• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Ukulele

Ukulele adalah alat musik harmonis atau penghasil akor yang dimainkan dengan cara dipetik. Ukulele disebut juga dengan nama β€œbaby guitar” karena bentuknya yang menyerupai gitar namun dengan ukuran yang lebih kecil. Ukulele memiliki empat sampai delapan senar dan memiliki jangkauan nada yang lebar dan biasa digunakan sebagai instrumen tunggal atau dapat pula digunakan untuk mengiringi berbagai macam alat musik, mulai musik klasik, keroncong, sampai jazz, country, dan musik reggae. [5] Ada empat jenis ukulele yang biasa digunakan yaitu ukulele soprano, concerto,

tenor, dan baritone. Perbedaan antara ukulele jenis satu dengan yang lainnya adalah

terletak pada ukurannya. Semakin kecil ukuran ukulele maka semakin nyaring dan tinggi pula suara maupun akor yang dihasilkan.

Ukulele yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukulele Cowboy UK 23M-NS dengan jenis concerto senar empat. Sistem kerja yang diterapkan pada ukulele adalah sama dengan memainkan alat musik petik lainnya, yaitu tuning terhadap senar, memilih akor yang dengan jari-jari pada fretboard ukulele, kemudian memetik senar ukulele tepat di depan lubang suara. Senar akan beresonansi ketika dipetik dan lubang suara yang telah menangkap gelombang resonansi tersebut akan mengeluarkannya sehingga terdengar suara petikan dari ukulele. Gambar 2.1. menunjukkan ukulele akustik senar empat.

2.2. Gitar

Gitar merupakan salah satu alat musik penghasil akor yang umumnya dimainkan dengan cara dipetik. Sebuah gitar terbentuk atas sebuah bagian badan gitar dengan bagian leher gitar sebagai tempat senar-senar berjumlah enam buah yang umumnya terbuat dari nilon atau baja. Fungsi alat musik gitar dalam sebuah pertunjukan musik adalah dapat sebagai alat musik harmonis untuk mengiringi sebuah lagu. Gitar dapat juga dijadikan alat musik melodis yang berfungsi melengkapi bunyi-bunyian yang dihasilkan dari alat musik lain dalam pertunjukkan tersebut.

Secara umum terdapat dua jenis gitar yakni gitar akustik dan gitar elektrik. Gitar akustik adalah gitar yang pada bagian badannya terdapat sebuah lubang khas (hollow

body) dinamakan lubang suara. Bunyi yang dihasilkan oleh gitar akustik berasal dari

getaran senar gitar yang dipetik kemudian getaran tersebut mengalir di sepanjang senar dan masuk kedalam badan gitar melalui sebuah lubang suara. Suara yang berada di dalam lubang suara akan bersonansi hingga akhirnya bunyi dapat terdengar. Beda halnya dengan gitar aksutik, gitar elektrik pada umumnya memiliki badan gitar yang tidak berlubang (solid body). Sebagai pengganti fungsi lubang suara, pada gitar elektrik digunakan pick up yang menangkap getaran senar lalu mengubahnya menjadi arus listrik dan dikeluarkan melalui penguat secara elektronik. [6]

Gitar yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis gitar akustik Yamaha C315. Sistem kerja yang diterapkan pada gitar adalah sama dengan memainkan alat musik petik lainnya, yaitu tuning terhadap senar, memilih akor yang dengan jari-jari pada fretboard gitar, kemudian memetik senar gitar tepat didepan lubang suara. Senar akan beresonansi ketika dipetik dan lubang suara yang telah menangkap gelombang resonansi tersebut akan mengeluarkannya sehingga terdengar suara petikan dari gitar. Gambar 2.2. menunjukkan gitar akustik.

