• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK

B. Definisi Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan oleh pemerintah mana pun. Semakin maju masyarakat, semakin banyak diperlukan tanah-tanah untuk kepentingan umum (awam). Sebagai konsekuensi dari hidup bernegara dan bermasyarakat, jika hak milik individu (peribadi) berhadapan dengan kepentingan umum maka kepentingan umumlah yang harus didahulukan. Namun demikian negara harus tetap menghormati hak-hak warnanegaranya kalau tidak mau dikatakan melanggar hak azasi manusia. Persoalan pengambilan tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas tanah selalu menyangkut dua dimensi yang harus ditempatkan secara seimbang yaitu kepentingan

      

42 Lihat Perpres No 71 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

“pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat”. Dua pihak yang terlibat yaitu “pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat” harus sama-sama memperhatikan dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai hal tersebut. Apabila hal itu tidak dihiraukan akan timbul masalahmasalahseperti yang selalu diberitakan oleh media massa, di mana pihak penguasa/kerajaan dengan “keterpaksaannya” melakukan tindakan yang dinilai bertentangan dengan hak asasi manusia dan sebagainya, sedangkan rakyat mau tidak mau melakukan apa saja untuk menempatkan apa yang diyakininya sebagai hak yang harus dipertahankannya.43

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak rakyat indonesia, untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat ke arah penyelenggaraan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila. Untuk itu, pembangunan diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat. Kemakmuran yang adl dan merata tersebut hanya akan dapat dicapai melalui pembangunan.

Setiap kegiatan pembangunan, baik fisik maupun non fisik, langsung atau tidak langsung, selalu memerlukan tanah sebagai wadah dari kegiatan pembangunan tersebut. Kebutuhan akan tanah dalam masa pembangunan sekarang sangat meningkat bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, karena pada umumnya, hampir semua sektor pembangunan memerlukan tanah sebagai sarana utama untuk melaksanakan proyek-proyek pembangunan. Untuk memenuhi kebutuhan tanah, dalam usaha untuk melaksanakan pembangunan tersebut, pemerintah mengadakan atau menyediakan tanah berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 atau dikenal dengan UUPA, dengan kebijakan melalui       

pencabutan,pembebasan dan pelepasan hak-hak atas tanah, yang dihaki oleh rakyat secara pribadi maupun golongan.44

Dalam banyak pembebasan tanah atau pengambilan/penggusuran tanah-tanah penduduk, selalu menimbulkan “ekses” yang mempunyai dampak cukup besar terhadap stabilitas masyarakat. Berbagi ketegangan dalam masyarakat timbul karena adanya ketidaksepakatan antara para pemilik tanah/pemegang hak atas tanah yang tanahnya akan diambil untuk keperluan proyek-proyek pembangunan dengan pihak penguasa yang bertugas untuk mlakukan/meminta dilakukannya status hak, besar dan bentuknya ganti kerugian ataupun pelaksanaan teknis lainnya. Pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak-hak atas tanah itu tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, untuk pembangunan berbagai proyek pemerintah, namun juga diperuntunkan untuk proyek yang dilaksanakan oleh swasta. Hanya saja, dalam penggunaannya berbeda.

Disamping itu juga, penguasaan tanah oleh rakyat dilakukan tanpa alas hak yang sah dan dokumen kepemilikan tanah yang tidak lengkap. Dalam posisi yang demikian, pihak yang membutuhkan tanah dihadapkan pada suatu keadaan yang dilematis. Keadaan ini dapat melemahkan posisi yang membutuhkan tanah dan berpotensi menimbulkan masalah, yaitu rakyat tidak memiliki bukti yang lengkap dan cukup atas tanah yang dimilikinya. Hal ini terutama terjadi pada tanah yang belum bersertifikat, kekurangan itu antara lain:

a. Belum adanya penetapan ahli waris (pemilik asli/nama yang tercantum pada surat keterangan tanah, yang telah meninggal dunia)

b. Tidak ada syrat kuasa untuk melepaskan hak. c. Dan sebagainya.

      

Keadaan itu bukannya tidak diketahui oleh orang yang memerlukan tanah, akan tetapi dengan berbagai alasan untuk melaksanakan proyek yang telah direncakan tetap dilakukan pembebasan dengan ganti rugi. Sehingga sulit bagi yang membutuhkan tanah untuk menentukan kepada siapa ganti rugi yang akan diberikan. Oleh sebab itu banyak dijumpai pembayaran ganti rugi dilakukan pada orang yang sebenarnya tidak berhak, yang akhirnya menimnbulkan sengketa.45

Konflik juga terjadi antara pemerintah dengan rakyat atau antara rakyat dengan pihak swasta yang membutuhkan tanah, disebabkan karena kurangnya koordinasi antara instansi yang terkait di bidang pertanahan. Misalnya, tidak adanya sinkronisasi antar suatu sektor dengan sektor lainnya. Banyak sekali peraturan-peraturan yang tidak berjalan, ataupun saling bertabrakan dengan peraturan lain. Sebagai contoh dapat kita ajukan Undang-undang No 2 Tahun 1961, yang mengatur tentang Pencabutan Hak Tanah oleh Pemerintah Untuk Kepentingan Umum. Undang-undang ini sangat sederhana dan setelah diundangkan tahun 1961, praktis undang-undang ini tidak pernah “in action” artinya belum pernah dipergunakan untuk pencabutan hak atas tanah.

Peraturan hukum mengenai pencabutan, pembebasan atau pelepasan hak-hak atas tanah untuk keperluan pemerintah maupun swasta dalam praktek, pelaksanaan peraturan tersebut belum berjalan sesuai dengan isi dan jiwa dari ketentuan-ketentuannya. Sehingga, pada satu pihak timbul kesan seakan-akan hak dan kepentingan rakyat pemilik tanah, tidak mendapat perlindungan hukum. Sedangkan dari pemerintah atau pihak yang memerlukan tanah juga mengalami kesulitan-kesulitan dalam memperoleh tanah untuk membangun proyeknya, Secara       

45Amir syamsuddin, Beberapa Masalah Yang Menjadi Penyebab Sengketa Tanah, Jakarta,Sari Pan Pacific Hotel, 1995, hal. 9.

faktual pelaksanaan pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan

Dokumen terkait