• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerang merupakan jenis hewan bertubuh lunak (mollusca) yang termasuk pada kelas bivalvia (bercangkang dua). Cangkang kerang terdiri atas tiga lapisan yaitu, Periostrakum merupakan lapisan tipis dan gelap yang tersusun atas zat tanduk yang dihasilkan oleh tepi mantel sehingga sering disebut lapisan tanduk, fungsinya untuk melindungi lapisan yang ada di sebelah dalamnya dan lapisan ini berguna untuk melindungi cangkang dari asam karbonat dalam air serta memberi warna cangkang; Prismatik adalah lapisan tengah yang tebal dan terdiri atas kristal-kristal kalsium karbonat yang berbentuk prisma yang berasal dari materi organik yag dihasilkan oleh tepi mantel; Nakreas, merupakan lapisan terdalam yang tersusun atas kristal-kristal halus kalsium karbonat .Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang berpotensi dan bernilai ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kerang darah banyak ditemukan pada substrat yang berlumpur di muara sungai dengan tofografi pantai yang landai sampai kedalaman 20 m. Kerang darah bersifat infauna yaitu hidup dengan cara membenamkan diri di bawah permukaan lumpur di perairan dangkal.

Gambar 1 cangkang kerang darah (Anadara granosa)

Determinasi sampel limbah kerang laut oleh Laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan perairan (Proling) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia Filum : Mollusca Kelas : Pelecypoda Sub Kelas : Lamellibranchia Ordo : Taxodonta Famili : Taxodonta Genus : Anadara

Spesies : Anadara granosa

Kerang ini memiliki pigmen darah merah/haemoglobin yang disebut bloody cockles, sehingga kerang ini dapat hidup pada kondisi kadar oksigen yang relatif rendah, bahkan setelah dipanen masih bisa hidup walaupun tanpa air. Kerang yang hidup memiliki ciri cangkang tertutup rapat bila terkena sentuhan. Sedangkan kerang yang mati cangkangnya agak terbuka dan sedikit menganga yang diikuti oleh bau segar yang perlahan-lahan berganti dengan bau busuk (amoniak).

Ciri-ciri kerang darah adalah sebagai berikut: mempunyai 2 keping cangkang yang tebal, ellifs dan kedua sisi sama, kurang lebih 20 rib, cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman. Ukuran kerang dewasa 6-9 cm (Nurjanah et al. 2005)

Komposisi mineral cangkang kerang dari 3 sumber yang berbeda adalah sama untuk semua sampel. Gabungan kalsium karbonat dan karbon terdiri lebih dari 98,7% dari total kandungan mineral. Mg, Na, P, K dan lain-lain (Fe, Cu, Ni, B, Zn dan Si) terdiri sekitar 1,3%. Komposisi mineral cangkang kerang dari Pantai Barat Semenanjung Malaysia adalah 98,7% CAC, 0,05% Mg, Na 0,9%, 0,02% P dan 0,2% lainnya (Awang-Hazmi et al, 2005)

Kandungan kalsium karbonat pada cangkang kerang merupakan sumber kalsium yang dapat digunakan sebagai bahan sintesis hidroksiapatit.

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit merupakan anggota dari mineral apatit (M10(ZO4)6X2, dan memiliki rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2. Hidroksiapatit juga merupakan senyawa kalsium fosfat dengan rasio Ca/P sekitar 1,67. Jenis senyawa apatit lainnya diperoleh dengan mengganti elemen-elemen pada bagian M, Z, dan X. M dapat ditempati oleh Ca, Mg, Sr, Ba, Cd, Pb. Z dapat ditempati oleh unsur P, V, As, S, Si, Ge, dan gugus fungsi CO3. X dapat ditempati oleh unsur F, Cl, OH, O, Br, serta gugus fungsi CO3 dan OH (V’azquez 2005). Struktur kristal dari hidroksiapatit (Gambar 2) adalah heksagonal dengan parameter kisi a = b = 9,4225 Ǻ dan c = 6,8850 Ǻ (Manafi 200λ).

