• Tidak ada hasil yang ditemukan

DATA, ANALISIS, DAN SINTESIS

Akses menuju kawasan Lembah Mulo dapat dicapai dengan berbagai macam alat transportasi darat, yaitu motor, mobil, bus kecil, dan bus besar dengan kondisi jalan beraspal (hotmix) yang baik dengan lebar 6 meter. Dari jalan utama kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki dengan kondisi jalan tanah yang agak berbatu dengan lebar 1-3 meter untuk mengeksplorasi kawasan secara menyeluruh. Kasawan ini dapat dengan mudah diakses dari jalan utama yang menghubungkan Provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan. Jalur ini biasa digunakan dan dilewati oleh masyarakat yang bepergian lintas provinsi. Jalur ini juga merupakan jalur utama menuju objek wisata pantai selatan Yogyakarta (Pantai Baron, Kukup, Krakal, dll) yang lebih dulu terkenal dan menjadi primadona bagi masyarakat Yogyakarta (Gambar 18 dan Gambar 19).

Tapak dapat dicapai melalui dua jalan utama, yaitu Jalan Baron dan Jalan Wonosari-Girisubo. Jalan Baron biasa diakses oleh masyarakat yang datang dari arah utara kawasan (Yogyakarta dan Wonosari) sedangkan Jalan Wonosari- Girisubo biasa diakses oleh masyarakat yang berdomisili di selatan kawasan, yaitu Kecamatan Tepus dan sekitarnya. Untuk mencapai kawasan melalui jalan utama (Jalan Baron) dapat menggunakan transportasi umum berupa bis dari Yogyakarta jurusan Wonosari selama kurang lebih satu setengah jam. Waktu tempuh sekitar satu jam untuk mencapai Terminal Wonosari. Selanjutnya disambung dengan bis kecil jurusan Tepus atau Baron dengan waktu tempuh menuju kawasan sekitar 15 menit. Jalan Baron merupakan jalan menuju tapak yang potensial dapat diakses dengan mudah oleh calon wisatawan.

51

(a)

(b)

Gambar 19. Aksesibilitas Menuju Tapak (a) akses antar provinsi menuju tapak, (b) akses dalam kota menuju tapak

Wisatawan dapat mengakses lokasi dengan berbagai macam moda kendaraan. Bagi pengendara kendaraan pribadi dari pusat Kota Yogyakarta dapat langsung mengakses Jalan Ringroad Selatan kemudian berbelok ke arah Wonosari langsung menuju tapak. Bagi wisatawan yang menggunakan kendaraan umum, Terminal Giwangan merupakan tempat transit utama di pusat kota sebelum melanjutkan perjalanan ke lokasi.

Wisatawan yang berasal dari luar kota dapat mencapai Terminal Giwangan dengan berbagai trayek bis, beberapa diantaranya Semarang-Yogyakarta, Purworejo-Yogyakarta, Solo-Yogyakarta, dan lain-lain. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan dengan bis trayek Yogyakarta-Wonosari menuju Terminal Wonosari. Setelah sampai di Terminal Wonosari, perjalanan kembali dilanjutkan dengan menggunakan bis kecil trayek Wonosari-Tepus. Sementara untuk wisatawan yang berasal dari Wonogiri, lokasi dapat dicapai dengan bis trayek Wonogiri-Wonosari (Gambar 20). Kondisi jalan baik dengan aspal yang halus dengan waktu tempuh menuju tapak sekitar 2 jam. Jarang ditemui titik kemacetan sepanjang perjalanan. Kemacetan terjadi hanya apabila kondisi jalan cukup padat saat waktu-waktu tertentu dan persimpangan lampu lalu lintas.

Gambar 20. Skema Transportasi Umum Menuju Tapak

Bus umum trayek Wongiri- Wonosari dari Semarang

dari Purworejo dari Surakarta dari Wonogiri

Bus umum trayek Purworejo- Yogyakarta Bus umum trayek Semarang- Yogyakarta Bus umum trayek Surakarta- Yogyakarta

TERMINAL GIWANGAN YOGYAKARTA

Bus umum trayek Yogyakarta-Wonosari

TERMINAL WONOSARI

Bus kecil trayek Wonosari-Tepus

53

Kemudahan aksesibilitas dan sirkulasi akan mempermudah calon wisatawan untuk menjangkau tapak yang akan direncanakan. Kegiatan ekowisata pada tapak akan berjalan dengan baik apabila banyak wisatawan yang berkunjung. Semakin baik kondisi akses dan sirkulasi menuju tapak, maka potensi pengunjung akan semakin besar. Terdapat tiga alternatif akses menuju kawasan Lembah Mulo, antara lain:

a. Alternatif pertama akses menuju kawasan melalui Jalan Baron yang merupakan jalan utama menuju Lembah Mulo (Gambar 21).

