• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

G. Uji Sifat Fisis

1. Daya Sebar

tempat aplik yang berhub karakteristik untuk ketep penggunaann 2. Viskosita Vis mengalir, m Swarbick, da Gamb at fisis dan kecepatan pe ri formulasi Banker, 199 bar ya sebar be kasinya yan bungan lang k yang penti atan transfe nya (Garg et as skositas ada maka makin an Cammara bar 2. Sigma n karakterist encampuran, mempenga 96). G. erhubungan ng mencerm gsung denga ing dari form

r dosis atau t al., 2002). alah suatu p tinggi visko ata, 1993). a blade mixe tik dari sen tipe peralat aruhi hasil s Uji Sifat F dengan sud minkan kelic an koefisien mulasi sedia u melepaskan pernyataan ositas akan er (Aulton, 2 nyawa dan tan), lama p sediaan yang Fisis dut kontak a cinan (lubric gesekan. D an topikal d n bahan oba tahanan dar makin besa 2002) campuranny pencampuran g didapat (L antara sedia city) sediaan Daya sebar m dan bertangg atnya, dan k ri suatu ca ar tahananny ya, metode n, dan sifat Lieberman, aan dengan n tersebut, merupakan gung jawab kemudahan iran untuk ya (Martin,

H. Stabilitas Emulsi

Emulsi yang stabil adalah dimana droplet fase terdispersinya tetap memiliki sifat asalnya dan terdistribusi secara merata dalam fase kontinyu.

1. Creaming

Creaming adalah pemisahan emulsi menjadi 2 bagian, dimana bagian yang satu memiliki fase fase dispersi lebih banyak dari bagian yang lain. Peningkatan creaming sangat memungkinkan terjadinya koalesen dari droplet, karena kedua hal tersebut sangat erat hubungannya. Emulsi yang mengalami creaming terlihat tidak elegan dan jika emulsi tidak digojog secara cukup, ada kemungkinan pasien tidak mendapat dosis yang benar. Mempertimbangkan pemakaian kualitatif dari hukum Stokes’ akan menunjukkan bahwa kecepatan terbentuknya creaming dapat dikurangi dengan metode-metode berikut :

a. Produksi emulsi dengan ukuran droplet kecil b. Meningkatkan viskositas dari fase kontinyu c. Mengurangi perbedaan densitas antara kedua fase d. Mengontrol konsentrasi fase dispersi (Aulton, 2002). 2. Koalesen

Koalesen dari droplet minyak pada emulsi M/A tertahan dengan adanya lapisan emulsifier yang teradsorbsi kuat secara mekanis disekitar setiap droplet. Dua droplet yang saling berdekatan satu sama lain akan menyebabkan permukaan yang berdekatan tersebut menjadi rata. Perubahan dari bentuk bulat menjadi bentuk lain menghasilkan

peningkatan luas permukaan dan karenanya meningkatkan energi bebas permukaan total, penyimpangan bentuk droplet ini akan tertahan dan pengeringan film fase kontinyu dari antara dua droplet akan tertunda (Aulton, 2002).

3. Inversi

Merupakan proses dimana emulsi berubah dari satu tipe ke tipe lain, misalnya dari M/A ke A/M (Winfield, 2004).

Kondisi penyimpanan yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan ketidakstabilan emulsi. Peningkatan temperatur akan menyebabkan peningkatan kecepatan creaming, dan memperlihatkan penurunan viskositas fase kontinyu secara nyata. Peningkatan temperatur juga akan menyebabkan peningkatan gerakan kinetik, baik dari droplet fase terdispersi maupun dari agen pengemulsi pada antar permukaan minyak – air. Efek tersebut pada fase dispersi akan memungkinkan barier energi untuk diatasi dengan mudah dan dengan demikian jumlah tumbukan antara gelembung akan meningkat. Peningkatan pergerakan dari pengemulsi akan menghasilkan monolayer yang lebih luas, dan dengan demikian koalesen akan lebih mungkin terjadi. Peningkatan temperatur dapat menyebabkan penurunan viskositas. Jika fase internal yang digunakan adalah liquid, peningkatan temperatur dapat menyebabkan droplet lebih deformable karena penurunan yang simultan dari viskositas dan tegangan permukaan (Nielloud dan Mestres, 2000).

