BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis Metafora
4.2.1 Daya Menyangatkan
4.2.1.3 Daya Menyangatkan (Kekuatan)
Daya menyangatkan (kekuatan) dalam penelitian ini ditunjukkan oleh ranah sumber ungkapan metaforis yang mana secara tersirat mengandung konsep kuatnya atau lemahnya suatu hal yang dikonseptualkannya. Berikut merupakan diagram yang dapat digunakan untuk merealisasikan konsep daya menyangatkan (kekuatan).
Daya menyangatkan (Kekuatan) 
Daya metaforis menyangatkan (kekuatan) yang ditemukan dalam penelitian dapat dilihat pada data,
(20) “caba bae, dadi gendra apa ora! Yen nganti ora dadi gendra, ateges (a) tulisanmu kurang canggih! (b) Ompong, (c) sepa,tanpa greget!
PS/39/hal. 20/29 september 2012. ‘coba saja, jadi ramai apa tidak! Kalau sampai tidak menjadi ramai, berarti tulisanmu kurang canggih! Ompong, hambar, tanpa kekuatan!’
…tulisanmu …ompong,… tulisan +Pron. Adj.
Sangat Lebih Sangat lebih Jauh lebih Kuat Lemah
‘tulisanmu … tidak mempunyai kekuatan/pengaruh’
Kata ompong pada ungkapan (20b) merupakan piranti konseptual yang menunjukkan konsep tidak mampunya suatu tulisan untuk mempengaruhi pembaca. Dalam bahasa Jawa, ompong berarti hilangnya beberapa gigi. Gigi yang jumlahnya sudah tidak lengkap biasanya terjadi pada seseorang yang sudah berusia lanjut, namun tidak menutup kemungkinan hal itu bisa terjadi pada masa kanak-kanak, remaja dan juga dewasa karena suatu hal. Keadaan itu menjadikan berkurangnya fungsi gigi secara optimal, sehingga kekuatan untuk mengunyah, mencabik, dan mengerat pun hilang. Sehubungan dengan ungkapan metaforis (20b), kata ompong secara tidak langsung mengandung konsep lemahnya tulisan untuk mempengaruhi pembaca. Dengan demikian kata ompong menjadi pilihan yang tepat karena mengandung daya menyangatkan lemahnya.
(24) “Orak! Aku ora gelem dipeksa dening panguwasa! Jajal dheweke arep ngapa, dakadhepane!”Gagah tembunge Tuti Kusumo.
PS/41/hal. 19/13 oktober 2012. ‘tidak! Aku tidak mau dipaksaoleh penguasa! Coba dia mau apa, saya hadapi! Gagah perkataan Tuti Kusumo.
Gagah tembunge Tuti Kusumo. Gagah tembung+suf. NAMA. ‘Gagah perkataannya Tuti Kusumo.’
Dalam ungkapan gagah tembunge Tuti Kusumo, terdapat kata gagah yang mengkonseptualkan perkataan tegas seseorang yang bernama Tuti Kusumo. Dalam kehidupan sehari-hari,gagahmemiliki arti tampak mulia, kuat, bertenaga, besar, dan tegap, yang biasanya digunakan untuk menggambarkan tubuh seseorang. Kata gagah
dipilih untuk piranti konseptual karena memiliki muatan emosi betapa sangat kuatnya suatu entitas yang gagah. Jadi, ungkapan (24) melalui kata gagah menyiratkan daya menyangatkan kekuatan.
(44)Surtikanthi ora mangsuli, untune nggeget.Mripate nyawang Raharja landhep. PS/49/hal. 19/8 Desember 2012. ‘surtikanthi tidak menjawab, giginya menggigit. Matanya menatap Raharja
tajam’.
Mripate nyawang Raharja landhep. Mripat-suf. V. NAMA Adj.
‘matanya menatap Raharja tajam’.
Kata tajam pada ungkapan (44) merupakan ranah sumber yang menjelaskan tatapan mata yang sangat kuat. Tajam secara harfiah berarti mudah digunakan untuk mengiris, menusuk, melukai, dan sebagainya. Dapat kita bayangkan sebilah benda seperti pisau, belati, atau pedang yang tajam akan mudah digunakan sesuai fungsinya (untuk mengiris, menusuk, melukai, dan sebagainya). Sehubungan dengan ungkapan (44), kata tajam lebih dipilih sebagai ranah sumber karena secara tersirat menunjukkan suatu emosi atau sikap yang menyangatkan kekuatan hingga mampu untuk mengiris, menusuk, melukai, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan, ungkapan metaforis mripate nyawang Raharja landhep menunjukkan daya metaforis menyangatkan kekuatan.
