BAB II LANDASAN TEORI
2.2 Dasar Penguat
Disini akan dibahas suatu transistor dimodelkan dengan menggunakan rangkaian ekivalen sinyal lemah hybrid-π. Keuntungannya adalah bahwa model yang sama, karenanya metode analisis yang sama pula, dapat digunakan untuk BJT dan FET. Yang penting ialah kemampuan untuk bias membentuk persamaan rangkaian dari rangkaian ekivalen, dan sejumlah contoh yang dipergunakan untuk mengilustrasikan cara melakukannya. Sama pentingnya ialah kemampuan untuk dapat menafsirkan persamaan itu, untuk melihat berbagai macam komponen yang mungkin mempengaruhi kinerja rangkaian tersebut.
Memecahkan persamaan merupakan persoalan lain lagi, dan metode yang diilustrasikan berkisar dari penggunaan metode pendekatan untuk mengenal kinerja
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
rangkaian, untuk metode solusi yang eksak memerlukan penggunaan personal computer atau kalkulator yang dapat diprogram untuk melaksanakannya.
Sinyal daya keluaran memiliki daya yang lebih besar dari sinyal masukan, sehingga dikatakan adanya penguatan. Supaya hal ini terjadi, haruslah ada daya lain yang masuk ke dalam rangkaian penguat ini, yang akan mengangkat level daya sinyal keluaran ke atas. Daya ini diambil dari sinyal DC yang dipergunakan untuk meletakkan titk kerja dari transistor tersebut dititik yang optimal, sehingga terjadinya penguatan.
2.2.1 Penguat Transistor Bipolar 2.2.1.1 Karakteristik Transistor Bipolar
Untuk memperkenalkan karakteristik transistor bipolar dipergunakan rangkaian emitter bersama (common-emiter), yang mana kaki emitter dimiliki oleh gerbang input dan gerbang output.
Gerbang be (basis-emiter) adalah gerbang masukan (input port) dan gerbang ce (collector-emiter) adalah gerbang keluaran (output port). Jika kita berikan suatu tegangan tertentu Vbe pada gerbang be, maka akan mengalir arus Ib, yang mempunyai karakteristik seperti pada komponen dioda (karena 2 pn junction yang dimilikinya). Ib
yang mengalir sebagai fungsi dati tegangan Vbe dikatakan sebagai karakteristik masukan dari transistor.
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
Pada gambar 2.3, tegangan Vbe harus melewati nilai ambang tertentu supaya mengalir arus basis Ib. jika sekarang kita amati karakteristik keluaran dari transistor, maka kita dapati gambar sebelah kanan diatas. Jika diandaikan ada arus basis yang mengalir, jika tegangan Vce diperbesar dari nol, maka arus kolektor Ic akan membesar secara linier, sampai pada batas tertentu, transistor akan mengalami saturasi, perbesaran Vce tidak akan memperbesar Ic lagi (perbesaran tidak signifikan). Dalam keadaan saturasi, Ic membesar hanya jika Ib diperbesar. Karakteristik keluaran transistor diatas digambarkan sebagai kumpulan beberapa kurva, dimana arus basis sebagai parameternya. Di gambar tersebut terlihat Ic (besaranya dalam miliampere) lebih besar dari Ib (besaranya dalam microampere), sehingga didapatkan penguatan arus, yang didefinisikan dengan
b c I I = β
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
Penggunaan transistor bipolar sebagai penguat sinyal lemah terjadi jika bentuk sinyal keluaran merupakan replica dari sinyal masukan. Hal ini hanya akan terjadi jika tegangan yang diletakkan pada tegangan be selalu lebih besar dari nilai ambang Vbe, sehingga kita bekerja pada bagian linier dari karakteristik masukan.
Demikian juga halnya dengan sinyak keluaranya. Wilayah kerja dari sinyal keluaran haruslah terletak pada bagian linier dari karakteristik keluaran transistor, yaitu pada wilayah saturasi.
