• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

5.2.1. Data Demografi Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden berada pada usia 41-60 tahun (50,6%). Menurut Orem (1995), usia merupakan salah satu faktor dasar yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan aktivitas self care dan usia dewasa merupakan usia yang cukup matur untuk seorang individu peduli serta bertanggungjawab atas dirinya sendiri termasuk dalam hal melaksanakan aktivitas self care. Responden yang 50,6% merupakan usia yang dewasa (matur). Kusniawati (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin meningkat usia, maka self care pada pasien diabetes melitus semakin menurun, akan tetapi hal ini tidak terlalu kuat dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan self care pada pasien diabetes melitus. Prasetyo (2012) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan kegiatan self care. Maka dalam hal ini usia tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas self care yang dilakukan oleh responden. Kemungkinan hal ini dipengaruhi hal lain misalnya status kesehatan dan kondisi penyakit yang sedang diderita oleh responden, yakni diabetes melitus. Orem (1995) juga menjelaskan bahwa status dan kondisi kesehatan juga mempengaruhi seseorang dalam melakukan aktivitas self care-nya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden adalah perempuan yaitu 44 orang (53,3%). Penelitian yang dilakukan oleh Kusniawati (2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan aktivitas self care pada pasien diabetes melitus. Berbeda dengan Sousa et al(2005) dalam Kusniawati menyatakan bahwa perempuan tampak lebih peduli terhadap pemeliharaan kesehatannya terlihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas self care pada perempuan lebih baik daripada laki-laki. Kusniawati (2011) menambahkan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam melakukan aktivitas self care-nya dan klien yang memiliki motivasi yang kuat akan mendorong individu tersebut untuk melakukan hal-hal yang baik untuk memelihara kesehatannya. Challagan (2005) mengatakan bahwa perempuan lebih peduli dan lebih mampu dalam melakukan self care.

Hasil penenelitian ini juga menunjukkan bahwa 45,8% responden berpendidikan SMU/sederajat yaitu sebanyak 38 orang. Notoatmodjo (2003 dalam Prasetyo, 2012) pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain untuk mencapai suatu tujuan dalam hidup seseorang untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan seseorang. Pendidikan dapat memepengaruhi seseorang dalam perilaku termasuk pola hidupnya. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima dan memahami informasi yang diperoleh termasuk dalam mendapatkan informasi tentang kesehatannya dan dalam melakukan aktivitas self care, pendidikan cukup mempengaruhinya sebagiamana Shu, Wei, & Liu (2010) mengatakan bahwa

seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih baik dan lebih peduli dalam mengatur dan melakukan self care.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden berpenghasilan di atas Rp 3.000.000,-/bulan sebanyak 45 orang (54,2%). Penelitian yang dilakukan oleh Kusniawati (2011) mengatakan bahwa semakin meningkat sosial ekonomi maka semakin baik self care pada pasien diabetes melitus, namun hubungan itu tidak terlalu kuat dan kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lain.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden menderita diabetes melitus tipe 2 yaitu sebanyak 81 orang (97,6%). Smeltzer (2001) mengatakan bahwa kurang lebih 90-95% penderita diabetes mengalami diabetes melitus tipe 2, tidak tergantung insulin, dan biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun. Mayoritas penderita mengendalikan kadar glukosa darahnya melalui aktivitas fisik seperti olahraga. Penyakit ini juga merupakan penyakit kronis sehingga dibutuhkan perawatan yang kontiniu untuk tetap mempertahankan kadar glukosa darah. Orem (1995) menjelaskan bahwa status dan kondisi kesehatan juga mempengaruhi seseorang dalam melakukan aktivitas self care-nya.

5.2.2 AktivitasSelf Care pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP H.Adam Malik Medan

Hasil penelitian aktivitas self care pada pasien diabetes melitus di RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan bahwa aktivitas self care pada pasien diabetes melitus masih belum terlalu baik dilihat rentangnya yang berada pada 37,78-88,33 dengan nilai rata-ratanya hanya mencapai 66,78. Artinya dari rentang 0-100%, pasien diabetes melitus hanya 66,78% dalam melakukan self care nya. Dashiff, McCaleb & Cull (2005) melakukan penelitian pada pasien remaja dengan diabetes melitus Tipe 1 mengatakan bahwa total rata-rata self care yang dilakukan berkisar antara 66,62-90 dengan rata-rata 75,37. Artinya remaja melakukan self care sekitar 75 % dari waktunya dan ditemukan bahwa terdapat self care yang positif pada remaja dengan diabetes melitus tipe 1. Callaghan (2005) mengatakan bahwa seseorang yang telah memiliki masalah kesehatan akan tampak lebih baik dalam melakukan self care dan lebih bertanggungjawab dalam memelihara kesehatannya secara umum. Namun berbeda dengan apa yang disampaikan Challaghan, pada penelitian ini ditemukan bahwa self care yang dilakukan masih belum baik meskipun responden sudah mengidap penyakit diabetes melitus. Hal ini juga kemungkinan dipengaruhi oleh banyak faktor sebagaimana Ariani (2011) juga mengatakan bahwa efikasi diri yang baik pada penderita diabetes melitus tipe 2 diperlukan untuk meningktkan kemandirian pasien dalam mengelola penyakitnya. Faktor lainnya juga sangat mempenangaruhi sebagaimana dikatakan Orem (1995) bahwa aktivitas self care dipengaruhi oleh beberapa faktor kondisi dasar.

