• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Jenis-jenis Stainless Steel

Stainless Steel adalah baja paduan dengan kandungan kromium (Cr) minimal 10%. Komposisi ini membentuk lapisan pelindung anti korosi (Cr2O3) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom yang terjadi secara spontan. Dengan proses oksidasi, lapisan ini akan mudah terbentuk jika tergores ataupun mengalami proses permesinan. Meskipun seluruh kategori Stainless steel didasarkan pada kandungan kromium (Cr), namun unsur paduan lainnya ditambahkan untuk memperbaiki sifat stainless steel sesui dengan aplikasinya. Kategori stainless steel tidak halnya seperti baja lain yang didasarkan pada besarnya persentase karbon tetapi didasarkan pada struktur metalurginya.

Secara garis besar terdapat tiga golongan utama dari stainless steel adalah sebagai berikut :

1. Tipe Martensitik

Baja ini merupakan paduan kromium dan karbon yang memiliki struktur martensit body-centered cubic (BCC). Kandungan kromium umumnya berkisar antara 10,5 – 18%, dan karbon melebihi 1,2%. Kandungan kromium dan karbon dijaga agar mendapatkan struktur martensit. Keunggulan dari tipe martensitik, jika dibutuhkan kekuatan

5 yang tinggi maka dapat di keraskan (hardening) dan bersifat magnetis. Tipe stainless ini yang umum dipasaran adalah 403, 410, 416, 420, 431. Secara umum aplikasi jenis ini yang sering kita temui adalah pisau, spring, dan poros. Sifat lain dari tipe ini adalah kemampuan untuk difabrikasi (machineability) baik.

Gambar 2.1 Struktur atom fasa martensit

2. Tipe Austenitik

Baja Stainless austenititik merupakan paduan logam besi-krom-nikel yang mengandung 16-20% kromium, 7-22% nikel, dan nitrogen. Tipe austenitik mempunyai struktur kubus satuan bidang (face centered cubic) dan merupakan baja dengan ketahanan korosi yang tinggi. Struktur kristal akan tetap berfasa austenit bila unsur nikel dalam paduan diganti mangan (Mn), karena kedua unsur merupakan penstabil fasa austenit. Fasa austenitik tidak akan berubah saat proses anil. Baja stainless austenitik tidak dapat dikeraskan dengan metode perlakuan

6 panas (heat treatment) tetapi menggunakan metode pengerjaan dingin. Umumnya jenis baja ini dapat tetap menjaga sifat asutenitik pada temperature ruang, lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dibandingkan baja stainless feritik dan martensit.

Gambar 2.2 Struktur atom fasa austenitik

3. Tipe Feritik

Baja jenis ini mempunyai struktur body centered cubic (BCC). Kandungan kromium umumnya kisaran 10,5 – 30%. Unsur sulfur ditambahkan untuk memperbaiki sifat mesin. Paduan ini merupakan ferromagnetik dan mempunyai sifat ulet, machinability yang baik. Namun kekuatan di lingkungan suhu tinggi lebih rendah dibandingkan baja stainless austenitik. Kandungan karbon rendah pada baja feritik tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas. Tipe yang umum di pasaran adalah 405, 430, 439, dan 446. Penggunaan secara umum adalah lebih pada pemakaian dekoratif arsitektur.

7

Gambar 2.3 Struktur atom fasa ferit

AISI 430 tergolong dalam kategori baja stainless steel feritik yang sangat banyak kita temui. Komposisi unsur-unsur pemadu yang terkandung dalam AISI 430 akan menentukan sifat mekanik dan ketahanan korosi. AISI 430 merupakan ferromagnetik dan mempunyai sifat ulet, machinability yang baik serta mempunyai kadar kromium sebagai pembentuk lapisan Cr2O3 yang protektif untuk meningkatkan ketahanan korosi.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Stainless Steel AISI 430.

UNSUR %MASSA C 0,12 Mn 1 P 0,04 S 0,03 Si 1 Cr 16 - 18 Fe 79 - 87

8 Berdasarkan unsur pemadu yang terkandung seperti dalam tabel diatas akan terbentuk sifat mekanis dari baja stainless steel AISI 430 yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.2 Sifat Mekanik Stainless Steel AISI 430.