Untuk mendapatkan wilayah yang sesuai dengan tuntunan diatas, harus disetel dahulu dengan bantuan tegangan dan arus DC, sehingga jika kita masukkan sinyal sinus ke dalam transistor, sinyalnya akan tetap berada pada wilayah yang diinginkan.
2.2.1.2 Penyetelan Titik Kerja Transistor
Ada banyak teknik penyetelan titik kerja penguat. Gambar dibawah menunjukan variasi yang sering dipakai, karena nilai paling stabil pada toleransi transistor yang diproduksi oleh pabrik.
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
Gambar 2.4 Penyetelan titik kerja transistor
Vcc adalah sumber tegangan DC penyetel titik kerja. Rc adalah resistor beban. R1 dan R2 dipakai untuk menentukan titik kerja pada karakteristik masukan, dengan persamaan kirchoff untuk tegangan :
2
R I
Vbe = c dan Vcc =(Ib+IQ)R1+IQR2. Dengan mengganti IQ pada persamaan kedua, didapati
2 1 2 1 1 RR R R V R V Ib = cc − be +
Untuk gerbang keluaran berlaku Vcc = IcRc +Vce atau
c ce c cc c R V R V I = − 2.2.1.3 Rangkaian Pengganti
Secara perhitungan kuantitaif sangatlah sulit dengan hanya menggunakan kurva karakteristik. Oleh sebab itu transistor yang dipergunakan diatas, dengan bantuan kurva karakteristik, digantikan dengan rangkaian ekivalen dengannya.
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
Rangkaian ini dinamakan rangkaian pengganti, yang dibawah ini akan kita lihat lebih mendalam.
Rangkaian pengganti sebuah transistor bipolar
Gambar 2.5 Rangkaian pengganti transistor bipolar
Resistor rb’ mempunyai besar 10 Ω … 50 Ω, resistor ini menggambarkan kerugian dari semikonduktor yang menyusun kaki basis dari transistor.
Resistor c qI kT
r β
π = , dengan β : Gain arus transistor basis ke kolektor Ic : Arus Dc pembias pada kolektor q : Muatan Elektron k : Konstanta Boltzman T : Temperatur Pada temperature T = 290 K. =0,026 q kT Volt c I r β π = 0,026
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
Resistor rµ adalah resistor kolektor ke basis (besarnya beberapa MΩ). gm adalah transkonduktansi dari transistor
c m m I kT q r g r g . = ⇒ = = . π π β β Pada T = 290 K gm ≈ 40 Ic
Rangkaian diatas dapat disederhanakan dengan mengabaikan besaran rb’ (short, karena dianggap kecil) dan dengan menganggap rµ sangat besar (open), sehingga didapat rangkaian sederhana pengganti berikut ini, yang digambarkan dengan tiga besaran.
Gambar 2.6 Rangkaian pengganti dengan tiga besaran
Ketiga besaran pada gambar 2.6 juga dapat ditentukan dari karakteristik masukan dan keluaran dari transistor yang diamati. rπ dapat ditentukan dari kemiringan karakteristik masukan pada titik A, dengan
Sedangkan yang kedua lainya dengan bantuan karakteristik keluaran dan gm dengan bantuan penguatas arus β dan rπ.
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
2.3 Osilator
Sistem komunikasi elektronik tidak dapat beroperasi tanpa sumber gelombang listrik sinusoida. Banyak tipe rangkaian osilator dipergunakan untuk memproduksi sinusoida ini, dan disini hanya akan dibahas osliator yang nantinya akan dipergunakan sebagai pembangkit gelombang sinusoida.
Voltage Controlled Oscilators (VCOs) atau dengan kata lain osilator yang dikendalikan oleh tegangan. Osilator jenis ini ditemukan pada banyak penggunaan seperti control frekwensi otomatis, preset tuning radio, dan pengunci loop fase (PLL). Penerapan ini dibahas kemudian, tetapi prinsip umunya sama dalam semua kasus. Osilator dirancang sedemikian rupa sehingga frekwensinya dfapat divariasikan menggunakan tegangan kendali, yang misalnya saja dapat diterapkan melalui pengoperasian sebuah saklar atau secara otomatis sebagai bagian dari loop umpan balik.