Gambar 2 Struktur kristal hidroksiapatit

Kristal apatit banyak mengandung gugus karbon dalam bentuk karbonat. Pada struktur hidroksiapatit, karbonat dapat menggantikan ion OH- membentuk kristal apatit karbonat tipe A, dan bila menggantikan ion PO4

3-Senyawa apatit merupakan jenis keramik yang dapat disintesis dan diimplankan ke dalam tubuh manusia. Untuk dapat diimplankan ke dalam tubuh manusia harus memenuhi syarat medis yaitu, bersifat bioaktif, biokompatibel dan tidak beracun. Hidroksiapatit, dengan formula Ca

membentuk kristal apatit tipe B. Pada umumnya, presipitasi pada temperatur rendah akan membentuk apatit karbonat tipe B, sedangkan apatit yang dipresipitasi dari reaksi pada suhu tinggi akan menghasilkan karbonat apatit tipe A (Riyani et al. 2005).

10(PO4)6(OH)2, merupakan kristal apatit yang sangat stabil yang biasa diimplankan sebagai pengganti tulang atau pengisi gigi (filler) gigi (Sasikumar 2006 & Dahlan et al. 2009)

Tulang merupakan material gabungan organik-keramik alami dengan struktur hierarki yang komplek. Kandungan utamanya terdiri dari fibril kolagen (20 %) yang telah mengalami infiltrasi oleh fase inorganik kristal ukuran nano (69%) dan air (9%). Unsur pokok anorganik tulang memiliki keserupaan dengan yang ada pada komposisi hidroksiapatit sintetik..

Tabel 1 Kandungan elemen anorganik pada tulang

Kristal hidroksiapatit yang berada pada tulang memiliki bentuk yang menyerupai jarum atau menyerupai batang dengan panjang 40-60 nm, lebar 10-20 nm, dan ketebalan 1-3 nm. (Mollazadeh et al. 2007). Komposisi Kandungan (%berat) Ca 34 P 15 Mg 0,5 Na 0,8 K 0,2 C 1,6 Unsur lain 47,9

Tulang mempunyai dua fungsi utama yaitu pertama sebagai penyangga tubuh dan pendukung gerakan. Kedua merupakan tempat cadangan mineral dan berkaitan dengan metabolisme tubuh, yang disimpan ataupun dikeluarkan setiap kali diperlukan oleh tubuh. Pada pembentukan tulang, sel-sel tulang keras membentuk senyawa kalsium fosfat dan senyawa kalsium karbonat (Dahlan et al. 2009).

Sintesis Hidroksiapatit

Pembuatan serbuk hidroksiapatit dipengaruhi oleh morfologi, stoikiometri, kristalinitas dan ukuran khususnya rentang nanometer memiliki peran utama dalam produksi biomaterial. Sintesis serbuk hidroksiapatit telah dilakukan dengan berbagai sumber Ca dan P, diantaranya kalsium nitrat (Ca(NO3)2) dengan amonium hidrogen fosfat ((NH4)2HPO4) dan kalsium hidroksida dengan asam fosfat (H3PO4

Sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah :

). Telah dikembangkan juga sintesis hidroksiapatit dengan sumber kalsium dari bahan alam diantaranya tulang manusia, tulang hewan, batu gamping dan cangkang telur.

1. Metode basah, menggunakan reaksi cairan (dari larutan menjadi padatan), merupakan metode yang umum digunakan karena sederhana dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan sedikit kristal atau amorf.

2. Metode kering, menggunakan reaksi padat (dari padatan menjadi padatan) dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan butir halus dan derajat kristalinitasnya tinggi.

3. Metode hidrotermal, menggunakan reaksi hidrotermal (dari larutan menjadi padatan) dan menghasilkan hidroksiapatit dengan kristal tunggal.

4. Metode alkoksida, menggunakan reaksi hidrolisa (dari larutan menjadi padatan) dan biasanya digunakan untuk membuat lapisan tipis (thin film) dan hidroksiapatit yang dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas tinggi.

5. Metode fluks, menggunakan reaksi peleburan garam (dari pelelehan menjadi padatan), menghasilkan hidroksiapatit kristal tunggal yang mengandung unsur lain seperti boron apatit, fluorapatit, dan kloroapatit.

Selain itu ada metode lain yaitu metode sol-gel yang menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan ukuran butir yang relatif homogen dan derajat kristalinitas tinggi (Thamaraiselvi et al. 2006).

Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Kering

Proses kristalisasi kalsium fosfat dapat ditingkatkan dengan menaikkan aktivitas ion yang terlibat dengan cara meningkatkan suhu, atau menghilangkan penghambat. Pembuatan senyawa kalsium fosfat dapat dilakukan pada suhu 900o

Sintesis hidroksiapatit dengan sumbar Ca dari cangkang telur dengan metode kering menghasilkan hidroksiapatit dengan nilai parameter kisi mendekati ketepatan 100% dibandingkan dengan nilai sesungguhnya, kristalinitas berkisar dari 84 sampai 90% dan rasio Ca/P keseluruhan sampel berada pada kisaran 2.

nilai ini melebihi nilai hidroksiapatit murni dengan rasio Ca/P adalah 1,67 ( V’azquez 2005 & Dahlan et al. 2009).

C dan menghilangkan karbonat yang merupakan penghambat dalam pembentukan kristal. Metode kering dalam pembuatan hidroksiapatit sintetik menggunakan reaksi padat (padat menjadi padatan), tanpa menggunakan pelarut apapun. Metode ini tepat digunakan untuk menghasilkan kristalisasi yang baik dari hidroksiapatit, berupa bubuk dengan perhitungan %w dari perbandingan massa, sehingga menghasilkan fasa hidroksiapatit. Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah sifat dasar atom yang bergerak bervibrasi semakin cepat pada temperatur yang semakin tinggi. (Prabakaran et al. 2005 & Dahlan et al. 2009).

Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Basah

Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah yaitu dengan menggunakan larutan dan akan dihasilkan padatan. Pada metode basah ini melalui proses presipitasi. Kristal apatit banyak mengandung gugus karbon dalam bentuk karbonat. Pada struktur hidroksiapatit, karbonat dapat menggantikan ion OH -membentuk kristal apatit karbonat tipe A, dan bila menggantikan ion PO4

3-Menurut Salas et al. 2004 Proses sintesis hidroksiapatit dengan metode basah ada dua macam, yaitu :

membentuk kristal apatit tipe B. Pada umumnya, presipitasi pada temperatur rendah akan membentuk apatit karbonat tipe B, sedangkan apatit yang dipresipitasi dari reaksi pada suhu tinggi akan menghasilkan karbonat apatit tipe A (Riyani et al. 2005).

1. Proses yang melibatkan reaksi antara kalsium hidroksida Ca(OH) dan garam fosfat (NH

2 4)2HPO4.

10Ca(OH)2 + 6(NH4)2HPO4 + 2H2O Ca10(PO4)6(OH)2

+ 12NH

4OH + 6H2

2. Proses yang melibatkan reaksi antara asam (H O

3PO4

dan basa (Ca(OH)

)

2

10Ca(OH)

).

2 + 6H3PO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 18H2O Keuntungan utama sintesis dengan proses basah, adalah bahwa hasil samping sintesisnya air, kemungkinan kontaminasi selama pengolahan sangat rendah, dan biaya pengolahan rendah.

.

Reaksi ini sederhana, murah, cocok untuk produksi industri skala besar dan tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Sintesis dengan metode basah menghasilkan hidroksiapatit dengan tingkat kemurnian tinggi (Kehoe 2008).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama lima bulan mulai bulan Januari 2011 sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia FMIPA IPB, Laboratorium Bersama Departemen Kimia IPB, Pusat Biofarmaka IPB, dan Laboratorium Puspitek Serpong PTBIN BATAN.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cangkang kerang laut (Anadara granosa), (NH4)2HPO4, etanol 96 %, dan H3PO4. Alat-alat yang digunakan adalah cawan keramik, alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium kimia, pemanas listrik, ballmill PW 700i, magnetik stirrer, termometer, buret, statip, dan neraca analitik. Untuk menentukan kadar kalsium dalam cangkang kerang dengan menggunakan AAS SHIMADZU AA-7000. Karakterisasi hasil sintesis dengan menggunakan Shimadzu XRD 610 sumber target Cu Kα ( = 1,54056 Ǻ) , FTIR Bruker tipe Tensor 37 dengan jangkauan bilangan gelombang 4000-400 cm-1

Metode Penelitian

, dan untuk mengetahui morfologi hasil sintesis digunakan SEM/EDXA JEOL JSM-6510LA dengan tegangan 22 kV perbesaran 1500 kali.

