• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Ingat

Dalam dokumen PENDAHULUAN Latar Belakang (Halaman 33-45)

Daya ingat atau ingatan (memory) adalah kemampuan untuk mengingat kembali suatu pikiran paling tidak sekali dan biasanya berulang-ulang. Sedangkan belajar adalah kemampuan sistem syaraf untuk menyimpan ingatan. Menurut Morgan et al (1986), ada tiga jenis pemrosesan informasi, yaitu proses

encoding (pengkodean), proses storage (penyimpanan), dan proses retrival

(mendapatkan kembali). Encoding merupakan proses penerimaan input sensori dan transformasi input tersebut menjadi format atau kode yang dapat disimpan, atau disebut juga dengan proses persiapan stimulus untuk dapat disimpan. Dalam proses persiapan tersebut melibatkan pengorganisasian stimuli dan kemudian dilanjutkan dengan proses penyimpanan. Penyimpanan merupakan peletakan informasi yang telah dikode ke dalam memori. Sedangkan retrieval merupakan proses mendapatkan akses pada informasi yang telah disimpan dan dikode ketika informasi tersebut diperlukan. Dengan demikian tujuan pengkodean adalah membuat informasi menjadi siap untuk disimpan dan mempermudah pemanggilan informasi tersebut bila diperlukan. Kemudahan untuk memanggil kembali informasi sangat tergantung pada proses encoding (Morgan et al. 1986).

Ada dua kemungkinan level pemrosesan dalam encoding menurut Craik dan Lockhart (1972), yaitu berdasarkan makna atau semantik dan kedalaman pemrosesan. Analisis semantik menghasilkan pemrosesan yang lebih bermakna daripada analisis nonsemantik. Encoding yang lebih mendalam berdampak pada ingatan yang semakin baik. Dengan demikian proses encoding sangat ditentukan oleh strategi yang dipilih oleh seseorang dan informasi lain yang menyertai stimulus. Strategi yang digunakan dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki seseorang, dan seberapa besar usaha yang dilakukan untuk melakukan proses pengkodean tersebut.

Suatu sistem pemrosesan informasi dikemukakan oleh Atkinson dan Shiffrin yang disebut juga dengan “Atkinson and Shiffrin’s Store Model” (Gambar 6). Di dalam model tersebut dijelaskan bahwa ada tiga bagian sistem pemrosesan informasi, yaitu sensory register, short-term memory store, dan

LONG TERM MEMORY STORE Recognition Recall CONTROL PROCESSES OR MENTAL STRATEGIES Attention Rehearsal Organization Elaboration Recontruction SHORT TERM MEMORY STORE INPUT STIMULUS RESPONSE OUTPUT RESPONS storage retrieval R E G I S T E R S E N S O R Y

Gambar 6 Sistem pemrosesan informasi :

Atkinson and Shiffrin’s store model (Berk 1989)

Model tersebut menunjukkan adanya control processes yang berperan sebagai software dari sistem. Control processes merupakan strategi yang membantu seseorang meningkatkan efisiensi dan kapasitas penyimpanan (Berk 1989). Seperti halnya program komputer, control processes dapat mengarahkan aktivitas pada setiap tahapan pemrosesan informasi, menjaga agar informasi tetap berada pada tempatnya yang merupakan bagian sistem memori, dan memastikan seluruh sistem bekerja secara harmonis. Dengan demikian control processes membantu manusia untuk mengatasi keterbatasan yang terkait dengan seberapa banyak informasi yang dapat diproses.

Ada berbagai tingkat daya memori (ingatan) yang diklasifikasi sebagai berikut : 1. Ingatan sensoris

Kemampuan untuk menyimpan sinyal sensoris di dalam daerah sensoris otak untuk jangka waktu yang sangat singkat setelah pengalaman sensoris yang sebenarnya. Menurut Seifort KL & Hoffnung RJ (1997) biasanya sinyal ini tetap tersedia untuk analisa selama beberapa ratus millidetik tetapi digantikan oleh sinyal sensoris baru dalam waktu kurang dari satu detik, proses ini merupakan stadium awal proses ingatan.

