• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing,DEA Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,MS Tanggal Ujian : 3 Januari 2007 Tanggal Lulus :

Penulis dilahirkan di Balige pada tanggal 14 Januari 1965 sebagai anak sulung dari enam bersaudara dari ayah Paul Tampubolon dan Ibu Solodina (alm). Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 2005 penulis diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah.

Sejak tahun 1994, Penulis bekerja pada BNI sebagai analis kredit dengan pangkat Senior Asisten Manager dan ditempatkan di Cabang Palu Sulawesi Tengah, dan sejak tahun 1997 dipindahkan ke Divisi Pengendalian Keuangan. Pada tahun 1998, penulis dipromosikan menjadi Manajer.

Penulis menikah pada tahun 1999 dan telah dikaruniai dengan dua orang putra, Jogi (7 tahun) dan Jordy (5 tahun).

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya, sehingga laporan akhir berjudul Perencanaan Kredit Investasi dalam pengembangan Industri Kecil Menengah Pakan Ternak (Studi Kasus PT AFI), yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian Bogor (IPB), dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec, selaku Ketua Komisi Pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian laporan akhir

2. Bapak Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah mengorbankan waktu dan pikirannya dalam melaksanakan bimbingan dan memberikan perhatian penuh dalam penyusunan laporan ini.

3. Seluruh staf administrasi dan dosen pengajar PS MPI IPB yang telah membantu dan membuka cakrawala dan wawasan untuk menggali informasi lebih mendalam dalam proses penyampaian materi studi.

4. Seluruh staf dan pimpinan PT AFI, khsususnya Bapak Yosdi, yang telah memberikan kesempatan dan banyak membantu penulis dalam penyediaan data maupun penjelasan, sehingga tulisan ini dapat dirampungkan.

5. Anak-anakku tercinta, yang selama mengikuti perkuliahan maupun dalam proses penyusunan laporan akhir ini telah merelakan begitu banyak kehilangan waktu untuk dapat selalu bersama-sama.

6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan, walaupun tidak luput dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun akan diterima bagi perbaikan dan penyempurnaannya.

Jakarta, Januari 2007

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... ii

RINGKASAN ………...… iii

RIWAYAT HIDUP ………. viii

PRAKATA ……….. ix

DAFTAR TABEL ………... xiii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xv

I. PENDAHULUAN ………... 1 A. Latar Belakang ...………... 1 B. Perumusan Masalah ………... 7 C. Tujuan ……….………... 7

II. LANDASAN TEORI ………... 8 A. Sumber dan Kebutuhan Dana ………... 8

B. Kredit ……… 9

1. Pengertian ... 9 2. Jenis Kredit ……….. 10 3. Kredit Investasi ………... 11 4. Penetapan Kondisi Pinjaman ... 13 5. Segmentasi Kredit ... 14 C. Laporan Keuangan ... 15 1. Analisis Aspek Keuangan ... 15 a. Jenis-Jenis Rasio Keuangan ... 15 b. Penilaian Investasi ... 20 2. Peramalan ... 22

B. Metode Analisis ………... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………... 26 A. Keadaan Umum ………... 26 1. Sejarah Perusahaan ……….. 26 2. Perizinan Usaha ……….. 26 3. Susunan Pengurus dan kepemilikan saham ……… 26 B. Hal yang Dikaji ………... 27 1. Aspek Manajemen ……….. 27 2. Aspek Produksi ………... 30 3. Aspek Pemasaran ……… 37 4. Aspek Keuangan ………. 43 a. Neraca ………. 43 b. Laba/Rugi ……… 44 c. Analisa Rasio ……….. 45 5. Peramalan Penjualan ………... 49 6. Proyeksi ………... 50 7. Penilaian Proyek Investasi ……….. 53

KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A Kesimpulan ……….………..………. 56

