• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. Pendahuluan 1

3.3.5 Data Pengamatan Aktivitas

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kendaraan yang ada disetiap lokasi selama 1 jam, yaitu 1 jam pada pagi hari pukul 08:00 – pukul 09:00, 1 jam pada siang hari pukul 14:00 – 15:00, serta 1 jam pada sore hari yaitu pukul 17:00 – 18:00 dan dilakukan selama 3 hari dalam seminggu. Data yang diperoleh dirata - ratakan.

Lokasi penelitian dan aktivitas kendaraan bermotor dapat dilihat pada Gambar 1 Lampiran 3 Halaman 32.

3.3.6 Data Lingkungan Fisik

Data lingkungan fisik yang akan diukur adalah suhu udara lokasi dengan menggunakan thermometer, intensitas cahaya dengan menggunakan lux meter, dan pH tanah dengan menggunakan pH meter.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Akumulasi Timbal (Pb) pada Daun Mahoni (Swietenia macrophylla) dan Intensitas Kendaraan pada beberapa lokasi di kota Medan.

Hasil pengukuran timbal dari beberapa lokasi di kota Medan menunjukkan bahwa akumulasi timbal tertinggi didapatkan dari daun Mahoni yang berasal dari Jalan HM Yamin yaitu sebesar 4,25 mg/L, selanjutnya akumulasi timbal daun Mahoni dari Kawasan Industri Medan 1 yaitu 3,48 mg/L, diikuti dengan akumulasi timbal dari Hutan Tridharma Universitas Sumatera Utara yaitu 3,44 mg/L dan akumulasi timbal terendah terdapat pada daun Mahoni yang berasal dari Bumi Perkemahan Sibolangit. Perbedaan kandungan timbal (Pb) pada daun Mahoni mungkin disebabkan oleh perbedaan aktivitas (kendaraan bermotor dan industri) pada masing-masing lokasi. Menurut Palar (1994) dalam Aminarti (2013) sekitar 80-90% Pb diudara berasal dari pembakaran bensin dan tidak sama antara satu tempat dengan tempat lainnya karena tergantung dari kepadatan kendaraan bermotor.

Tabel4.1. Kadar Timbal (Pb) daun Mahonidan intensitas kendaraan bermotor dari beberapa lokasi di kota Medan

No Lokasi Timbal (mg/L) Rata-Rata Jumlah Kendaraan Bermotor (Perjam) 1. Jl HM Yamin 4,25 3410,89 2. KIM 1 3,48 1697,89

3. Hutan Tridharma Kampus USU 3,44 1056 4. Bumi Perkemahan Sibolangit 3,11 20,11

Kandungan timbal tertinggi terdapat pada daun Mahoniyang berasal dari Jl HM Yamin yaitu 4,25mg/L hal ini sesuai dengan intensitas kendaraan di jalan tersebut yang lebih padat dibandingkan intensitas kendaraan di lokasi lainnya.Jumlah kendaraan bermotor yang melalui Jl HM Yamin memiliki

rata-rata 3410,6/jam, hal inidisebabkan Jl HM Yamin merupakan jalan lintas dalam kota yang menghubungkan dengan jalan-jalan penting lainnya di kota Medan, selain itu dijalan ini juga terdapat banyak fasilitas publik seperti Rumah sakit Pringadi, Pasar Tradisional dan Kawasan Polisi sehingga banyak kendaraan yang lewat baik roda dua maupun roda empat. Menurut Sunarya et al. (1991) kandungan Pb lebih banyak ditemukan pada tanaman tepi jalan yang padat kendaraan bermotor dibandingkan dengan kandungan Pb pada tanaman sejenis dari lokasi yang jauh daripinggir jalan.