2. Ingatan jangka pendek (Short term memory)

Ingatan jangka pendek adalah ingatan mengenai beberapa fakta, kata, bilangan, huruf atau keterangan-keterangan kecil lainnya selama beberapa detik sampai satu menit atau lebih pada suatu waktu. Menurut Berk (1989) dan Seifort KL & Hoffnung RJ (1997) pada memori jangka pendek informasi tinggal hanya beberapa saat mungkin sekitar 20 detik. Salah satu segi terpenting dari ingatan jangka pendek adalah informasi dalam simpanan ingatan ini segera tersedia sehingga orang tersebut tidak perlu mencari-cari hal tersebut di dalam ingatannya seperti yang dilakukan ketika mencari informasi yang telah disimpan di dalam simpanan ingatan jangka panjang.

Menurut Seifort dan Hoffnung (1997) jenis informasi yang masuk pada memori jangka pendek biasanya terbatas pada kira-kira tujuh keterangan kecil. Selanjutnya dikatakan bahwa ada perbedaan antara anak-anak dan dewasa pada kemampuan test digit. Pada anak-anak biasanya hanya dapat mengingat tiga digit sedangkan orang dewasa dapat mengingat sampai tujuh digit.

3. Ingatan jangka panjang (Long term memory)

Ingatan jangka panjang merupakan simpanan informasi di dalam otak yang dapat diingat kembali pada suatu waktu di masa yang akan datang bermenit-menit, berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan atau bertahun-tahun kemudian. Jenis ingatan ini disebut ingatan pasti (permanen). Ingatan jangka panjang dapat dibagi dua, yaitu : ingatan sekunder yaitu ingatan jangka panjang yang disimpan dengan jejak ingatan yang lemah, karena itu mudah untuk dilupakan. Kadang-kadang sulit untuk diingat kembali; membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencari informasi tersebut. Ingatan tersier adalah ingatan yang telah sedemikian

melekat di dalam pikiran sehingga ingatan tersebut biasanya dapat bertahan seumur hidup. Sangat kuatnya jejak ingatan pada jenis ingatan ini membuat informasi yang disimpan tersedia dalam sekejap mata. Proses ingatan ini berlangsung dalam otak, dimana otak akan dapat berfungsi secara optimal dengan adanya suplai glukosa.

Menurut Morgan et al (1986) ingatan sesaat dapat berlangsung selama 20 atau 30 detik. Informasi dalam ingatan sesaat yang tidak mengalami pemrosesan lebih lanjut akan hilang dalam waktu sekitar 15 detik. Informasi tersebut akan dipertahankan sedikit lebih lama apabila mengalami pemrosesan secara dangkal. Namun apabila mengalami pemrosesan yang lebih mendalam, informasi tersebut akan dipertahankan jauh lebih lama. Selanjutnya dikatakan bahwa informasi yang megalami pemrosesan lebih mendalam, yakni perhatian yang terfokus pada informasi tersebut (mungkin melalui pengulangan-pengulangan) atau informasi dihubungkan dengan informasi lain yang telah tersimpan di memori, maka akan dimasukkan ke dalam ingatan jangka panjang. Informasi yang sudah ditempatkan di dalam ingatan jangka panjang biasanya merupakan informasi yang sudah terorganisasi ke dalam kategori. Informasi tersebut akan bertahan selama beberapa hari hingga selama hidup.

Pengukuran Daya Ingat

Beberapa perbedaan yang terdapat dalam memori tergantung pada bagian mana dari model pemrosesan informasi yang digunakan. Memori jangka pendek merupakan suatu ciri dari pemikiran informasi sekeliling dan hanya untuk suatu periode yang pendek mungkin hanya sekitar 20 detik. Kemampuan memori jangka pendek pada anak usia sekolah sekolah lebih sedikit dibandingkan dengan orang dewasa. Berdasarkan tes digit pada usia sekitar 8 tahun biasanya hanya mengingat 3 digit sedangkan orang dewasa dapat mengingat sampai 7 digit (Seifort KL & Hoffnung RJ 1997).

