• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data pengumpanan rayap tanah

Dalam dokumen HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 55-66)

Tabel 13. Kelas awet kayu JUN dan kayu jati konvensional umur 4 dan 5 tahun

SAMPEL PENGURANGAN BERAT (%) KETAHANAN

JUMLAH RAYAP

HIDUP (ekor)

KETAHANAN KELAS AWET

JUN 14,04 IV 62,6 IV IV

Jati

konvensional 10,99 IV 55,6 IV IV

Hasil penelitian Sumarni dan Muslich (2008) terhadap kayu jati cepat tumbuh dari PT. Monfori dan jati lokal milik masyarakat umur 5 tahun pada tempat tumbuh yang berdekatan semuanya memiliki kelas awet V. Pada penelitian ini, kelas awet kayu jati yang diteliti termasuk kelas IV. Kelas awet kayu JUN dan jati konvensional asal Jawa Tengah umur 4 dan 5 tahun ini relatif lebih baik dibandingkan kayu jati cepat tumbuh dan kayu jati konvensional umur 5 tahun yang ditanam di Kabupaten Singaraja, Propinsi Palembang tersebut.

Panshin et al. (1964) menyatakan bahwa daerah ketahanan kayu paling tinggi adalah pada peralihan antara kayu gubal dan kayu teras. Hal ini mendukung hasil penelitian terhadap kandungan ekstraktif dimana pada perbatasan pewarnaan (kayu teras sekunder) dengan bagian kayu sebelah luar (kayu gubal) nilainya lebih tinggi dibandingkan bagian dalam (bagian yang sudah mengalami pewarnaan) atau bagian luar (bagian yang belum mengalami pewarnaan), dan warnanya pun lebih pekat (Gambar 52 dan Gambar 53). Perlu diingat bahwa ada hubungan negatif antara keawetan dan kecepatan tumbuh. Pada kayu JUN perlu untuk diteliti kembali keawetannya pada umur yang lebih tua, dan dibandingkan dengan jati konvensional dewasa. Dalam penggunaan, kayu JUN umur 5 tahun harus diawetkan.

Meskipun derajat serangan berbeda, namun kisaran pada angka 70 menunjukkan kondisi serangan yang sedang dan masuk belum meluas, namun berdasarkan pengamatan terhadap sampel yang diumpankan ternyata kerusakan yang tembus hingga ke permukaan kayu pada JUN lebih sedikit dibandingkan kayu jati konvensional (Gambar 55). Penjelasan yang memungkinkan adalah pertahanan ini disebabkan karena derajat kristalinitas kayu JUN yang lebih besar.

Struktur kristalin yang padat yang lebih banyak terdapat pada JUN kemungkinan menyulitkan rayap untuk menembus kayu dan hanya makan bagian permukaan pada kayu.

Gambar 55. Bentuk kerusakan akibat serangan rayap tanah pada kayu jati konvensional (sebelah kiri) dan pada kayu JUN (sebelah kanan) Meskipun berdasarkan hasil penelitian sifat fisis kayu JUN dan kayu jati konvensional memiliki kelas kuat III, namun dalam pemakaiannya ditentukan oleh kelas keawetan kayu, dalam hal ini termasuk kelas IV. Kayu-kayu dengan kelas awet IV dalam penggunaannya memiliki sifat sebagai berikut: jika selalu berhubungan dengan basah maka umurnya sangat pendek; jika di bawah pengaruh cuaca dan angin, tetapi dilindungi dari kemasukan air dan kekurangan udara serta tidak berhubungan dengan tanah basah maka kayu akan tahan beberapa tahun; dan dalam kondisi tersebut namun dipelihara dengan baik, dicat secara teratur dan sebagainya, maka kayu akan tahan sekitar 20 tahun (Seng 1990), sehingga bagaimanapun, untuk meningkatkan masa pakainya, kayu JUN harus diawetkan.

Kesesuaian kayu JUN untuk Venir dan Furnitur

Sifat Venir

Sifat venir kayu JUN umur 4 dan 5 tahun berupa kadar air, kerapatan, kembang susut dan tebal venir disajikan pada Tabel 14. Pada Gambar 60 disajikan gambar venir yang dihasilkan.

Tabel 14. Rata-rata nilai kadar air, kerapatan, kembang susut, tebal dan penyimpangan tebal venir JUN umur 4 dan 5 tahun.