Berdasarkan hasil penelitian juga diperoleh rata-rata bahwa bagian dari aktivitas self care yang paling sedikit dilakukan adalah mengambil waktu yang cukup untuk menyendiri (solitude time) demi mempertahankan kondisi kesehatannya dengan rata-rata 44,46%, dan dalam menjaga keseimbangan antara waktu untuk sendiri dan bersama orang lain 46,87%. Dennis (1997) mengatakan bahwa untuk solitude maupun social interaction, selain pada waktu tidur pada malam hari seseorang membutuhkan interaksi yang cukup bersama keluarga ataupun temannya setiap harinya dan untuk solitude membutuhkan waktu setidaknya 1 jam setiap harinya. Self care yang sangat rendah pada responden yang diteliti kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi penyakit yang sedang dialami oleh responden yang menderita diabetes melitus, dimana penderita diabetes harus melakukan aktivitas yang cukup untuk mempertahankan glukosa darahnya sebagaimana dikatakan oleh Djaja dalam Sihombing (2008). Peneliti juga berasumsi ada kemungkinan faktor lain yang mempengaruhi, seperti budaya dimana waktu untuk sendiri (solitude time), belum terlalu diperhatikan.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga diperoleh data bahwa responden yang sedang mengalami penyakit diabetes melitus masih belum maksimal dalam melakukan pengaturan makanannya yaitu masih hanya sekitar 60%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Sihombing (2008) dan Gopichandran, Lyndon, Angel, Manayalil, Blessy, Alex, Kumaran, dan Balraj (2012) bahwa pasien diabetes melitus masih buruk dalam melakukan pengaturan makanannya. Sementara hal ini sangat berbahaya bagi penderita diabetes melitus karena akan dapat mengganggu kenormalan glukosa darahnya. Hastuti (2008)

juga mengatakan bahwa ketidakpatuhan dalam mengelola makanan pada diabetes melitus merupakan faktor risiko terjadinya komplikasi seperti ulkus diabetika.

Aktivitas self care pada pemenuhan aktivitas sehari-hari yang mendukung kesehatannya juga masih belum baik hanya sekitar 60%. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Sihombing (2008) dan Gopichandran, Lyndon, Angel, Manayalil, Blessy, Alex, Kumaran, dan Balraj (2012) juga menemukan bahwa penderita diabetes masih kurang baik dalam melakukan olahraga. Dennis (1997) mengatakan setidaknya 30 menit/hari seseorang harus melakukan olahraga untuk dapat memenuhi kebutuhan self care untuk meningkatkan kesehatannya. Hal ini juga sangat penting bagi responden yang saat ini sedang menderita penyakit diabetes melitus dan perlu melakukan olahraga untuk dapat membantu mengontrol kadar glukosa darahnya (Smeltzer, 2001).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas self care yang paling baik dilakukan adalah aktivitas self care dalam hal menindaklanjuti keputusan tentang kondisi kesehatannya yaitu dengan kontrol teratur 92,35%. Hal ini juga dipengaruhi oleh tuntutan dalam perawatan diabetes melitus yang harus rajin kontrol kesehatannya, pemeriksaan dan pengontrolan rutin terhadap gula darah (Smeltzer, 2001). Callaghan (2005) juga mengatakan bahwa seseorang yang telah memiliki masalah kesehatan akan tampak lebih baik dalam melakukan self care dan lebih bertanggungjawab dalam memelihara kesehatannya secara umum. Berbeda dengan penelitin yang dilakukan oleh Saifunurmazah (2013) bahwa pasien diabetes melitus masih kurang dalam melakukan pengobatan seperti kontrol ataupun memeriksakan kesehatannya. Selain itu juga Orem (1995)

mengatakan bahwa tersedianya fasilitas kesehatan juga mempengaruhi aktivitas ini, dipengaruhi juga dengan faktor ekonomi yang cukup untuk selalu dapat melakukan kontrol kesehatan sebagiamana ditemukan bahwa responden berpenghasilan lebih dari Rp 3.000.000,-/bulan sebanyak 45 orang (54,2%).

Dokumen terkait