Pengukuran ingatan dapat dilakukan dengan dua cara (Seifort KL & Hoffnung RJ 1997) yaitu mengenali kembali (recognation memory) dan mengingat kembali (recall memory). Pada recognation memory seseorang hanya membandingkan stimulus atau isyarat yang diberikan dengan pengalaman atau pengetahuan yang sebelumnya dia peroleh. Misalnya ketika anak-anak melihat

gambar atau foto-foto saat liburan beberapa bulan yang lalu, mereka akan dapat menggambarkan kembali hal-hal yang terjadi saat liburan tersebut yang sebelumnya sudah mereka lupakan. Sedangkan pada recall memory yang terjadi sebaliknya, seseorang diminta untuk mengingat kembali informasi tanpa memberikan rangsangan atau isyarat tertentu. Misalnya seseorang diminta untuk mengingat nomor telepon temannya tanpa melihat nomor tersebut. Recall umumnya lebih sulit dibandingkan dengan recognation, akan tetapi dalam perkembangannya menunjukkan pola yang sama yaitu mengalami perubahan sesuai dengan pertambahan umur.

Alat bantu yang digunakan dalam pengukuran ingatan seseorang dapat berupa huruf, kata atau gambar. Menurut penelitian Kustiyah (2004) pada anak sekolah, dalam pengukuran ingatan lebih baik menggunakan gambar dibandingkan dengan kata. Hal ini terkait dengan sistem pemrosesan informasi yang lebih mendalam pada gambar dibanding kata. Hal ini didukung oleh Paivio (1971) yang mengemukakan bahwa stimulan berupa gambar lebih mudah diingat karena mempunyai kode ganda yaitu kode visual dan verbal. Sedangkan menurut Nelson (1979) gambar lebih mudah diingat daripada kata-kata karena kode visualnya superior, dan representasi dari gambar lebih mudah dibedakan daripada kata-kata. Selanjutnya dikatakan oleh Norman (1976) bahwa stimulan yang dikenal misalnya berupa gambar yang dibuat berdasarkan kondisi lingkungan setempat sesuai dengan struktur kognitif, karena stimulan tersebut akan diproses secara lebih mendalam dan lebih bertahan lama daripada stimulan yang kurang dikenal oleh contoh.

Hubungan Gizi dengan Daya Ingat

Daya ingat (ingatan) anak merupakan suatu proses yang terjadi di otak tentunya sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan organ otak dan bagaimana stimulasi atau rangsangan diberikan agar otak dapat berkembang optimal menjalankan fungsinya. Keadaan gizi sejak janin dalam kandungan sampai bayi lahir dan usia dini perlu terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah, karena akan berpengaruh pada perkembangan otak. Menurut Pollit

(1990) apabila anak lahir dengan berat badan rendah akan mengalami gangguan fungsi kognitif dan kecerdasan intelektual pada usia sekolah. Kekurangan gizi pada masa bayi hingga usia 2 tahun dapat mengakibatkan terganggunya perkembangan mental dan kemampuan motoriknya, bahkan dapat mengakibatkan cacat permanen.

Gizi yang tidak seimbang, gizi buruk, serta derajat kesehatan anak yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak, dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat, menyerap, menyimpan, memproduksi dan merekonstruksi informasi. Selanjutnya dikatakan bahwa pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara orangtua mengasuh dan memberi makan serta menstimulasi anak pada usia dini. Namun stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak tidak akan bermanfaat bagi masa depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak pada kondisi yang tidak baik. Keadaan gizi pada usia dini yang terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah, akan berpengaruh besar pada perkembangan otak (Jalal F 2003).