Kandungan Pb di sekitar jalan raya atau kawasan perkotaan juga sangat tergantung pada kepadatan lalu lintas, jarak terhadap jalan raya, arah dan kecepatan angin, cara mengendarai, dan kecepatan kendaraan (Parsa, 2001). Kawasan Industri Medan 1 yang merupakan kawasan pabrik yang dilalui oleh kendaraan pabrik untuk mengangkut bahan baku produksi dan hasil produksi, dan juga dilalui oleh kendaraan bermotor karyawan pabrik tersebut selain itu kawasan ini juga sering dijadikan sebagai jalan pintas oleh masyarakat sekitar untuk mempersingkat waktu perjalanan dan menghindari kemacetan sehingga intensitas kendaraan yang melalui jalan ini cukup padat rata-rata 1697,89/jam. Hal itu tidak jauh berbeda dengan Intensitas kedaraan yang melalui Hutan Tridharma Universitas Sumatera Utara yaitu rata-rata 1056/jam. Hutan Tridharma terletak didalam kawasan Universitas Sumatera Utara dan berada di tepi Jl Tridharma yang merupakan salah satu jalan lintas yang dilalui mahasiswa untuk mencapai kampusnya selain itu seperti Kawasan Industri Medan, jalan di Universitas Sumatera Utara juga sering digunakan sebagai jalan pintas masyarakat setempat untuk memotong kemacetan yang sering terjadi di Jl Dr. Mansyur dan untuk mempersingkat jarak tempuh. Sehingga kandungan timbal daun Mahoni yang berasal dari kedua lokasi ini tidak terlalu berbeda jauh yaitu 3,48 mg/L dan 3,44 mg/L hal ini sesuai dengan intensitas kendaraan yang melalui kedua lokasi tersebut.

Dari pemaparan di atas dapat diketahui adanya keterkaitan yang sangat erat antara kadar Pb dalam daun Mahoni dengan intensitas kendaraan bermotor, hal ini mungkin di karenakan kendaraan bermotor menghasilkan logam berat, sehingga semakin tinggi intensitasnya semakin tinggi pula logam berat dalam hal

ini timbal (Pb) yang di hasilkan.Menurut Palar (1994) dalam Aminarti (2013) emisi Pb yang masuk ke dalam atmosfir bumi dapat berbentuk gas dan partikel, emisi Pb dalam bentuk gas terutama berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan yang berasal dari senyawa tetrametyl Pb dan tetraethyl Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai antiknock pada mesin-mesin kendaraan. Masuknya Pb dalam peristiwa pembakaran pada mesin akan menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi. Kemudian Pb yang ada di udara tersebut masuk kedalam jaringan daun tumbuhan melalui stomata sehingga jika kadar timbal diudara tinggi akibat intensitas kendaraan yang padat maka kandungan timbal dalam daun juga akan tinggi karena menurutDahlan (1989) mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun yaitu melalui stomata daun yang berukuran besar dan ukuruan partikel Pb lebih kecil, sehingga Pb dengan mudah masuk kedalam jaringan daun melalui proses penjerapan pasif. Partikel Pb yang menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses yaitu, pertama sedimentasi akibat gaya gravitasi, kedua tumbukan akibat turbulensi angin dan ketiga adalah pengendapan yang berhubungan dengan hujan.

Selain itu, perbedaan kandungan timbal pada daun Mahoni dari masing-masing lokasi juga dipengaruhi oleh bentuk kimiawi Pb yang ada di udara seperti yang dikemukakan oleh Lubis dan Heny (2002) dalam Aminarti (2013) yang menyatakan bahwa kemampuan tanaman menyerap Pb dari udara dipengaruhi oleh bentuk kimiawi Pb, senyawa Pb dapat diserap melalui proses adsorpsi maupun absorpsi. Pada proses adsorpsi Pb yang terlepas dari kendaraan bermotor hanya melekat pada bagian permukaanakar gantung, daun maupun batang, adsorpsi timbal pada komponen tanaman ini hanya berdasarkan interaksi senyawa timbal dengan komponen tanaman (kohesi). Jika terkena air hujan timbal dalam bentuk garam halida akan terlepas dari komponen tanaman tersebut dibandingkan dengan bentuk oksida. Pada proses absorpsi timbal akan masuk dan terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar gantung maupun stomata daun, timbal yang terabsorpsi tidak dapat terlepas dari jaringan tersebut.

