• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 11C uji-t berpasangan deformasi ckbc tekan sejajar serat dengan tekan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Definisi Glulam

 

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued-laminated timber) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang tertua. Balok laminasi terbuat dari dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama lain, berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al. 1999). Serrano (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina di atas satu dengan yang lainnya dan merekatnya sehingga membentuk penampang balok yang diinginkan.

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi pembebanan, balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan vertikal. Sedangkan berdasarkan penampangnya balok laminasi dibagi menjadi balok I, balok T, balok I ganda, balok pipa/kotak dan stressed-skin panel. Sementara itu, menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi (glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing memiliki beberapa variasi.

Sejarah dan perkembangan

Balok laminasi pertama kali digunakan di Eropa sebagai konstruksi pada auditorium di Basel, Switzerland tahun 1893. Otto Karl Freidrich Hetzer (18461911) memperoleh paten pertama untuk konstruksi ini pada tahun 1901 sehingga dikenal sebagai “Hetzer System”. Aplikasinya pada saat itu masih terbatas karena perekat yang digunakan tidak tahan air (Rhude 1996; Moody dan Hernandez 1997).

Pada tahun 1934, Forest Products Laboratory di Madison, Wisconsin mendirikan sebuah bangunan yang menggunakan balok laminasi untuk konstruksinya. Balok laminasi untuk bangunan tersebut diproduksi oleh sebuah perusahaan di Peshtigo, Wisconsin yang didirikan oleh seorang imigran Jerman yang membawa teknologi tersebut ke Amerika Serikat. Beberapa perusahaan dibangun di akhir tahun 1930-an menggunakan teknologi yang sama untuk membuat balok laminasi untuk keperluan pembangunan gymnasium, aula, pabrik dan gudang (Moody dan Hernandez 1997).

Selama Perang Dunia II, kebutuhan akan elemen struktural yang besar untuk mendirikan bangunan militer seperti gudang dan hanggar pesawat terbang, menambah ketertarikan pada balok laminasi. Perkembangan perekat resin sintesis tahan air

memungkinkan penggunaan balok laminasi untuk jembatan dan aplikasi eksterior lainnya. Selanjutnya tahun 1950-an terdapat sedikitnya belasan pabrik balok laminasi di Amerika Serikat (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Pada tahun 1995 kira-kira ada 30 pabrik balok laminasi di seluruh Amerika Serikat dan beberapa di Kanada, yang sebagian besar adalah pemegang lisensi dari

American Institute Timber Construction (AITC). Selama tahun 1990-an balok laminasi tersebut banyak diekspor ke Jepang (Rhude 1996; Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Sementara itu, pemakaian balok laminasi di Indonesia belum banyak berkembang karena memerlukan biaya investasi tinggi sehingga menyebabkan harga produk laminasi lebih mahal dari kayu gergajian konvensional (Abdurachman dan Hadjib 2005). Pemakaiannya antara lain pada bangunan Aula Barat dan Timur Institut Teknologi Bandung dengan bentuk parabola yang terbuat dari laminasi mekanis kayu jati yang dibangun pada tahun 1920-an (Siddiq 1989). Sedangkan di negara-negara Eropa dan Amerika Utara, penggunaan balok laminasi sudah sangat beragam, dari balok penyangga pada rangka rumah sampai elemen struktur pada bangunan non perumahan (Lam dan Prion 2003).

Kelebihan dan kekurangan glulam

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al. (1999) menyatakan bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran, bentuk arsitektural, pengeringan, penampang lintang (cross section), efisiensi dan ramah lingkungan.

Sementara itu Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam, memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk. Sedangkan CWC (2000) menyatakan bahwa laminasi adalah cara yang efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas menjadi elemen struktural yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran.

Di samping kelebihan yang disebutkan di atas, balok laminasi juga memiliki beberapa kekurangan. Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang diperlukan maka

proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian. Pembuatan balok laminasi memerlukan peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik dan keahlian dalam pembuatannya, dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian. Semua tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk akhir yang berkualitas tinggi. Faktor yang harus dipertimbangkan di awal dalam desain balok laminasi berukuran besar, lurus atau lengkung adalah penanganan dan pengapalan (Moody et al. 1999).