B Saran ………... 58

DAFTAR PUSTAKA ………... 59

LAMPIRAN ………... 62

No Halaman

1. Jumlah Kredit yang Disalurkan Berdasarkan Jenis Kredit ... 3 2. Kebutuhan Pakan Ternak ……….. 4 3. Perkembangan Produksi Perikanan pada Tahun 2001-2005 ………. 5 4. Jenis Kredit Dilihat dari Tujuan Penggunaan Dananya …... 11 5. Segmentasi Kredit ………... 14 6. Susunan Pengurus dan Kepemilikan Saham ………. 27 7. Komposisi dan Jumlah Karyawan Tetap ………... 29 8. Komposisi dan Jumlah Karyawan Tidak Tetap ………...….. 29 9. Target Produksi ………. 33 10. Bahan Pembantu dan Sumber Pemenuhannya ……….…. 33 11. Bahan Baku dan Sumber Pemenuhannya …... 33 12. Perusahaan dan Kapasitas Produksi Pesaing ………. 40 13. Jumlah Grosir dan Pelanggan ……… 41 14. Laporan Neraca ………. 43 15. Laporan Laba Rugi ………... 44 16. Rasio tahun 2003-2005 ……… 45 17. Peramalan Penjualan Tahun 2006-2015 ……….... 50 18. Laporan Neraca Proyeksi ……….. 51 19. Laporan Laba Rugi Proyeksi ………. 52 20. Rasio Proyeksi ………... 53 21. Aset, Produksi dan Penjualan ….………... 53 22. Analisa Sensitivitas ………... 55

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Konsep 5 C ... 10 2. Struktur Organisasi ……… 28 3. Flowchart Proses Produksi untuk Pakan Terapung ………... 34 4. Flowchart Proses Produksi untuk Pakan Tenggelam ... 35

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Peramalan Penjualan ……….. 62 2. Proyeksi Cashflow ………... 63 3. Asumsi Penyusunan Cashflow ………... 64 4. Proyeksi Rugi/Laba dan Neraca ………... 65 5. Perhitungan Produksi dan Penjualan ... 66 6. Penilaian Proyeksi Investasi pada Kondisi Normal ……… 67 7. Penilaian Proyeksi Investasi pada Kondisi Penjualan Turun 10% …. 68 8. Penilaian Proyeksi Investasi pada Kondisi Produksi Turun 10% …. 69 9. Penilaian Proyeksi Investasi pada Kondisi Biaya Penjualan,

Administrasi dan Umum naik 2% ……….

70 10. Kuesioner ………...…………... 71

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya harus diakui bahwa Industri Kecil dan Menengah (IKM) memang terbukti tangguh, karena ketika terjadi krisis ekonomi yang menimpa beberapa belahan bumi termasuk Indonesia, ternyata IKM terbukti tetap mampu bertahan. Selain itu IKM, ternyata merupakan salah satu pilar dan lokomotif pembangunan ekonomi nasional yang berperan dalam memberdayakan semua sumber daya yang ada, serta mendorong tumbuhnya pengembangan kewirausahaan yang mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan (Hubeis, 2005). Sebaliknya krisis yang terjadi justru menyebabkan tumbangnya sejumlah usaha besar (konglomerat) yang selama ini diperlakukan sebagai pilar ekonomi (trickle down effect). Kondisi ini mengakibatkan adanya pergeseran pendekatan perekonomian ke arah IKM, atau yang sering disebut dengan ekonomi kerakyatan, yaitu suatu ekonomi yang berbasis kepada rakyat di mana rakyat lebih banyak berperan sebagai unit produksi yang aktif (desentralisasi dengan adanya power sharing) dan kemandirian (Syarief, 2006).

Jika dilihat dari jumlah pelaku (Kemenkop, 2006), maka pada tahun 2004 peranan dari IKM adalah 99,99 %, dimana 99,85% oleh Usaha Kecil dan sisanya (0,14%) oleh Usaha Menengah, sedangkan Usaha Besar hanya 0,01%. Namun jika dilihat dari sudut Produk Domestik Bruto(PDB) tahun 2004, maka produksi yang dihasilkan oleh Usaha Besar adalah 44,12%, sedangkan sisanya (55,88%) adalah IKM, yaitu Usaha Kecil 40,36%, dan Usaha Menengah 15,52%. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam pembangunan dunia usaha nasional, peranan IKM sudah terbukti besar, meskipun dalam PDB peranannya memang belum proporsional.

Kondisi ini sudah barang tentu tidak diharapkan akan demikian selamanya, tetapi harus berkembang. Untuk mewujudkan perekonomian nasional yang kokoh, justru diharapkan bahwa usaha kecil perlu diberdayakan agar dapat menjadi usaha kecil yang tangguh dan mandiri, serta dapat berkembang menjadi usaha menengah (Kemenkop, 1998) dan untuk mewujudkan struktur dunia usaha nasional yang kokoh, maka usaha menengah perlu ditingkatkan jumlahnya dan diberdayakan menjadi usaha yang tangguh,

mandiri dan ungggul, sehingga peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, eskpor dan pembentukan produk domestik bruto semakin meningkat (Kemenkop, 1999).