Sifat fisik emulsi tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur, tapi oleh banyak faktor lain seperti kecepatan geser (kecepatan putar), tegangan geser,

tegangan, waktu (waktu pencampuran). Efek kombinasi dari variabel diatas biasanya memproduksi penurunan viskositas dengan kenaikan temperatur (Nielloud dan Mestres, 2000).

Pertumbuhan mikroorganisme pada emulsi dapat menyebabkan kerusakan dan karena itulah penting untuk sebisa mungkin melindungi produk tersebut dari adanya mikroorganisme selama pembuatan, penyimpanan, dan pemakaian, dan karena itu produk mengandung preservatif yang sesuai.

Uji stabilitas emulsi penting untuk mengetahui apakah sebuah emulsi tetap stabil selama periode waktu tertentu, uji yang biasa dilakukan adalah :

• Uji makroskopik. Stabilitas fisik dari emulsi dapat diketahui dengan uji derajat creaming atau koalesen yang terjadi pada periode waktu tertentu. Ini dilakukan dengan menghitung rasio volume emulsi yang mengalami pemisahan dibandingkan volume total emulsi.

• Analisis ukuran droplet. Jika rata-rata ukuran droplet meningkat seiring bertambahnya waktu (bersamaan dengan penurunan jumlah droplet), dapat diasumsikan bahwa koalesen adalah penyebabnya.

• Perubahan viskositas. Sudah ditunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi viskositas emulsi. Adanya variasi pada ukuran atau jumlah droplet dapat dideteksi dengan perubahan viskositas secara nyata (Aulton, 2002).

I. Mikromeritik

Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi tentang partikel kecil. Satuan ukuran partikel yang sering digunakan dalam mikromeritik adalah mikrometer (µm) yang sering disebut micron. Dalam bidang farmasi ada informasi yang perlu diperoleh dari partikel yaitu (1) bentuk dan luas permukaan partikel dan (2) ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel (Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1993). Data tentang ukuran partikel diperoleh dalam diameter partikel dan distribusi diameter (ukuran) partikel (Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1993).

Ukuran partikel merupakan diameter rata-rata partikel dari suatu sampel, dimana sifat sampel pada umumnya adalah polydisperse (heterogen) bermacam-macam diameter dengan range atau rentang yang lebar. Dalam mikromeritik ada dua metode dasar dalam mengetahui ukuran partikel yaitu metode mikroskopik dan metode pengayakan. Metode mikroskopik merupakan metode sederhana yang hanya menggunakan satu alat mikroskop yang bukan merupakan alat yang rumit dan memerlukan penanganan yang khusus (Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1993) bisa menggunakan mikroskop biasa dalam pengukuran ukuran partikel yang berkisar 0,2 µm sampai 10 µm. Dibawah mikroskop tersebut ditempat dimana partikel terlihat diletakkan micrometer untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Partikel-partikel diukur sepanjang garis tetap yang dipilih secara sembarang. Garis ini biasanya dibuat horizontal melewati pusat partikel (Martin, Swarbick, dan Cammarata,1993) . Kerugian dari metode mikroskopi adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dua dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Selain itu jumlah partikel yang harus dihitung sekitar

300-500 partikel agar mendapat suatu perkiraan yang baik dari distribusi, sehingga metode ini membutuhkan waktu dan ketelitian. Namun pengujian mikromeritik dari suatu sampel harus tetap dilakukan bahkan jika digunakan metode analisis ukuran partikel yang lain, karena adanya gumpalan dari masing-masing partikel lebih dari satu komponen sering kali dideteksi dengan metode mikroskopik (Martin, Swarbick, dan Cammarata,1993).

Ukuran tetesan minyak yang semakin kecil menyebabkan luas permukaan semakin luas, dengan semakin luas permukaan tetesan minyak, maka area yang terabsorbsi oleh koloid juga semakin luas (Aulton, 2002).