99,5 cm

49 cm 37 cm

Gambar 2.2. Gitar Akustik

2.3. Sampling

Sampling merupakan proses pencuplikan sinyal waktu kontinu atau yang juga

populer disebut sinyal analog untuk mendapatkan sinyal waktu diskrit. Proses sampling sejatinya harus mewakili sifat sinyal aslinya agar didapat data diskrit yang sesuai.[7] Oleh karena itu kecepatan pengambilan sampel (sampling rate) sinyal yang akan disampling haruslah memenuhi kriteria Nyquist. Kriteria Nyquist menyatakan bahwa

sampling rate harus dua kali lebih besar dari frekuensi sinyal analog tertinggi. Hal ini

ditujukan agar fenomena frekuensi satu terlihat seperti frekuensi yang lain (aliasing) dapat dihindari. Secara matematis dapat dituliskan:

𝑓𝑠 β‰₯ 2π‘“π‘š (2.1)

Dengan:

fs = frekuensi sampling rate

fm = frekuensi tertinggi sinyal analog

2.4. Normalisasi I

Proses ini bertujuan agar sinyal hasil cuplikan memiliki amplitudo yang maksimum, sehingga dapat mengurangi pengaruh akibat perbedaan kuat lemah akor hasil petikan. Pada penelitian kali ini, amplitudo dikatakan maksimum apabila salah satu atau lebih puncak dari sinyal tercuplik telah mencapai nilai 1 atau -1 seperti ditunjukan Gambar 2.4. Dalam proses ini, data dari masukan dari akor terekam dibagi dengan nilai maksimal data masukan absolut sehingga dihasilkan sinyal ternormalisasi. Proses normalisasi ditunjukan pada persamaan 2.2.

𝑋

π‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š

=

𝑋𝑖𝑛

max(π‘Žπ‘π‘  (𝑋𝑖𝑛)) (2.2)

Dengan:

Xnorm = data sinyal ternormalisasi (1,2,3,. . . , N)

Xin = data input (1,2,3, . . ., N) N = banyaknya data sinyal

Gambar 2.3. dan gambar 2.4. memperlihatkan gambar sinyal sebelum dan setelah melalui proses normalisasi.

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.3. Sinyal Sebelum Normalisasi dengan fs= 5000 Hz

(a) Gitar (b) Ukulele

2.5. Silence and Transition Cutting

Proses silence and transition cutting adalah proses pemotongan sinyal pada

bagian silence (sinyal diam) dan bagian transisi yang terletak pada awal perekaman atau bagian awal sebelum sinyal yang berisi data akor. Pemotongan sinyal dilakukan berurutan, setelah sinyal pada bagian silence dipotong, pemotongan bagian transisi pun dimulai. Pemotongan transisi dilakukan dengan menghilangkan 0,1 detik [8] dari sinyal hasil pemotongan bagian silence. Proses ini bertujuan untuk mengurangi cacat sinyal akibat derau juga untuk menghilangkan sinyal yang tidak berisi data akor yang ikut terekam. Berikut gambar untuk hasil silence and transition cutting :

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.5. Sinyal Setelah Silence Cutting

(a) Gitar (b) Ukulele

2.6. Frame Blocking

Proses frame blocking merupakan proses pemotongan sinyal menjadi beberapa bagian. Bagian sinyal yang terpotong-potong disebut frame [9]. Setiap frame terdiri dari beberapa data sampel yang dipengaruhi besar frekuensi sampling dan lama suara disampel. Pembagian frame blocking memiliki jumlah 2N data pada setiap frame. Namun, pada implementasinya penggunaan frame blocking disesuaikan dengan kebutuhan sistem. Gambar 2.7. memperlihatkan contoh sinyal yang telah melalui frame

blocking.

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.7. Sinyal Setelah Frame Blocking (512 titik)

2.7. Normalisasi II

Proses ini bertujuan agar sinyal hasil frame blocking memiliki amplitudo yang kembali maksimum, sehingga dapat mengurangi pengaruh akibat pemrosesan sebelumnya. Dalam proses ini, data dari hasil proses frame blocking dibagi dengan nilai maskimal data hasil frame blocking absolut sehingga dihasilkan sinyal ternormalisasi II. Proses normalisasi ditunjukan pada persamaan (2.2). Gambar 2.8. memperlihatkan gambar sinyal setelah melalui proses normalisasi II.

(a) Gitar (b) Ukulele Gambar 2.8. Sinyal Setelah Normalisasi II

2.8. Windowing

Windowing adalah fungsi yang berguna untuk mengurangi efek diskontinuitas

akibat pemrosesan sinyal sinyal sebelumnya. Efek diskontinuitas pada sinyal menyebabkan sebuah sinyal yang telah terproses memiliki sifat frekuensi yang cenderung mengurangi kualitas dari sinyal aslinya sehingga, data yang dibawa oleh sinyal terproses maksimal. Ada beberapa teknik window yang biasa digunakan, diantaranya adalah Blackman window, Hamming window, Hanning window, dan lain-lain [10] . Pada penelitian ini window yang digunakan adalah window berjenis Hamming.

