• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. MANFAAT PENELITIAN

E.1. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

E.2.1. Definisi Pornografi

Porno adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia secara terbuka (eksplisit) dengan tujuan membangkitkan rangsangan seksual (Bungin, 2003:96).

Berdasarkan interpretasi harfiah kamus Webster (Lesmana, 1995:69), porno berasal dari kata sifat, cabul (porne), tidak senonoh. Dalam dialeg Betawi, cabo atau pelacur, Wanita Tuna Susila (WTS).

Menurut Komisi Williams (Lesmana, 1995:109), sesuatu dikatakan Porno harus memenuhi 2 unsur, diantaranya (a) fungsi, dan (b) isi. Fungsinya ialah untuk membangkitkan birahi khalayak, sedangkan isinya berupa penggambaran yang sejelas-jelasnya segala sesuatu mengenai seks, antara lain organ seks, postur, dan aktivitas seksual.

12 Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa porno adalah penggambaran tubuh manusia secara terbuka mengenai seks, organ seks, postur dan aktivitas seks yang bertujuan untuk membangkitkan nafsu birahi manusia.

Pornografi berasal dari kata Yunani yaitu “porne” yang berarti pelacur

dan “grape” yang berarti tulisan atau gambar. Jadi pengertian pornografi sebenarnya lebih menunjuk pada segala karya baik yang dituangkan dalam bentuk tulisan atau lukisan yang menggambarkan pelacur (Armando, 2003:1). Pornografi memang sering dipersepsikan dengan cara yang beragam. Interpretasi pornografi diberi batasan yang berbeda-beda. Orang bebas mengartikan pornografi dengan cara yang tidak sama. Ada pihak yang memandang pornografi sebagai seks (berupa tampilan gambar, aksi maupun teks), namun ada juga pihak yang memandang pornografi sebagai seni/art (berupa cara berbusana, gerakan, mimik, gaya, cara bicara, atau teks yang menyertai suatu tampilan).

Berdasarkan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (Jubaedah, 2002: 11) Pornografi adalah visualisasi dan verbalisasi melalui media komunikasi, atau karya cipta manusia tentang perilaku atau perbuatan laki-laki dan atau perempuan yang erotis dan atau sensual dalam keadaan atau memberi kesan telanjang bulat, dilihat dari depan, samping atau belakang, penonjolan langsung alat-alat vital, payudara atau pinggul dan sekitarnya baik dengan penutup atau tanpa penutup, ciuman merangsang antar pasangan sejenis atau berlainan jenis, baik antar muhram maupun bukan muhrim, atau antara manusia dengan hewan, antar binatang yang ditujukan oleh orang yang membuatnya untuk membangkitkan naafsu birahi orang, atau antara manusia yang hidup dengan manusia yang telah

13 meninggal dunia, gerakan masturbasi, onani, lesbian, homoseksual, oral seks, sodomi,yang bertujuan dan atau mengakibatkan bangkitnya nafsu birahi dan atau yang menimbulkan rasa yang menjijikan dan atau memuakkan dan atau memalukan bagi yang melihatnya, mendengarnya dan atau menyentuhnya, yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama dan adat istiadat setempat.

Pornografi menurut Hasna (2007) adalah segala karya manusia baik berupa cerita, gambar, film, tarian maupun lagu yang di ciptakan dengan maksud untuk menimbulkan nafsu birahi orang lain sehingga merangsang sahwat serta dapat menimbulkan pikiran-pikiran negatif dalam benak orang tersebut. Dimana ada 2 unsur pokok dalam pornografi yaitu kesengajaan dan merangsang nafsu seksual (birahi) serta unsur tambahan berupa pikiran-pikiran jorok.

Jassin (Jurnal Perempuan 38, 2004:8) sebagaimana dikutip Majalah Pantau juga mendefinisikan Pornografi adalah menciptakan fantasi pembaca atau penonton ke daerah-daerah seputar kelamin, fantasi itu kemudian membakar birahi. Makin lama (seseorang) terekspos pada materi porno, besar kemungkinan makin intens rangsangan seksual yang ditimbulkannya.

Selaras dengan definisi di atas, Tukan (Jurnal Perempuan 38,2004:32) mendefinisikan pornografi sebagai penyajian seks secara terisolir dalam bentuk tulisan, gambar, foto, film, video kaset, pertunjukan, pementasan dan ucapan dengan maksud untuk merangsang nafsu birahi.