Distribusi ukuran partikel, jika jumlah atau berat partikel yang terletak dalam suatu kisaran ukuran tertentu diplot terhadap kisaran ukuran atau ukuran partikel rata-rata, akan diperoleh kurva distribusi frekuensi. Grafik kurva distribusi frekuensi biasa ditunjukkan seperti pada gambar :

Gambar 3. Contoh grafik distribusi frekuensi ukuran partikel (Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1993)

Plot ini memberikan gambaran yang jelas dari distribusi bahwa suatu garis tengah rata-rata tidak dapat dicapai. Hal ini perlu diperhatikan karena

mungkin saja terdapat dua sampel yang garis tengah atau diameter rata-ratanya sama tetapi distribusi berbeda. Dari kurva distribusi frekuensi juga dapat terlihat ukuran partikel berapa yang sering muncul atau terjadi pada sampel disebut modus (Martin, Swarbick, dan Cammarata,1993). Ukuran partikel suatu emulsi bisa bervariasi dari kurang dari 0,05 µm hingga lebih dari 100 µm (Lieberman, Rieger, dan Banker, 1996).

J. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika. Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1990).

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus :

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b12X1X2……….(1) Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati

X1, X2 = level bagian A, level bagian B

bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan bo = rata-rata hasil semua percobaan

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n=4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1990). Respon yang ingin diukur harus dapat dikuantitatifkan.

Rancangan percobaan desain faktorial sebagai berikut :

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi

(1) - - + a + - - b - + - ab + + + Keterangan: (-) = level rendah (+) = level tinggi

Percobaan (1) = faktor A level rendah, faktor B rendah Percobaan a = faktor A level tinggi, faktor B rendah Percobaan b = faktor A level rendah, faktor B tinggi Percobaan ab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi

Berdasarkan persamaan tersebut dengan substitusi secara matematis, dapat dihitung besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1990) sebagai berikut :

Efek faktorial I = [(a-(1)) + (ab-b)] / 2 Efek faktorial II = [(b-(1)) + (ab-a)] / 2 Efek faktorial III = [(ab-b) - (a-(1))] / 2

Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1990).

K. Landasan Teori

Proses pencampuran merupakan salah satu kriteria yang penting yang perlu diperhatikan agar diperoleh sediaan krim yang memiliki sifat fisik dan stabilitas sesuai dengan syarat sediaan yang ditentukan.

Sifat fisik dan karakteristik dari senyawa dan campurannya, metode preparasi (kecepatan pencampuran, tipe peralatan), lama pencampuran, dan sifat reologis dari formulasi mempengaruhi hasil sediaan yang didapat (Lieberman, Rieger, dan Banker, 1996). Peningkatan temperatur juga akan menyebabkan peningkatan gerakan kinetik, baik dari droplet fase terdispersi maupun dari agen pengemulsi pada antar permukaan minyak – air (Nielloud dan Mestres, 2000).

Sifat fisik emulsi tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur, tapi oleh banyak faktor lain seperti kecepatan geser (kecepatan putar), tegangan geser, tegangan, waktu (waktu pencampuran). Efek kombinasi dari variabel diatas biasanya memproduksi penurunan viskositas dengan kenaikan temperatur (Nielloud dan Mestres, 2000). Dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses pencampuran seperti kecepatan mixer, jenis alat pencampuran, lama

pencampuran, sifat reologi dari masing-masing bahan dan tegangan geser, maka dipilih faktor-faktor yang paling berpengaruh dan dapat dikendalikan untuk mencapai proses pencampuran yang optimal yaitu suhu pencampuran dan kecepatan putar. Dalam penelitian ini dilakukan pengembangan dari penelitian sebelumnya, dimana pada penelitian ini dilakukan optimasi terhadap proses pencampuran.

Sifat fisik dari formula dilihat dari formula yang memiliki daya sebar dan viskositas yang baik sehingga ketika diaplikasikan pada kulit konsistensinya tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental. Stabilitas formula dilihat dari formula yang memiliki kestabilan selama penyimpanan. Kestabilan dapat dilihat dari pergeseran viskositas selama penyimpanan, ukuran droplet, pergeseran ukuran droplet, serta persentase pemisahan krim.