Banyak penelitian yang menilai dampak defisiensi gizimikro pada perkembangan anak merupakan pengaruh langsung, kemungkinan melalui perubahan anatomi syaraf atau neurotransmission. Namun demikian, ada kemungkinan lain bahwa perubahan perilaku berhubungan dengan defisiensi gizimikro disamping perawatan anak, sehingga mempengaruhi perkembangan anak dimasa selanjutnya (Black 2003). Faktor yang berpengaruh terhadap sintesis neurotransmitter di dalam syaraf antara lain keberadaan prekursor dan enzim-enzim. Prekursor tersebut tidak dapat disintesis oleh otak sehingga harus diperoleh dari sirkulasi darah. Kadar prekursor dalam plasma darah secara normal berfluktuasi tergantung pada asupan makanan dan daya serap (bioavailabilitas). Pada kondisi normal, peningkatan konsumsi makanan yang mengandung prekursor akan menstimulasi pembentukan neurotransmitter. Namun laju prekursor memasuki otak bervariasi sesuai dengan konsentrasinya dalam plasma (Kanarek dan Mark-Kaufman 1991). Selanjutnya dikatakan bahwa sejumlah vitamin juga mempunyai peranan yang penting dalam mendukung fungsi syaraf pusat dan perkembangan manusia. Vitamin ini meliputi tiamin,

niasin, piridoksin, cobalamin (vitamin B12), dan asam folat, yang sudah banyak dibuktikan melalui penelitian terhadap hewan percobaan.

Hubungan antara zat gizi dengan fungsi kognitif merupakan topik kesehatan masyarakat yang menarik untuk dibicarakan pada saat ini, terutama zat-zat gizimikro. Vitamin B12, vitamin B6 dan asam folat mempengaruhi fungsi kognitif terutama melalui perannya sebagai kofaktor dalam pembentukan dan pemeliharaan sistem syaraf pusat (Bryan J et al 2002) melalui dua proses mekanisme. Pertama, disebut hipotesis hypomethyllation bahwa vitamin B secara langsung mempengaruhi penghambatan penyediaan methyl yang diperlukan pada reaksi-reaksi komponen sistem syaraf pusat seperti protein, pospolipid, DNA; metabolisme neurotransmitter seperti monoamin (depamin, norepineprin, dan serotonin), melatonin, yang berperan penting untuk status neurologi dan psikologi. Kedua, hipotesis homosyistein, bahwa asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 secara tidak langsung dan mungkin dalam waktu yang lama berpengaruh pada otak melalui cerebrovasculature, dan berfungsi memelihara integritas sistem syaraf pusat melalui perannya dalam mencegah penyakit vasculer, yang sangat penting dalam fungsi kognitif.

Beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara defisiensi vitamin B12 dengan penurunan fungsi kognitif pada subyek kelompok dewasa dan usia lanjut telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Bryan J et al (2002) di Australia menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari supelemen vitamin B12, vitamin B6 dan asam folat terhadap kemampuan memori yang diukur melalui kecepatan pemerosesan, kemampuan mengingat dan mengenal serta kemampuan verbal. Sedangkan penelitian Lewerin C et al (2005) pada kelompok lanjut usia di swedia, menunjukkan bahwa plasma homosistein dan serum Methyl Malonic Acid (MMA) yang tinggi berkorelasi terbalik dengan kemampuan kognitif dan kemampuan bergerak. Pemberian vitamin B12 secara oral dapat menormalkan kadar plasma homosistein dan serum MMA, walaupun tidak berpengaruh pada kemampuan kognitif dan kemampuan bergerak. Hal ini kemungkinan disebabkan penurunan fungsi kognitif saat kekurangan vitamin tidak dapat dikembalikan (irreversible) atau mungkin dosis dan lama pemberian yang kurang tepat. Penelitian lain oleh Ellen MW et al (2002) dari pusat

penelitian kedokteran University of Pittsburgh, mengemukakan bahwa subyek dengan level vitamin B12 yang rendah secara signifikan mempunyai skor kognitif yang lebih rendah dan skor demensia yang lebih tinggi dibandingkan subyek yang mempunyai level vitamin B12 normal.

