• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.2 Data Umum

Data umum menguraikan tentang karakteristik demografi responden meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, jumlah anak, dan sumber informasi tentang kekerasan seksual anak. Berdasarkan distribusi karakteristik responden, diketahui bahwa 40% responden berusia 26 sampai dengan 35 tahun, seluruh responden berjenis kelamin, 43% responden berpendidikan SMA/SMK, 67% responden merupakan ibu rumah tangga, 57% memiliki anak kurang dari dua, dan 56% pernah menerima informasi mengenai pendidikan seks dalam pencegahan kekerasan seksual melalui televisi. Distribusi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia di Pos PAUD Kuncup Bunga Surabaya tanggal 22 Desember 2016-12 Januari 2017.

Karakteristik Responden

Peran Pendidik Orang Tua

Pre Intervensi Post intervensi

Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik

f % f % f % f % Usia 1. 17-25 tahun 2. 26-35 tahun 3. 36-45 tahun 4. 46-55 tahun 0 5 1 1 0 17 3 3 5 7 10 1 17 23 34 3 0 1 0 0 0 3 0 0 5 11 11 2 16 37 37 7 Total 7 23 23 77 1 3 29 97 Jenis Kelamin 1. Perempuan 7 33 23 77 1 3 29 97 Total 7 23 23 77 1 3 29 97 Pendidikan Terakhir 1. SD 2. SMP 3. SMA/SMK 4. Perguruan Tinggi 2 2 0 3 7 7 0 9 3 7 13 0 10 24 43 0 5 9 13 3 17 31 43 9 0 1 0 0 0 3 0 0 5 8 13 3 17 27 43 10 5 9 13 3 17 30 43 10 Total 7 23 23 77 30 100 1 3 29 97 30 100 Pekerjaan 1. Pedagang 2. PNS 3. Wiraswasta

4. Ibu Rumah Tangga 0 2 0 5 0 7 0 16 3 0 5 15 10 0 17 50 3 2 5 20 10 7 17 66 0 0 0 1 0 0 0 3 3 2 5 19 10 7 17 63 3 2 5 20 10 7 17 66 Total 7 23 23 77 30 100 1 3 29 97 30 100 Sumber Informasi 1. Koran 2. Buku 3. Televisi 4. Internet 2 3 2 0 7 9 7 0 2 2 14 5 7 7 47 16 4 5 16 5 14 16 54 16 0 0 1 0 0 0 3 0 4 5 15 5 13 17 50 17 4 5 16 5 13 17 53 17 Total 7 23 23 77 30 100 1 3 29 97 30 100 5.1.3Data Khusus

Data khusus menguraikan tentang peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak sebelum dan sesudah diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group.

Tabel 5.2 Distribusi peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak sebelum dan setelah diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group di Pos PAUD Kuncup Bunga Surabaya tanggal 22 Desember 2016-12 Januari 2017.

Peran Pendidik Orang Tua

Pre Intervensi Post Intervensi

Ya Tidak Ya Tidak

f % f % f % f % Berbicara kepada anak tentang

bagian pribadi mereka (bagian yang tertutup oleh baju renang/baju mandi) dan berkata bahwa bagian pribadi anak tidak boleh disentuh oleh orang lain.

25 83 5 7 27 90 3 10

Berbicara kepada anak jika seseorang ingin melihat atau menyentuh bagian pribadi anak, anak harus mengatakan „tidak‟ dan pergi meninggalkan orang tersebut.

23 77 7 23 26 87 4 13

Berbicara kepada anak jika terjadi kekerasan seksual, orang tua atau orang yang dipercaya harus diberitahu.

23 77 7 23 28 93 2 7

Berbicara kepada anak untuk tidak pergi dengan orang lain, bahkan orang dewasa yang akrab, kecuali diberi izin oleh orang tua.

30 100 0 0 30 100 0 0

Berbicara kepada anak untuk tidak menerima hadiah dari orang asing, kecuali diberi izin oleh orang tua.

30 100 0 0 30 100 0 0

Berbicara kepada anak jika seseorang yang tidak dikenal

meminta anak untuk

memperlihatkan jalan menuju toko terdekat, anak tidak harus pergi bersamanya.

19 63 11 37 29 97 1 3

Menyediakan buku atau tayangan mengenai pencegahan kekerasan seksual anak untuk anak.