Rasio Poison 0.27 - 0.30

Kekuatan tarik 480 MPa

Regangan 275

Pertambahan panjang 20 %

Kekerasan 88 (HRB)

Modulus Elastisitas 200 GPa

Densitas 7.80 gr/cm3

2.1.2 Pengelasan GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)

Pada alat pendingin absorbsi diperlukan metode penyambungan dengan metode pengelasan GTAW untuk menyambung pipa-pipa serta bagian lainnya.

Gas Tungsten Arc Welding atau sering disebut dengan Tungsten Inert Gas (TIG) merupakan salah satu bentuk proses las busur (arc welding) yang menggunakan inert gas sebagai pelindung dengan tungsten atau wolfram sebagai elektrodanya. Elektroda yang digunakan pada GTAW termasuk elektroda tidak terumpan (non consumable) dan sebagai tumpuan terjadinya busur listrik. Daerah pengelasan atau daerah yang meleleh dilindungi dari udara luar oleh inert gas supaya tidak terkontaminasi. Inert yang digunakan biasanya adalah argon atau

9 campuran dari argon dan helium ataupun argon dan hidrogen. Hasil pengelasan dengan menggunakan GTAW mampu menghasilkan las yang berkualitas tinggi pada hampir semua logam. GTAW biasanya digunakan pada stainless steel dan logam ringan lainnya seperti alumunium, magnesium dan lain-lain.

Las gas tungsten (las TIG) adalah proses pengelasan dimana busur nyala listrik ditimbulkan oleh elektroda tungsten (elektroda tak terumpan) dengan benda kerja logam. Sehingga pada pengadaan material uji tersebut juga dilakukan pengelasan GTAW ini tanpa menggunakan filler metal dikarenakan ketebalannya hanya berkisar 1 mm.

10 Material yang dapat dilas GTAW meliputi :

1. Logam ferro, meliputi : a. Baja Karbon b. Stainless steel c. Baja Paduan Rendah

2. Logam non-ferro ( tembaga, kuningan, aluminium, titanium,dsb). a. Aluminium

b. Kuningan c. Tembaga d. Perunggu, dll.

Perlengkapan yang diperlukan pada pengelasan GTAW meliputi :

11 Keterangan : 1. Power source 2. Switch control 3. Benda kerja 4. Kutub massa 5. Torch

6. Selang pendingin keluar 7. Selang pendingin masuk 8. Unit pendingin

9. Tabung gas pelindung 10.Regulator

Keuntungan dari pengelasan GTAW : 1. Kualitas hasil dari pengelasannnya baik.

2. Arus dapat diatur untuk pengelasan benda tipis seperti pelat supaya tidak terbakar tembus (burnt through)

3. Tidak menghasilkan kotoran karena menggunakan gas pelindung. 4. Bisa untuk pengerjaan hampir pada semua logam baik ferro ataupun

non-ferro.

Kerugian dari pengelasan GTAW : 1. Ketebalan pengelasan terbatas. 2. Biaya pengelasan relatif mahal.

3. Membutuhkan kemampuan (skill) khusus bagi operatornya.

4. Sinar UV yang dihasilkan lebih terang dibandingkan dengan proses las yang lain.

12

2.1.3. Korosi Pada Stainless Steel

Korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas bahan karena terjadinya reaksi dengan lingkungan sekitarnya. Reaksi yang mempengaruhi proses korosi adalah kebanyakan reaksi elektrokimia dan sebagian reaksi secara kimiawi. Faktor yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor dari bahan meliputi komposisi kimia bahan, bentuk kristal, struktur bahan dan sebagainya.

Faktor dari lingkungan meliputi tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, dan juga zat-zat kimia yang bersifat korosif. Bahan-bahan korosif terdiri atas asam, basa serta garam, baik dalam bentuk senyawa organik maupun an-organik.

