• Tidak ada hasil yang ditemukan

Defenisi Sengketa, Konflik, Sejarah Dan Prinsip-Prinsip Hukum Internasional yang mengatur mengenai Hukum Laut

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

PENGATURAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA PULAU/ KEPULAUAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. Defenisi Sengketa, Konflik, Sejarah Dan Prinsip-Prinsip Hukum Internasional yang mengatur mengenai Hukum Laut

Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu ada konflik. Begitu banya konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik kecil ringan bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua kalangan. Karena hidup ini tidak lepas dari permasalahan. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Dengan cara lapangkah, atau bahkan cara yang kasar dan merugikan orang lain. Tentu kita harus profesional menyikapi semua ini demi kelangsungan hidup yang harmonis tentram dan nyaman, dan tentu tidak untuk merugikan orang lain. Kenapa kita harus mempelajari tentang sengketa. Karena untuk mengetahui lebih dalam bagaimana suatu sengketa itu dan bagaimana penyelesaiannya. Berikut adalah pengertian dari sengketa itu sendiri, menurut kamus bahasa Indonesia ;

“Sengketa itu berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.”

Namuan didalam ranah internasional maka sengketa dalam skala internasional memiliki makna yang berbeda seperti yang disebutkan oleh adolf didalam tulisannya yaitu “Mahkamah Internasional (International Court of Justice) berpendapat bahwa sengketa internasional adalah suatu situasi di mana dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian.1

1

Adolf, Huala. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 3

Didalam kehidupan sehari-hari setiap manusia dapat dijumpai konflik, baik konflik bagi individu maupun konflik bagi kelompok-kelompok individu yang dapat melibatkan individu-individu tersebut dalam keadaan yang menimbulkan

perseteruan maupun pertikaian. Seperti yang telah kita ketahui bahwa konflik dapat terjadi terhadap negara-negara yang dimana dalam permasalahannya terdapat hal yang tidak dapat terselesaikan. Permasalahan mengenai Kepemilikan pulau maupun daerah territorial, mengenai dampak pencemaran lingkungan yang memberikan dampak antara negara yang satu terhadap negara yang lainnya.maka sengketa itu ialah

masalah antara dua orang atau lebih dimana keduanya

saling mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan

kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi antara keduanya

yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

Didalam hidup bernegara tentu dapat kita temukan hal-hal yang dimaksud dalam konflik dan sengketa ini, dalam hal ini saya mengambil salah satu contoh yaitu mengenai pengaturan Hukum internasional mengenai konflik maupun sengketa yang terjadi pada permasalahan laut internasional baik dalam hak atas pulau-pulau kecil yang terdekat pada negaranya maupun mengenai batas-batas territorial suatu negara.

Sebelum masuk kedalam pembahasan permasalahan tentang laut internasional, kita juga harus mengerti dan mengetahui sejarah, prinsip-prinsip Hukum Internasional yang mengatur mengenai Hukum Laut Internasional tersebut. Mengenai Hukum Internasional yang mengatur mengenai Hukum laut Internasional ini merupakan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dibentuk berupa resolusi-resolusi dalam pengaturan mengenai batas-batas kekuasaan maupun pengaturan lain didalam Hukum Laut

Internasional yang dikandungkan didalam suatu Konvensi/ Perjanjian Hukum Laut.

Konvensi Hukum Laut atau Hukum perjanjian Laut, adalah perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III ) yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1982. Konvensi Hukum Laut ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam laut. Konvensi kesimpulkan pada tahun 1982, menggantikan perjanjian internasional mengenai laut tahun 1958. UNCLOS diberlakukan pada tahun 1994, setahun setelah Guyana menjadi negara ke-60 untuk menandatangani perjanjian.