Gambar 21. Alternatif 1 Akses Menuju Kawasan Lembah Mulo

b. Alternatif kedua kawasan Lembah Mulo dapat dicapai dengan dua akses. Selain melalui Jalan Baron, Lembah Mulo juga dapat dicapai melalui arah Tepus, yaitu Jalan Wonosari-Girisubo (Gambar 22).

a. Alternatif ketiga yaitu mencapai kawasan yaitu melalui desa dan jalan- jalan sekunder yang berada di sekeliling Lembah Mulo (Gambar 23).

Gambar 23. Alternatif 3 Akses Menuju Kawasan Lembah Mulo

Alternatif pertama aksesibilitas menuju kawasan Lembah Mulo merupakan alternatif yang paling baik. Jalan Baron merupakan jalan utama yang menghubungkan kawasan Lembah Mulo dengan pusat kota, yaitu Yogyakarta dan kota-kota lain di Jawa Tengah. Kondisi jalan yang baik diharapkan mampu menarik banyak calon wisatawan yang akan berkunjung. Alternatif kedua yaitu akses kawasan melalui Jalan Wonosari-Girisubo. Kondisi jalan cukup baik dan lebar namun akses melalui jalan ini kurang berpotensi menarik calon wisatawan. Sedangkan alternatif ketiga yaitu melalui Desa Serpeng. Kondisi jalan kurang begitu baik dan sempit karena merupakan jalan desa serta kurang berpotensi menarik calon wisatawan. Pintu masuk sebaiknya hanya satu, yaitu area setelah persimpangan Jalan Baron untuk memudahkan pengelolaan kawasan. Area setelah akses tersebut direncanakan menjadi welcome area yang akan diberi fasilitas gerbang utama, loket tiket, kantor pengelola, dan pusat informasi kawasan.

Analisis Kepekaan Pada Kawasan Karst Lembah Mulo

Kepekaan karst Lembah Mulo didekati dengan cara menganalisis kawasan dari aspek geologi, tanah, dan topografi. Penutupan lahan dipilih menjadi unit analisis karena tiap jenis penutupan memiliki karakter dan kapasitas lahan yang berbeda. Dalam pengembangan ekowisata perlu diketahui potensi dan kendala

55

pada tapak, sehingga secara umum penutupan lahan dibagi menjadi area terbuka dan area terbangun. Kedua area tersebut secara ekologi memiliki sifat dan keanekaragaman hayati yang berbeda. Objek alam secara umum tersebar pada area terbuka, sedangkan atraksi budaya tersebar pada area terbangun.

Kepekaan kawasan akan mempengaruhi pengembangan yang akan dilakukan pada tapak. Kawasan yang peka tidak boleh dilakukan pembangunan diatasnya untuk melindungi dan melestarikan bentuk serta fungsi karst yang ada disana. Sementara kawasan yang cukup dan kurang peka dapat dikembangkan untuk kegiatan ekowisata. Hasil analisis pada Tabel 11 menunjukkan bahwa kawasan karst Lembah Mulo memiliki kepekaan yang peka dan cukup peka. Tidak ditemukan segmen atau area yang kurang peka karena kondisi tanah kawasan berjenis rendzina dan bersifat peka sehingga menjadi faktor pembatas.