Peristiwa korosi pada logam merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari, namun dapat dihambat maupun dikendalikan untuk mengurangi kerugian dan mencegah dampak negatif yang diakibatkannya. Dengan penanganan ini umur produktif/umur pakai suatu produk menjadi panjang sesuai dengan yang direncanakan, bahkan dapat diperpanjang untuk memperoleh nilai ekonomi yang lebih tinggi. Upaya penanganan korosi diharapkan dapat banyak menghemat biaya opersional, sehingga berpengaruh terhadap efisiensi dalam suatu kegiatan industri. Perlu kita ketahui bahwa korosi dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :

13 1. Korosi Homogen (uniform)

Korosi ini merata di seluruh permukaan logam dan termasuk korosi yang paling sering dijumpai. Korosi ini dikontrol oleh reaksi kimia antara permukaan logam dengan media pengkorosifnya. Korosi ini bisa terjadi dikarenakan komposisi dan metalurgi material yang sama. Dengan keseragaman tersebut, pelepasan elektron akan merata ke seluruh permukaan.

Gambar 2.6. Korosi Uniform

2. Korosi Celah

Korosi celah merupakan korosi lokal yang mempunyai celah antara keduanya yang mengakibatakan terjadinya perbedaan konsentrasi asam. Biasanya terjadi dikarenakan celah tersebut terisi oleh elektrolit yang mengakibatkan terjadinya sel korosi dengan katodanya adalah sisi luar permukaan celah dan anodanya adalah elektrolit yang mengsi celah itu sendiri. Proses korosi ini terjadi cukup lama karena cairan elektrolit yg berada di dalam celah cenderung lama mongering

Tebal awal Korosi merata

14 dibandingkan dengan permukaan di luar celah yang lebih cepat mengeringnya. Sebagai contoh proses korosi ini banyak ditemui pada konstruksi rangka/karoseri kendaraan otomotif.

Gambar 2.7 Korosi celah

3. Korosi Galvanik (Bimetal)

Korosi ini terjadi karena proses elektrokimiawi dua buah logam yang berbeda potensial dihubungkan langsung didalam larutan elektrolit yang sama. Dimana elektron mengalir dari logam anodik (kurang mulia) ke logam yang lebih katodik (lebih mulia), akibatnya logam yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan elektron. Ion-ion positif metal bereaksi dengan ion negatif di dalam elektrolit menjadi garam metal.

15

Gambar 2.8 Proses elektrokimia korosi galvanis 4. Korosi Sumuran (pitting)

Merupakan korosi lokal yang terjadi pada logam secara lokal selektif yang menghasilkan bentuk permukaan lubang-lubang pada logam. Korosi jenis ini dianggap lebih berbahaya daripada korosi seragam diakarenakan lebih sulit terdeteksi. Mekanisme korosi pitting hampir sama dengan dengan korosi celah. Korosi pitting ditandai dengan pembentukan lubang ataupun sumur pada permukaan logam.

Gambar 2.9 Korosi sumuran (pitting)

5. Korosi Erosi

Korosi erosi terjadi akibat aliran dari suatu fluida yang mengalir sangat cepat dan disebabkan oleh :

16 a. Aliran turbulen

Turbulensi fluida ini seringkali terjadi akibat adanya perubahan diameter penampang, sambungan yang kurang baik, dan juga adanya endapan.

Gambar 2.10 Aliran turbulen korosi erosi b. Kavitasi (peronggaan)

Kavitasi adalah terjadinya penguapan pada suatu zat cair yang sedang mengalir sehingga menghasilkan gelembung-gelembung uap yang disebabkan karena berkurangnya tekanan pada zat cair tersebut sampai di bawah titik jenuh uapnya. Sebagai contoh adalah air akan mendidih dan menjadi uap pada suhu 100 0 dan tekan 1 atm. Tetapi jika tekanannya dikurangi maka air dapat mendidih pada suhu yang lebih rendah juga, bahakan jika tekanannya cukup rendah air dapat mendidih pada suhu kamar.

Pada saat uap/gelembung tersebut terbawa aliran hingga akhirnya berada pada kondisi tekanannya lebih besar daripada tekanan uap jenuh

celah endapan

seal

celah

17 zat cair tersebut, maka gelembung akan pecah di daerah tersebut dan akan menyebabkan gaya tekan yang besar pada permukaan/penampang.

Gambar 2.11 Proses kavitasi

6. Korosi Batas Butir ( intergranular)

Korosi batas butir merupakan serangan korosi yang terjadi pada batas kristal (butir) dari suatu logam/paduan karena paduan yang kurang sempurna (ada kotoran yang masuk/endapan) atau adanya gas hidrogen atau oksigen yang masuk pada batas kristal/butir. Batas butir

ini sering menjadi tempat pengendapan (precipitation) dan pemisahan

(segregation). Pengendapan dan pemisahan terjadi dikarenakan pada logam terkandung logam antara dan senyawa pada batas butirnya. Pada dasarnya logam yang mempunyai logam antara dan senyawa pada batas butirnya akan sangat rentan terhadap korosi batas butir.