Adapun kandungan timbal pada daun Mahoni yang berasal dari Bumi Perkemahan Sibolangit yaitu sebesar 3,11 mg/L cukup tinggi jika dilihat intensitas kendaraan yang melalui jalan ini sangat rendah yaitu hanya 20,11/jam. Diduga kandungan timbal yang cukup tinggi pada lokasi ini berasal dari erupsi gunung Sinabung, menurut Satolom (2013) keberadaan logam berat di lingkungan berasal dari dua sumber yaitu dari alam (vulkanik) dan antropogenik (aktivitas manusia). Pada saat penelitian berlangsung gunung Sinabung sedang mengalami erupsi dan lokasi penelitian cukup dekat dengan gunung tersebut sehingga kemungkinan besar logam berat hasil erupsi dibawa oleh angin menuju lokasi kemudian masuk kedalam daun, menurut Dahlan (1989) Partikel Pb yang menempel pada permukaan daun berasal dari tumbukan akibat turbulensi angin, mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun yaitu melalui stomata daun yang berukuran besar dan ukuruan partikel Pb lebih kecil, berdasarkan data pengamatan kerapatan stomata di lokasi tersebut (dapat dilihat pada Lampiran 1 Halaman 30) menunjukkan bahwa kerapatan stomata di lokasi ini cukup tinggi, menurut Megia (2015) Semakin tinggi kerapatan stomata suatu tanaman, semakin tinggi pula kemampuan tanaman tersebut menyerap logam berat atau partikel di udara.

4.2 Kadar Klorofil Daun Mahoni (Swietenia macrophylla) pada beberapa lokasi di kota Medan.

Gambar4.1. Kadar Klorofil pada daun Mahoni dari beberapa lokasi di kota Medan

0 5 10 15 20 25

Jl HM Yamin KIM 1 Tri Dharma Bumi Perkemahan Sibolangit K ad ar K lor of il ( m g/ L ) Lokasi Penelitian

Kadar Klorofil Total Kadar Klorofil a Kadar Klorofil b

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa hasil pengukuran kadar klorofil total daun Mahoni dari yang tertinggi ke yang terendah yaitu Kawasan Industri Medan 1 (23,41 mg/L), Jl HM Yamin (19,95 mg/L), Bumi Perkemahan Sibolangit (14,57 mg/L), dan Hutan Tridharma (12,90 mg/L), diketahui kadar klorofil dari masing lokasi berbeda hal ini mungkin dikarenakan kedaan masing-masing lokasi tempat Mahoni tumbuh memiliki keadaan lingkungan fisik yang cukup berbeda (dapat dilihat pada Lampiran 2 Halaman). Menurut Sumenda et al., (2011) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan klorofil antara lain gen, cahaya, dan unsur N, Mg, dan Fe sebagai pembentuk dan katalis dalam sintesis klorofil. Sedangkan menurut Kramer dan Kozlowsky (1960) proses pembentukan klorofil dipengaruhi oleh banyak faktor. Baik itu faktor dari dalam tubuh tumbuhan maupun dari luar yaitu lingkungan. Faktor lingkungan utama yang mempengaruhi pembentukan klorofil adalah cahaya, suhu, mineral-mineral dan air.