Gambar 2.7 menunjukkan bagaimana frekuensi osilator Clapp dapat dikendalikan dengan menggunakan suatu tegangan yang diterapkan pada sebuah dioda varaktor, yang merupakan bagian dari rangkaian tuning. Dioda varaktor itu adalah dioda pn junction bias terbalik, dan nama varaktor itu adalah kata baru dari variable reactor. Kapasitans suatu pn junction merupakan suatu fungsi penerapan tegangan bias terbalik, yang hubungannya diberikan oleh
o C C =
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
Gambar 2.7 Osilator Clapp yang dikendalikan tegangan
Co adalah dioda kapasitans pada bias nul (Vd = 0), ψ adalah potensial kontak junction yang boleh dianggap konstan pada kira – kira 0,5 V, dan indeks α
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
bergantung pada tipe junctionya. Untuk suatu junction patah, α = 1/2 dan sambungan bertingkat linear (liniearly graded junction), α = 1/3. Parameter ini dibawah kendali pembuatnya (pabrik), jadi dioda yang berlain – lainan sifat itu tersedia secara komersial. Vd adalah tegangan yang diterapkan melintasi dioda, nilai negative mewakili bias terbalik.
Contoh perhitungan dioda varaktor 20 pF, apabila bias nulnya -7 V diterapkan, yang dihubungkan pada osilator clap seperti gambar 3 diatas. Nilai – nilai dari kapasitor masing – masing adalah C1 = 300 pF, C2 = 300 pF, C3 = 20 pF, CB = 20 pF dan L = 100 µH. Hitung frekwensi untuk bias nul dan bias terbalik -7 V.
Dengan menerapkan bias nul, maka kapasitas tuning totalnya adalah
pF s C 9,38 20 1 20 1 300 1 300 1 20 = + + + =
Jadi frekuensi osilasinya adalah
MHz x x f 5,2 10 38 , 9 10 2 1 12 4 = = − − π
Dengan bias terbalik -7 V, maka kapasitas tuningnya menjadi pF Cd 5,16 5 , 0 ) 7 ( 1 20 5 , 0 = − − = pF CS 4 1 1 1 1 1 = + + + =
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
MHz x x f 7,97 10 4 10 2 1 12 4 = = − − π
VCO dapat dirancang menggunakan amplifier operasional, dan memang rancangan VCO lengkap dapat dipabrikasi sebagai suatu rangkaian terpadu tunggal. Rangkaian yang diperlihatkan pada gambar 3 mengilustrasikan rangkaian VCO yang menggunakan operasional amplifier LM3900 buatan National Semiconductor Corporation. VCO itu terdiri atas sebuah integrator terbalik, sebuah trigger (pemicu) Schmidtt noninverting (tidak membalik, keduanya menggunakan LM3900, dan sebuah transistor Q1 pemindah aliran (Switching Transistor Q1).
2.4 Modulator
Memodulasi artinya meregulasi atau menyesuaikan, dan dalam konteks yang sekarang ini berarti mengatur parameter suatu gelombang carrier frekuensi tinggi dengan sinyal informasi frekuensi yang lebih rendah. Kebutuhan akan modulasi pertama timbul sehubungan dengan transmisi radio dari sinyal informasi frekuensi yang relatif lebih rendah seperti sinyal audio. Untuk transmisi yang efesien telah ditemukan bahwa dimensi antenanya harus merupakan yang sama order besarnya seperti panjang gelombang sinyal yang ditransmisikan. Hubungan antara frekuensi f dan panjang gelombang λ untuk transmisi radio adalah f λ = c, dimana c = 3.108 m/s adalah kecepatan cahaya di ruang bebas. Bagi suatu sinyal frekuensi rendah yang tipikal dengan frekuensi 1 KHz, panjang gelombangnya akan berada pada order 300 Km (atau188 mil), yang jelas tidak praktis.