Selain berkaitan dengan defisiensi vitamin B12, penurunan fungsi kognitf sering juga dihubungkan dengan zat gizi lain seperti asam folat yang merupakan komponen penting dalam pembentukan hemoglobin disamping zat gizi lain. Quadri P et al (2004) mengemukakan bahwa defisiensi folat dapat mendahului terjadinya Alzheimer Disease (AD) dan Vascular Dementia (VaD). Hiperhomosisteinemia atau tingginya kadar homosistein dalam darah juga merupakan faktor risiko awal terjadinya penurunan kognitif pada lanjut usia, walaupun perannya dalam demensia masih belum jelas sehingga masih diperlukan studi longitudinal. Morris MS et al (2007) dalam penelitiannya pada kelompok usia lanjut di Amerika menemukan bahwa status vitamin B12 yang rendah berhubungan dengan anemia dan penurunan fungsi kognitif walaupun serum folat tinggi. Selanjutnya dikatakan bahwa bila status vitamin B12 normal dan konsentrasi folat tetap tinggi akan dapat mencegah penurunan fungsi kognitif. Hal ini menunjukkan vitamin B12 berkaitan dengan fungsi kognitif. Hasil penelitian Mooijaart SP et al (2005) menunjukkan peningkatan serum homosistein dan penurunan asam folat dihubungkan dengan penurunan kognitif pada lanjut usia, tetapi tidak dapat diprediksi besarnya penurunan kognitif tersebut. Namun demikian penelitian lain oleh Eussen SJ et al (2006) menemukan bahwa suplementasi oral dengan vitamin B12 atau dikombinasi dengan asam folat selama 24 minggu pada lanjut usia tidak dapat memperbaiki fungsi kognitif. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan fungsi kognitif sulit dikembalikan menjadi kondisi normal, sehingga yang paling baik dilakukan adalah pencegahan agar tidak terjadi penurunan fungsi kognitif.

Hubungan antara defisiensi vitamin B12 dengan fungsi kognitif pada anak-anak juga menjadi topik bahasan yang cukup menarik walaupun masih terbatas. Studi kasus anemia bayi dan ibu ( yang tidak mampu menyerap vitamin B12) atau ibu vegetarian. Bayinya akan berisiko untuk terhambatnya perkembangan – milestones. Studi observasi anak-anak yang defisiensi vitamin

B12 dari ibu yang hanya mengkonsumsi pangan nabati di Belanda mengalami hambatan perkembangan motorik dan bahasa dibandingkan dengan bayi dari ibu yang mengkonsumsi pangan nabati dan hewani. Pada usia 12 tahun, anak-anak dari ibu yang makan pangan nabati mempunyai tingkat ‘methilmalonic acid’ lebih tinggi dan skor yang lebih rendah pada penilaian kognitif (termasuk Raven’s progressive matrices, Digit Span dan Block Design) dibandingkan anak-anak dari ibu yang mengkonsumsi pangan nabati dan hewani (Black 2003).

Penelitian Kustiyah (2004) terhadap murid sekolah dasar kelas empat, lima dan enam di kabupaten Bogor, tentang pengaruh pemberian makanan kudapan terhadap perubahan kadar glukosa darah, hemoglobin dan daya ingat anak. Daya ingat anak diukur dengan metode mengingat kata dan gambar. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pemberian makanan kudapan berpengaruh positif nyata terhadap kadar glukosa darah. Sedangkan konsumsi protein dan zat besi berpengaruh positif terhadap kadar hemoglobin. Dengan mengontrol variabel konsumsi karbohidrat, konsumsi protein dan kadar hemoglobin, kadar glukosa darah berpengaruh positif sangat nyata terhadap daya ingat anak terhadap gambar. Sedangkan daya ingat terhadap kata dipengaruhi secara nyata oleh kadar hemoglobin dan konsumsi energi.