Sintesis hidroksiapatit pada penelitian ini dilakukan dengan metode reaksi kering (padat menjadi padatan) dan metode basah (presipitasi). Sumber kalsium yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cangkang kerang yang diambil dari rumah makan seafood di cibadak Sukabumi dengan diameter cangkang 1.5-2.0 cm.

Kalsinasi cangkang kerang

Proses perlakuan cangkang kerang meliputi pembersihan, pengeringan dan kalsinasi. Perlakuan diawali dengan pembersihan cangkang kerang dari kotoran makro kemudian dikeringkan di udara terbuka. Kalsinasi pada cangkang kerang dilakukan dua kali yaitu pada suhu 1000oC selama 12 jam sehingga didapatkan

kalsium hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Dahlan et al. 2009. Yang kedua dilakukan kalsinasi selama 24 jam pada suhu 10000

Penentuan kadar Ca dalam cangkang kerang (Dahlan et al. 2009)

C. Cangkang kerang hasil kalsinasi dihaluskan kemudian dianalisis dengan AAS untuk mengetahui kadar kalsium pada cangkang kerang.

Sampel ditimbang 0,1025 gram, lalu ditambah 10 mL asam nitrat pekat. Sampel didestruksi pada suhu 1000

Sintesis hidroksiapatit dengan reaksi kering ( modifikasi Dahlan et al. 2009)

C selama 1 jam, diangkat dan didinginkan. Larutan dimasukkan dalam labu ukur 100 mL dan dibilas dengan air suling, kemudian dianalisis dengan menggunakan spektrometer AAS.

Cangkang kerang yang sudah dikalsinasi dan (NH4)2HPO4 ditimbang dengan rasio Ca/P 5 : 3 persen massa dimilling dengan kecepatan 300 rpm selama 6 jam. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 1250oC selama 2 jam.

Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah

Serbuk cangakng kerang hasil kalsinasi dan asam fosfat dilarutkan dalam etanol 96 % sebanyak 100 mL. Presipitasi dilakukan pada suhu 37

(modifikasi Vazquez et al. 2005)

0

C dengan pengadukan 300 rpm dan laju alir 1,0 mL/menit kemudian dipanaskan dalam penangas air bersuhu 600C selama 1 jam, larutan diendapkan pada suhu kamar selama 24 jam kemudian diaduk pada suhu 600C dengan kecepatan pengadukan 300 rpm sampai larutan berubah menjadi gel berwarna putih. Gel yang diperoleh dipanaskan pada suhu 12500

Karakterisasi dengan XRD (Dahlan et al. 2009)

C selama 2 jam.

Defraktometer XRD yang digunakan adalah Shimadzu XRD 610, sumber target CuKα ( = 1,54056 Ǻ). Sampel disiapkan sebanyak 2 gram, kemudian

dimasukkan dalam holder yang berukuran (2 x 2) cm2 pada difraktometer. Sudut awal diambil pada 50 dan sudut akhir pada 1000 dengan kecepatan baca 20 per menit.

Karakterisasi dengan FTIR

Dua milligram sampel dicampur dengan 100 mg KBR dibuat pellet kemudian dianalisis dengan IR dengan jangkauan bilangan gelombang 4000-400 cm-1.

Karakterisasi dengan SEM/EDXA

Sampel diletakkan pada plat alumunium yang memiliki dua sisi kemudian dilapisi dengan lapisan emas setebal 48nm. Sampel yang telah dilapisi diamati dengan menggunakan SEM dengan tegangan 22 kV dan perbesaran 1500 kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini diawali dengan persiapan sumber kalsium, yaitu limbah cangkang kerang darah. Limbah cangkang kerang berfungsi sebagai starting material pada pembuatan komposit kalsium fosfat. Persiapan dilakukan dengan membersihkan cangkang kerang dari komponen organiknya melalui kalsinasi.