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
Masalahnya dapat diatasi dengan menggunakan sinyal frekuensi rendah unhtuk memodulasi sinyal yang frekuensinya jauh lebih tinggi yang disebut dengan istilah gelombang carrier, karena gelombang pembawa ini secara efektif membawa sinyal informasi. Panjang gelombang yang relatif pendek pada gelombang pembawa frekuensi tinggi berarti bahwa antenna yang efesien dapat dibangun.
Untuk pelaksanaan modulasi secara praktis, sinyal modulasi frekuensi pembawa harus jauh lebih besar daripada frekuensi tertinggi dalam sinyal modulasi seperti yang akan ditunjukkan nanti pada saat rangkaian spesifik dibahas. Dalam prakteknya, carrier itu selalu sinusoidal yang dapat dijelaskan dengan
) 2 sin( ) ( cmax c c c t E f t e = π +Φ
Parameter yang dapat dimodulasikan adalah amplitude Ecmax, frekuensi fc, dan fase Φc. Beberapa bentuk berbeda modulasi amplitude sedang digunakan, dan pengenalan perbedaan antaranya menjadi suatu hal yang perlu. Konsep aslinya, yang masih digunakan orang secara luas misalnya dalam broadcast band gelombang menengah, juga disebut sebagai amplitude modulation atau AM (kadang – kadang disebut standar AM).
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
yang ditambahkan itu dinyatakan dalam notasi fungsional sebagai em(t); kemuadian gelombang pembawa termodulasinya diberikan oleh
) 2 cos( )] ( max [ ) ( c m c c m t E e t f t e = + π +Φ
Term [Ecmax+em(t)]melukiskan envelope (sampul) gelombang yang dimodulasi, gambar 2.9 menunjukkan sinyal modulasi, carrier, dan gelombang AM yang dihasilkan, dimana sampulnya terlihat mengikuti bentuk gelombang sinyal modulasi. Ini juga mengilustrasikan secara gafrik mengapa istilah carrier itu digunakan.
Dalam kasus sebuah sinyal modulasi periodik, seperti diperlihatkan gambar 2.9 tegangan maksimum dan minimum gelombang termodulasi mudah diidentifikasi. Dengan suatu sinyal nonperiodik, seperti bentuk gelombang pembicaraan,
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
kuantitasnya akan berubah dan karenanya indeks modulasinya juga akan berubah. Yang penting adalah indeks modulasi jangan diperbolehkan lebih besar dari satu. Jika indeks modulasi melebihi satu, puncak negative bentuk gelombang modulasi tergunting (clipped).
2.4.2 Index Modulasi
Modulasi amplitudo merupakan suatu transmitter gelombang kontinyu yang paling sederhana. Transmitter ini hanya membutuhkan sinyal informasi em(t) yang mempunyai amplitudo bervariasi dan berfungsi untuk merubah amplitudo sinyal carrier Ec. Hasil dari proses perubahan ini menghasilkan sinyal termodulasi amplitudo eAM(t) sehingga menghasilkan sinyal termodulasi amplitudo dalam bentuk persamaan matematis sebagai berikut:
eAM(t) = {Ec+em(t)}sin(2πfct+φ) dimana :
em(t) = persamaan sinyal informasi
eAM(t) = persamaan sinyal termodulasi amplitudo Ec = amplitudo sinyal carrier
Pada persamaan diatas terlihat bahwa amplitudo sinyal AM merupakan kombinasi dari amplitudo sinyal carrier dengan amplitudo sinyal informasi. Banyaknya perubahan amplitudo sinyal carrier tergantung pada banyaknya
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
sinyal informasi maksimum terhadap amplitudo sinyal carrier, dengan persamaan matematis sebagai berikut:
c m E E m= max m= index modulasi.