L. Hipotesis

Ada hubungan antara faktor (suhu pencampuran, kecepatan putar, dan interaksinya) dengan respon sifat fisik dan stabilitas krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto.

22 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental murni dengan desain penelitian secara desain faktorial.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a) Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah suhu pencampuran (60ºC dan 75ºC) dan kecepatan putar (400 rpm dan 600 rpm).

b) Variabel Tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik (daya sebar dan uji viskositas) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas, ukuran droplet, pergeseran ukuran droplet, dan persen pemisahan krim).

c) Variabel Pengacau Terkendali dalam penelitian ini sifat dari wadah penyimpanan dan lama penyimpanan.

d) Variabel Pengacau Tak Terkendali dalam penelitian ini adalah suhu penyimpanan dan intensitas cahaya.

2. Definisi Operasional

a) Krim anti hair loss adalah sediaan semipadat yang dibuat dari ekstrak Saw Palmetto dan humectant (propilenglikol dan gliserol) dengan formula optimum yang telah ditentukan dan dibuat sesuai dengan prosedur pembuatan krim pada penelitian ini.

b) Ekstrak Saw Palmetto adalah ekstrak kering dari buah Serenoa repens yang berupa serbuk halus yang bersifat higroskopis dan mengandung sejumlah besar fitosterol.

c) Pencampuran adalah proses pendistribusian bahan yang satu ke bahan yang lain hingga tercapai homogenitas.

d) Faktor adalah proses pencampuran yang dilakukan yaitu suhu pencampuran dan kecepatan putar.

e) Sifat fisik krim adalah parameter untuk mengetahui kualitas fisik krim, dalam penelitian ini meliputi uji viskositas dan daya sebar.

f) Stabilitas fisik krim adalah parameter untuk mengetahui tingkat kestabilan krim, dalam penelitian ini meliputi uji viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan (pergeseran viskositas), ukuran droplet, pergeseran ukuran droplet setelah penyimpanan selama 1 bulan, dan persen pemisahan krim. g) Pergeseran viskositas (%) adalah selisih viskositas setelah 1 bulan dengan

viskositas 48 jam dibagi viskositas 48 jam 100%.

h) Viskositas optimal adalah viskositas yang mendukung kemudahan krim diisikan ke dalam wadah dan dikeluarkan saat diaplikasikan di kulit kepala. Viskositas optimal adalah 90-110 d Pa.s.

i) Pergeseran viskositas yang optimal adalah selisih viskositas yang dialami krim setelah disimpan 1 bulan dibandingkan viskositas 48 jam ≤ 10 %. j) Daya sebar optimal adalah daya sebar yang mendukung kemudahan krim

untuk dioleskan saat diaplikasikan di kulit kepala. Daya sebar yang optimal adalah 5-7 cm.

k) Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik krim anti hair loss.

l) Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatifkan.

m) Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.

n) Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum berdasarkan satu parameter kualitas krim.

o) Contour plot superimposed adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum formula berdasarkan semua parameter kualitas krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto. Diperoleh dari memilih area optimum pada masing-masing contour plot sifat fisik krim anti hair loss kemudian digabung menjadi satu grafik.

p) Area optimum adalah area kondisi yang menghasilkan krim dengan daya sebar 5 sampai 7 cm, viskositas 90 sampai 110 d Pa.s, dan persen pergeseran viskositas (setelah penyimpanan 1 bulan) ≤ 10 %.

C. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak Saw Palmetto, asam stearat, cetyl alkohol, trietanolamin, propilenglikol, NaOH, gliserol, aquadest, nipagin, dan parfum.

Alat yang digunakan adalah Mixer (Philips modifikasi oleh Laboratorium Semi-Solid Universitas Sanata Dharma), waterbath, mikroskop, thermometer, gelas pengaduk, cawan porselin, timbangan, gelas objek dan penutup, stopwatch, kaca bulat berskala, penggaris, dan viscometer seri VT 04 (RION-JAPAN).

