• Tidak ada hasil yang ditemukan

PESISIR TELUK LAMPUNG

4.3 Ekonomi Wilayah

4.3.4 Daya saing sektor ekonom

Penggambaran daya saing ekonomi wilayah pesisir dilakukan melalui analisis pergeseran-pertumbuhan (shift–share), yang menunjukkan pergeseran dan peranan perekonomian wilayah pesisir Teluk Lampung terhadap perekonomian Provinsi Lampung. Komponen di dalam analisis dapat menunjukkan pengaruh dari kombinasi campuran dan daya saing suatu perekonomian wilayah (Hoover dan Giarratani 1999; Rustiadi et al. 2009). Komponen analisis dalam konteks wilayah pesisir Teluk Lampung dan Provinsi Lampung meliputi:

1) Komponen pertumbuhan total wilayah (S), menggambarkan pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian wilayah pesisir Teluk Lampung

yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Provinsi Lampung.

2) Komponen pergeseran proporsional (P), merupakan pertumbuhan total sektor yang bersangkutan secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan seluruh sektor dalam wilayah provinsi, yang menunjukkan dinamika sektor tersebut secara total dalam wilayah provinsi. Nilai Pj > 0 dapat diinterpretasikan bahwa sektor yang bersangkutan tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan total sektor provinsi; nilai Pj < 0 dapat diinterpretasikan bahwa sektor yang bersangkutan relatif tumbuh lebih lambat.

3) Komponen pergeseran diferensial (D), menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi sektor yang bersangkutan dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor tersebut dalam wilayah provinsi. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan) sektor tersebut di wilayah pesisir Teluk Lampung terhadap sektor yang sama di wilayah lain dalam wilayah provinsi. Nilai Dj > 0 diinterpretasikan bahwa sektor yang bersangkutan memiliki keunggulan terhadap sektor yang sama, terkonsentrasi, dan tumbuh lebih cepat di wilayah pesisir dibandingkan dengan wilayah lain dalam provinsi; nilai Dj < 0 diinterpretasikan bahwa sektor yang bersangkutan relatif tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan wilayah lain dalam provinsi.

Hasil analisis pergeseran-pertumbuhan yang menggunakan data nilai tambah sektor (dari PDRB tahun 2003 dan 2007) dalam konteks wilayah wilayah pesisir Teluk Lampung dan Provinsi Lampung, disajikan pada Tabel 20.

Interpretasi hasil analisis dari komponen P menunjukkan bahwa sektor perikanan, listrik dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi, serta keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; merupakan sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat daripada total pertumbuhan di tingkat provinsi. Dari komponen D, menunjukkan bahwa sektor angkutan laut dan penyeberangan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa; tumbuh lebih cepat di wilayah

pesisir dibandingkan dengan wilayah lain di dalam provinsi, karena ditunjang oleh keuntungan lokasional wilayah pesisir.

Tabel 20 Komponen pergeseran-pertumbuhan wilayah pesisir Teluk Lampung No . Sektor Pertum- buhan total wilayah (S) Pergeseran proporsio- nal (P) Pergeseran diferensial (D) 1 Perikanan 0,2155 0,5111 -0,2562

2 Angkutan Laut dan Penyeberangan 0,2155 -0,0251 0,0802

3 Pariwisata 0,2155 -0,0272 -0,0283

4 Pertanian 0,2155 -0,0549 -0,0428

5 Pertambangan dan Penggalian 0,2155 -0,4899 0,2806

6 Industri Pengolahan 0,2155 -0,0041 0,1112

7 Listrik dan Air Bersih 0,2155 0,0646 -0,3864

8 Bangunan 0,2155 -0,0601 -0,0476

9 Perdagangan 0,2155 -0,0188 -0,0202

10 Pengangkutan dan Komunikasi 0,2155 0,0837 0,0066 11 Keu., Persewaan, dan Jasa Prsh. 0,2155 0,5161 0,0859

12 Jasa-jasa 0,2155 -0,1059 0,0004

Sumber: BPS Bandar Lampung (2008a, 2008b), BPS Pesawaran (2008a, 2008b), BPS Lampung Selatan (2008a, 2008b)

Dengan menggabungkan nilai komponen P dan D dengan LQ, dapat diambil informasi yang lebih banyak mengenai sektor-sektor perekonomian wilayah pesisir. Melalui penggabungan tersebut dikembangkan tipologi daya saing sektor sebagai berikut:

 Daya saing tinggi: sektor basis (LQ > 1), dengan salah satu atau kedua nilai Pj dan Dj > 0;

 Daya saing rendah: sektor basis (LQ > 1), nilai Pj < 0 dan Dj < 0;

 Tidak berdaya saing: bukan sektor basis (LQ < 1).