Hasil pengukuran lingkungan fisik yang mencakup intensitas cahaya dan suhu dari Kawasan Industri Medan 1 dan Bumi perkemahan Sibolangit sangat berbeda (dapat dilihat pada Lampiran 2 Halaman 31), intensitas cahaya dan suhu di Kawasan Industri Medan 1 lebih tinggi dibandingkan intensitas cahaya dan suhu Bumi Perkemahan Sibolangit sedangkan pH pada kedua lokasi tersebut sama. Hal ini menunjukkan perbedaan klorofil total daun mahoni pada kedua lokasi penelitian lebih dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan suhu. Karena intensitas cahaya dan suhu di kawasan Industri Medan 1 lebih tinggi maka kadar klorofil total daun mahoni cenderung lebih tinggi dibandingkan lokasi lainnya.

Temperatur antara 3oC – 48oC merupakan kondisi yang baik untuk pembentukan klorofil pada kebanyakan tanaman. Akan tetapi, temperatur yang paling baik untuk pembentukan klorofil adalah 26oC – 30oC (Dwidjoseputro, 1983).

Unsur radiasi matahari yang penting bagitanaman ialah intensitas cahaya, kualitas cahaya,dan lamanya penyinaran. Bila intensitas cahaya yang diterima rendah, maka jumlah cahaya yang diterima oleh setiap luasan permukaan daun dalam jangka waktu tertentu rendah (Gardner et al., 1991). Molekul klorofil adalah suatu derivat porfirin yang mempunyai struktur tetrapirol siklis dengan

satu cincin pirol yang sebagian tereduksi. Inti tetrapirol mengandung atom Mg non-ionik yang diikat oleh dua ikatan kovalen, dan memiliki rantai samping. Sintesis klorofil terjadi melalui fotoreduksi protoklorofilid menjadi klorofilid a dan diikuti dengan esterifikasi fitol untuk membentuk klorofil a yang dikatalisis enzim klorofilase. Perubahan protoklorofilid menjadi klorofilid a pada tumbuhan angiospermae mutlak membutuhkan cahaya. Selanjutnya klorofil jenis yang lain disintesis dari klorofil a (Pandey dan Sinha 1979). Jika tumbuhan kekurangan cahaya, kadar klorofilnya juga akan berkurang.

Adapun klorofil a dan klorofil b daun Mahoni dari masing-masing lokasi tidak mengalami perbedaan yang jauh hal ini mungkin dikarenakan klorofil a dan klorofil b mempunyai hubungan yang erat, Suharja dan Sutarno (2009), mengemukakan bahwa hasil analisis korelasi antara klorofil a, klorofil b dan klorofil total adalah klorofil a berhubungan positif dengan klorofil b dan klorofil total daun serta berhubungan positif dengan bobot segar tanaman cabai. Peningkatan klorofil a akan meningkatkan klorofil b, klorofil total daun serta bobot segar tanaman. Hal ini dapat dipahami karena klorofil a merupakan prekursor bagi klorofil b, sementara itu klorofil a dan b merupakan komponen penyusun klorofil total daun, dan sekaligus bagian dari bobot segar tanaman.

Gambar4.2.Kadar Klorofil dan Kadar timbal (Pb) pada daun Mahoni dari beberapa lokasi di kota Medan

Dari gambar diatas diketahui bahwa tidak terdapat pola yang menunjukkan ada kaitan antara kandungan timbal pada daun Mahoni dan kadar klorofil daun Mahoni. Pada kawasan industri Medan 1 yang memiliki aktivitas kendaraan

0 5 10 15 20 25

Jl HM Yamin KIM 1 Tri Dharma Bumi Perkemahan Sibolangit K ad ar K lor of il ( m g/ L ) Lokasi Penelitian Kadar Timbal Kadar Klorofil Total Kadar Klorofil a Kadar Klorofil b

bermotor cukup padat dan kandungan timbal cukup tinggi (dapat dilihat pada tabel 1) tetapi memiliki kadar klorofil total yang paling tinggi. Menurut Sunarya et al. (1991) batas toksisitas logam berat timah hitam (Pb) pada daun tanaman tingkat tinggi adalah 1000 ppm. Kandungan Pb daun Mahoni dari beberapa lokasi dikota Medan berkisar antara 3,11-4,25 mg/L (ppm) tidak mencapai 1000 ppm. Hal ini berarti kandungan Pb pada daun Mahoni dari beberapa lokasi dikota Medan belum melampaui ambang batas toksisitasnya terhadap tanaman.