D. Tata Cara Penelitian 1. Formula

Formula yang digunakan adalah formula optimal (Kusumastuti, 2007) :

Fase A : Stearic acid 9,0

Cetyl alcohol 0,423 TEA 0,9 Propilenglikol 12,5 Fase B : NaOH 0,2 Glycerine 6,5 Aquadest 60,0 Nipagin 0,15

Fase C : Saw Palmetto 16,7

Fase D : Perfume 0,36 (40 tetes)

2. Pembuatan krim

Campur asam stearat, cetyl alcohol, TEA, dan propilenglikol (fase A) dalam satu cawan porselin. Campur NaOH, glycerin, aquadest dan nipagin (fase B) dalam satu cawan porselin. Panaskan fase B terlebih dahulu di atas waterbath

sampai suhunya 50ºC, selanjutnya panaskan fase A hingga suhu 75oC di atas waterbath dan fase B hingga suhu 80oC. Tuang fase A ke dalam wadah pencampuran diatas waterbath yang telah diatur suhunya, selanjutnya tuang segera fase B, dan campurkan dengan menggunakan mixer pada kecepatan 400 – 600 rpm selama 5 menit pada suhu 60oC – 75oC. Pindahkan dari atas waterbath, masukkan ekstrak Saw Palmetto (fase C) dalam basis krim dan teteskan perfume (fase D) sebanyak 40 tetes kemudian mixer hingga homogen (± 2 menit).

Tabel II. Percobaan desain faktorial

Percobaan Suhu Pencampuran (ºC) Kecepatan Putar (rpm)

(1) 60 400

a 75 400

b 60 600

ab 75 600

3. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar sediaan krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto dilakukan 48 jam setelah pembuatan. Cara: krim ditimbang seberat 1,0 gram, diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Diatas krim diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya (Garg et al., 2002).

4. Uji Viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscometer Rion seri VT 04. Cara: krim ditimbang 100 gram dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester. Viskositas krim diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk

viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04E). Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) 48 jam setelah krim dibuat dan (2) setelah disimpan selama 1 bulan.

Stabilitas sediaan krim ditunjukkan dengan nilai pergeseran viskositas yang dihitung dengan rumus :

% pergeseran viskositas = |X100% jam 48 viskositas bulan 1 viskositas jam 48 viskositas | −

5. Uji Tipe Krim

Untuk penentuan tipe krim terdapat sejumlah cara pengujian yang berguna. Disarankan masing-masing dilakukan berulang kali, oleh karena perhitungan semata-mata dengan sebuah metode, data yang dihasilkan dapat mengarahkan kepada keputusan yang salah. Kesulitan dari penentuan tipe krim diberikan sebagian besar pada krim dengan bagian fase minyak yang sangat tinggi (Voigt, 1994).

a. Metode Warna

Beberapa tetes suatu larutan bahan pewarna dalam air (metilen biru) dicampurkan ke dalam suatu contoh krim. Jika seluruh krim bewarna seragam, maka terdapat suatu krim dari tipe M/A, oleh karena air adalah fase luar (Voigt, 1994).

b. Metode Pengenceran

Sedikit air diberikan ke dalam sebuah contoh kecil krim dan setelah pengocokan atau pengadukan diperoleh kembali suatu krim homogen, maka terdapat tipe M/A. Metode pengenceran juga dapat dilakukan sebagai berikut : 1 tetes krim diberikan ke dalam air dan dia secara cepat terdistribusi

(kadang-kadang wadahnya dikocok perlahan), maka terdapat krim tipe M/A, 1 tetes suatu krim A/M tertinggal pada permukaaan air (Voigt, 1994).

c. Percobaan Pencucian

Hanya krim tipe M/A dapat mudah dicuci dengan air dari tangan atau barang (Voigt, 1994).

6. Uji Mikromeritik

Oleskan sejumlah krim pada gelas objek kemudian letakkan pada mikroskop. Amati ukuran droplet yang terdispersi pada krim. Gunakan perbesaran lemah untuk menentukan objek yang akan diamati kemudian ganti dengan perbesaran kuat. Catat diameter terjauh dari tiap droplet sejumlah 500 droplet (Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1993).

7. Uji Persen Pemisahan

Dilakukan dengan menghitung rasio volume emulsi yang memisah dibanding volume total emulsi (Aulton, 2002).