Penelitian pendahuluan limbah cangkang kerang dikalsinasi pada suhu 1000o

Hasil kalsinasi ini diharapkan menghasilkan CaO yang akan menjadi bahan dasar sintesis hidroksiapatit. Pola difraksi yang dihasilkan dicocokkan dengan data Joint Cristal Powder Difraction Standard (JCPDS). Pola difraksi yang menunjukkan struktur CaO, adalah pola difraksi yang sesuai dengan JCPDS (Lampiran 4). Hasil kalsinasi pada suhu 1000

C selama 12 jam. Hal ini mengacu pada kalsinasi yang telah dilakukan pada cangkang telur ( Dahlan et al. 2009).

o

C selama 12 jam belum menghasilkan CaO tetapi masih berupa CaCO3. Kalsinasi dilanjutkan dengan menambahkan waktu kalsinasi menjadi 24 jam dengan suhu yang sama.

Gambar 3 Difraktogram hasil kalsinasi cangkang kerang pada suhu 1000oC selama 24 jam

Limbah cangkang kerang yang dikalsinasi pada suhu 1000oC selama 24 jam (Gambar 3) menghasilkan pola difraksi dengan intensitas tinggi pada nilai 2θ: 32.20o, 37.40o, 54.02o, 64.36o, dan 67.60o

Dasar pemikiran penambahan waktu kalsinasi adalah cangkang kerang mempunyai struktur yang berbeda dengan cangkang telur. Cangkang kerang terdiri tiga lapisan yaitu periostrakum yang terdiri atas zat tanduk, prismatik yang merupakan lapisan tebal yang terdiri dari kristal-kristal CaCO

. Nilai 2θ ini spesifik untuk senyawa CaO sesuai dengan pola difraksi standar JCPDS.

3 dan nakreas yang merupakan lapisan terdalam tersusun atas kristal-kristal halus CaCO3.

Kadar kalsium (Ca

Ketiga lapisan tersebut membentuk cangkang yang sangat keras sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan CaO dibandingkan dengan cangkang telur.

2+

) dalam cangkang kerang dari hasil kalsinasi pada suhu 10000C selama 24 jam diukur dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrometer (AAS). Persentase Ca yang diperoleh sebesar 61,23% berdasarkan bobot kering.

Sintesis hidroksiapatit

Sintesis hidroksiapatit menggunakan dua metode yaitu metode kering dan metode basah. Dua metode ini dipilih karena kedua metode mempunyai kelebihan dalam sintesis hidroksiapatit. Metode kering dalam sintesis hidroksiapatit menggunakan reaksi padat (padatan dengan padatan). Metode ini tepat digunakan untuk menghasilkan kristalisasi yang baik dari hidroksiapatit berupa bubuk. Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah sifat dasar atom yang bergerak bervibrasi semakin cepat pada temperatur yang semakin tinggi (Dahlan et al.2009). Metode basah (larutan menghasilkan padatan) mempunyai keuntungan merupakan reaksi sederhana, hasil samping sintesisnya air, kemungkinan kontaminasi selama pengolahan sangat rendah, dan biaya pengolahan rendah (Kehoe 2008).

Gambar 4 Difraktogram hasil sintesis hidroksiapatit dengan metode kering (a) dan metode basah (b)

Difraktogram hasil sintesis hidroksiapatit (Gambar 4a) menunjukkan bahwa reaksi kering ammonium hidrogen fosfat dan kalsium yang berasal dari limbah cangkang kerang darah menghasilkan intensitas yang dimiliki secara bersama oleh beberapa fasa senyawa kalsium fosfat. Fasa yang muncul selain hidroksiapatit adalah apatit tipe A, apatit tipe B, dan okta kalsium fosfat. Puncak dengan

intensitas tertinggi terdapat pada sudut 2θ 27.78o

, 31.03o, 34.33o

Dahlan et al. 2009 melaporkan bahwa sintesis hidroksiapatit dengan metode kering dengan bahan dasar cangkang telur menghasilkan hidroksiapatit, apatit karbonat tipe A, apatit karbonat tipe B dan okta kalsium phospat. Hidroksiapatit yang dihasilkan mendekati 100% dibandingkan dengan nilai sesungguhnya mempunyai dan kristalinitas yang cukup tinggi yaitu 84% sampai 94% dan rasio Ca/P pada kisaran 2.

pola ini spesifik untuk senyawa okta kalsium fosfat (OKF). Selain itu masih ada puncak yang dimiliki oleh CaO. Hasil sintesis dengan metode kering dengan bahan dasar CaO dari cangkang kerang belum menghasilkan hidroksiapatit yang sesuai dengan data JCPDS (Lampiran 4) dan pola difraksi dari hidroksiapatit komersial (Lampiran 5).