Masuknya partikel timbal kedalam jaringan daun bukan karena timbal diperlukan tanaman, tetapi hanya sebagai akibat ukuran stomata daun yang cukup besar dan ukuran partikel timbal yang relatif kecil dibanding ukuran stomata. Timbal masuk ke dalam tanaman melalui proses penyerapan pasif. Timbal setelah masuk kedalam sistem tanaman akan diikat oleh membran-membran sel, mitokondria dan kloroplas yang kemudian akan menyebabkan penurunan kemampuan tanaman dalam menyerap air, pertumbuhan yang lambat, dan pembukaan stomata yang tidak sempurna (Widiriani, 1996 dalam Siregar, 2005).

4.3 Kerapatan StomataDaun Mahoni (Swietenia macrophylla) pada beberapa lokasi di kota Medan.

Gambar4.3. Kerapatan stomata daun Mahoni dari beberapa lokasi dikota Medan

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa hasil pengamatan kerapatan stomata daun Mahoni dari yang tertinggi ke yang terendah yaitu Bumi Perkemahan Sibolangit (59,85 stomata/mm2), Kawasan Industri Medan 1 (50,72

0 10 20 30 40 50 60 70

Jl Hm Yamin KIM 1 Hutan Tri Dharma Kampus USU Bumi Perkemahan Sibolangit K er ap at an S tom at a (s tom at a/ m m 2) Lokasi Penelitian

stomata/mm2), Jl HM Yamin (48,58 stomata/mm2), dan Hutan Tridharma (46,86 stomata/mm2), berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kerapatan stomata daun Mahoni dari masing-masing lokasi berbeda hal ini mungkin dikarenakan kedaan masing-masing lokasi tempat Mahoni tumbuh memiliki keadaan lingkungan fisik yang cukup berbeda (dapat dilihat pada Lampiran 2 Halaman 31).

Agustini (1994) mengemukakan bahwa kerapatan stomata dalam satu unit area permukaan daun sangat bervariasi. Hal ini ditimbulkan oleh perbedaan lingkungan tempat tumbuh dan faktor genetis, yang sangat mempengaruhi morfogenesis stomata. Ketersediaan air, intensitas cahaya, suhu dan konsentrasi CO2 merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kerapatan stomata.

Gambar 4.4.Kerapatan stomata daun Mahoni (Perbesaran 10x10) (a) Bumi Perkemahan Sibolangit; (b) Kawasan Industri Medan 1; (c) Jl HM Yamin; (d) Hutan Tridharma Universitas Sumatera Utara

Gambar diatas menunjukkan urutan kerapatan stomata daun Mahoni dari masing-masing lokasi penelitian. Kerapatan stomata tertinggi yaitu berasal dari Bumi Perkemahan Sibolangit, berdasarkan ukurannya terlihat bahwa stomata memiliki ukuran yang cukup besar dan tersebar secara merata pada permukaan daun. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuhan tersebut tumbuh, Mahoni di lokasi ini berada di bagian dalam kawasan hampir dekat dengan hutan dan berada di tepi parit sehingga memiliki intensitas cahaya yang cukup dan kelembapan udara yang cukup tinggi. Menurut Croxdale (2000)

a. b.

tumbuhan yang tumbuh di daerah dingin dan mendapatkan cahaya matahari yang cukup akan mempunyai kerapatan stomata yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh di daerah panas dan kekurangan cahaya matahari. Kondisi penyinaran yang cukup, kelembaban tanah yang tinggi disertai dengan temperatur yang rendah akan meningkatkan frekuensi stomata.

