• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN

1.6 Kerangka Teori

1.6.1 Definisi Konseptual

Rezim non-proliferasi nuklir yang saat ini tengah berlaku dalam dunia internasional dapat ditelaah menggunakan teori rezim internasional yang telah banyak dibahas oleh tokoh-tokoh di dalam ilmu Hubungan Internasional. Rezim internasional dapat dibedakan menjadi dua bidang, rezim ekonomi dan rezim keamanan. Rezim ekonomi internasional ditandai dengan adanya (1) rezim moneter internasional (international monetary regimes) seperti International Monetary Fund (IMF), (2) rezim perdagangan (trade regimes) yang ditunjukkan dengan adanya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), dan (3) rezim minyak (oil regimes) seperti International Energy Agency (IEA).17 Sedangkan rezim non-proliferasi nuklir internasional dapat dikategorikan sebagai rezim keamanan.

17 Robert O. Keohane, After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political Economy, New Jersey: Princeton University Press, 1984, hlm. 186-194.

Salah satu tokoh utama yang menyumbangkan pemikirannya mengenai teori rezim internasional adalah Stephen D. Krasner. Menurut Krasner, rezim internasional adalah seperangkat prinsip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan dimana harapan dari aktor-aktor yang terlibat di dalamnya difokuskan pada satu area tertentu dalam hubungan internasional.18 Dalam konteks ini, prinsip adalah kepercayaan akan fakta, hubungan sebab-akibat, dan juga nilai-nilai kejujuran yang dianggap benar. Berikutnya norma adalah standar perilaku mengenai hak dan kewajiban. Sedangkan aturan adalah kewajiban dan larangan yang diberlakukan secara spesifik. Kemudian prosedur pengambilan keputusan adalah ketentuan yang berlaku dalam pembuatan dan pengimplementasian pilihan atau keputusan kolektif.19 Dalam rezim non-proliferasi nuklir internasional, prinsip fundamental yang dianutnya adalah bahwa penyebaran senjata nuklir berbahaya. Norma yang diterapkan adalah bahwa negara-negara anggota di dalamnya tidak boleh menunjukkan perilaku yang bertujuan memfasilitasi penyebaran nuklir.20 Suatu rezim terbentuk atas dasar adanya kesamaan kepentingan. Dalam rezim non-proliferasi nuklir, kesamaan kepentingan terdapat pada keinginan yang sama akan terciptanya kedamaian dunia tanpa adanya senjata nuklir. Kesamaan kepentingan lalu direalisasikan dengan dibentuknya perjanjian-perjanjian antar negara. Sehingga rezim dapat dikatakan muncul dengan tujuan untuk memfasilitasi perjanjian-perjanjian yang dibuat antar negara.

Lebih lanjut lagi, pemikir lainnya seperti Robert Jervis berpendapat bahwa konsep rezim bukanlah hanya sebagai norma-norma dan harapan yang timbul untuk memfasilitasi sebuah kerjasama, namun dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kerjasama yang lebih dari sekedar kepentingan nasional dalam jangka pendek.21 Dengan mengesampingkan kepentingan nasional jangka pendek maka rezim diharapkan dapat memenuhi kepentingan kolektif banyak negara dalam jangka panjang. Dengan kata lain, rezim dapat mengatur koordinasi dari perilaku

18 Stephen D. Krasner, “Structural Causes and Regime Consequences: Regimes as Intervening Variables.” International Regimes, New York: Cornell University Press, 1983, hlm. 2.

19 Ibid., hlm. 2.

20 Robert O. Keohane, op. cit., hlm. 58.

21 Robert Jervis, “Security Regimes.” International Regimes, New York: Cornell University Press, 1983, hlm. 173.

negara sehingga dapat diraih hasil yang diinginkan pada area isu tertentu,22 yang nantinya akan menguntungkan bagi dunia internasional. Namun dengan syarat negara-negara yang tergabung dalam suatu rezim haruslah bergabung atas motivasi sendiri dan bukan atas dasar paksaan. Seperti yang dapat dikutip dari Keohane, ketika usaha kerjasama antar negara didasari atas kemauan sendiri dan bukan paksaan maka suatu kerjasama dapat berjalan dengan sukses,23 begitu juga dengan rezim. Rezim dinyatakan lemah tanpa adanya koherensi antara prinsip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan, ataupun dapat juga disebabkan oleh prakteknya di dunia nyata yang tidak konsisten dengan prinsip, norma, aturan, dan prosedur yang berlaku dalam suatu rezim.24

Rezim hanya dapat timbul melalui adanya kerjasama. Tanpa adanya kerjasama dari negara-negara anggota, suatu rezim tidak akan bertahan. Rezim yang kuat akan tercipta apabila dilatarbelakangi oleh komitmen masing-masing negara untuk mentaati prinsip, norma, dan aturan dalam suatu rezim tertentu yang telah disepakati bersama dengan harapan negara-negara anggota lainnya akan melakukan hal yang sama sehingga kepentingan bersama dapat tercapai.