0 50 100 150 200 250 300 350 0 10 20 30 40 50 60 a b

OKF HAPAKB OKF

OKF

AKACaO OKF

OKF AKB HAP HAP

HAP HAP HAP HAP HA P HAP HAP HAP HAP HAP HAP HAP HAPHAP HAP HAP HAP HAPHAP H AP HA P HAP : hidroksiapatit

AKA : Apatit Karbonat tipe A AKB : Apatit Karbonat tipe B OKF : Okta Kalsium Fosfat

Difraktogram hasil sintesis dengan metode basah (Gambar 4b) memperlihatkan bahwa puncak-puncak yang dihasilkan semua merupakan fasa hidroksiapatit. Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah dihasilkan pola difraksi sesuai dengan data dari JCPDS dan hidroksiapatit komersial.

Identifikasi Gugus Anion PO43-, CO32-, dan OH- dengan FTIR

Gambar 5 Spektrum FTIR hasil sintesis dengan metode kering (a) dan metode basah (b)

Hasil pengukuran hidroksiapatit yang disintesis dengan metode kering dan metode basah menggunakan FTIR ditunjukkan pada Gambar 5a dan 5b. Gugus fosfat (PO43-) vibrasi asimetri stretching kedua hasil sintesis terdeteksi pada bilangan gelombang 1024 cm-1 sampai 1092 cm-1. Vibrasi asimetri bending untuk kedua metode terlihat pada bilangan gelombang 550 cm-1 sampai 608 cm-1. Untuk vibrasi simetri stretching hasil sintesis dengan metode basah nampak pada bilangan gelombang 961 cm-1 sedangkan hasil sintesis dengan metode kering tidak terdeteksi bilangan gelombangnya. Vibrasi simetri bending hasil sintesis metode basah tidak terdeteksi sedangkan hasil sintesis metode kering terdeteksi pada bilangan gelombang 436 cm-1

Pita serapan karbonat hasil sintesis dengan metode basah terdeteksi pada bilangan gelombang 1420 cm

.

-1

dan 1456 cm-1 yang merupakan pita serapan vibrasi asimetri stretching lemah dengan bentuk tidak simetri yang menunjukkan

b

terbentuknya kristal. Hasil sintesis metode kering pita serapan karbonat tidak terdeteksi.

Spektrum hasil sintesis dengan metode kering pada bilangan gelombang 1024 cm-1 berupa pita serapan yang melebar sedangkan hasil sintesis metode basah terdapat pita serapan yang tidak simetri pada 1048 cm-1 dan 1092 cm-1

Kristal hidroksiapatit ditandai oleh pita dalam bentuk ganda dengan maksimum pada bilangan gelombang 570 cm

menunjukkan bahwa terbentuk kristal pada hasil sintesis.

-1

dan 601 cm-1 untuk hasil sintesis metode basah, 550 cm-1 dan 608 cm-1 untuk hasil sintesis metode kering. Pada hasil sintesis metode basah terlihat juga pita serapan pada bilangan gelombang 631 cm-1 yang bukan merupakan gugus PO43- melainkan dari gugus OH

-Pada gambar 5a kandungan fase kristal apatit pada hasil sintesis dengan metode basah lebih tinggi dibandingkan dengan kristal apatit hasil sintesis dengan metode kering. Pita fosfat pada spektrum hidroksiapatit komersial hadir sebagai pita kecil pada bilangan gelombang 960 cm

. Pada kedua hasil sintesis terlihat adanya pita ganda yang menunjukkan terbentuknya senyawa hidroksiapatit, untuk hasil sintesis metode basah puncaknya lebih tajam dibandingkan hasil sintesis metode kering hal ini sesuai dengan pola difraksi sinar X bahwa pada metode basah sudah terbentuk hidroksiapatit sesuai dengan data JCPDS. Selain menunjukkan kehadiran kristal apatit bentuk ganda pita absorbsi fosfat juga menunjukkan kandungan fase kristal apatit pada sampel (Soejoko & Wahyuni 2002, Maauof et al.2010).