Tabel 11. Pendugaan Kepekaan Kawasan Karst Lembah Mulo

Segmen Geologi Tanah Kemiringan Lahan

Jumlah

Nilai Skor Kepekaan 1 Memiliki bentukan

karst yang kompleks

Rendzina >25% 3 1 Peka 2 Memiliki bentukan

karst yang kompleks

Rendzina >25% 3 1 Peka 3 Tidak memiliki bentukan karst Rendzina 0-15% 7 2 Cukup peka 4 Cukup memiliki bentukan karst Rendzina >25% 4 1 Peka 5 Cukup memiliki bentukan karst Rendzina 15-25% 5 2 Cukup peka 6 Cukup memiliki bentukan karst Rendzina >25% 4 1 Peka 7 Cukup memiliki bentukan karst Rendzina 15-25% 5 2 Cukup peka 8 Tidak memiliki bentukan karst Rendzina 0-15% 7 2 Cukup peka 9 Cukup memiliki bentukan karst Rendzina 0-15% 7 2 Cukup peka 10 Cukup memiliki bentukan karst Rendzina 15-25% 5 2 Cukup peka Keterangan: peka: 3-4 cukup peka: 5-7 kurang peka: 8-9

Dari Tabel 12 dan Gambar 24 dapat diketahui bahwa area yang peka adalah segmen 1, 2, dan 4. Sedangkan area yang cukup peka adalah segmen 3, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Area kurang peka tidak ditemukan dalam kawasan. Luas area yang peka dan cukup peka dalam kawasan memiliki persentase yang hampir seimbang. Area peka memiliki luas 6,8 Ha atau 41,39% dari luas kawasan sementara area cukup peka memiliki luas 9,63 Ha atau 58,61% dari luas kawasan. Area peka merupakan area yang tidak boleh dibangun dan dijadikan kawasan konservasi untuk melindungi dan melestarikan karst diatasnya. Sedangkan area yang cukup peka boleh dilakukan pembangunan diatasnya namun dengan syarat- syarat tertentu.

Tabel 12. Status Kawasan Lembah Mulo Hasil Analisis

Status Kawasan Segmen Luas

(Ha) (%)

Peka 1, 2, 4 6,8 41,39

Cukup peka 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10 9,63 58,61

Kurang peka - 0 0

Jumlah 16,43 100

57

Analisis Keberadaan Objek Ekowisata pada Tapak Potensi Objek dan Atraksi

Lembah Mulo merupakan kawasan karst Pegunungan Sewu Gunungkidul yang memiliki bentukan alam yang khas. Kawasan ini memiliki beberapa potensi keindahan alam yang indah. Namun, potensi tersebut belum bisa dikembangkan dengan baik. Untuk mengembangkan Lembah Mulo menjadi sebuah kawasan ekowisata, terlebih dahulu dilakukan analisis untuk menentukan dan mengetahui keberadaan objek-objek yang berada pada tapak yang potensial dikembangkan menjadi daya tarik wisata kawasan. Tabel 13 dan Tabel 14 menjelaskan beberapa potensi objek yang terdapat di kawasan Lembah Mulo.

Tabel 13. Potensi Objek Alami di Kawasan Lembah Mulo

No. Objek Daya Tarik

1 Lembah Mulo  Depresi karst berupa cerukan yang cukup dalam dan meluas

 Terlihat batuan kapur khas kawasan yang masif

 Topografi yang unik dengan lereng tebing yang curam

 Pandangan yang luas sejauh mata memandang 2 Luweng  Landform yang unik

 Kelerengan yang curam

 Terdapat stalagtit dan stalagmit pada dasar luweng

 Vegetasi endemik khas mulut gua

3 Goa Mulo  Mulut goa yang menarik dan dapat terlihat dari atas bukit

 Ekosistem goa yang masih alami karena sebelumnya belum dimanfaatkan

 Goa merupakan ‘lorong bawah tanah’ menuju ke lembah

seberang

 Pada musim penghujan jalur goa digenangi air

 Merupakan goa horizontal

 Keindahan stalaktit dan stalagmit dalam goa

4 Goa Ngingrong  Mulut goa yang menarik dan dapat terlihat dari atas bukit

 Ekosistem goa yang masih alami karena sebelumnya belum dimanfaatkan

 Merupakan goa vertikal

 Keindahan stalaktit dan stalagmit dalam goa

 Terdapat telaga kecil dan sungai bawah tanah pada dasar goa 5 Perbukitan karst  Keunikan topografi

 Vegetasi dominan tanaman tahunan seperti jati, akasia, dan kayu putih

 Pandangan yang luas sejauh mata memandang 6 Telaga Serpeng I  Telaga dengan ukuran yang tidak begitu besar

 Kuantitas air menyesuaikan dengan musim, saat kemarau sering mengering dan merupakan tampungan dari air hujan