18

Jenis korosi ini sangat berbahaya karena tidak dapat dilihat secara kasat mata.

7. Korosi selektif

Korosi Selektif adalah suatu bentuk korosi yang terjadi karena pelarutan komponen tertentu dari paduan logam (alloynya). Pelarutan ini terjadi pada salah satu unsur pemadu atau komponen dari paduan logam yang lebih aktif yang menyebabkan sebagian besar dari pemadu tersebut hilang dari paduannya.

8. Korosi retak tegang

Korosi retak tegang adalah keretakan akibat tegangan tarik dan media korosif secara bersamaan dan terjadi pada material yang spesifik. Karakteristik dari korosi ini adalah perpatahannya getas dimana retakan terjadi dengan regangan yang kecil dari material.

Amonia (NH3) merupakan bahan kimia yang cukup banyak digunakan dalam kegiatan industri. Pada suhu dan tekanan normal, bahan ini berada dalam bentuk gas dan sangat mudah terlepas ke udara. Di dunia industri amonia umumnya digunakan sebagai bahan anti beku (refrigeran) di dalam alat pendingin. Bukan hanya itu saja, dalam aplikasi alat pendingin absorbsi yang digunakan sebagai refrigeran adalah amonia. Tentu saja dalam prosesnya, pengaruh amonia tersebut akan menyebabkan korosi.

19

2.1.4 Kekuatan dan Uji tarik

Uji tarik merupakan pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mendapatkan standarisasi dunia. Prinsip pengujian tarik yaitu spesimen dengan dimensi dan geometri tertentu diberikan gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinyu hingga putus. Bersamaan dengan itu, juga harus dilakukan pengamatan mengenai pertambahan panjang yang dialami spesimen tersebut. Dengan memberikan tarikan pada suatu material, kita akan segera mengetahui bagaimana material tersebut bereaksi dengan gaya tarik. Profil tarikan yang dihasilkan menunjukan hubungan antara gaya tarik yang diberikan dengan pertambahan panjang spesimen sampai dengan titik putus.

Gambar 2.12 Bentuk dan Dimensi Benda Uji Tarik Keterangan :

L = panjang keseluruhan L1 = panjang pencekaman Lo = panjang ukur W = lebar penampang uji

20 Wo = lebar keseluruhan

r = radius fillet t = tebal benda uji

Biasanya dalam pengujian tarik, yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum spesimen untuk menahan beban yang biasa disebut dengan “Ultimate Tensile Strength” (UTS) atau lebih sering dikenal dengan tegangan tarik maksimum

Gambar 2.13 Proses Uji Tarik

Mode perpatahan (fracture) yang terjadi juga tergantung pada tingkat keuletan (ductility) dari setiap material spesimen itu sendiri dan mempunyai bentuk patahan yang bebeda juga. Semakin ulet suatu material, bentuk patahan yang terjadi berbentuk lancip/meruncing. Begitupun sebaliknya, semakin getas material tersebut maka bentuk patahan yang terjadi berbentuk lurus seperti berikut ini :

21

Ulet Getas

Gambar 2.14 Mode Perpatahan

Pada saat proses pemberian beban terjadi pertambahan panjang pada spesimen. Hal tersebut juga berarti adanya hubungan antara besarnya tegangan dan regangan yang terjadi. Hal tersebut dapat ditunjukan melalui gambar seperti berikut :

22

Gambar 2.16 Grafik tegangan – regangan

Dari kedua grafik di atas terlihat adanya hubungan antara tegangan dan regangan, yang meliputi :

1. Batas proporsionalitas.

Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan yang lain. Setiap penambahan

Tegangan Tarik Maksimum

Modulus Elastisitas Titik Putus Titik Luluh Daerah Linear Regangan Maksimum Regangan (Strain) 0

23 tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier. Pada gambar grafik yang pertama menunjukkan bahwa titik P adalah batas proporsional hubungan tegangan dan regangan.