Adapun kerapatan stomata di Kawasan Industri Medan 1, terlihat bahwa stomata memiliki ukuran yang kecil dan tersebar secara berkelompok pada permukaan daun. Hal ini mungkin disebabkan lingkungan tempat Mahoni tumbuh yang berada ditepi jalan yang padat kendaraan bermotor dan berada di kawasan pabrik, menurut Satolom (2013), berbagai respon tanaman terhadap polutan telah banyak diketahui diantaranya yaitu peningkatan jumlah epidermis dan stomata serta peningkatan indeks stomata merupakan salah satu respon tanaman terhadap polusi udara. Kadar stomata pada daun meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas kendaraan. Stomata pada daun tanaman meningkat dikarenakan luas daun cenderung mengecil. Tanaman tersebut memiliki stomata yang lebih banyak namun ukuran stomata juga lebih kecil. Selain itu, data pengamatan lingkungan fisik (Lampiran 2) pada lokasi ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya dan suhu tinggi, menurut Solikhah (2015) intensitas cahaya, suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap transpirasi yang terjadi pada tanaman dan evaporasi pada tanah. Intensitas cahaya yang tinggi akan menyebabkan air pada tanaman dan tanah lebih banyak menguap. Hal ini akan menyebabkan persediaan air yang dibutuhkan tanaman tidak mencukupi sehingga sel – sel pada daun ukurannya lebih kecil dan mempengaruhi luas daun.

Kerapatan Stomata daun Mahoni dari Jl HM Yamin dan Hutan Tridharma kampus USU terlihat memiliki ukuran yang cukup besar dan tersebar secara merata pada permukaan daun. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh lingkungan tempat pertumbuhannya. Croxdale (2000) menyatakan bahwa kerapatan stomata tiap tumbuhan akan berbeda-beda tergantung faktor lingkungan yang memengaruhinya, terutama intensitas cahaya matahari dan kelembaban. Lingkungan tempat pertumbuhan Mahoni di dua lokasi ini memiliki intensitas cahaya dan suhu yang cukup sehingga Mahoni dapat tumbuh dengan baik.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kerapatan stomata dari masing-masing lokasi dipengaruhi oleh lingkungan tempat pertumbuhannya. Dan diketahui juga tidak ada pola yang menunjukkan adanya keterkaitan antara aktivitas kendaraan bermotor dan kadar timbal pada daun terhadap kerapatan stomata, karena diketahui kerapatan stomata daun tertinggi adalah yang berada dikawasan Sibolangit sedangkan aktivitas kendaraan bermotor dan kandungan timbal pada lokasi ini adalah yang terendah dan di kawasan Industri Medan 1 yang memiliki kadar timbal tinggi dan aktivitas kendaraan yang tinggi juga memiliki kerapatan stomata cukup tinggi.

Pada penelitian ini stomata hanya ditemukan terdapat pada permukaan bawah daun saja. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Karliyansyah (1997), Mulyani (2010), Satolom (2013) yaitu stomata pada Mahoni dan Angsana hanya terdapat pada epidermis bawah daun saja. Pada umumnya stomata terdapat pada sisi atas dan bawah daun, atau hanya terdapat pada bagian bawah daun saja.

Gambar 4. 5. Stomata daun Mahoni (Perbesaran 10x10 ); a). Sel penutup, b).Celah stomata, c). Sel tetangga

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa tipe stomata pada daun Mahoni adalah tipe parasitik karena sel penutup dan sel tetangga mudah dikenali, jumlah sel tetangga dua, sumbu membujur sel tetangga sejajar dengan sel penutup serta celah stomata.Hal ini sesuai dengan Haryanti (2010), tipe stomata parasitik/Rubiaceous yaitu tiap sel penjaga bergabung dengan satu atau lebih sel tetangga, sumbu membujurnya sejajar dengan sumbu sel tetangga dan apertur.