Jenis

Kayu (%) Basah Kadar Air

Kerapatan Kembang

Susut KO Tebal (mm) Penyimpangan (%) Basah KU Kering Oven

5BD 28,7 0,45 0,38 0,38 5,25 1,65 6,04

5BL 31,29 0,49 0,42 0,42 11,63 1,65 7,41

4BD 15,36 0,51 0,47 0,47 6,46 1,74 7,84

4BL 22,42 0,45 0,43 0,43 16,92 1,72 7,34

Keterangan: Angka 5 dan 4 menunjukkan umur pohon (5 dan 4 tahun), huruf B menunjukkan sortimen yang digunakan adalah sortimen B (lihat kembali pola pembuatan sampel pada bab metodologi), dan huruf D menunjukkan bagian dalam log, huruf L adalah bagian luar log.

Pada penelitian ini tidak dibandingkan sifat venir antara umur 4 tahun dan 5 tahun karena umur 4 tahun dianggap merupakan ulangan pohon. Namun tebal venir pada bagian dalam maupun luar dibandingkan dan diuji secara statistik, baik JUN umur 4 tahun maupun 5 tahun untuk mengetahui bagaimana keragaman tebalnya. Hasil uji statistik pada tebal venir bagian luar dan bagian dalam tidak berbeda (Lampiran 19), namun nilai penyimpangan tebal > 5% menunjukkan bahwa tebal yang dipilih kurang sesuai (Iskandar et al. 1990).

Gambar 56. Lembaran venir kayu JUN umur 5 tahun dan 4 tahun. Gambar sebelah kiri menunjukkan cacat yang terjadi pada lembaran venir.

JUN 5 tahun

Penghitungan sifat pengupasan dolok kayu JUN umur 4 dan 5 tahun disajikan pada Tabel 15 dan Tabel 16.

Tabel 15. Data volume dolok awal, sifat kebundaran, pengurangan diameter dan limbah karenapengupasan awal untuk membentuk venir yang bundar 100%

Umur Kayu JUN Panjang (m) Diameter (cm) Volume Dolok (m3) Perbandingan diameter (dmin/dmax) Pengurangan diameter (cm) Limbah krn pengupasan awal (m3) Bawah Ujung Rata-rata Diameter

bulat

Pengurangan diameter

5 th 1,25 23,05 22,25 22,65 0,05 0,97 22,20 0,45 0,000020 4 th 1,245 17,25 19,1 18,175 0,03 0,90 16,60 1,58 0,000242

Tabel 16. Data rendemen dan limbah venir total yang dihasilkan

Umur Kayu JUN

Sisa kupasan (log core) Rendemen Limbah Venir

Diameter (cm) m3

% dari Volume

Dolok m

3 % Pengupasan awal core Log Limbah lainnya Total % limbah

total 5 th 11,00 0,01 23,59 0,02 36,73 0,000020 0,01 0,02 0,03 63,27 4 th 11,20 0,01 37,97 0,01 26,79 0,000242 0,01 0,01 0,02 73,21

Dolok kayu JUN baik umur 4 tahun maupun 5 tahun dapat dikupas dalam kondisi dingin. Kayunya termasuk keras karena sudah kering, dan sekaligus juga sudah agak lapuk karena sudah terkena jamur dalam penyimpanan selama lima bulan. Terdapat sejumlah mata kayu dari dalam, sehingga perlu diperhatikan upaya perawatan kayu sejak ditanam. Permukaan yang dihasilkan kasar (akibat teksturnya yang kasar) karena kayu dikupas dalam kondisi dingin, namun jika dikupas dalam kondisi basah, permukaannya diperkirakan akan halus dan rata. Dolok jati membutuhkan perlakuan pendahuluan sebelum pengupasan (Martawijaya et al. 2005). Rendahnya kadar air saat pengupasan (Tabel 14, kadar air basah pada kisaran 15-31%) turut berpengaruh dalam hasil akhir karena air berfungsi sebagai pelumas, dan kadar air yang ideal saat pengupasan adalah 50-60% (Kliwon & Iskandar 2008), sehingga perlakuan pendahuluan untuk dolok JUN memang dibutuhkan.

Keragaman tebal termasuk kurang baik karena simpangan yang terjadi lebih dari 5%, dimungkinkan karena kondisi pengupasan yang kering, atau juga

ketebalan yang dipilih terlalu tinggi (Iskandar et al. 1990). Keragaman tebal JUN 5 tahun lebih baik dibandingkan JUN 4 tahun. Dimensi sel yang besar kemungkinan tidak berpengaruh karena teksturnya yang rata, ditambah dengan arah serat lurus akan memudahkan pengupasan. Untuk selanjutnya dapat dilakukan penelitian sifat venir pada kayu JUN dengan berbagai sudut kupas dan ketebalan.