2. Batas elastis.

Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali pada keadaan semula bila tegangan luarnya dihilangkan. Daerah proporsional merupakan bagian dari batas elastis ini. Selanjutnya bila benda uji terus diberikan tegangan, maka batas elastis tersebut akan terlampaui dan akhirnya menyebabkan benda uji tidak akan kembali pada kondisi awal, dengan kata lain mengalami deformasi permanen (plastis). Kebanyakan material/bahan tehnik mempunyai batas elastis yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalnya.

3. Titik luluh dan kekuatan luluh.

Titik luluh adalah titik batas dimana suatu material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan yang menyebabkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Pada grafik diatas titik luluh ditunjukkan oleh titik Y.

Pada baja berkekuatan tinggi, umumnya tidak memperlihatkan batas luluh secara jelas. Untuk menentukan titik luluh material seperti ini, maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai Metode Offset seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

24

Gambar 2.17 Metode Offset pada material getas

Dengan metode ini kekuatan luluh ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada gambar di atas, garis XW ditarik paralel terhadap garis linier OP, sehingga perpotongan pada kurva tegangan-regangan di titik Y sebagai kekuatan luluh. Pada umumnya garis offset OX diambil berkisar 0.1 – 0.2% dari regangan total yang dimulai dari titik O.

4. Kekuatan tarik maksimum.

Kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength) merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum

25 ditentukan oleh beban maksimum dan luas penampang awal bahan uji. Pada gambar kekuatan tarik maksimum (UTS) ditunjukan pada titik M, dan terus berdeformasi hingga mencapai titik B dan akhirnya putus. 5. Kekuatan putus.

Kekuatan putus merupakan hasil bagi antara beban pada saat benda uji putus dengan luas penampang awal. Untuk bahan yang bersifat ulet, pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terdeformasi hingga titik putus B, maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya deformasi yang terpusat. Pada bahan yang ulet, nilai kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan tarik maksimumnya. Sementara itu pada bahan yang getas, nilai kekuatan putusnya adalah sama dengan kekuatan tarik maksimumnya.

2.2 Tinjauan Pustaka

Salah satu sistem pendingin yang tidak memerlukan energi listrik adalah sistem pendingin absorbsi. Sistem pendingin absorbsi hanya memerlukan energi panas untuk dapat bekerja. Energi panas yang diperlukan dapat berasal dari pembakaraan kayu, arang, bahan bakar minyak dan gas bumi. Energi panas juga dapat berasal dari buangan proses industri, biomassa, biogas atau dari energi alam seperti panas bumi dan energi surya. Refrijeran yang digunakan pada sistim pendingin absorbsi umumnya bukan merupakan refrijeran sintetik (misalnya amonia atau methanol) sehingga resiko

26

DAT

W

mmpy87,6

kerusakan alam seperti yang dapat disebabkan sistem pendingin kompresi uap karena menggunakan refrijeran sintetik tidak terjadi.

Indonesia memiliki potensi energi panas dari biomassa, biogas, panas bumi dan energi surya yang cukup memadai untuk penggerak system pendingin absorbsi. Hal yang harus diperhatikan adalah disain pendingin energi panas untuk negara-negara berkembang haruslah sederhana dan mudah perawatannya dengan kata lain harus dapat dibuat dan diperbaiki sendiri oleh masyarakat dan industri lokal yang ada di daerah.

2.3 Rumus Perhitungan

2.3.1 Laju Korosi

Suatu persamaan yang menyatakan laju korosi telah diperkenalkan oleh seorang peneliti yang bernama Fontana sejak tahun 1945 adalah sebagai berikut:

(2.1) dengan :

mmpy : milimeter per tahun W : pengurangan berat (mg) D : densitas material (g/cm3

)

A : luas selimut awal (cm2)

T : waktu kontak dengan lingkungan (jam)

27

2.3.2 Tegangan

Tegangan adalah hasil bagi antar beban dengan luas penampang seperti dalam rumus berikut :

=

(2.2) dengan :  : tegangan F : beban/gaya (Kg) A : luas penampang (mm2) 2.3.3 Regangan

=

× 100% = × 100%

(2.3) dengan :  : regangan (%) L : perubahan panjang (mm) lo : panjang awal (mm)

28

Dokumen terkait