7 Telaga Serpeng II  Telaga yang ukurannya lebih besar dari Telaga Serpeng I

 Memiliki kuantitas dan kualitas air yang lebih baik daripada Telaga Serpeng I

8 Perkebunan jati  Terletak di sebelah timur dan mengelilingi kawasan Lembah Mulo

 Pohon jati yang ditanam sudah cukup berumur, ditanam masif, dan berpola

Tabel 14. Potensi Atraksi Budaya di Kawasan Lembah Mulo

No Atraksi Daya Tarik 1 Reog Dodog  Biasanya diadakan setiap masa Rasulan

 Kesenian daerah dengan tari-tarian dan baju adat

2 Rasulan  Diadakan untuk memperingati rasa syukur atas keberhasilan panen. Biasanya saat musim panen kedua

3 Campursari  Merupakan jenis musik akulturasi antara dangdut dengan Bahasa Jawa

 Biasanya diadakan pada setiap acara seperti pernikahan, tujuhbelas- agustusan, dll

4 Wayang kulit  Biasanya diadakan oleh perangkat desa setempat untuk memperingati sesuatu

 Kegiatan skala menengah yang melibatkan banyak orang (kelurahan)

5 Kuliner (belalang goreng, bakmi, tiwul, dll)

 Terdapat berbagai macam kuliner unik disekitar kawasan Lembah Mulo

 Belalang banyak dijual di pinggir jalan sekitar kawasan untuk dikonsumsi. Merupakan makanan yang tidak biasa

Persebaran

Persebaran objek dan atraksi wisata di kawasan Lembah Mulo dapat dilihat pada Gambar 25. Terlihat bahwa Jalan Raya Wonosari-Girisubo secara langsung memisahkan objek yang berupa alam dan atraksi wisata yang berbau budaya. Pada selatan jalan terbentang lembah yang memiliki objek menarik, seperti Goa Mulo, Goa Ngingrong, dan luweng. Sedangkan pada kawasan utara jalan terdapat Desa Serpeng dan dua telaga karstnya. Desa Serpeng juga memiliki banyak kegiatan dan atraksi budaya, seperti rasulan, pagelaran wayang kulit, dan reog dogdog yang biasa digelar pada momen-momen tertentu.

59 Gambar 25. Peta Persebaran Objek dan Atraksi

Penilaian terhadap keberadaan objek dan atraksi wisata pada kawasan Lembah Mulo dilaksanakan dengan pengamatan pada tapak. Objek yang memiliki nilai tinggi berpotensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik wisata utama, namun harus dengan pertimbangan dalam pengembangannya yang berhubungan dengan tingkat kepekaan tapak seperti yang tersaji pada Tabel 15.

Tabel 15. Analisis Nilai Potensi Objek Ekowisata di Kawasan Lembah Mulo

No. Nama Objek/Atraksi

Aspek

Skor Ket. Pemanfaatan Kawasan I II III IV V VI VII

Objek

1 Lembah Mulo 6 6 6 2 3 5 4 32 Tinggi Objek utama 2 Luweng 6 4 4 3 2 3 2 24 Sedang Objek utama 3 Goa Mulo 6 4 4 3 2 3 2 24 Sedang Objek utama 4 Goa Ngingrong 6 4 4 3 2 3 2 24 Sedang Objek utama 5 Perbukitan karst 5 3 2 0 2 3 3 18 Rendah Objek

pendukung 6 Telaga Serpeng I 4 2 3 0 4 3 3 19 Sedang Objek utama 7 Telaga Serpeng II 4 2 3 0 4 3 3 19 Sedang Objek utama 8 Perkebunan jati 3 0 2 0 4 3 3 15 Rendah Objek

pendukung

Atraksi

9 Reog Dhodhog 4 3 3 5 3 3 4 25 Sedang Objek utama 10 Rasulan 4 3 2 6 3 3 4 25 Sedang Objek utama 11 Campur sari 3 2 2 0 3 3 2 15 Rendah Objek

pendukung 12 Wayang kulit 3 2 2 3 3 3 4 20 Sedang Objek utama 13 Kuliner 3 3 2 0 3 3 3 17 Rendah Objek

pendukung I: keunikan II: kelangkaan III:keindahan IV: seasonality V: sensitifitas VI: aksesibilitas VII: fungsi sosial