Komitmen negara untuk patuh terhadap rezim internasional ditunjukkan dengan partisipasinya di dalam perjanjian-perjanjian ataupun melalui penyesuaian kebijakan-kebijakan yang diterapkan mengenai isu yang bersangkutan.

Pembentukan suatu rezim keamanan internasional tidak dapat dilepaskan dari salah satu konsep utama di dunia politik internasional, yaitu “security dilemma”. Dikemukakan oleh Jervis, dilema keamanan terjadi ketika suatu negara meningkatkan kapabilitas keamanannya maka otomatis akan menurunkan keamanan bagi negara lainnya.25 Dengan kata lain, suatu negara yang meningkatkan keamanannya dapat dianggap sebagai ancaman bagi negara lain dan kemudian akan mengakibatkan negara lain juga meningkatkan kapabilitas keamanannya yang menyebabkan ketidakamanan, dan seterusnya. Maka pada akhirnya negara akan terus bersaing dengan negara lain dalam rangka mencapai

22 Aggarwal, Vinod K., Hanging by a Thread: International Regime Change in the Textile/Apparel System, 1950-1979. Ph.D. diss., California: Standford University, 1981, bab 1.

23 Robert O. Keohane, op. cit., hlm. 246.

24 Stephen D. Krasner, op. cit., hlm. 5.

25 Robert Jervis, “Cooperation Under the Security Dilemma.” World Politics, 30 January 1978, hlm. 167-214.

keseimbangan kekuatan atau yang disebut juga dengan “balance of power”.

Seperti yang disampaikan oleh Kenneth Waltz, dalam konsep “balance of power”

dinyatakan bahwa setiap aktor dalam politik internasional akan selalu berusaha untuk memaksimalkan kekuatannya, namun selalu berujung pada kegagalan karena setiap aktor juga mengusahakan hal yang sama.26 Oleh karena itu, keberadaan rezim keamanan internasional dengan aturan-aturan yang berlaku di dalamnya berguna untuk mengendalikan kompetisi senjata yang terjadi antar negara-negara di dunia. Dalam rezim non-proliferasi nuklir internasional, aturan-aturan yang ditetapkan dapat membantu mengendalikan penyebaran senjata nuklir di dunia.

Rezim internasional seperti halnya sebuah pemerintahan selalu memiliki persoalan ataupun kendala. Persoalan-persoalan yang ada harus dihadapi agar tujuan rezim dapat dicapai demi kepentingan bersama. Sebuah rezim keamanan hanya dapat terbentuk dan bertahan apabila memenuhi empat persyaratan, yaitu (1) pendirian rezim harus minimal didukung oleh persetujuan dari negara-negara kuat, dan bahwa seluruh negara calon anggota cukup puas dengan “status quo”;

(2) aktor-aktor yang bermain di dalamnya bersama-sama menjunjung nilai yang berdasarkan pada kerjasama dan keamanan timbal-balik; (3) rezim keamanan tidak akan dapat terbentuk apabila ada aktor di dalamnya yang menganggap bahwa keamanan hanya dapat dicapai dengan melakukan ekspansi; (4) perang dan penyediaan keamanan secara individu harus dianggap memiliki resiko tinggi, karena apabila perang dianggap baik maka rezim keamanan tidak lagi diperlukan untuk mencegahnya.27 Selain itu, adanya ketidakpedulian para pengambil keputusan akan konsekuensi-konsekuensi yang tidak diduga dan diinginkan dari peningkatan kapabilitas persenjataan secara “offensive” juga akan menghilangkan kemungkinan akan berdirinya suatu rezim keamanan.28 Kesepakatan bersama antar negara-negara anggota di dalam rezim diperlukan demi kelangsungan rezim tersebut.

26 Kenneth Waltz, Theory of International Politics, Reading, Mass.: Addison-Wesley. 1979.

27 Robert Jervis, “Security Regimes.”, op. cit., hlm. 178.

28 ibid., hlm. 176.