Window Hamming dipilih karena window jenis ini memberikan side lobe yang tidak

terlalu tinggi dan main lobe yang besar sehingga hasil windowing akan lebih halus. Secara matematis persamaan yang digunakan dalam proses Window Hamming adalah sebagai berikut (2.3):

𝑀(𝑛) = 0,54 βˆ’ 0,46 cos ( 2πœ‹π‘›

π‘βˆ’1) (2.3)

Dengan:

w(n) = Windowing

n = Waktu diskrit ke- n

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.9. Sinyal Setelah Windowing

2.9. FFT (Fast Fourier Transform)

Transformasi fourier adalah proses mentransformasi sinyal kontinu berbasis waktu ke dalam kawasan frekuensi. Agar transformasi fourier dapat digunakan dalam operasi digital, maka dibutuhkan Discreate Fourier Transform (DFT) untuk merubah sampel-sampel kontinu kedalam bentuk diskrit. Namun, perhitungan DFT secara langsung dalam komputerisasi dapat menyebabkan proses perhitungan yang lama. Maka dari itu dibutuhkan cara lain agar perhitungan berlangsung lebih cepat.

Secara matematis persamaan yang digunakan dalam proses DFT adalah seperti ditunjukkan persamaan (2.4) [11]:

𝑋(π‘˜) = Ʃ𝑛=0π‘βˆ’1 π‘₯(𝑛)π‘Šπ‘π‘›π‘˜ π‘˜ = 0, . . . , 𝑁 βˆ’ 1 (2.4) Dengan X[k] adalah koefisien FFT untuk nilai sampel x(n), N adalah jumlah sampel yang akan diproses, x(n) adalah nilai sampel sinyal dan k adalah bilangan konstanta 1, 2, 3,….., N-1.

Fast Fourier Tranform (FFT) adalah algoritma untuk menghitung DFT dengan

transformasi sebanyak O(N2), sedangkan perhitungan FFT akan memberikan komplesksifitas transformasi sebanyak O(N logN) [12]

Misalkan kita menyuplik 3 sampel, dengan menggunakan DFT, tingkat kompleksifitas transformasi adalah 9, sementara dengan menggunakan FFT kompleksifitasnya sebesar 1,431. Perbedaan akan semakin mencolok ketika kita akan meninjau 32 sampel, dengan menggunakan DFT, tingkat kompleksifitas transformasi adalah 1024, sementara dengan menggunakan FFT kompleksifitasnya sebesar 48,164. Hasil dari proses FFT sebagai pengganti DFT ditunjukkan Gambar 2.9.

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.10. Sinyal Setelah FFT

2.10. FFT dengan Zero Padding

Proses zero padding dapat dikombinasikan dalam proses FFT. Zero padding adalah proses penambahan nilai nol sebanyak panjang data tertentu dengan rumus 2n. Penambahan nilai nol tidak mempengaruhi panjang data pada data sampel, tetapi mempengaruhi banyaknya data yang tercuplik tiap satuan waktu sehingga akan meningkatkan resolusi dari sebuah indeks frekuensi tertentu [13].

Hasil dari proses FFT dengan zero padding ditunjukkan Gambar 2.11. Pada gambar tersebut terlihat jelas perbedaan jumlah titik data jika dibandingkan dengan hasil pemrosesan FFT tanpa zero padding.

(a) Gitar (b) Ukulele Gambar 2.11. Sinyal FFT dengan Zero Padding

2.11. SHPS (Simplified Harmonic Product Spectrum)

SHPS (Simplified Harmonic Product Spectrum) adalah proses untuk

menghilangkan sinyal harmonik dari sinyal masukan. SHPS berasal dari HPS (Harmonic Product Spectrum) yang merupakan salah satu metode untuk mengeliminasi frekuensi lain dari sebuah sinyal sehingga nilai dari frekuensi puncak dapat terlihat lebih jelas. [14]

Perbedaan yang jelas terlihat dari SHPS dan HPS adalah pada SHPS, proses

downsampling hanya dilakukan sekali.

