• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi Tempat (al-Makân) Dan Arah (al-Jihah)

Dalam dokumen PenjelasanAllahAdaTanpaTempat (Halaman 28-33)

Ada banyak perkataan para ahli bahasa terkemuka dan para ulama dalam menyebutkan definisi tempat. Berikut ini kita kutip sebagian di antaranya:

1

﴿

﴿

Ahli bahasa terkemuka (al-Lughawiy) Abul Qasim al-Husain bin Muhammad yang dikenal

dengan sebutan ar-Raghib al-Ashbahani (w 502 H) berkata:

"

ءﻰﺸﻠﻟ يوﺎﳊا ﻊﺿﻮﳌا ﺔﻐﻠﻟا ﻞﻫأ ﺪﻨﻋ نﺎﻜﳌا

"

“Tempat(al-Makân) menurut ahli bahasa adalah ruang yang meliputi bagi sesuatu”23.

2

﴿

﴿

al-Lughawiy Majduddin Muhammad bin Ya’qub al-Fairuzabadi, penulis kitab al-Qâmûs, (w 817

H) menuliskan:

"

نﺎﻜﳌا

:

ج ،ﻊﺿﻮﳌا

:

ﻦﻛﺎﻣأو ﺔﻨﻜﻣأ

"

“Tempat(al-Makân) adalah ruang, bentuk jamaknya Amkinah dan Amâkin”24.

3

﴿

﴿

Al-‘Allâmah Kamaluddin Ahmad bin Hasan al-Bayyadli al-Hanafi (w 1098 H) berkata:

"

ﻢﺴﳉا ﻪﻠﻐﺸﻳ يﺬﻟا غاﺮﻔﻟا ﻮﻫ نﺎﻜﳌا

"

“Tempat(al-Makân) adalah ruang yang dipenuhi oleh benda”25.

4

﴿

﴿

Asy-Syaikh Yusuf bin Sa’id ash-Shafati al-Maliki (w 1193 H) menuliskan:

23Al-Mufradat Fi Gharib al-Qur’an, h. 471

24Al-Qamus al-Muhith, h. 1594

"

ﺔﻨﱡﺴﻟا ﻞﻫأ لﺎﻗ

:

ﱡﻞُﳛ يﺬﻟا غاﺮﻔﻟا ﻮﻫ نﺎﻜﳌا

ﻢﺴﳉا ﻪﻴﻓ

"

“Ahlussunnah berkata: “Tempat adalah ruang kosong yang menyatu (berada) di dalamnya suatu benda”26.

5

﴿

﴿

Al-Imâm Hâfizh Muhaddits Faqîh Lughawiy; Sayyid Muhammad Murtadla az-Zabidi

al-Hanafi (w 1205 H) berkata:

"

نﺎﻜﳌا

:

ﻊﺿﻮﳌا

ءﻰﺸﻠﻟ يوﺎﳊا

"

“Tempat(al-Makân) adalah ruang yang meliputi bagi sesuatu”27.

6

﴿

﴿

Asy-Asy-Syaikh Salamah al-Qudla’i al-‘Azami asy-Syafi’i (w 1376 H) menuliskan:

"

نﺎﻜﳌا ﻚﻟذ ﻲﻫ ﺔﻬﳉاو ،ﻩرﺪﻗ ﻰﻠﻋ ﺮﻫﻮﳉا ﻪﻴﻓ نﻮﻜﻳ يﺬﻟا ﻊﺿﻮﳌا ﻮﻫ نﺎﻜﳌا

"

“Tempat (al-Makân) adalah ruang yang ada di dalamnya suatu benda yang

mencukupinya, dan arah(al-Jihah) adalah tempat tersebut”28.

7

﴿

﴿

Al-Muhaddits al-Faqîh al-‘Allâmah asy-Asy-Syaikh Abdullah al-Harari yang dikenal dengan

sebutan al-Habasyi berkata:

"

نﺎﻜﳌا

ﻮﻫ

ﺎﻣ

ﻩﺬﺧﺄ

ﻢﺠﳊا

ﻦﻣ

غاﺮﻔﻟا

"

“Tempat(al-Makân) adalah ruangan yang diambil oleh suatu benda”.

Pernyataan yang kita kutip di atas ini adalah ketetapan dari para ahli bahasa dalam definisi tempat; ini sebagai dalil bahwa Rasulullah dan para sahabatnya berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa tenpat, tidak bertempat di arsy, tidak pula bertempat di langit. Sesungguhnya

al-Qur’an turun dengan bahasa Arab, sebagaimana firman Allah: “Bi Lisânin ‘Arabiyyin

Mubîn” (QS. Asy-Syu’ara: 195), dan Rasulullah adalah seorang Arab yang sangat tahu benar

seluk-beluk dan penggunaan bahasa Arab. Dengan demikian jelas sesat kaum Musyabbihah Mujassimah yang berpegangteguh dengan teks-teks zahir ayat-ayat dan hadits-hadits mutasyabihat yang seakan menyebutkan bahwa Allah memiliki tempat. Sesungguhnya teks-teks mutasyabihat itu tidak boleh dipahami dalam makna zahirnya sebagaimana disepakati

26Hasyiyah ash-Shafati, Nawaqidl al-Wudlu’, h. 27

27Taj al ‘Arus, j. 9, h. 348

oleh para ulama Salaf dan Khalaf; oleh karena itu mereka semua berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat, karena Dia bukan benda, sebagaimana kesucian Allah ini telah ditetapkan oleh al-Qur’an, hadits, konsensus ulama, para pakar bahasa, dan lainnya.