10 33 20 67 18 60 12 40

Uji Statistik

p = 0,000

Wilcoxon Signed Rank Test

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa seluruh responden pernah berbicara kepada anak untuk tidak pergi dengan orang lain dan tidak menerima hadiah dari orang asing, kecuali diberi izin oleh orang tua. Selain itu, data pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa setiap komponen peran pendidik mengalami kenaikan setelah post intervensi.

Tabel 5.3 Distribusi kategori peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak sebelum dan sesudah diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group di Pos PAUD Kuncup Bunga Surabaya tanggal 22 Desember 2016–12 Januari 2017.

Peran Pendidik Pre Intervensi Post Intervensi

f % f % Baik 23 77 29 3 Kurang Baik 7 23 1 97 Total 30 100 30 100 Uji Statistik p = 0,014

Wilcoxon Signed Rank Test

� = 0,05

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebelum diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group, 77% responden memiliki peran pendidik yang baik. Sedangkan setelah diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group, 97% responden memiliki peran pendidik yang baik. Hasil uji statistik menggunakan wilcoxon signed rank test diperoleh nilai p = 0,014 (� = 0,05). Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan peran pendidik orang tua yang signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi. Hal ini berarti H1 diterima yakni ada pengaruh pendidikan seks dengan metode buzz group terhadap peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak.

5.2 Pembahasan

5.2.1Peran Pendidik Orang Tua Sebelum Diberikan Pendidikan Seks Dengan Metode Buzz Group

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum dilakukan intervensi, sebagian besar responden telah memiliki peran pendidik yang baik. Peran pendidik sendiri memiliki pengertian sebagai peran orang tua dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar dapat mencapai kemandirian dan kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan (Mubarok, Chayatin dan Santoso, 2006). Peran pendidik yang baik adalah dilakukannya sekurang-kurangnya 4 perangkat tindakan orang tua untuk memberikan informasi kepada anak mengenai pendidikan seks guna mencegah kekerasan seksual anak. Sedangkan peran pendidik yang kurang baik adalah tidak dilakukannya atau dilakukannya kurang dari 4 perangkat tindakan orang tua untuk memberikan informasi kepada anak mengenai pendidikan seks.

Berdasarkan distribusi karakteristik responden, sebagian responden dengan peran pendidik baik merupakan ibu rumah tangga. Sedangkan, seluruh responden yang bekerja sebagai PNS memiliki peran pendidik kurang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Kelrey (2013) yang menemukan bahwa orang tua yang bekerja memiliki interaksi sedikit dengan anak-anak karena menghabiskan waktu lebih banyak di luar rumah. Hal ini dapat disebabkan karena panjangnya jam kerja dan tugas yang berlimpah sehingga waktu bersama anak dan waktu untuk mendapatkan informasi mengenai tindakan pencegahan kekerasan seksual terbatas, selain itu lingkungan kerja yang tidak memadai untuk mendapatkan informasi mengenai kekerasan seksual juga dapat memungkinkan kurangnya

tindakan pencegahan kekerasan seksual pada anak. Namun, hal ini tidak berarti semua orang tua yang bekerja tidak memberikan pendidikan seks kepada anak. Hal ini dibuktikan dengan peran pendidik baik yang dimiliki oleh responden yang memiliki pekerjaan wiraswasta dan pegagang.

Berdasarkan distribusi karakteristik responden, sebagian besar responden dengan peran pendidik baik pernah mendapatkan informasi mengenai kekerasan seksual melalui televisi. Sedangkan, hampir setengah responden dengan peran pendidik kurang baik mendapatkan informasi dari buku. Hal ini sesuai dengan penyataan Nursalam dan Efendi (2008) yang menyatakan bahwa seseorang yang mendapatkan informasi dengan teknik dan media membaca akan mengingat 10% informasi yang didapatkan. Sedangkan seseorang yang melihat informasi melalui video akan mengingat 50% informasi yang didapatkan. Responden yang mendapatkan informasi dari buku dapat mengalami kesulitan untuk mencerna karena tidak disertai dengan ilustrasi, selain itu bahan bacaan pada buku terbatas sehingga informasi yang didapatkan oleh tidak luas. Sedangkan responden yang mendapatkan informasi dari televisi dapat menerima informasi secara audio dan visual sehingga memudahkan responden untuk mencerna informasi, selain itu televisi juga salah satu media yang paling mudah ditemui dan paling sering digunakan di rumah.