Untuk saat ini telah 158 negara dan Masyarakat Eropa telah bergabung dalam Konvensi. Sedangkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima instrumen ratifikasi danaksesi dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyediakan dukungan untuk pertemuan negara pihak Konvensi, PBB tidak memiliki peran operasional langsung dalam pelaksanaan Konvensi. Ada, bagaimanapun, peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi seperti Organisasi Maritim Internasional, Komisi Penangkapan Ikan Paus Internasional, dan Otorita Dasar laut Internasional (yang terakhir yang didirikan oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 mengatur mengenai beberapa hal, pertama mengenai laut teritorial. Penarikan garis pangkal untuk

mengukur lebar laut territorial harus sesuai dengan ketentuan garis pangkal lurus, mulut sungai dan teluk atau garis batas yang diakibatkan oleh ketentuan-ketentuan itu dan garis batas yang ditarik sesuai dengan tempat berlabuh di tengah laut. Dan penerapan garis batas laut teritorial antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan, harus dicantumkan dalam peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penetapan garis posisinya (pasal 16 ayat 1).

Kedua, untuk perairan Zona Ekonomi Eksklusif penarikan garis batas terlihat ZEE dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan batas ekonomi eksklusif antar negar yang pantainya berhadapan (opposite) atau berdampingan (adjacent) harus dicantumkan pada peta dengan sekala yang memadai untuk menentukan posisinya (Pasal 75 Ayat 1).

Ketiga, untuk landas kontinen. Penarikan garis batas terluar landas kontinen dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penentuan batas landas kontinen antara negara yang pantainya berhadapan (opposite) atau berdampingan (adjacent), harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penentuan posisinya (pasal 84 ayat 1). Konvensi Hukum Laut Internasional memberikan kesempatan kepada negara pantai untuk melakukan tinjauan terhadap wilayah landas kontinen hingga mencapai 350 mil laut dari garis pangkal. Berdasarkan ketentuan UNCLOS jarak yang diberikan adalah 200 mil laut, maka sesuai ketentuan yang ada di Indonesia berupaya untuk melakukan submission ke PBB mengenai batas landas kontinen

Indonesia diluar 200 mil laut, karena secara posisi geografis dan kondisi geologis, Indonesia kemungkinan memiliki wilayah yang dapat diajukan sesuai dengan ketentuan penarikan batas landas kontinen diluar 200 mil laut. Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) juga melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu,

1. Perairan Pedalaman (Internal waters),

2. Perairan kepulauan (Archiplegic waters) termasuk ke dalamnya selat yang digunakan untuk pelayaran internasional,

3. Laut Teritorial (Teritorial waters), 4. Zona tambahan ( Contingous waters),

5. Zona ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone), 6. Landas Kontinen (Continental shelf),

7. Laut lepas (High seas),

8. Kawasan dasar laut internasional (International sea-bed area).

Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur juga pemanfaatan laut sesuai dengan status hukum dari kedelapan zonasi pengaturan tersebut. Negara-negara yang berbatasan dengan laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; sedangkan untuk zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen, negara memiliki hak-hak eksklusif, misalnya hak memanfaatkan sumber daya alam yang ada di zona tersebut. Sebaliknya, laut lepas merupakan zona yang tidak dapat dimiliki oleh Negara manapun, sedangkan kawasan dasar laut Internasioal dijadikan sebagai bagian warisan umat manusia.

Pada abad ke 16 dan ke 17, Negara-negara kuat maritim diberbagai kawasan Eropa saling merebutkan dan memperdebatkan melalui berbagai cara untuk menguasai lautan di dunia ini. negara tersebut yaitu adalah Negara-negara yang terkenal kuat dan tangguh di lautan yaitu antara Spanyol dan Portugis.

• Spanyol dan Portugis yang menguasai lautan berdasarkan perjanjian Tordesillas tahun 1494, ternyata memperoleh tantangan dari Inggris (di bawah Elizabeth 1) dan Belanda.

• Konferensi Internasional utama yang membahas masalah laut teritorial ialah “codificationconference” (13 Maret – 12 April 1930) di Den Haag, di bawah naungan Liga Bangsa Bangsa, dan dihadiri delegasi dari 47 negara.