-1

Selain itu dalam spektrum hidroksiapatit terlihat pita serapan karakteristik OH disekitar 3576 cm

. Pita yang sama tampak relatif kecil pada spektrum hasil sintesis metode basah sedangkan pada metode kering tidak tampak.

-1

dan 632 cm-1. Dalam spektrum hasil sintesis reaksi kering pita gugus OH hanya tampak pada 3437 cm-1. Untuk hasil sintesis dengan metode basah tampak pada bilangan gelombang 631 cm-1 dan dua puncak yang pada 3570 cm-1 dan 3644 cm-1.

Analisis morfologi sampel

Identifikasi fasa kristal dengan analisis difraksi sinar-X (XRD), juga dikarakterisasi dengan SEM (scannging electron microscopy) yang diengkapi dengan EDX untuk mengamati mikrostuktur serta komposisi sampel. Hasil foto SEM untuk hasil síntesis dengan metode kering ditunjukkan pada gambar 6a. Dari hasil foto SEM tampak morfologi kristal beberapa senyawa apatit yang berkumpul sehingga tampak lebih besar. Hasil foto ini menunjukkan bahwa sintesis dengan metode kering belum menghasilkan hidroksiapatit. Hasil foto SEM untuk sampel hasil síntesis metode basah ditunjukkan pada gambar 6b. Dari hasil foto SEM tampak morfologi dengan butir yang halus dan seragam. Hal ini sesuai dengan pola difraksi sinar X yang menunjukkan bahwa sintesis dengan metode basah menghasilkan puncak-puncak hidroksiapatit. Ukuran partikel hasil síntesis dengan metode basah adalah 0.52 m. V’azquez 2005 melaporkan bahwa hasil SEM hidroksiapatit hasil presipitasi merupakan butir-butir halus yang berukuran seragam.

Gambar 6 SEM hasil sintesis dengan metode kering (a) dan metode basah (b)

a

Hasil identifikasi EDXA untuk metode kering (Lampiran 7) memperlihatkan komposisi hasil síntesis yang didominasi oleh kalsium (Ca) hingga 23% massa diikuti karbon (C) 22% dan fosfor (P) 9%. Selain itu oksigen muncul hingga 31% . perbandingan Ca/P sebesar 1.84 meunjukkan hasil yang cukup baik. EDXA untuk metode basah (Lampiran 8) memperlihatkan komposisi hasil sintesis yang didominasi oleh kalsium (Ca) hingga 27% massa, diikuti karbon (C) 20% dan fosfor (P) 13%. Selain itu unsur oksigen (O) muncul hingga 36%. Perbandingan Ca/P sebesar 1.64 memperlihatkan hasil yang baik sesuai dengan hidroksiapatit komersial yaitu dengan perbandingan Ca/P sebesar 1.67 (V’azquez 2005). hasil identifikasi Nilai rasio yang dihasilkan pada sintesis hidroksiapatit dari limbah cangkang kerang lebih mendekati dengan hidroksipatit sintetik dibandingkan hidroksiapatit dari cangkang telur dengan rasio Ca/P mendekati 2 (Dahlan et al. 2005).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil sintesis dengan metode basah mempunyai pola XRD sesuai dengan data JCPDS dan pola hidroksiapatit komersial. Pada sintesis metode kering belum menghasilkan hidroksiapatit. Spektrum FTIR menunjukkan adanya gugus fosfat 726 – 1024 cm-1 dan 550 – 608 cm-1 terlihat pula pita absorpsi karakteristik OH disekitar 3570 cm-1 dan 631 cm-1, adanya bentuk pita serapan ganda pada bilangan gelombang 550 cm-1 sampai 608 cm-1 dan 631 cm-1

Saran

menunjukkan terbentuknya hidroksipatit. Hasil SEM menunjukkan bahwa hasil sintesis dengan metode basah menghasilkan hidroksiapatit dengan bentuk butir-butir halus yang seragam dengan

ukuran partikel 0.52 m, sedangkan dengan metode kering merupakan gabungan

beberapa fasa. Hasil EDXA menunjukkan nisbah Ca/P 1.64 untuk metode basah dan 1.84 untuk metode kering. Limbah cangkang kerang laut dapat dijadikan

Dokumen terkait