Berdasarkan komponen pertanyaan kuesioner peran pendidik orang tua yang diberikan sebelum intervensi, mayoritas responden menjawab „Ya‟ pada pertanyaan nomor 4 dan nomor 5. Hal ini berarti mayoritas responden pernah mengajarkan anak kemampuan untuk menghadapi situasi yang mungkin mengarah kepada kekerasan seksual dan taktik orang dewasa yang mungkin

menggunakan sesuatu dalam menarik perhatian anak agar anak menemani mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eljaaly dan Bakarman (2015) di Jeddah dimana mayoritas responden pernah berbicara kepada anak untuk tidak pergi dengan orang lain dan tidak menerima hadiah dari orang asing, kecuali diberi izin oleh orang tua. Banyaknya orang tua yang mengintruksikan anak untuk tidak pergi dengan orang lain dan tidak menerima hadiah dari orang asing dapat disebabkan karena hal ini memang hal yang sudah biasa dilakukan oleh orang tua untuk mencegah anaknya menjadi korban dalam kasus penculikan atau tindak kriminal yang lain. Pemberian instruksi diharapkan akan meningkatkan tingkat kewaspadaan anak terhadap kejadian tindak kriminalitas.

Berdasarkan komponen pertanyaan kuesioner peran pendidik orang tua yang diberikan sebelum intervensi, pertanyaan yang memiliki jawaban „Ya‟ paling sedikit adalah pertanyaan nomor 7. Hal ini berarti hanya sebagian kecil responden yang menyediakan buku atau materi audiovisual mengenai konten kekerasan seksual untuk anak. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Eljaaly dan Bakarman (2015) dimana hanya sebagian kecil orang tua yang menyediakan buku atau materi audiovisual tentang pencegahan kekerasan seksual kepada anak. Ketiadaan buku atau materi audivisual tentang pencegahan kekerasan seksual anak ini dapat disebabkan karena buku atau tayangan yang relevan untuk anak-anak tersebut tidak banyak, padahal pemberian buku dan materi audiovisual penting untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual di rumah atau di sekolah.

5.2.2Peran Pendidik Orang Tua Setelah Diberikan Pendidikan Seks Dengan Metode Buzz Group

Mayoritas respoden memiliki peran pendidik yang baik setelah dilakukan pendidikan seks dengan metode buzz group. Sebagian besar responden tidak mengalami perubahan kategori, namun hal ini disebabkan karena responden telah berada pada kategori peran pendidik baik. Sebagian kecil responden mengalami kenaikan dari peran pendidik kurang baik menjadi peran pendidik baik dan sebagian kecil responden lainnya tetap berada dalam kategori peran pendidik kurang baik. Namun, sebagian besar responden telah mengalami peningkatan skor dari skor pre intervensi. Responden yang tetap memiliki peran pendidik kurang baik dapat disebabkan oleh beberapa faktor penghambat yaitu mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan anak, menganggap bahwa anak belum pantas untuk diberikan pendidikan seks, merasa masalah mengenai seks adalah hal yang tabu, merasa malu untuk memberikan pendidikan seks kepada anak, merasa bosan karena anak sering menpertanyakan masalah terkait seks, merasa khawatir anak akan menceritakan kepada teman-temannya (Sumaryani, 2014). Selain itu, hal-hal penting yang menyebabkan tidak terlaksananya peran pendidik dengan baik adalah kurangnya keyakinan orang tua akan adanya ancaman kekerasan seksual anak, merasa tidak nyaman dan tidak mampu untuk melakukan tindakan pencegahan kekerasan seksual kepada anak, serta merasa pendidikan seks tidak memberikan manfaat yang berarti untuk anak.

Berdasarkan pengukuran peran pendidik sebelum diberikan intervensi, hampir 50% respoden dengan peran pendidik kurang baik memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi. Putri (2012) menyatakan bahwa seseorang yang

berpendidikan tinggi tidak mutlak memiliki pengetahuan tinggi pula, hal ini disebabkan karena pengetahuan tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal saja, namun juga pendidikan non formal. Kurangnya paparan informasi dan pendidikan non formal mengenai pencegahan kekerasan seksual anak menyebabkan responden tidak mengetahui dan tidak merealisasikan hal-hal mengenai tindakan pencegahan kekerasan seksual.