Apabila diperhatikan kondisi di lapangan, ternyata banyak juga IKM yang mengalami kesulitan untuk berkembang, karena berbagai kelemahan yang dimiliki, yang pada umumnya disebabkan oleh antara lain : manajemen (SDM) yang terbatas ; lemahnya kemampuan penetrasi pasar ; lemahnya permodalan ; iklim usaha yang kurang kondusif ; terbatasnya sarana dan prasarana ; sifat produk dengan lifetime pendek (Hubeis, 2005). Perlu diketahui bahwa, IKM pada umumnya adalah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup yang menjalankan usahanya dengan mengandalkan modal sendiri (equity) dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas. Untuk mendukung pengembangan usaha maka kredit adalah merupakan salah satu sumber dana (permodalan) yang sangat penting, baik untuk modal kerja maupun untuk membiayai pembangunan atau pembelian barang modal. Oleh sebab itu harus disadari, bahwa pada hakekatnya pengembangan IKM bukan hanya tanggungjawab pengusaha itu sendiri, melainkan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Bantuan permodalan tentu saja sangat diharapkan melalui peran serta dari perbankan. Hal ini memang telah menjadi komitmen perbankan, yaitu bahwa untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah diperlukan bantuan teknis ; tujuan pemberian bantuan teknis oleh Bank Indonesia adalah membantu pengembangan UMKM dalam bentuk : (a) pelatihan; dan atau (b) penyediaan informasi (BI, 2005a). Selain itu, peranan Perbankan Nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan tetap memperhatikan pembiayaan kepada usaha kecil sejalan dengan perkembangan yang terjadi di bidang sosial dan ekonomi, bank dianjurkan menyalurkan sebagian dananya melalui pemberian KUK (BI, 2001). Sesuai dengan komitmennya, maka dana perbankan yang telah disalurkan dalam bentuk kredit untuk beberapa periode terakhir, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Kredit yang Disalurkan Berdasarkan Jenis Kredit Tahun 2004 Tahun 2005 Non KUK KUK Non KUK KUK Non KUK KUK Non KUK KUK Jenis Kredit

Nilai (Rp. M) % Tase Nilai (Rp. M) % Tase

•Modal Kerja 230.293 55.444 80,60% 19,40% 286.576 64.242 81,69% 18,31%

•Investasi 97.731 19.133 83,63% 16,37% 113.090 19.373 85,37% 14,63%

•Konsumtif 131.908 19.038 87,39% 12,61% 183.953 22.436 89,13% 10,87% Jumlah 459.932 93.615 83,09% 16,91% 583.619 106.051 84,62% 15,38% Sumber : Bank Indonesia, 2006 (Data diolah kembali)

Catatan : KUK = maks. kredit s/d Rp.500 juta Non KUK = maks. Kredit > Rp.500 juta

Kredit yang diartikan sebagai “kepercayaan” (credere), sebagaimana terlihat pada Tabel 1, pada dasarnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu kredit konsumtif yang merupakan jenis kredit yang diberikan, misalnya untuk membeli kendaraan, peralatan, dan lain-lain yang sifatnya untuk tujuan konsumtif ; kredit modal kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk menambah modal kerja untuk membiayai seperti pembelian bahan baku, biaya-biaya produksi, biaya pemasaran, dan lain-lain dalam jangka waktu pendek, biasanya satu tahun ; dan kredit investasi yaitu merupakan kredit jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, maupun ekspansi proyek yang sudah ada atau pendirian proyek baru. Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kredit, jumlah Kredit Usaha Kecil (KUK) dengan maksimum kredit s/d Rp.500 juta,- pada tahun 2004 sebesar 16,91% dan pada tahun 2005 sebesar 15,38%. Sedangkan jika dilihat berdasarkan jenis kredit, maka jumlah Kredit Investasi pada tahun 2004 mencapai 16,37% dan pada tahun 2005 mencapai 14,63%.

Sebagaimana diketahui bahwa pakan tidak bisa terlepas dari struktur budidaya dan populasi ternak, karena pada dasarnya pakan mewakili 60-70% dari seluruh biaya yang dibutuhkan (Infovet, 2006). Keadaan ini tentunya menjadikan pakan ternak memiliki nilai strategis dan masih memberikan peluang yang cukup luas, tetapi juga sekaligus menjadi kendala tersendiri bagi upaya pengembangan industri peternakan nasional, khususnya penyediaan bahan baku pakan.

