarakat Islam dan Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dengan persetujuan Gubernur Kepala daerah setempat.”

Dalam hal pengawasan dan pertanggungjawaban PPN diatur dalam Bab XIV pasal 43 dan 44. Pengawasan atas pelaksanaan tugas PPN ilakukan oleh

75Balai nikah adalah bangunan yang diperuntukkan bagi pelaksanaan nikah dan penasehatan perkawinan.

kepala PPN, pengawasan atas pekerjaan P3N dilakukan oleh PPN. Selanjutnya PPN bertanggung jawab atas penyelenggaraan daftar pemeriksaan nikah, akta nikah, kutipan akta nikah, buku pendaftaran cerai talak, buku pendaftaran cerai gugat, daftar pemeriksaan rujuk (pasal 44 ayat 1). PPN juga bertanggung jawab atas penyimpanan daftar, akta, buku, dan kutipan sebagaimana dimaksud ayat (1) beserta surat-surat yang berhubungan dengan pemeriksaan dan pendaftaran sesuai denan peraturan yang berlaku.

PPN yang melalaikan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan atau melakukan perbuatan yang mencemarkan martabat PPN atau menghilangkan kepercayaan masyarakat baik di dalam maupun di luar jabatanny6a, dikenakan hukum administrativ atau hukuman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1946 juncto pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 (pasal 45).

Pembantu PPN atau P3N adalah petugas non-birokrat (bukan pegawai negeri) yang kehadirannya dimaksudkan sebagai upaya membantu tugas-tugas PPN yang sedemikian banyak karena luasnya daerah dan atau besarnya jumlah penduduk yang perlu diberi pelayanan oleh KUA Kecamatan, baik dalam pelayanan nikah maupun bimbingan agama Islam pada umumnya. Mengenai keberadaan P3N ini secara rinci diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tahun 1989 tentang Pembantu PPN dan Surat Edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor : D/ ED / KEP.002/02/1990 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 tahun 1989 tentang Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N).

Pembantu PPN atau P3N diadakan di desa atau kelurahan di seluruh Indonesia (pasal 1 Kep.Menag Nomor 2 tahun 1989). Untuk menjadi P3N dapat ditunjuk para pemuka agama Islam seperti penghulu, imam, khatib, yang diseleksi dan memenuhi syarat untuk jabatan tersebut (pasal 2).

Adapun syarat-syarat untk dapat diangkat menjadi P3N adalah sebagai berikut:

1. Warga Negara Republik Indonesia 2. Beragama Islam

3. Memahami dan mengamalkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari

4. Setia kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah RI serta tidak pernah terlibat dalam gerakan yang menantangnya. 5. Berakhlak mulia

6. Tidak pernah dihukum 7. Berusia antara 25-56 tahun

8. Lulusan penddikan sekurang-kurangnya Madrasah Ibtitidaiyah 9. Lulus testing yang diadakan khusu7s untuk itu oleh Kantor

Departemen Agama Kabupaten/Kota.76

Masa jabatan P3N stinggi-tingginya sampai usia 69 tahun. Dalam masa jabatan tersebut yang bersangkutan dapat diganti apabila dianggap sudah tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagai P3N.

Selain melakukan tugas dan kewewnangan dan pencatatan nikah, P3N juga memiliki kewajiban lainnya yaitu melaksanakan tugas membina ibadah, melayani pelaksanaan ibadah social lainnya dan melaksanakan pembinaan kehidupan beragama umumnya bagi masyarakat Islam di wilayahnya termasuk membantu badan kesejahteraan mesjid, pembinaan pengamalan Agama Islam, mebentuk lembaga tilawatil qur’an dan badan penasehat perkawinan perselisihan dan perceraian (BP4). P3N dalam melaksanakan kewajibannya tersebut berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertanggung jawab kepada kepala KUA/PPN.