Namun, berdasarkan pengukuran peran pendidik setelah diberikan intervensi, seluruh responden dengan latar belakang pendidikan perguruan tinggi mengalami peningkatan peran pendidik dari kategori kurang baik menjadi baik. Notoatmodjo (2012) mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap respons informasi yang datang. Responden dengan latar belakang pendidikan perguruan tinggi memiliki kemampuan untuk menyerap informasi dengan baik sehingga dapat mengaplikasikannya informasi yang berikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pertanyaan pada kuesioner, seluruh komponen pertanyaan pada kuesioner peran pendidik yang diberikan saat post intervensi mengalami peningkatan. Pertanyaan dengan skor tertinggi masih ditempati oleh pertanyaan nomor 4 dan 5 yaitu domain untuk mengajarkan anak kemampuan dalam menghadapi situasi yang mungkin mengarah kepada kekerasan seksual dan taktik orang dewasa yang mungkin menggunakan sesuatu dalam menarik perhatian anak agar anak menemani mereka. Sedangkan pertanyaan dengan skor terendah masih ditempati oleh pertanyaan nomor 7 yaitu domain untuk menyediakan buku atau materi audiovisual mengenai konten pencegahan kekerasan seksual anak untuk anak. Hal ini dapat disebabkan karena responden belum menemukan buku atau

materi audiovisual tentang kekerasan seksual anak, kurang motivasi untuk mencari buku atau materi audiovisual tentang kekerasan seksual anak, atau ketidakmampuan dalam mengakses internet secara luas.

5.2.3Pengaruh Pendidikan Seks Dengan Metode Buzz Terhadap Peran Pendidik Orang Tua

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa pendidikan seks dengan metode buzz group berpengaruh dalam meningkatkan peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak . Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuristia (2014) mengenai efektivitas metode buzz group discussion untuk meningkatkan perilaku pemberantasan sarang nyamuk ibu-ibu PKK Kelurahan Sragen Tengah yang menunjukkan adanya peningkatan perilaku setelah menerima pendidikan kesehatan dengan metode buzz group. Berdasarkan hal tersebut, tenaga pengajar Pos PAUD dan perawat komunitas dapat bekerjasama dalam mengimplementasikan pemberikan pendidikan seks dengan metode buzz group kepada orang tua sebagai langkah pencegahan terjadinya kekerasan seksual anak.

Metode buzz group adalah metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan membagi peserta menjadi kelompok-kelompok kecil untuk melakukan diskusi dalam waktu singkat (Winancy, Raksanagara dan Fuadah, 2015). Buzz group digunakan untuk mendapatkan umpan balik partisipan dengan waktu singkat dan untuk mendorong orang pendiam untuk terlibat dalam diskusi (Arivananthan 2015). Dengan demikian, proses diskusi yang dilakukan melalui kelompok-kelompokkecil dapat memicu terjadinya proses berpikir diantara setiap

responden sehingga dapat mengeksplorasi dan mengembangkan keterampilan dalam menentukan pencegahan kekerasan seksual pada anak.

Nursalam dan Efendi (2008) menyatakan bahwa seseorang yang ikut turut berpartisipasi dalam diskusi dapat mengingat 70% dari informasi yang didapatkan. Teknik buzz group mengupayakan setiap respondennya untuk dapat mengutarakan gagasannya dalam memecahkan permasalahan yang diberikan. Hal ini mendukung adanya peningkatan peran pendidik dikarenakan teknik diskusi dengan buzz group yang membuat responden dapat lebih mengingat informasi yang didapatkan dan mengaplikasikannya dalam bentuk tindakan sehari-hari.

Nursalam dan Efendi (2008) menyatakan bahwa orang dewasa harus dibekali rasa percaya diri yang kuat dalam pribadinya untuk memicu perubahan ke arah positif secara nyata, menyeluruh, dan berkesinambungan. Selain itu, orang dewasa dapat belajar secara efektif jika individu menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Hal ini sesuai dengan proses diskusi yang dilakukan responden dengan metode buzz group. Proses diskusi yang dilakukan melalui kelompok besar dalam buzz group dapat meningkatkan harga diri responden dan dapat meningkatkan pengetahuan melalui pemecahan masalah dan pengalaman melakukan pencegahan seksual yang disampaikan oleh kelompok lain. Hal ini yang kemudian memicu kesadaran responden bahwa kekerasan seksual mungkin dapat terjadi kepada anak sehingga peran pendidik responden menjadi meningkat.