• Konferensi ini tidak mencapai kata sepakat tentang batas luar dari laut teritorial dan hak menangkap ikan dari negara-negara pantai pada zona tambahan. Ada yang menginginkan lebar laut teritorial 3 mil (20 negara), 6 mil (12 negara), dan4 mil.

Setelah perdebatan panjang dan tidak menemukan kata kesepakatan diantara negara-negara yang bersengketa tentang wilayah maritim, maka PBB yang sebelumnya bernama Liga Bangsa-Bangsa mengadakan konferensi hukum laut pertama pada tahun 1958 dan konfrensi hukum laut yang kedua pada tahun 1960 yaitu yang lebih dikenal dengan istilah UNCLOS 1 danUNCLOS 2. Dalam konfrensi hukum laut pertama ini melahirkan 4 buah konvensi, dan isi dari konvensi Unclos pertama ini adalah:

1. Konvensi tentang laut teritorial dan jalur tambahan (convention on the territorial sea and contiguous zone) belum ada kesepakatan dan diusulkan dilanjutkan di UNCLOS II

2. Konvensi tentang laut lepas (convention on the high seas) a. Kebebasan pelayaran

b. Kebebasan menangkap ikan

c. Kebebasan meletakkan kabel di bawah laut dan pipa-pipa d. Kebebasan terbang di atas laut lepas

3. Konvensi tentang perikanan dan perlindungan sumber-sumber hayati di laut lepas (convention onfishing and conservation of the living resources of the high sea)

4. Konvensi tentang landas kontinen (convention on continental shelf). Konvensi ini telah disetujui. Pada tanggal 17 Maret – 26 April 1960 kembali dilaksanakn konferensi hukum laut yang kedua atau UNCLOS II, membicarakan tentang lebar laut teritorial dan zona tambahan perikanan, namun masih mengalami kegagalan untuk mencapai kesepakatan, sehingga perlu diadakan konferensi lagi.

Pada pertemuan konfrensi hukum laut kedua, telah disapakati untuk mengadakan kembali pertemuan untuk mencari kesepakatan dalam pengaturan kelautan maka diadakan kembali Konferensi Hukum Laut PBB III atau Unclos III yang dihadiri 119 negara. Dalam pertemuan ini,disepakati 2 konvensi yaitu:

· Konvensi hukum laut 1982 merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum laut, yangdisetujui di Montego Bay, Jamaica (10 Desember1982), ditandatangani oleh 119 negara.

· Ada 15 negara yang memiliki ZEE besar: Amerika Serikat, Australia, Indonesia, New Zealand,Kanada, Uni Soviet, Jepang, Brazil, Mexico, Chili, Norwegia, India, Filipina, Portugal, danRepublik Malagasi.

Dalam dekade abad ke-20 telah 4 kali diadakan usaha untuk memperoleh suatu himpunan tentang hukum laut, diantaranya:

1. Konferensi kodifikasi Den Haag (1930) di bawah naungan LigaBangsa-Bangsa 2. Konferensi PBB tentang hukum laut I (1958) UNCLOS I

3. Konferensi PBB tentang hukum laut II (1960) UNCLOS II 4. Konferensi PBB tentang hukum laut III (1982) UNCLOS III.

Kepentingan dunia atas hukum laut telah mencapai puncaknya pada abad ke-20. Faktor-faktor yang mempengaruhi Negara-negara di dunia membutuhkan pengaturan tatanan hukum laut yang lebih sempurna adalah:

• Modernisasi dalam segala bidang kehidupan • Tersedianya kapal-kapal yang lebih cepat • Bertambah pesatnya perdagangan dunia

• Bertambah canggihnya komunikasi internasional

• Pertambahan penduduk dunia yang membawa konsekuensi bertambahnya perhatian pada usaha penangkapan ikan.

Dari penjelasan-penjelasan sejarah konfrensi hukum laut diatas, terdapat 4 pengaturan hukum laut internasional yang telah disepakati oleh beberapa Negara dalam konvensi-konvensi yang selanjutnya dikatakan sebagai rezim-rezim hukum laut.

B. Pengaturan Hukum Internasional mengenai pengaturan