Setelah penjelasan ini menjadi jelas bagi anda bahwa bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak berada di tempat atas, dan tidak berada di tempat bawah, karena bila Allah bertempat maka berarti Allah diliputi oleh ruang, dan bila demikian maka berarti Allah sebagai benda yang memiliki bentuk dan ukuran, padahal jelas yang demikian itu adalah sifat benda yang notabene makhluk. Mustahil Allah bersifat dengan sifat-sifat makhluk-Nya, dan itu jelas batil. Dengan demikian telah tetap kebenaran akidah Ahlussunnah dalam mensucikan Allah dari tempat dan arah.

Ada sebagian orang dari kaum Mujassimah di masa sekarang, yaitu kaum Wahhabiyyah, untuk mengelabui orang-orang awam mereka berkata: “Allah ada di arah dari luar alam ini”. Untuk membongkar kesesatan pernyataan ini berikut kita kutip pernyataan para ulama; dari para ahli fiqih, ahli hadits, ahli bahasa, dan lainnya.

8

﴿

﴿

Ahli bahasa terkemuka; asy-Syaikh Muhammad bin Mukarram al-Ifriqiy al-Mishriy

yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnul Manzhur (w 711 H), seorang ulama terkemuka pakar Nahwu, pakar bahasa, dan pakar sastra, berkata:

"

ﺎًﻌﻴﲨ ُﺔﻬْﺟِﻮﻟاو ُﺔﻬِﳉاو

:

ﻩﺪﺼﻘﺗو ﻪﻴﻟإ ﻪﺟﻮﺘﺗ يﺬﻟا ﻊﺿﻮﳌا

"

Al-Jihah dan al-Wijhah (arah) memiliki makna yang sama, yaitu suatu tempat yang kamu

menghadap kepadanya dan yang kamu tuju”29.

9

﴿

﴿

Asy-Syaikh Musthafa bin Muhammad ar-Rumiy al-Hanafiy yang dikenal dengan

sebutan al-Kastulliy (w 901 H) berkata:

"

ﺔﻬﺟ ﻲﻠﻳ يﺬﻟا نﺎﻜﳌا ﻰﻤﺴُﻳ ﺪﻗو ،ﺔﻬﳉا ﻚﻠﺗ ﻲﻠﻳ نﺎﻜﻣ ﰲ ﻦّﻜﻤﺘﻣ ﻪﻧأ ﺔﻬﺟ ﰲ ﻢﺴﳉا نﻮﻛ ﲎﻌﻣو ،نﺎﻜﳌا

ﺎﻣ ﺔﻓﺎﺿإ رﺎﺒﺘﻋﺎﺑ نﺎﻜﳌا ﺲﻔﻧ ﻦﻋ ةرﺎﺒﻋ ﺔﻬﳉا نﻮﻜﻴﻓ ،ﺎﻬﺘﲢو ضرﻷا قﻮﻓ لﺎﻘﻳ ﺎﻤﻛ ﺎﻬﲰﺎﺑ ﺎﻣ

"

“Penyebutan kata al-Jihah (arah); terkadang yang dimaksud adalah bagi sebuah

penghabisan dari isyarat indrawi atau gerakan-gerakan yang lurus. Dengan demikian kata

al-Jihah adalah ungkapan bagi penghabisan jarak terjauh; yang itu merupakan tempat.

Kadang pula kata al-Jihah yang dimaksud adalah tempat yang mengikut dengan arah yang

dinamakan dengan nama demikian (artinya dinamakan dengan al-Jihah/arah), seperti bila

dikatakan “fawq al-ardl” (di atas bumi), atau “taht al-ardl” (di bawah bumi). Dengan

demikian arah (al-Jihah) adalah ungkapan bagi makna tempat dengan adanya sandaran

apapun baginya (arah bawah, arah atas, dan seterusnya)”30.

10

﴿

﴿

Pakar bahasa Majduddin Muhammad bin Ya’qub al-Fairuzabadi (w 817 H) berkata:

"

ﺔﻬﳉاو

:

ج ،ﺔﻴﺣﺎﻨﻟا

:

تﺎﻬﺟ

"

al-Jihah sama dengan an-Nâhiyah (arah; puncak atau penghabisan yang kita tuju), kata

jamaknyaal-Jihat”31.