Algoritma SHPS dijabarkan sebagai berikut [15]:

1. Diketahui persamaan x(k)={x(0), x(1), … , x(N-1)} dengan N=2p dan p β‰₯ 0. 2. Downsampling pada x(k) untuk mendapat

xd(k)={x(0), x(2), … , x(N-2)}

3. Zero padding pada xd(k) untuk mendapat

xz(k) = {x(0), x(2), … , x(N-2), z(0), z(1), …, z((N/2)-1)} di mana

z(0) = z(1) = … = z((N/2)-1) = 0

4. Perkalian elemen x(k) and xz(k) untuk mendapat xm(k) = x(k) . xz(k)

y(k) = { xm(0), xm(1), …, xm((N/2)-1)}

Gambar 2.11, menunjukkan hasil proses SHPS.

Gambar 2.12. Sinyal setelah proses SHPS pada gitar

(a) Sinyal FFT

(b) Downsampling

(c) Zero Padding

Gambar 2.12. (Lanjutan) Sinyal setelah proses SHPS pada ukulele

2.12. Penjumlahan Hasil SHPS dan Penentuan Alat Musik

Proses penjumlahan hasil SHPS adalah proses menjumlahkan nilai-nilai dari variasi gelombang sinyal hasil SHPS. Sinyal hasil SHPS yang dijumlahkan hanyalah sinyal yang sebelumnya melalui proses FFT dengan zero padding. Pada penelitian ini

(a) Sinyal FFT

(b) Downsampling

(c) Zero Padding

penentuan jenis alat musik akan dilakukan dengan meninjau perbedaan jumlah variasi nilai pada gelombang sinyal dari alat musik gitar dan ukulele.

Setelah melalui proses FFT dengan zero padding, variasi nilai pada gelombang sinyal gitar maupun ukulele akan memiliki tingkat resolusi yang tinggi dan jika diamati pada panjang data tertentu, perbandingan jumlah dari keduanya akan memberikan hasil yang cukup dapat dibedakan. Namun, jumlah variasi nilai pada gelombang sinyal dari kedua alat musik haruslah berjarak lebih jauh lagi untuk menghindari kemungkinan terjadinya kemiripan sinyal, mengingat kriteria alat musik gitar dan ukulele yang memiliki beberapa kesamaan. Salah satu cara untuk membuat kedua sinyal memiliki perbedaan yang mencolok adalah dengan melakukan proses SHPS sebelum proses penjumlahan variasi nilai pada gelombang sinyal.

Hasil dari penjumlahan hasil SHPS kemudian akan dibandingkan dengan nilai ambang (threshold) yang telah ditentukan berdasarkan rata-rata hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS terbesar dari alat musik yang memiliki rerata jumlah sinyal hasil SHPS lebih rendah, dengan hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS terkecil dari alat musik yang memiliki rerata jumlah sinyal hasil SHPS lebih tinggi. Penentuan nilai threshold dirumuskan pada persamaan 2.5 :

𝑦

𝑑

=

𝑁1+𝑁2

2 (2.5)

Di mana:

yt : Nilai threshold

N1 : Hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS terbesar dari alat musik dengan rerata jumlah sinyal hasil SHPS lebih rendah

N2 : Hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS terkecil dari alat musik dengan rerata jumlah sinyal hasil SHPS lebih tinggi

Misalkan penjumlahan hasil SHPS pada alat musik A setelah diamati pada seluruh akor yang diuji (C, D, E, F, G, A, B) memberikan nilai 1.200 untuk hasil penjumlahan terendah, dan 22.000 untuk hasil penjumlahan tertinggi. Sementara itu, penjumlahan hasil SHPS pada alat musik B setelah diamati memberikan nilai 80 untuk hasil penjumlahan terendah, dan 240 untuk hasil penjumlahan tertinggi. Maka, dapat

disimpulkan bahwa alat musik A adalah alat musik dengan rerata jumlah sinyal hasil SHPS lebih tinggi, sehingga nilai yang akan digunakan adalah hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS terendah (1.200) yang selanjutnya disebut N2. Sementara itu, alat musik B adalah alat musik dengan rerata jumlah sinyal hasil SHPS lebih rendah, sehingga nilai yang akan digunakan adalah hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS tertinggi (240) yang selanjutnya disebut N1. Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan (2.5) nilai

threshold ditetukan sebagai berikut:

𝑦𝑑 =240 + 1.200 2 𝑦𝑑 =1.440

2 𝑦𝑑= 720

Nilai threshold antara alat musik A dan B adalah 720. Nilai yang telah diketahui kemudian digunakan dalam perbandingan terhadap sinyal masukkan saat melakukan pengujian alat musik. Apabila sinyal hasil penjumlahan SHPS yang diuji lebih kecil dari

720, maka dapat diketahui bahwa alat musik yang dimainkan adalah alat musik B.