Teori Health Belief Model (Hayden, 2014) menyatakan bahwa suatu kemungkinan perilaku (likelihood behavior) dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya perceived seriousness (keseriusan yang dirasakan), perceived

susceptibility (kerentanan yang dirasakan), perceived threat (ancaman yang dirasakan), perceived benefit (manfaat yang dirasakan), perceived barrier (hambatan yang dirasakan), modifying variable (faktor modifikasi), cues to action (isyarat untuk bertindak) dan self-efficacy (keyakinan individu). Peran pendidik merupakan suatu kemungkinan perilaku yang diharapkan terjadi kepada orang tua setelah diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group. Peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual dapat dipengaruhi oleh perasaan terancam, keseriusan, dan kerentanan (perceived threat, seriousness, and susceptibility) terhadap kekerasan seksual yang mungkin terjadi kepada anak. Peningkatan perasaan terancam, keseriusan dan kerentanan dapat dimulai oleh adanya cues to action (isyarat untuk bertindak) melalui pendidikan seks dengan metode buzz group. Dengan demikian, peningkatan kerentanan, keseriusan, dan ancaman yang dirasakan dapat meningkatkan peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak.

Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa tindakan merupakan suatu sikap optimis yang diwujudkan dalam suatu perbuatan nyata dengan didukung oleh faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Tindakan sendiri memiliki beberapa tahap yakni: (1) persepsi (persection), yaitu kondisi dimana seseorang mengenal dan memilih objek yang berhubungan dengan tindakan yang akan diambil; (2) Responsi terpimpin (guide response), yaitu kondisi dimana seseorang dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang sesuai; (3) Mekanisme (mecanisme), yaitu kondisi dimana seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu tersebut sudah menjadi suatu kebiasaan; (4) Adopsi (Adoption), yaitu suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik dengan

memodifikasi tindakan tanpa mengurangi kebeneran tindakan tersebut. Responden dalam penelitian ini diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group. Setelah diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group, responden kemudian melakukan penilaian terhadap informasi yang didapatkan, dan merealisasikan informasi tersebut ke dalam tindakan nyata.

Perkembangan seksualitas pada periode prasekolah berperan penting untuk mencegah kekerasan seksual. Hal ini berkaitan dengan perkembangan anak yang mulai melakukan eksplorasi seksual yang lebih menonjol pada periode ini (Wong et al., 2008). Sehingga pemberian pendidikan seks kepada orang tua dalam meningkatkan peran pendidik anak dapat dilakukan sebagai langkah pencegahan kekerasan seksual anak sejak dini.

Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian kecil responden sebelum diberikan pendidikan seks dalam pencegahan kekerasan seksual memiliki peran pendidik yang kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa program pendidikan seks dalam pencegahan kekerasan seksual untuk orang tua dibutuhkan untuk meningkatkan kewaspadaan orang tua dan tindakan orang tua dalam mencegah kekerasan seksual anak. Selain itu, karena kekerasan seksual merupakan suatu topik yang bersifat sensitif maka dibutuhkan dukungan dari sekolah, masyarakat, tenaga kesehatan, dan orang tua untuk mengembangkan pencegahan kekerasan seksual anak.

BAB 6 KESIMPULAN

Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian pengaruh pendidikan seks dengan metode buzz group terhadap peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak di Surabaya. Adapun hasil kesimpulan dan saran sebagai berikut:

6.1 Kesimpulan

1. Sebagian besar orang tua memiliki peran pendidik yang baik sebelum diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group.

2. Mayoritas orang tua memiliki peran pendidik yang baik setelah diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group.

3. Pendidikan seks dengan metode buzz group berpengaruh dalam meningkatkan peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak di Surabaya.

6.2 Saran

1. Bagi Tenaga Pengajar Pos PAUD

Tenaga Pengajar Pos PAUD disarankan dapat mengadakan program pendidikan seks dengan metode buzz group kepada orang tua dengan bekerjasama dengan perawat komunitas setempat sebagai pemberi pendidikan seks.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan kelompok pembanding dan teknik observasi sehingga dapat mencapai hasil penelitian yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Y., 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, Jakarta: Amzah. Alhamda, S. & Sriani, Y., 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Yogyakarta: Deepublish.