Rendemen kayu semakin besar seiring dengan penambahan diameter batang. Hal ini juga dikarenakan dolok kayu JUN memiliki kebundaran baik (0,97 untuk JUN umur 5 tahun dan 0,90 untuk JUN umur 4 tahun) sehingga limbah akibat pengupasan awal dapat diabaikan. Semakin besar dolok, rendemen yang dihasilkan juga semakin besar. Pengupasan awal mengurangi diameter dolok JUN 4 tahun lebih besar dibandingkan JUN 5 tahun karena sifat kebundaran dolok JUN 5 tahun yang lebih baik. Untuk meningkatkan rendemen dan kualitasnya, dolok kayu perlu mendapatkan perlakukan pendahuluan. Dari Gambar 60 nampak bahwa corak kayu cukup menarik, terutama untuk venir bagian dalam karena keberadaan kayu teras, namun corak karena pengaruh lingkar tumbuh tidak tampak. Dapat dicoba pembuatan venir kupas untuk corak yang lebih baik. Dari hasil penelitian di atas, nampak bahwa venir yang dihasilkan dari JUN umur 5 tahun lebih baik, lebih stabil, dengan rendemen lebih tinggi dibandingkan JUN umur 4 tahun.

Berdasarkan dugaan yang dibuat sebelumnya, bahwa kayu JUN akan lebih lunak sehingga lebih mudah dikupas terbukti. Berat Jenis JUN masuk pada kisaran yang ideal sebagai bahan baku venir (FAO 1966 dalam Martawijaya et al. 2005). Terdapat kelemahan pada venir JUN seperti permukaan yang kasar, namun dapat diatasi dengan perlakuan pendahuluan sebelum pengupasan, serta corak yang kurang menarik, dapat diatasi dengan meningkatkan umur panen kayu sehingga kayu cukup membentuk kayu teras misal pada umur 7 tahun (komunikasi pribadi, Pandit 2010) atau juga dengan membuat venir sayat. Solusi pada permasalahan kembang susut yang besar perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam, namun dengan sifat fisis kayu JUN yang stabil, maka perlu dicoba ketebalan venir yang terbaik yang menghasilkan kembang susut terkecil. Dengan kualitas venir yang diperoleh dari JUN umur 5 tahun tersebut, produk

venir yang dihasilkan cukup baik, namun hanya cocok untuk digunakan sebagai venir bagian dalam (core).

Kesesuaian Kayu JUN untuk Furnitur

Pada penelitian ini dibuat dua produk akhir yaitu meja dan kusen (Gambar 61 dan Gambar 62), walaupun kusen bukan termasuk komponen furnitur namun perlu juga dibuat untuk melihat sifat-sifat pengolahan kayu secara umum. Bahan baku yang digunakan adalah kayu JUN bagian pangkal dan ujung umur 4 dan 5 tahun.

Gambar 57. Produk kusen dari kayu JUN umur 4 dan 5 tahun

Sifat-sifat kayu JUN untuk penggunaannya sebagai furnitur ditinjau dari sifat anatomi, fisis mekanis, kimia dan keawetan (Menon & Burgess 1979; PIKA 1979; dan Pandit 2009) disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Sifat-sifat kayu JUN untuk penggunaan sebagai furnitur ditinjau dari sifat anatomi, fisis mekanis, kimia dan keawetan

Sifat Kayu Sifat yang Disukai Sifat Kayu JUN Struktur anatomi makro Arah serat lurus, tekstur halus

hingga sedang, memiliki kilap alami, memiliki corak yang bagus (antara lain disebabkan perbedaan kayu awal dan kayu akhir, struktur jari-jari

multiseriate, parenkim pita marginal, dan pembentukan kayu teras yang tidak teratur), serta warna (tergantung selera pasar).

Arah serat lurus, tesktur kayu kasar, permukaan kayu agak mengkilap hingga buram, terdapat corak akibat pembentukan kayu teras sekunder yang tidak teratur serta struktur jari-jari multiseriate, warna terang.

Struktur anatomi mikro Ketebalan dinding sel cukup, kandungan kayu juvenil rendah, tidak terdapat kristal dan tilosis.

Dinding sel sangat tipis, kandungan kayu juvenil tinggi, terdapat tilosis. Sifat fisis Kerapatan dan BJ sedang,

stabilitas dimensi tinggi.

Kerapatan dan BJ sedang, stabilitas dimensi baik.