Tong (Jurnal Perempuan 38, 2004:32) mengemukakan definisi yang cukup sederhana, Tong menganggap bahwa eksistensi laki-laki adalah untuk dirinya sendiri, sebaliknya eksistensi perempuan diperuntukkan bagi laki-laki. Definisi ini

14 menunjukkan bahwa pornografi dibuat utamanya untuk dikonsumsi laki-laki (meskipun ada juga perempuan yang juga sebagai consumer pornografi), dimana perempuan adalah property yang dijadikan objek utama pornografi, terutama karena perempuan dianggap mempunya nilai jual yang tinggi dengan kemolekan dan keseksian yang ditonjolkan untuk dipertontonkan.

Definisi yang lebih radikal dan kompleks dikemukakan oleh Dworkin dan Mackinnon (Jurnal Perempuan 38, 2004:33) yang memandang pornografi sebagai subordinasi perempuan melalui gambar dan suara yang meliputi dehumanisasi perempuan sebagai obyek seks, komoditas, barang, penghinaan, menyukai disakiti atau diperkosa.

Pengertian pornografi pun telah mengalami pengembangan. Dari yang semula hanya mencakup karya tulis atau gambar, seiring dengan perkembangan teknologi media massa, ruang lingkup pornografi mengalami perluasan yang mencakup jenis media lain seperti televisi, radio, film, billboard, iklan dan sebagainya. Demikian pula yang menjadi objek tidak lagi hanya pelacur dalam pengertian orang/manusia atau kejalangan tetapi secara perlahan pornografi mencakup semua materi yang melalui berbagai media dianggap melacurkan nilai atau seolah-olah berfungsi seperti pelacur. Dengan demikian maka pornografi

sampai pada batasan sebagai “materi” yang disajikan di media tertentu yang dapat dan atau ditujukan untuk membangkitkan hasrat seksual khalayak atau mengeksploitasi seks.

15 E.2.2. Bentuk Porno

Bungin (2003: 43-44) menjelaskan Secara garis besar, dalam wacana Porno atau tindakan pencabulan (banyak dikenal dengan pornografi) kontemporer, Porno terbagi dalam beberapa bentuk yaitu pornografi, pornoaksi, pornoteks, dan pornosuara. Dalam kasus tertentu semua ketegori ini dapat menjadi sajian dalam satu media.

Pornografi adalah gambar-gambar porno yang dapat diperoleh dalam bentuk foto, lukisan, dan gambar video.

Pornoaksi adalah suatu aksi gerakan, lenggokan, liukan tubuh yang tidak disengaja atau sengaja untuk memancing hasrat seksual laki-laki secara langsung di tempat umum.

Pornoteks adalah karya pencabulan yang mengangkat cerita sebagai versi hubungan seksual dalam bentuk narasi, testimonial, atau pengalaman pribadi secara detail dan vulgar, sehingga pembaca merasa menyaksikan sendiri, mengalami atau melakukan sendiri peristiwa hubungan-hubungan seks tersebut. Penggambaran yang detail secara narasi terhadap hubungan seks menimbulkan terciptanya theatre of mind pembaca, sehingga fantasi seksual pembaca menjadi

“menggebu-gebu” terhadap obyek hubungan seks yang digambarkan.

Pornosuara yaitu suara, tuturan dan kalimat yang diucapkan seseorang yang langsung atau tidak langsung, bahkan secara halus atau vulgar tentang obyek seksual atau aktivitas seksual. Pornosuara ini secara langsung atau tidak memberi respons seksual terhadap pendengar atau penerima informasi seksual itu.

16 E.2.3. Kriteria Pornografi

Pornografi merupakan suatu penggambaran tingkah laku manusia dan merupakan segala karya manusia tentang perilaku seksual secara terisolir dalam bentuk bacaan dengan lukisan, tulisan, gambar, foto, video kaset, pertunjukan, film, ucapan, tarian maupun lagu yang diciptakan dengan sengaja dan semata-mata dirancang dengan beberapa unsur yang terkandung dalam Pornografi sebagai berikut :

a. Adanya materi berupa kata-kata atau gambar. b. Secara eksplisit menampilkan tubuh manusia. c. Tujuannya untuk merangsang birahi.

d. Dengan cara menjadikan manusia sebagai obyek seksual, menunjukkannya dan perendahan martabat dan mengandung unsur kekerasan.

Melalui beberapa definisi yang telah disebutkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa arti dari pornografi berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan sifatnya serta kebudayaan suatu masyarakat yang berusaha mendefinisikan istilah pornografi itu sendiri.

Dokumen terkait