Ambarwati, R., 2013. Peran Ibu Dalam Penerapan Pendidikan Seksualitas Pada Anak Usia Pra Sekolah (Di TK SBI Kroyo, Karangmalang, Sragen). Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah 2013, pp.197–201. Anggono, H.S., 2015. Kendala Penyidik Dalam Mengungkap Tindak Pidana

Kekerasan Seksual Pada Anak (Studi Di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestabes Surabaya). Universitas Brawijaya.

Arivananthan, M., 2015. Buzz Groups. UNICEF. Available at: www.unicef.org/ [Accessed October 20, 2016].

Brooks, J., 2011. The Process of Parenting 8th ed., Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brown, J. & Saied-Tessier, A., 2015. Preventing child sexual abuse. pp.1–48. Chen, J., Dunne, M.P. & Han, P., 2007. Prevention of child sexual abuse in China:

knowledge, attitudes, and communication practices of parents of elementary school children. Child abuse & neglect, 31(7), pp.747–55.

Chen, J.Q. & Chen, D.G., 2005. Awareness of child sexual abuse prevention education among parents of Grade 3 elementary school pupils in Fuxin City, China. Health Education Research, 20(5), pp.540–544.

Council of Europe, 2011. Teach Your Child The Underwear Rule. , pp.1–7. Available at: http://www.underwearrule.org/ [Accessed October 20, 2016]. Dworkin, E. & Martyniuk, H., 2011. Child Sexual Abuse Prevention. In Child

Sexual Abuse Prevention Information Packet. National Sexual Violence Resource Center.

ECPAT Indonesia, 2016. Global Study On Sexual Exploitation of Children in Travavel and Tourism, Bangkok: ECPAT International.

Efendi, F. & Makhfudli, 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Eljaaly, Z.O. & Bakarman, M.A., 2015. Education Of Children About Sexual Abuse, How Far Parents Agree. Science International, 27(4), pp.3579–3581. Fisnawati, S., Indriati, G. & Elita, V., 2015. Hubungan Pengetahuan Orang Tua

Tentang Kesehatan Seksual Pada Anak Usia 7-12 Tahun dengan Sikap Orang Tua Dalam Pencegahan Kekerasan Seksual. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang iImu Keperawatan, 2, pp.638–646.

Hastono, S.P. & Sabri, L., 2010. Statistik Kesehatan, Jakarta: Rajawali Press. Hayden, J., 2014. Introduction to Health Behavior Theory 2nd ed., United States

of America: Jones & Barlett Learning.

Hollis, V., Konrad, A. & Whittaker, S., 2015. Change of Heart: Emotion Tracking to Promote Behavior Change. Proceedings of the 33rd Annual ACM Conference on Human Factors in Computing Systems - CHI ’15, pp.2643– 2652..

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2016. Apa Yang Perlu Diketahui Orang Tua Tentang Pelecehan Seksual Pada Anak. Available at: http://www.idai.or.id/ [Accessed October 20, 2016].

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2014. Mengajari Kewaspadaan Kekerasan Seksual Pada Anak. Available at: http://idai.or.id/ [Accessed October 20, 2016].

Ita, 2016. Risma: Bekali Anak Dengan Empati dan Kasih. Available at: http://puanpertiwi.com/ [Accessed October 20, 2016].

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2016. Arti Kata Orang. Available at: http://kbbi.web.id/ [Accessed October 20, 2016].

Kelrey, D.S.R., 2013. Hubungan Karakteristik Orang Tua Dengan Pengetahuan Orang Tua Tentang Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) Di Kelurahan Grogol Selatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kusumaningtyas, U., Rokhmah, D. & Nafikadini, I., 2013. Dampak Kesehatan Mental Pada Anak Korban Kekerasan Seksual. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013. Available at: http://repository.unej.ac.id/ [Accessed October 20, 2016].

Maharani, F.D., Setia, F., Ranadireksa, A., Raharjo F.D., Simatupang, D.F., Susilowati, A. & Rosmiati, 2015. Anak adalah Anugerah: STOP Kekerasan terhadap Anak. Jakarta: Kementerian Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia.

Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H. & Behrman, R.E., 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial 6th ed., Singapore: Elsevier.

Maulana, H.D.J., 2009. Promosi Kesehatan, Jakarta: ECG.

Mubarok, W.I., Chayatin, N. & Santoso, A.B., 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas, Pengantar dan Teori, Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka Cipta.

NSPCC, 2013. Simple Conversation To Keep Your Child Safe From Abuse.

Dokumen terkait