Sebaliknya, Apabila sinyal masukan hasil penjumlahan SHPS lebih besar dari 720, maka dapat diketahui bahwa alat musik yang dimainkan adalah alat musik A.

2.13. Logarithmic Scaling

Logaritmic scaling adalah proses memperjelas perbedaan nilai puncak pada data

sebuah sinyal. Proses ini bertujuan meningkatkan nilai puncak yang yang mewakili data akor sehingga ciri dari suatu akor lebih jelas terlihat. Secara matematis, logaritmic

scaling dijelaskan pada persamaan 2.6 :

π‘¦π‘œπ‘’π‘‘ = log (𝛼𝑦𝑖𝑛+ 1) (2.6)

Di mana:

yin : Masukan berupa data vektor yout : Keluaran berupa data vektor Ξ± : Faktor skala logaritmik

Fungsi tambahan nilai β€˜1’ pada persamaan diatas adalah untuk menghindari hasil logaritmis yang β€˜tak terbatas’ saat ada masukan bernilai nol pada data vektor masukan [15]. Gambar 2.13 menunjukkan hasil proses logarithmic scaling.

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.13. Sinyal setelah proses logaruthmic scaling

2.14. Segment Averaging

Sement averaging adalah proses untuk mencari nilai rata-rata dari sebuah segmen.

Segmentasi dilakukan untuk mengurangi jumlah data sinyal dari suatu elemen sinyal dengan tetap mempertahankan pola dasar sinyal yang akan diproses [16]. Sinyal hasil

segment averaging ditunjukkan Gambar 2.14.

(a) Gitar (b) Ukulele

2.15. Jarak Kosinus

Fungsi jarak digunakan dalam perbandingan dua buah vektor. Tingkat kemiripan yang tinggi dari dua buah vektor yang dibandingkan merupakan penentu bagi suatu nilai bisa dikatakan sama atau tidak. Metode jarak kosinus dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemiripan dua buah vektor tersebut.

Jarak kosinus merupakan salah satu fungsi menghitung jarak. Pada penelitian ini fungsi jarak digunakan untuk menentukan hasil ekstrasi ciri yang paling mendekati dengan database. Secara matematis, Jarak kosinus dijelaskan pada persamaan 2.7 [17]

Jarak Kosinus = 1 βˆ’ Ʃ𝑖=1 𝑛 𝑋𝑖𝑦𝑖

βˆšΖ©π‘–=1𝑛 π‘₯𝑖2 βˆšΖ©π‘–=1𝑛 𝑦𝑖2

(2.7)

Di mana:

x = Elemen matriks pertama y = Elemen matriks kedua n = Elemen matriks ke-n

Penggunaan jarak kosinus dalam penelitian kali ini dijelaskan melalui perbandingan matriks sederhana di bawah ini.

Elemen Matriks A = ( 1, 5, 9 ) Elemen Matriks B = ( 1, 4, 7 ) Elemen Matriks C = ( 3, 7, 2 )

ο‚· Jarak matriks A dan matriks B

Jarak Kosinus = 1 βˆ’ (1)(1) + (5)(4) + (9)(7) √12+ 52+ 92 Γ— √12+ 42 + 72

= 1 βˆ’

84

√107Γ—βˆš66 = 1 βˆ’ 0,9996 = 0,0005

ο‚· Jarak matriks A dan matriks C

Jarak Kosinus = 1 βˆ’ (1)(3) + (5)(7) + (9)(2) √12+ 52+ 92 Γ— √32+ 72 + 22

=

1 βˆ’ 56

√107Γ—βˆš62

= 1 βˆ’ 0,6875 = 0,3125

Jarak kosinus matriks A dengan matriks B adalah 0,0005. Jarak kosinus matriks A dengan matriks C adalah 0,3125. Dengan demikian, jarak yang paling minimal ditunjukkan matriks A dengan matriks B. Jarak yang paling minimal menunjukkan bahwa kedua matriks memiliki kemiripan yang paling dekat.

23

Dokumen terkait