Sungtthong R et al (2002) dalam studinya pada anak-anak sekolah di Thailand menemukan bahwa terjadi peningkatan fungsi kognitif sejalan dengan meningkatnya kadar hemoglobin pada anak yang mengalami defisiensi besi, akan tetapi tidak terjadi perubahan kadar hemoglobin pada anak-anak yang mempunyai serum ferritin normal. Anak-anak dengan anemia defisiensi besi mempunyai fungsi kognitif yang rendah (IQ point dibawah rata-rata), sedangkan anak-anak yang tidak mengalami defisiensi besi dan kadar hemoglobinnya normal mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik (IQ point diatas rata-rata).

Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, berikut ini pada Tabel 5 dapat dilihat beberapa penelitian yang berkaitan dengan vitamin B12 dengan berbagai disain dan subyek penelitian.

Tabel 5 Beberapa hasil studi tentang defisiensi vitamin B12 dengan berbagai disain penelitian

No Sumber Tempat/

negara Disain, subyek Intervensi Hasil/kesimpulan

1 Eussen SJ et al 2006

Belanda Double blind

placebo controlled trial, 195 orang usia lanjut (≥ 70 tahun) Suplemen kapsul - 1000 μg vitamin B12 - 1000 μg vitamin B12 + 400 μg asam folat - selama 24 minggu - Suplemen vitamin B12 atau kombinasi dengan asam folat dapat memperbaiki status defisiensi vitamin B12 tetapi tidak memperbaiki fungsi kognitif 2 Hin H et al 2006

Inggris Cross sectional

study dilanjutkan intervensi 3 bulan, 1000 orang usia lanjut (≥ 75 tahun) Khusus yang mempunyai serum vitamin B12 < 133 pmol/L diberi suplemen 1000 μg intramuscular/ bulan selama 3 bulan - 13 persen partisipan menpunyai kadar vitamin B12 rendah - Intervensi 3 bulan dapat memperbiki status biokimia vitamin B12 namun tidak memperbaiki kondisi klinis 3 Eussen SJ et al 2005 Belanda Randimized parallel group double blind dose finding trial, 120 orang usia lanjut Suplemen vitamin B12 secra oral, dosis 2.5, 100, 250, 500, 1000 μg selama 16 minggu

- Dosis yang paling rendah dapat menormalkan kondisi defisiensi vitamin B12 ringan 4 Dhonuk she-Rutten RAM et al 2005

Belanda Two double blind randomized

controlled intervention study, usia lanjut yang defisiensi vitamin B12 ringan (≥ 70 tahun) - Susu fortifikasi vit B12 1000 μg/125 ml /hari - Kapsul vitamin B12 1000 μg/hr - Selama 12 minggu - Pemberian vitamin B12 melalui susu merupakan alternatif yang efektif pengganti kapsul untuk memperbaiki status vitamin B12 5 Tucker KL et al 2004 Am eri ka Se rik at Randomized double blind trial 189 orang usia 50-85 tahun Intervensi 1 cangkir sarapan sereal yang difortifikasi dengan 440 μgasam folat, 1.8 mg vitamin B6 dan 4.8 μg vitamin B12 selama 14 minggu - Proporsi defisisensi vitamin B12 turun dari 9 % menjadi 3 % - Rata-rata vitamin B12 plasma meningkat 401±13 menjadi 480±18 pg/mL 6 Siekma nn JH et al 2003 Kenya Eksperimen: studi efek pangan hewani secara random menurut sekolah, 555 anak sekolah (5-14 tahun) Makanan tambahan - daging sapi 60-85 g/hr - susu 200-250 ml/hr - Suplemen energi - selama 1 tahun - Pemberian daging dan susu selama 1 tahun dapat menurunkan prevalensi defisiensi vitamin B12 7 Lewerin C et al Swedia Placebo-controlled Kapsul berisi 0.5