a

b

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini maka disimpulkan bahwa:

a. Pada penelitian yang saya lakukan tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara aktivitas kendaraan bermotor dan kandungan timbal terhadap kadar klorofil daun Mahoni (Swietenia macrophylla) dari beberapa lokasi di kota Medan. Akan tetapi perbedaan kadar klorofil daun Mahoni pada masing-masing lokasi lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tumbuhan tersebut tumbuh.

b. Pada penelitian yang saya lakukan tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara aktivitas kendaraan bermotor dan kandungan timbal terhadap kerapatan stomata daun Mahoni (Swietenia macrophylla) dari beberapa lokasi di kota Medan, perbedaan kerapatan stomata pada masing-masing lokasi lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tumbuhan tersebut tumbuh.

5.2 Saran

Adapun saran pada penelitian ini adalah:

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan hara dalam tanah dan kadar CO2 dikawasan jalur hijau untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi respon pertumbuhan dan fisiologi tanaman selain lingkungan fisik dan kadar timbal (Pb).

b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pertumbuhan (tinggi tanaman, diameter tanaman, luas daun, dsb) mahoni yang ada di jalur hijau kota Medan. c. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tanaman dengan spesies yang

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mahoni (Swietenia macrophylla)

Mahoni tergolong ke dalam famili Meliaceae dan terdapat dua jenis spesies yang cukup dikenal yaitu Swietenia macrophylla (mahoni daun lebar) dan Swietenia mahagoni (mahoni daun sempit). Tinggi tanaman Mahoni dapat mencapai hingga 40 m dengan diameter batang mencapai lebih dari 100 cm. Daun berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan panjang daun 10-30 cm. Bunga diproduksi di tangkai bunga dan ukuran tiap bunganya kecil. Buah Mahoni berbentuk kapsul dengan panjang buah mencapai 8-20 cm, benihnya bersayap dengan panjang 5-9 cm yang terdapat di dalam buah (Sitepu, 2007).

(a) (b)

Gambar 2.1. a. Pohon Mahoni (Swietenia macrophylla); b. Daun Mahoni

Swietenia macrophylla King, yang juga dikenal sebagai Mahoni daun lebar, merupakan jenis pohon tropis endemik Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang memiliki persebaran alami yang luas, terbentang dari Meksiko sampai Bolivia dan Brazil Tengah. Spesies mahoni ini juga ditanam di Asia Tenggara dan Pasifik yaitu India, Indonesia, Filipina dan Sri Lanka. Perkembangan alami optimum Swietenia macrophylla adalah pada kondisi hutan tropis kering dengan curah hujan tahunan 1000-2000 mm, suhu tahunan rata-rata 24o C dan rasio evapotranspirasi potensial dari 1-2. Di Indonesia Swietenia macrophylla tumbuh pada ketinggian dari 0-1500 mdpl, di daerah dengan suhu rata-rata tahunan dari 20o-28o C (Krisnawati et al., 2011).

2.2 Klorofil

Kandungan klorofil adalah salah satu faktor internal selain gen, hormon, struktur anatomi, dan morfologi organ tumbuhan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Disamping itu, pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu tanah, kelembapan, cahaya dan air (Sasmirahardja dan Siregar 1997, dalam Sumenda et al., 2011).

Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas. Pada tumbuhan tingkat tinggi, kloroplas terutama terdapat pada jaringan parenkim palisade dan parenkim spons daun. Dalam kloroplas, pigmen utama klorofil serta karotenoid dan xantofil terdapat pada membran tilakoid (Salisbury dan Ross, 1991).

Klorofil berperan menarik elektron dari cahaya matahari agar terjadi fotosintesis. Struktur kimia klorofil sama dengan heme, suatu senyawa cincin pada hemoglobin, dimana poros Fe pada heme digantikan oleh Mg. Klorofil mengabsorbsi energi dari cahaya matahari sehingga menjadi molekul berenergi

Dokumen terkait