Sifat mekanis Kekerasan sedang. Kekerasan rendah. Sifat kimia Kadar esktraktif dan silika

rendah. Kadar esktraktif dan silika rendah. Keawetan Sedang hingga tinggi. Rendah

Arah serat lurus pada JUN akan memudahkan dalam pengerjaan dan kekuatannya juga tidak tereduksi karena keberadaan serat miring akan mengurangi kekuatan kayu (Pandit et al. 2009), sedangkan serat JUN lurus. Tekstur kayu JUN yang kasar akan berpengaruh pada proses finishing seperti ada indikasi boros pada penggunaan filler terutama melamik (dempul) dan bermasalah pada sherlak. Kilap alami kayu JUN kurang sehingga perlu usaha untuk meningkatkan kilapnya.

Bagian-bagian furnitur dimaksudkan untuk menerima beban, baik secara terus-menerus atau sesekali. Beban-beban ini disebarkan secara merata, termasuk pada sambungan. Sehingga, meskipun kekuatan adalah penting, bahan baku untuk furnitur tidak dibutuhkan yang benar-benar sangat kuat. Lebih lanjut, kekuatan berhubungan dengan kerapatan, kayu yang sangat kuat berarti juga kayu yang sangat berat. Furnitur yang dibuat dari kayu yang berat umumnya kurang disukai

karena sulit untuk memindah-mindahkannya. Selain menyulitkan dipindah-pindah, kayu yang berat juga menyebabkan penumpulan yang cepat pada pisau pemotong. Meskipun dengan penambahan baja baru pada pisau pemotong membuat pisau lebih kuat dan teguh, penumpulan pisau secara cepat tetap akan terjadi jika menggunakan kayu berat (Menon & Burgess 1979).

Kayu dengan kerapatan kering oven sekitar 0,5 g/cm(Berat Jenis 0,5) telah terbukti cukup baik untuk furnitur. Bagaimanapun, disarankan untuk menggunakan kayu yang lebih berat untuk furnitur yang memiliki banyak kegunaan seperti tempat tidur dan kursi; tapi kayu yang lebih ringan juga dapat dipakai untuk pembuatan furnitur di kantor, seperti lemari, rak, termasuk rak buku (Menon & Burgess 1979).

Kerapatan kayu JUN dalam kondisi kering udara adalah 0,52 g/cm dengan berat jenis 0,48. Kerapatan kayu yang berkisar 0,5 g/cm tersebut menjadikan kayu JUN umur 4 dan 5 tahun cukup ideal untuk dijadikan furnitur. Meskipun disarankan menggunakan kayu dengan BJ yang lebih besar untuk produk yang memiliki banyak kegunaan dalam menahan beban, maka kayu JUN umur 4 dan 5 tahun ini sudah dapat dipakai untuk pembuatan furnitur di rumah dan kantor, seperti meja, lemari, rak, termasuk rak buku. Sejauh ini, produk yang dihasilkan cukup kuat untuk menopang beban.

Kayu untuk furnitur harus mudah untuk digergaji, diserut, dihaluskan ataupun dibor (Menon & Burgess 1979). Dalam penelitian ini, sifat permesinan secara kuantitatif tidak diteliti. Permukaan yang dikerjakan harus mulus tanpa sobekan serabut yang akan menghasilkan permukaan yang berbulu. Secara kualitatif, pada saat penyerutan, kayu JUN mudah diserut dan cepat rata, kemungkinan karena arah serat kayu yang lurus dan ukuran kristal yang lebih kecil. Untuk penggergajian, kayu JUN terasa seset atau agak berat saat digergaji, pekerja menyebutnya sifat pengerjaan kayu JUN seperti kayu kamper yang memang ada kemiripan pada pola pembuluh.

Kekerasan kayu JUN termasuk rendah, sehingga pengerjaan kayu JUN lebih enak karena lebih lunak, namun akibatnya, kuat pegang paku agak lemah. Untuk pengeboran karena kayunya cukup lunak, maka akan memudahkan saat akan

dibor. Kuat pegang paku yang lemah dan pengeboran yang mudah disebabkan karena dinding sel serat kayu JUN yang sangat tipis.

Kayu juga jangan mengandung terlalu banyak ekstraktif, seperti resin/getah, atau silika, yang mungkin dapat menyebabkan pisau pemotong menjadi tumpul. Kemungkinan karena umurnya masih muda, kandungan ekstraktif dan silika (dari hasil pengamatan secara mikoskopik) rendah, dan ini cukup menguntungkan dalam pengerjaan.