Rendah: 7-18 Sedang: 19-30 Tinggi: 31-42

Sintesis

Peta kepekaan selanjutnya dioverlay dengan peta persebaran objek dan atraksi wisata di kawasan Lembah Mulo untuk mengetahui persebaran objek dan atraksi pada kawasan peka atau cukup peka . Terlihat pada Gambar 26 bahwa ada tujuh objek wisata yang berada di kawasan karst yang peka dan delapan objek dan atraksi wisata yang berada di zona cukup peka. Zona peka merupakan kawasan yang tidak boleh dilakukan aktivitas wisata diatasnya karena dapat mengganggu bentuk dan fungsi karst yang berada disana. Namun apabila pada zona peka terdapat objek wisata yang memiliki nilai tinggi sebagai daya tarik wisata, maka pemanfaatan zona tersebut harus dibatasi misalnya berupa aktivitas pasif

61

mengamati pemandangan atau sekedar lintas alam maupun susur goa. Kegiatan wisata yang memberikan beban berat pada zona peka tidak boleh dilaksanakan.

Zona cukup peka merupakan kawasan yang dapat dikembangkan menjadi area wisata namun dalam pengembangannya dibutuhkan syarat-syarat tertentu dalam hal pembangunan dan teknik rekayasa lanskap guna meningkatkan daya dukung kawasan. Kegiatan wisata pada zona ini dapat lebih leluasa.

Gambar 26. Peta Sintesis Kawasan Ekowisata

Persepsi, Preferensi, dan Potensi Pengunjung Lembah Mulo

Persepsi, preferensi, dan potensi pengunjung Lembah Mulo diperoleh dengan cara melakukan pengisian kuisioner kepada masyarakat yang berkunjung ke Lembah Mulo dan sekitarnya. Kuisioner disebar kepada 40 responden. Pengambilan data persepsi, preferensi, dan potensi pengunjung Lembah Mulo digunakan untuk mengetahui arah pengembangan ekowisata agar sesuai dan tidak berbenturan dengan kepentingan masyarakat.

Berdasarkan hasil kuisioner dari 40 responden yang merupakan masyarakat yang datang ke Lembah Mulo (wisatawan) diketahui bahwa calon pengunjung Lembah Mulo dilihat dari komposisi jenis kelamin berjumlah 20

orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Pengunjung Lembah Mulo tidak condong ke satu gender saja (laki-laki). Sementara dari kelompok umur yang paling sering berkunjung ke Lembah Mulo berasal dari kelompok 18-22 tahun atau kelompok umur dewasa (Gambar 27).

Gambar 27. Persentase Kelompok Umur Pengunjung Lembah Mulo

Waktu kunjungan terjadi pada hari-hari biasa (weekday) dan jam kunjungan paling banyak terjadi pada sore hari. Biasanya mereka hanya sekedar lewat atau duduk-duduk di bibir lembah sambil menikmati panorama alam sekitar sambil melepas penat. Pengunjung sebagian besar merupakan masyarakat lokal yang tinggal di sekitar kawasan Lembah Mulo. Sebanyak 39 responden atau 99% setuju jika Lembah Mulo dijadikan kawasan ekowisata.

Menurut responden terdapat beberapa objek yang menarik di kawasan Lembah Mulo. Lembah Mulo itu sendiri merupakan daya tarik utama bagi pengunjung disamping objek lain seperti luweng, goa, dan telaga. Berikut adalah beberapa objek yang menarik menurut responden (Gambar 28).

38% 35% 15% 7% 5% 0% 18-22 tahun 23-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun > 60 tahun

63

Gambar 28. Objek yang Menarik Pada Kawasan Lembah Mulo Menurut Responden

Fasilitas pada kawasan Lembah Mulo banyak yang harus ditambahkan untuk mendukung kegiatan wisata disana, seperti pagar pengaman, tempat duduk, shelter, menara pandang, dan lain-lain. Sementara kegiatan wisata yang cocok dikembangkan anatara lain menikmati pemandangan, susur goa, dan lintas alam. Pemerintah setempat dan masyarakat sekitar merupakan pihak yang harus bertanggungjawab apabila ingin melakukan pengembanag Lembah Mulo sebagai kawasan wisata. Responden juga berpendapat mengenai keterlibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan kawasan wisata tersebut (Gambar 29).