11

﴿

﴿

Al-‘Allâmah asy-Syaikh Kamaluddin Ahmad bin Hasan yang dikenal dengan sebutan

al-Bayyadli (w 1098 H), pernah memangku jabatan hakim wilayah kota Halab (Aleppo), berkata:

"

ـ ﻞﻴﺤﺘﺴﻣ ﻚﻟذ ﻞﻛو ،ّﱐﺎﻤﺴﳉاو ﻢﺴﺠﻠﻟ ﻻإ نﺎﻧﻮﻜﻳ ﻼﻓ كﺮﺤﺘﳌا ﺪﺼﻘﻣو ةرﺎﺷﻹا ﺬﺧﺄﻣ ﻰﻬﺘﻨﳌ ﻢﺳا ﺔﻬﳉاو

ـ ﷲا ﻰﻠﻋ يأ

"

“Definisi al-Jihah (arah) adalah nama bagi penghabisan dari sebuah isyarat, penghabisan

tempat bagi sesuatu yang bergerak kepadanya; maka demikian dua sifat ini tidak terjadi kecuali hanya pada benda dan sifat benda saja. Itu semua adalah perkara mustahil bagi Allah”32.

12

﴿

﴿

Al-‘Allâmah asy-Syaikh Abdul Ghaniy an-Nabulsiy (w 1143 H) berkata:

"

ﲔﻤﻠﻜﺘﳌا ﺪﻨﻋ ﺔﻬﳉاو

ﻪﻴﻟإ ﺮﺧاء ﻢﺴﺟ ﺔﻓﺎﺿإ رﺎﺒﺘﻋﺎﺑ نﺎﻜﳌا ﺲﻔﻧ ﻲﻫ

"

“Definisi al-Jihah (arah) menurut para ahli teologi adalah sama dengan tempat dengan

melihat adanya suatu benda yang bersandar kepadanya (berada padanya)”33.

13

﴿

﴿

Al-‘Allâmah asy-Syaikh Salamah al-Qudla’i asy-Syafi’i (w 1376 H) berkata:

30Hasyiyah al Kastulli ‘Ala Syarh al ‘Aqa’id Li at Taftazani, h. 72

31Al Qamus al Muhith, h. 1620

32Isyarat al Maram, h. 197

"

ﻚﻟذ ﻲﻫ ﺔﻬﳉاو ،ﻩرﺪﻗ ﻰﻠﻋ ﺮﻫﻮﳉا ﻪﻴﻓ نﻮﻜﻳ يﺬﻟا ﻊﺿﻮﳌا ﻮﻫ نﺎﻜﳌا نﺈﻓ ،ﻞﻴﻟد ﱃإ ءﻼﻘﻌﻟا ﺪﻨﻋ جﺎﺘﳛ

ﱃإ ﻪﺘﺒﺴﻧ ﺪﻴﻘﺑ ﻦﻜﻟ نﺎﻜﳌا

ﺮﺧاء ءﻰﺷ ﻦﻣ صﺎﺧ ءﺰﺟ

"

“Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang memiliki ukuran; -dari segala benda- yang pastilah dia itu merupakan tubuh (Jism), atau yang lebih kecil dari tubuh (seperti al-Jawhar al-Fard; yaitu benda yang telah sampai batas terkecil yang tidak lagi dapat

dibagi-bagi); itu semua dengan tempat dan arah memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Bagi orang-orang berakal ini adalah perkara jelas yang tidak membutuhkan kepada argumen; (artinya bahwa segala benda pasti memiliki tempat dan arah), karena definisi tempat adalah suatu ruang yang berada padanya suatu benda seukuran tempat itu sendiri, dan definisi arah adalah tempat itu sendiri dengan ikatan adanya penyandaran suatu benda lain kepadanya”34.

14

﴿

﴿

Al-‘Allâmah al-Muhaddits al-Faqîh asy-Syaikh Abdullah al-Harari asy-Syafi’i al-Asy’ari

yang dikenal dengan sebutan al-Habasyi berkata:

"

اذإو

ﻦﻜﻳ

-ﷲا

-ﰲ

نﺎﻜﻣ

ﻦﻜﻳ

ﺔﻬﺟ

ﻮﻠﻋ

ﻻو

ﻞﻔﺳ

ﻻو

ﺎﳘﲑﻏ

ﺎﻣإ

دوﺪﺣ

فاﺮﻃأو

ﺔﻨﻜﻣﻸﻟ

وأ

ﺲﻔﻧ

ﻷا

ﺔﻨﻜﻣ

رﺎﺒﺘﻋﺎﺑ

ضوﺮﻋ

ﺔﻓﺎﺿﻹا

ﱃإ

ءﻰﺷ

"

“Oleh karena Allah ada tanpa tempat; maka berarti Dia ada tanpa arah, tidak di arah atas, tidak di arah bawah, juga tidak di arah lainnya. Karena definisi arah itu adalah batasan dan ujung dari tempat, atau bahwa arah itu adalah tempat itu sendiri dengan melihat dari adanya sesuatu yang lain yang disandarkan kepadanya”35.

34Furqan al-Qur’an (dicetak bersama al Asma’ Wa ash Shifat karya al-Bayhaqi), h. 62

﴾﴾ Bab II ﴿﴿

Dalam dokumen PenjelasanAllahAdaTanpaTempat (Halaman 28-33)

Dokumen terkait