2000 randomized

study 0.8 μg asam folat + 3 mg vitamin B6 Diberikan selama 4 bulan

yang tinggi dan 11 % mempunyai konsentrasi MMA yang tinggi - Pemberian vitamin B dapat menormalkan kadar homocyctein dan MMA namun tidak mempebaiki fungsi kognitif 8 Rustan E dkk 2001 Indonesia Randomised clinical trial with double blinded placebo controlled study 74 ibu hamil anemia Suplemen kapsul 200 mg ferrosus sulfat dan 0.25 mg asam folat - Kadar homosistein awal penelitian tidak menunjukkan indikasi defisiensi folat dan vitamin B12 - Dosis 250 mg folat optimal untuk menurunkan kadar homosistein plasma 9 Kartika V dkk 1998 Indonesia Eksperimental study 155 WUS yang anemia suplementasi pil besi + folat + vitamin B12

- Intervensi pil besi + asam folat + vit B12 paling baik untuk menurunkan anemia sekalipun pola konsumsi yang rendah

- Alternatif lain adalah pil besi + vitamin B12.

10 Clarke R et al 2007

Inggris Cohort study

1993-2003, 1648 orang - status vitamin B12 yang rendah berhubungan dengan penurunan kognitif 11 Hoey L et al 2007

Inggris Cross sectional

study, 662 orang dewasa - Fortifikasi pangan secara sukarela berhubungan dengan peningkatan intik pangan dan status biomarker folat serta metabolisme vitamin B12 dan menguntungkan bagi kesehatan 12 Morris MS et al 2007 Boston Amerika Cross sectional study, 1458 orang umur ≥ 65 tahun - Status vitamin B12 yang rendah berhubungan dengan anemia dan penurunan fungsi kognitif walaupun serum folat tinggi - Bila status vitamin

B12 normal dan folat tinggi akan dapat mencegah

penurunan fungsi kognitif 13 Bor MV et al 2006

Denmark Cross sectional study Wanita postmenopause (41-75 tahun) - Intik 6 μg perlu untuk memperbaiki semua ukuran variabel vitamin B12 pada wanita postmenopause 14 Clarke R et al 2004

Inggris Cross sectional

study, 3511 orang usia lanjut ≥ 65 tahun - prevalensi defisiensi vitamin B12 meningkat dengan bertambahnya umur - defisiensi vitamin B12 ditemukan pada 1 dari 20 orang yang berumur 65-74 tahun dan 1 dari 10 orang yang berumur ≥75 tahun

15 Quadri P et al 2004

Itali Cross sectional

study 228 usia lanjut - konsentrasi folat yang rendah berhubungan dengan gangguan kognitif

- Hcy yang tinggi merupakan risiko awal terjadinya gangguan kognitif - 16 Rogers LM et al 2003 Guatemal

a Cross sectional study, 553 anak sekolah (8-12 tahun) - 33 persen defisiensi vitamin B12 (11 % vitamin B12 plasma rendah dan 22 % vitamin B12 plasma marjinal) 17 Clarke R et al 2003

Inggris Cross sectional

study 1562 orang usia lanjut ≥ 65 tahun - Prevalensi defisiensi vitamin B12 10 % pada usia 65-74 tahun dan 20 % pada usia ≥ 75 tahun 18 Monsen AB et al 2003

Norwegia Cross sectional study

700 anak umur 4 hari – 19 tahun

- Pada bayi umur 6 minggu - 6 bulan konsentrasi Hcy dan MMA lebih tinggi dari kelompok umur lain

19 Hao Ling et al 2003

China Cross sectional

study 2407 orang dewasa (35-64 tahun) - Prevalensi defisiensi vitamin B12 11 % di China selatan dan 39 % di China Utara - Defisiensi vitamin

di China utara dan 1 % di China selatan - prevalensi vitamin

B12 lebih tinggi pada wanita dibanding

Dalam dokumen PENDAHULUAN Latar Belakang (Halaman 33-45)

Dokumen terkait