• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

C. Kematangan Emosi

1. Definisi Kematangan Emosi

Secara bahasa, kematangan emosi berasal dari dua kata yaitu kematangan dan emosi.

a. Kematangan

Istilah “kematangan”, yang dalam bahasa inggris disebut dengan

maturation yang artinya kematangan. Chaplin mengartikan kematangan sebagai perkembangan proses mencapai kemasakan atau usia masak (Chaplin, 2011). Istilah kematangan menunjukkan kesiapan yang tebentuk dari pertumbuhan dan perkembangan (Hurlock, 1980). Myers mendefinisikan kematangan (maturation) sebagai “biological growth processes that anable ordely in behavior,

relatively uninvluenced by experience”. Sementara itu Davidoff

menggunakkan istilah kematangan (maturation) untuk menunjuk pada munculnya pola perilaku tertentu yang tergantung pada pertumbuhan jasmani dan kesiapan susunan saraf (Desmita, 2013: 6-7).

b. Emosi

Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa latin “movere” yang berarti menggerakkan, bergerak (Darwis, 2006: 16), sedangkan dalam kehidupan sehari-hari emosi mengacu pada ketegangan yang terjadi pada individu akibat dari tingkat kemarahan yang tinggi yang mencangkup perubahan-perubahan yang disadari yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku (Darwis, 2006).

Emosi adalah suatu gejala psiko-fisiologis yang menimbulkan efek pada persepsi, sikap, dan tingkah laku, serta mengejawantah dalam bentuk ekspresi tertentu (Darwis, 2006: 18). Daniel Goleman (1999), dalam bukunya menjelaskan bahwa emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, dan setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungam untuk bertindak.

c. Kematangan Emosi

Menurut Goleman, peran emosi pada setiap individu sangat penting. Istilah emosi mengacu pada perasaan dan pemikiran yang khusus dan memiliki kesamaan dalam menyikapi emosi. Kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengerti kenyataan dan kualitas merespon suatu keadaan dengan memisahkan antara tarikan dan dorongan perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Jika seseorang benar-benar matang emosinya dia akan bertindak secara integritas (Lata & Srivastava, 2016).

Chamberland (1960) mengungkapkan bahwa kematangan emosi menandakan seseorang hidup dengan baik dibawah kontrol dirinya. Dalam hal ini memerlukan seseorang yang benar-benar memiliki pengertian yang baik. Kematangan emosi seseorang melihat dunia dengan persepsi yang tidak menyimpang. Pengertian terhadap kenyataan untuk orang yang emosinya matang selalu ada jalan untuk

keluar dari sebuah keadaan. Emosi yang stabil memiliki kapasitas untuk mengatur dirinya, keluarganya dan rekannya secara efektif (Lata & Srivastava, 2016: 7).

Pendapat Chaplin (2011) mengenai kematangan emosi adalah satu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional, dan karena itu pribadi yang matang emosinya tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak. Istilah kematangan emosi sering kali membawa implikasi adanya kontrol emosi (Chaplin, 2011).

Hurlock (1980) mengatakan bahwa individu yang matang emosinya dapat dengan bebas merasakan sesuatu tanpa beban. Perasaannya tidak terbebani, tidak terhambat, dan tidak terkekang. Hal ini bukan berarti ada ekspresi emosi yang berlebihan, sebab adanya kontrol diri yang baik dalam dirinya sehingga ekspresi emosinya tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapi (Hurlock, 1980).

Selanjutnya, kontrol diri tidak menyebabkan individu yang matang emosinya menjadi kaku, melainkan dapat berpikir dan bertindak fleksibel. Keadaan ini dapat terjadi karena individu dengan kematangan emosi memiliki kapasitas untuk bereaksi sesuai dengan tuntutan yang ada dalam situasi tersebut. Respon yang tidak sesuai dengan tuntutan yang dihadapi akan dihilangkan. Selain itu, individu dengan kematangan emosi akan berusaha untuk melihat situasi dari berbagai sudut pandang dan menghindari sudut pandang yang

mengarahkan dirinya pada reaksi emosional. Hal ini berarti individu dengan kematangan emosi akan lebih mampu beradaptasi karena individu dapat menerima beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai tuntutan yang dihadapi (Hurlock, 1980).

Hurlock (1980) mengemukakan bahwa petunjuk kematangan emosi pada diri individu adalah kemampuan individu untuk menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi secara berfikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang, sehingga akan menimbulkan reaksi emosional yang stabil dan tidak berubah-ubah dari suasana hati satu ke suasana hati yang lainnya.

Hal yang selaras juga dikemukakan oleh Al-Mighwar (2006) bahwa bukti kematangan emosi lainnya adalah mereka menilai situasi secara kritis terlebih dulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berfikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang belum matang. Mereka tidak menghiraukan segala rangsangan yang dapat menimbulkan ledakan emosi, reaksi emosionalnya yang stabil, tidak berubah-ubah dari suatu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain, sebagaimana terjadi pada periode yang lalu (Al-Mighwar, 2006).

Kematangan emosi seharusnya sudah dicapai pada akhir masa remaja, akan tetapi kematangan emosi pada akhir masa remaja akan berbeda dengan kematangan emosi pada individu yang lebih tua.

Semakin bertambah usia individu, maka emosinya diharapkan akan lebih matang dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Bila pada akhir masa remaja tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima, sudah mencapai kematangan emosi (Al-Mighwar: 2006).

Kematangan emosi itu bisa dicapai bila remaja memperoleh gambaran tentang berbagai kondisi yang dapat mengakibatkan reaksi emosional. Caranya, antara lain membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Sebab, keterbukaan dan perasaan serta masalah pribadi dipengaruhi oleh rasa aman dalam interaksi sosial dan tingkat penerimaan orang lain terhadapnya. Selain itu, remaja juga harus belajar bagaimana menyalurkan emosinya. Caranya, antara lain melakukan latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis. Walaupun cara-cara ini dapat mengatasi gejolak emosinya, tertawa dianggap lebih baik daripada menangis, kecuali bila tertawa hanya dilakukan saat adanya respon sosial (Al-Mighwar, 2006: 100-101).

Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kematangan emosi merupakan tingkat kelenturan individu dalam mengekspresikan emosinya. Ditandai dengan adanya kontrol emosi yang baik yang dimiliki oleh individu sehingga individu dapat diterima oleh sosial, pemahaman diri sehingga individu mampu

memahami emosinya dan mengetahui apa yang sedang dirasakan, dan penggunaan kritis mental yang mana individu mampu menilai situasi secara kritis sebelum bereaksi secara emosional.

Dokumen terkait