Gambar 29. Bentuk Keterlibatan Masyarakat Sekitar dalam Kegiatan Wisata

30% 33% 30% 2% 5% Lembah Luweng Goa Telaga Lainnya 43% 10% 15% 25% 8%

Terlibat aktif dalam pengelolaan

Menjadi objek wisata

Penyedia jasa wisata

Menjual barang/jasa yang khas

Menurut Birowo Adhie (mantan Kepala Bidang Pengembangan Produk Wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul), Lembah Mulo memang potensial dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata. Sebelumnya juga sudah pernah ada kajian pengembangan kawasan tersebut menjadi area wisata namun terkendala realisasinya. Ekowisata merupakan konsep yang tepat diterapkan karena melibatkan masyarakat sekitar dan turut meningkatkan kesejahteraannya.

Masyarakat sekitar merupakan elemen yang penting dalam pengembangan kawasan Lembah Mulo menjadi area ekowisata. Berdasarkan hasil kuisioner, masyarakat menginginkan suatu keterlibatan aktif dalam mengelola kawasan Lembah Mulo. Masyarakat yang sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani dapat mengambil manfaat dari keberadaan Lembah Mulo. Beberapa alternatif kegiatan untuk mengakomodasi masyarakat sekitar dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan yaitu kegiatan menjual makanan khas daerah setempat (kuliner), menjadi pemandu wisata, menjual pernak pernik dan cinderamata, dan pengelolaan kawasan secara terkordinasi seperti membentuk Pokdarwis (kelompok sadar wisata). Rencana kegiatan tersebut perlu ditunjang dengan fasilitas yang baik pada kawasan. Beberapa fasilitas yang dibutuhkan antara lain kantor pengelola, kantin, dan kios. Pembangunan fasilitas tersebut harus berada pada kawasan yg memiliki tingkat kepekaan yang rendah agar tidak mengganggu dan merusak karst kawasan Lembah Mulo.

Sintesis

Zona peka merupakan kawasan yang tidak boleh menerima beban berat dari aktivitas manusia yang dilakukan diatasnya. Terdapat beberapa objek wisata alam di zona peka pada kawasan Lembah Mulo sehingga pemanfaatan kawasan zona peka tersebut harus seminimal mungkin. Zona peka Lembah Mulo menjadi area wisata utama karena sebagian besar objek yang berada disana memiliki nilai tinggi, namun dengan kegiatan yang pasif dan tidak mengganggu bentuk dan fungsi karst diatasnya.

65

Zona cukup peka pada kawasan tersebut merupakan area wisata pendukung kawasan Lembah Mulo karena objek dan atraksinya bernilai sedang sampai rendah. Zona ini juga potensial dikembangkan untuk kegiatan wisata aktif karena memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menerima aktivitas diatasnya. Area penerimaan dan pelayanan dapat dikembangkan pada zona ini dengan beberapa syarat pembangunan dan rekayasa tapak bila ditemui kondisi lereng yang sedikit curam (Tabel 16).

Aksesibilitas menuju tapak yang biasa ditempuh oleh wisatawan melalui Jalan Baron berpotensi menjadi area penerimaan utama menuju kawasan karst Lembah Mulo. Objek dan atraksi wisata tersebar pada bagian utara dan selatan jalan utama sehingga sirkulasi radial memungkinkan dikembangkan pada tapak dengan satu titik utama. Area disekitar Lembah Mulo yang berupa perbukitan karst dan perkebunan serta tegalan milik masyarakat tetap dibiarkan apa adanya sebagai area penyangga kawasan. Hal ini dilakukan selain karena status tapak yang bersifat peka, juga untuk melindungi bentuk dan fungsi karst diatasnya (Gambar 30).

Tabel 16. Bentuk Aktivitas Pada Objek dan Atraksi Wisata

Objek Zona Peka Zona Cukup Peka

Aktivitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tracking Interpretasi Viewing Istirahat Makan Belanja MCK Ibadah Lintas alam

Keterangan: 1: Lembah Mulo, 2: Goa Mulo, 3: Goa Ngingrong, 4: luweng, 5: perbukitan karst, 6: perkebunan jati, 7: Telaga Serpeng I, 8: Telaga Serpeng II, 9: reog dhogdog, 10: rasulan, 11: campur sari, 12: wayang kulit, 13: kuliner.

66 Gambar 30. Rencana Blok

67

BAB VI PERENCANAAN LANSKAP

Dokumen terkait