Hasil penggabungan nilai LQ, Pj, dan Dj, secara lengkap disajikan pada Tabel 21.

Penggabungan nilai LQ, Pj, dan Dj, menunjukkan bahwa terdapat tujuh sektor ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung yang berdaya saing tinggi, yang merupakan sektor ekonomi basis dengan pertumbuhan yang tinggi dan/atau memiliki keunggulan lokasional dari wilayah pesisir. Konsisten dengan hasil dari

LQ, sektor-sektor ekonomi yang menonjol adalah sektor basis seperti perikanan serta angkutan laut dan penyeberangan. Pengembangan sektor-sektor yang

berdaya saing tinggi dapat menjadi kebijakan pengembangan wilayah pesisir Teluk Lampung, dan harus diakomodasi dalam perencanaan tata ruang.

Tabel 21 Daya saing sektor ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung

No. Sektor LQ Pj Dj Daya

Saing

1 Perikanan >1 >0 <0 Tinggi

2 Angkutan Laut dan Penyeberangan >1 <0 >0 Tinggi

3 Pariwisata >1 <0 <0 Rendah

4 Pertanian <1 <0 <0 TBS

5 Pertambangan dan Penggalian <1 <0 >0 TBS 6 Industri Pengolahan >1 <0 >0 Tinggi 7 Listrik dan Air Bersih >1 >0 <0 Tinggi

8 Bangunan >1 <0 <0 Rendah

9 Perdagangan <1 <0 <0 TBS

10 Pengangkutan dan Komunikasi >1 >0 >0 Tinggi 11 Keu., Persewaan, dan Jasa Prsh. >1 >0 >0 Tinggi

12 Jasa-jasa >1 <0 >0 Tinggi

Keterangan: TBS = tidak berdaya saing

Sumber: BPS Bandar Lampung (2008a, 2008b), BPS Pesawaran (2008a, 2008b), BPS Lampung Selatan (2008a, 2008b)

4.3.5 Investasi

Investasi langsung (direct investment) merupakan pemacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung yang lebih tinggi dari Provinsi Lampung, tampaknya dipengaruhi secara nyata oleh laju investasi di wilayah ini. Demikian juga pola pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung yang fluktuatif (Gambar 23), tampaknya juga dipengaruhi oleh pola investasi yang sangat fluktuatif, seperti disajikan pada Gambar 25.

Dalam kurun waktu 2000-2007, investasi langsung di wilayah pesisir Teluk Lampung secara kumulatif berjumlah sekitar Rp 1,5 triliun, dengan angka rata-rata sekitar Rp 188 milyar per tahun. Investasi tersebut dilakukan oleh 50 perusahaan domestik dan asing, dengan sektor utama adalah industri pengolahan dan penunjang angkutan laut (BPMD Prov. Lampung 2008). Lapangan kerja yang tercipta dari investasi tersebut adalah sebanyak 11.238 orang. Nilai investasi terbesar dicapai pada tahun 2006 yaitu sekitar Rp 463 milyar, dan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu lebih dari 700%. Pada ekstrim yang lain, investasi terkecil terjadi 2002 (hanya Rp 9,8 milyar), dan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2002 dan 2007 yaitu sekitar -90%.

Terkait dengan pemodelan sistem dinamik (diuraikan pada Bab 6), peubah investasi yang sangat fluktuatif tersebut dapat menimbulkan bias yang sangat besar terhadap pemodelan. Oleh karena itu, nilai awal tahun 2003 pada model, diambil dari besaran rata-rata investasi dalam kurun waktu 2000-2007, dengan fraksi pertumbuhan merupakan rata-rata pertumbuhan dalam kurun waktu yang sama.

4.4 Prasarana dan Sarana Wilayah