(46)Kajaba iku, brayate Surtikanthi mono kondhangwong atos, wong disiplin!Jujur ndlujur, ora kena dituku!
PS/49/hal. 19/8 Desember 2012. ‘selain itu, Surtikanthi itu terkenal orang keras, orang disiplin! Sangat jujur, tidak bisa dibeli!’
Jujur ndlujur, ora kena dituku! Jujur ndlujur,neg. Adj.dituku! ‘Sangat jujur, tidak bisa dibeli!
Dalam ungkapan metaforis jujur ndlujur, ora kena dituku terdapat dua ranah sumber yang berbeda tetapi mengkonseptualkan hal yang sama. Ranah sumber itu terletak pada kata ndlujur dan frasa ora kena dituku. Kata ndlujur berarti keadaan yang membujur lurus tanpa terlipat/berbelok, biasanya digunakan untuk menggambarkan bagian tubuh manusia (kaki yang lurus sejajar). Selanjutnya, frasa ora kena dituku berarti tidak bisa dibeli, biasanya digunakan manusia untuk menggambarkan entitas yang sangat bernilai/berarti bagi manusia. Kedua ranah sumber itu disandingkan dengan kata jujursehingga membentuk ungkapan metaforis jujur ndlujur, ora kena dituku, yaitu: sifat jujur yang sangat kuat yang dimiliki oleh seseorang. Sehubungan dengan ungkapan metaforis (46), kata ndlujur dan frasa ora kena dituku lebih dipilih karena menyiratkan emosi yang sama, yaitu: daya menyangatkan kekuatan dan dapat memberikan kesan yang nyata dalam benak pembaca.
(49) Wiwit ikuSuryo ora kober mikir prawan liya, awit pikiran lan tenagane entek kanggo mikir gaweyan, golek dhuwit amba kanthi cara apa bae ben ora disawiyah bapake Surtisarta momong Guritno kang duweimpen dhuwur.
PS/51/hal. 20/22 Desember 2012. ‘Sejak saat itu Suryo tidak sempat memikirkan gadis lain, karena pikiran dan tenaganya habis untuk pekerjaan, mencari uang banyak dengan cara apa saja biar tidak diremehkan ayahnya Surti serta mengasuh Guritno yang mempunyai impian yang luhur.’
… Suryo…disawiyah bapake surti…
…NAMA … pref.+sawiyah bapakeNAMA…
Dalam data (49) terdapat ungkapan metaforis… Suryo… disawiyah bapake Surti .... Kata disawiyah merupakan ranah sumber yang mengkonseptualkan seseorang yang bernama Suryo. Disawiyah berasal dari kata dasar sawiyah yang berarti anak dari binatang cicak, mendapat prefiks di- (dibuat menjadi). Dalam ungkapan (49), disawiyah berarti dianggap remeh. Kata itu dipilih sebagai ranah sumber karena secara tidak langsung menyiratkan suatu entitas yang kecil, tidak mempunyai kekuatan atau bisa dikatakan lemah. Jadi, kata disawiyah dalam ungkapan metaforis (49) mengandung daya metaforis menyangatkan kekuatan (lemahnya).
(55) Tuti tumungkul, ora wani cemuwit, ning uga mbatin: jare mau oleh duwe pamaryoga, ningnyatane karepe bapake ora kena dieluk.Ketara yenotoritase dhuwur!
PS/4/hal. 19/26 Januari 2013. ‘Tuti menunduk, tidak berani membantah, tetapi dalam hati juga berkata: katanya tadi boleh punya pendapat, akan tetapi kenyataannya keinginan ayahnya tidak bisa ditekuk. Terlihat kalau otoritasnya sangat dominan!
Ketara yenotoritase dhuwur! Ketarap.otoritaseAdj.!
Tampak kalau otoritasnya tinggi!
Frasaora kena dieluk dan katadhuwur dalam ungkapan (55) menunjukkan daya metaforis menyangatkan kekuatan. Dalam bahasa Jawa, ora kena dielukberarti tidak bias dibengkokkan/ditekuk, hal itu menunjukkan suatu entitas yang sangat kuat sehingga tidak dapat dirubah bentuknya. Kata dhuwur berarti ruang yang jauh jaraknya dari sebelah bawah. Dalam ungkapan metaforis otoritase dhuwur, kata dhuwur digunakan untuk mengkonseptualkan tingkat otoritas yang kuat/dominan dalam diri seseorang. Dengan demikian, frasa ora kena dieluk dan kata dhuwur
dalam ungkapan metaforis (55) secara tersirat mengandung daya menyangatkan kekuatan.