Bila sinyal informasi dalam bentuk persamaan gelombang kontinyu, maka harga index modulasi
c m E E m=
Sebagai contoh gambaran index modulasi m adalah prosentase dari perbandingan amplitudo sinyal informasi dengan amplitudo sinyal carrier bila dikalikan dengan 100%. Bila m = 0,5 berarti amplitudo carrier perubahannya naik dan turun sebesar 50%, dan bila m = 1 berarti perubahannya 100%. Gambar 10 menampilkan perubahan amplitudo sinyal carrier dengan m < 1, m = 0, m = 1 dan m > 1, sedangkan syarat besarnya index modulasi yang memenuhi adalah 0 < m ≤ 1.
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
2.4.3 Spektrum AM
Spektrum menggambarkan kondisi dari suatu sinyal dalam domain frekuensi. Disini dapat dilihat besaran-besaran yang dimiliki oleh sinyal yang berupa daya sinyal, bandwidth sinyal, serta sinyal-sinyal yang berdekatan.
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
Sebagai contoh sinyal sinus dan cosinus mempunyai single spectrum seperti terlihat pada gambar 2.11, sedangkan sinyal-sinyal non-sinusoidal akan mempunyai banyak spectrum frekuensi yang berupa sinyal-sinyal harmonisa.
Sebagai contoh, pada gambar diatas merupakan sebuah sinyal carrier dalam time domain dan dalam frequency domain dengan T=1/65 dt sehingga mempunyai frekuensi sebesar f = 65Hz. Disini mempunyai spektrum yang terdiri dari single komponen dengan frekuensi 65Hz. Bila sinyal carrier tersebut digunakan untuk membawa sinyal informasi dengan frekuensi 5Hz menggunakan teknik modulasi amplitudo dengan index modulasi 50%, maka akan mempunyai bentuk gelombang dan spektrum sinyal termodulasi amplitudo seperti terlihat pada gambar 2.12
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
Pada sinyal termodulasi amplitudo mempunyai spektrum yang sederhana dimana pada contoh diatas terdiri dari sinyal carrier dengan frekuensi 65Hz dan sinyal pemodulasi (informasi) dengan frekuensi 5Hz, maka akan menghasilkan spectrum sinyal AM yang terdiri dari sinyal carrier, lower side band (LSB) dan upper side band (USB) dimana kedua sinyal sideband tersebut mempunyai frekuensi 60Hz(LSB) dan 70Hz(USB). Dari bentuk spektrum ini dapat diketahui besarnya bandwidth yang digunakan oleh sinyal termodulasi amplitudo, yaitu sebesar 70Hz – 60Hz sama dengan 10Hz atau dapat juga menggunakan rumus bandwidth (BW)=2fm dimana fm merupakan frekuensi dari sinyal informasi.
2.4.4 Aplikasi Modulasi Amplitudo
Radio AM merupakan salah satu contoh penerapan dari modulasi amplitudo, dimana pada radio AM menggunakan band frekuensi (range frekuensi AM) yaitu sekitar 550KHz sampai 1720KHz. Maksud dari range frekuensi tersebut adalah frekuensi carrier yang digunakan pada transmistter radio AM untuk mengirimkan sinyal informasi dengan range frekuensi audio yaitu diatas 20KHz. Tetapi pada modulasi amplitudo frekuensi informasi dibatasi hingga 5KHz sehingga mempunyai bandwidth untuk setiap transmitter sebesar 10KHz. Sehingga pada range frekuensi untuk radio AM jumlah maksimum transmitter AM sebesar 107 transmitter dimana setiap transmitter memiliki bandwidth sebesar 10KHz.
Perancangan Modul Pemancar Dan Penerima Dengan Sistem Diskrit Pada Frekuensi Kerja 1 Mhz
2.4.5 Single Side Band (SSB)
Prinsip dasar dari sistem single side band adalah sangat sederhana yaitu diambil dari sistem modulasi amplitudo, hanya dengan menambahkan komponen band pass filter sehingga sinyal output yang diperoleh berupa salah satu side band seperti gambar 2.13.
Band pass filter disini berfungsi sebagai penyeleksi sinyal yang akan dipancarkan, dalam hal ini diambil sinyal LSB atau USB sehingga hanya satu sinyal saja yang dipancarkan, oleh karena itu dinamakan transmitter single side band (SSB).