Penggunaan glulam

1. Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk rangka, balok, kolom dan kuda-kuda (CWC 2000). Moody dan Hernandez (1997) menyatakan bahwa meskipun penggunaan utama balok laminasi adalah pada sistem atap dari bangunan-bangunan komersial, balok laminasi juga semakin digunakan pada sistem atap dan lantai rumah. Berbagai penggunaannya pada: Bangunan-bangunan komersial dan rumah; sebagai balok persegi, balok bubungan dan lengkung, kuda-kuda, balok untuk konstruksi rumah, bangunan kayu bertingkat, lengkungan, kubah dan tiang konstruksi.

2. Jembatan; untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok penopang dan decking.

3. Penggunaan struktur lain; untuk tower transmisi listrik, tonggak listrik dan penggunaan lain untuk memenuhi persyaratan ukuran dan bentuk yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional.

Pembuatan Lamina

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai. Sebagai contoh, ukuran standar tebal lamina adalah 3,8 cm dan 1,9 cm dengan ukuran lebar yang lebih bervariasi (CWC 2000, diacu dalam Herawati 2007).

Pengeringan dan Pemilahan Lamina

dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya. Biasanya dilakukan dengan pengeringan di dalam dry kiln (Moody et al. 1999).

Pada umumnya, kadar air maksimum lamina adalah 16% dengan perbedaan tiap lamina maksimum 5% berdasarkan standar American National Standards Institute

(ANSI). Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12% atau sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999). Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7–15%. Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan, pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8–18% (Sinaga dan Hadjib 1989; Shedlauskas et al. 1996; Yanti 1998; Ginoga 1998; Darmayanti 1998; Rostina 2001; Malik dan Santoso 2005; Abdurachman dan Hadjib 2005).

Perekatan Permukaan

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi. Untuk memperoleh permukaan yang bersih, sejajar dan dapat direkat, lamina harus diketam pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan. Hal ini menjamin susunan akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata. Perekat kemudian dilaburkan dengan menggunakan glue extruder (Moody et al. 1999).

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan. Setelah perekat mencapai masa tunggu (open assembly time) yang tepat selanjutnya diberikan tekanan. Metode yang paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping beds). Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik. Dengan proses ini, perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam. Beberapa sistem pengempaan automatis yang baru termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit. Setelah proses perekatan permukaan selesai, perekat diharapkan mencapai 90% atau lebih kekuatan ikatannya. Selama beberapa hari berikutnya, pematangan berlanjut tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al., 1999).

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kg/cm2 dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam. Dari hasil penelitian Anshari (2006)

tekanan kempa sebesar 0,6 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi. Besarnya tekanan kempa dan lama waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu, jenis perekat, dan ketebalan balok laminasi.

Penyelesaian Akhir (Finishing)

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan, permukaan lebar diketam untuk menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk meratakan sisi lamina. Sehingga, balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil daripada ukuran nominal laminanya. Dua permukaan lainnya dapat diketam atau diamplas menggunakan peralatan yang mudah dibawa (portable) (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

2.5Perekat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (–N=C=O) yang tinggi. Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang mengandung radikal ini tidak hanya memiliki potensi adhesi yang baik tetapi juga potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan bahan yang memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992).

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika berhubungan dengan basa kuat, asam mineral dan air. Perekat polymeric methylene diphenyl diisocyanate

(PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan dengan kayu, sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk kayu komposit. Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatilitasnya rendah adalah diphenylmethane diisocyanate

(MDI) (Marra 1992). Sementara itu, Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk memproduksi papan partikel eksterior. Keuntungan perekat ini antara lain adalah: lebih sedikit jumlah yang dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama, dapat digunakan suhu pengempaan yang lebih rendah, siklus pengempaan lebih cepat, lebih toleran terhadap kadar air flakes, energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992). Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan. Perekat matang pada suhu kamar, suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi radio

dan memerlukan tekanan yang tinggi. Perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan terhadap kondisi basah dan kering yang berulang, (Vick 1999).

BAB III METODOLOGI

Dokumen terkait