E. Analisis Data dan Optimasi

Data standarisasi ekstrak Saw Palmetto mengacu pada standar yang tercantum dalam Certificate of Analysis.

Data yang terkumpul adalah data uji daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas, dan ukuran droplet. Dengan metode desain faktorial dapat dihitung besarnya efek suhu pencampuran, kecepatan putar, dan interaksinya sehingga

dapat diketahui faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas. Area proses pencampuran optimum suhu pencampuran dan kecepatan putar diperoleh dari penggabungan contour plot masing-masing respon yang dikenal dengan contour plot superimposed. Area yang diperoleh selanjutnya merupakan area proses pencampuran yang optimum terbatas pada level yang diteliti.

Analisis statistik teknik Yate’s treatment dilakukan untuk mengetahui signifikansi dari setiap faktor dan interaksi dalam mempengaruhi respon. Berdasarkan analisis statistik ini maka dapat ditentukan ada atau tidaknya hubungan dari setiap faktor terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari harga F hitung dan F tabel. Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif (H1) menyatakan adanya hubungan antara faktor dengan respon, sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan tidak adanya hubungan antara faktor dengan respon. H1 diterima dan H0 ditolak bila harga F hitung lebih besar dari F tabel yang berarti bahwa faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel diperoleh dari Fα (numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95%. Derajat bebas dan interaksi (experiment) sebagai numerator yaitu 1, dan derajat bebas experimental error sebagai denominator yaitu 15, sehingga diperoleh harga F tabel untuk faktor dan interaksi pada semua respon adalah F0,05(1,15) = 4,54.

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Krim

Pada pembuatan krim, pertama-tama kita harus mencampur asam stearat, cetyl alcohol, TEA, dan propilenglikol (fase A) dalam satu cawan porselin. Lalu campur NaOH, glycerin, aquadest, dan nipagin (fase B) dalam cawan porselin yang lain. Panaskan fase B terlebih dahulu di atas waterbath sampai suhunya 50ºC, selanjutnya panaskan fase A hingga suhu 75oC di atas waterbath dan fase B hingga suhu 80oC. Tuang fase A ke dalam wadah pencampuran diatas waterbath yang telah diatur suhunya, selanjutnya tuang segera fase B, dan campurkan dengan menggunakan mixer pada kecepatan 400 – 600 rpm selama 5 menit pada suhu 60oC – 75oC. Pindahkan dari atas waterbath, masukkan ekstrak Saw Palmetto (fase C) dalam basis krim dan teteskan perfume (fase D) sebanyak 40 tetes kemudian mixer hingga homogen (± 2 menit).

Faktor yang dioptimasi pada pembuatan krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto adalah suhu pencampuran dan kecepatan putar. Suhu pencampuran yang dipilih adalah suhu 60ºC dan 75ºC. Dipilih suhu 60ºC dan 75ºC karena ada pernyataan yang menyebutkan bahwa emulsifikasi sebaiknya dilakukan pada suhu 5 - 10º diatas titik lelehnya (Lieberman, Rieger, dan Banker, 1996). Bahan yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan suhu pencampuran adalah cetyl alkohol dan asam stearat karena kedua bahan inilah yang berwujud padat sehingga harus diperhatikan titik lelehnya untuk menghasilkan krim yang baik. Titik leleh

cetyl alkohol 55ºC dan titik leleh asam stearat adalah 70ºC, maka untuk emulsifikasi dipilih 5ºC diatas titik leleh masing-masing bahan tersebut, yaitu 60º dan 75ºC.

Kecepatan putar mixer yang digunakan adalah 400 dan 600 rpm. Pada kecepatan 400 rpm telah terbentuk massa krim yang baik, maka dipilih kecepatan 400 rpm. Pertimbangan pemilihan level tinggi 600 rpm karena pada kecepatan tersebut masih terbentuk massa krim yang baik. Pada kecepatan yang semakin tinggi, maka konsistensi krim lebih encer, jadi jika level tinggi kecepatan terlalu

Dalam dokumen UN OSES PENC AW PALM UHU PENC APLIKASI D (Halaman 30-55)

Dokumen terkait