Untuk stabilitas dimensi selama penggunaan, kayu yang memiliki penyusutan dan pengembangan yang drastis dan besar, kurang disukai untuk penggunaan apapun. Pergeseran kayu akan menyebabkan distorsi pada bagian furnitur, sulitnya menarik laci, sulit membuka pintu, dan juga menyebabkan sambungan terbuka (Menon & Burgess 1979).

Hasil penelitian sifat fisis menunjukkan bahwa kayu JUN umur 5 tahun memiliki stabilitas dimensi yang baik. Namun dapat lebih berhati-hati saat menggunakan kayu JUN yang berumur lebih muda dari 5 tahun, misalnya 4 tahun seperti yang digunakan dalam penelitian ini karena dimensinya belum begitu stabil. Pada penyimpanan selama tiga bulan dalam suhu ruangan tampak terjadi retak pada permukaan meja serta perubahan bentuk pada kusen (Gambar 63). Kondisi ini terjadi kemungkinan karena tidak ada perlakuan pengeringan kayu sebelumnya, memang dalam penelitian ini kegiatan pengeringan tidak dilakukan karena ingin diketahui reaksi alami kayu JUN terhadap perubahan kondisi lingkungan. Dengan perlakuan pengeringan yang tepat, kayu dengan kadar air kurang dari 10% akan mampu mengatasi permasalahan ini.

Perhatian secara khusus, bagaimanapun, harus diaplikasikan saat furnitur kayu digunakan pada ruangan ber-AC. Karena itu, kayu dengan penyusutan rendah sangat ideal untuk pembuatan furnitur. Perubahan kadar air pada kayu yang telah dikeringkan dapat diminimalisir dengan pelapisan yang tepat menggunakan varnish, cat, atau bahkan lembaran plastik. Metode yang disebutkan terakhir adalah perkembangan terbaru dalam teknik perlindungan kayu. Jika memungkinkan, papan yang digunakan sebaiknya papan radial karena memiliki susut yang lebih kecil (Menon & Burgess 1979).

Kandungan kayu juvenil yang sangat tinggi (100%) akan menurunkan kualitasnya sebagai bahan baku venir karena akan menimbulkan masalah dalam pengerjaan dan pemakaian, seperti adanya perubahan bentuk. Walaupun demikian, landainya garis regresi pada penelitian kayu muda JUN serta penggunaan stek pucuk sebagai alat perkembangbiakan, memungkinkan JUN mencapai kedewasaan lebih cepat.

Gambar 59. Retak dan perubahan bentuk membusur pada kayu JUN umur 4 tahun akibat cuaca (penggunaan kayu JUN secara alami tanpa perlakuan pengeringan).

Terkadang, keawetan berhubungan dengan kerapatan. Kayu yang berat umumnya lebih awet dibanding kayu yang lebih ringan. Bagaimanapun, keawetan kayu yang lebih rendah dapat ditingkatkan dengan perlakuan pengawetan. Serangan rayap dan penggerek secara sukses dapat dikontrol menggunakan teknik pengawetan kayu. Serangan jamur seperti jamur biru pada kayu yang berwarna cerah juga dapat diatasi dengan perlakuan pengawetan (Menon & Burgess 1979).

Pada sekitar satu bulan penyimpanan muncul bercak-bercak putih seperti mold, namun dapat dihilangkan dengan mudah.

Dengan memperhatikan sifat-sifatnya di atas, kayu JUN umur 5 tahun sudah dapat digunakan sebagai bahan baku furnitur, namun belum bisa untuk kayu konstruksi karena kandungan kayu muda yang masih tinggi. Persyaratan kekuatan, pengerjaan, berat jenis, dan stabilitas dimensi sudah terpenuhi walaupun ada kekurangan seperti kuat pegang kaku yang lemah dan boros pada finishing. Kayu JUN juga lebih disukai karena lebih lunak dan lebih ringan sehingga lebih mudah dikerjakan dan dipindah-pindahkan. Keawetan perlu ditingkatkan dengan menerapkan teknik pengawetan kayu. Dari segi corak, kualitasnya sebagai produk mewah akan turun, terutama untuk furnitur yang menghendaki segi keindahan kayu. Kayu JUN lebih cocok digunakan untuk membuat furnitur yang berwarna terang yang lebih disukai oleh konsumen-konsumen tertentu. Namun ada kemungkinan coraknya akan tampak menarik jika digunakan pada umur yang lebih tua.

Dalam dokumen HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 55-66)

Dokumen terkait