Produksi bahan baku pakan ternak dalam negeri harus ditingkatkan untuk mengantisipasi kebutuhan pakan ternak Indonesia sebanyak 13 juta ton pada 2010. Jika tidak dilakukan pembenahan produksi bahan baku pakan, terutama jagung, maka kebutuhan bahan baku pakan harus meningkatkan impor. Peningkatan kebutuhan pakan pada 2010 tersebut harus diikuti dengan ketersediaan bahan baku di dalam negeri. Peningkatan menjadi 13 juta ton pada tahun 2010 tersebut dengan asumsi peningkatan kebutuhan setiap tahun rata-rata 10%. Inilah perlu dukungan semua pihak, terutama pemerintah, untuk mendorong peningkatan produksi bahan baku pakan yang selama ini diimpor (Suara Pembaruan, 2004).

Industri pakan ternak yang kini bernaung di bawah Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) memiliki anggota sejumlah 47 perusahaan, di mana per bulan minimal mampu memproduksi 10.000 ton. Sementara kapasitas produksi per tahun mencapai 11 juta ton (Sihombing, 2005). Apabila dilihat dari sudut kebutuhan pakan ternak, maka kebutuhan berdasarkan jenis ternak dapat dilihat dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2.Kebutuhan Pakan Ternak

Jenis Ternak Persentase

Kebutuhan Pakan • Unggas 83% • Aquakultur 7 % • Babi 6 % • Sapi Perah 3% • Lainnya 1% Sumber : Infovet, 2006.

Di bidang perikanan (aquakultur) pada tahun 2009, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menargetkan pencapaian produksi perikanan mencapai 10 juta ton. Pada tahun 2004 produksi perikanan Indonesia baru mencapai 6 juta ton, namun dari total produksi perikanan tersebut, hanya 1,4 juta ton yang berasal dari budidaya perikanan. Hal ini karena pemerintah lebih menekankan perkembangan penangkapan ikan, padahal potensi budidaya perikanan lebih besar dibandingkan perikanan tangkap, yaitu mencapai 57 juta ton. Sementara, potensi perikanan tangkap hanya 6,5 juta ton. Rendahnya produksi budidaya perikanan, antara lain disebabkan faktor pencemaran

lingkungan dan tidak tersedianya benih unggul. Untuk peningkatan produksi dapat dicapai dengan pemberian kredit dan pelatihan (Kusuma, 2004).

Untuk tahun 2005, produksi perikanan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Perkembangan Produksi Perikanan pada Tahun 2001-2005

Tahun (ton) Kenaikan

Uraian 2001 2002 2003 2004*) 2005**) Rata- Rata (%) 2004 - 2005 (%) Tangkap 4,276,720 4,378,495 4,691,796 4,881,810 4,970,010 3.85 1.81 - Laut 3,966,480 4,073,506 4,383,103 4,571,510 4,658,010 4.12 1.89 - Perairan Umum 310,240 304,989 308,693 310,300 312,000 0.15 0.55 Budi daya 1,076,750 1,137,153 1,224,192 1,468,610 1,698,600 12.22 15.66 - Laut 221,010 234,859 249,242 420,919 519,200 25.15 23.35 - Tambak 454,710 473,128 501,977 559,612 643,600 9.16 15.01 - Kolam 222,790 254,625 281,262 286,182 307,900 8.52 7.59 - Karamba 39,340 40,742 40,304 53,694 65,600 14.47 22.17 - Jaring Apung 40,710 47,172 57,628 62,371 72,300 15.55 15.92 - Sawah 98,190 86,627 93,779 85,832 90,000 -1.78 4.86 J u m l a h 5,353,470 5,515,648 5,915,988 6,350,420 6,668,610 5.66 5.01 Sumber : Sihombing, 2006a.

Keterangan : *) angka sementara, **) angka perkiaraan

Dalam suatu kesempatan, Presiden berjanji akan memberikan perhatian lebih serius pada usaha perikanan budidaya, terutama pembangunan infrastruktur dan finansial. Alasannya, kedua hal tersebut merupakan persoalan yang sedang dihadapi dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Khusus untuk perikanan budidaya, perlu ditunjang dengan usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta peningkatan pengetahuan dari para pembudidaya (Jan, 2005).

Pada tahun 2006 target yang ingin dicapai Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) antara lain produksi perikanan 7,7 ton atau meningkat dibanding tahun 2005, yang terdiri atas produksi perikanan tangkap 5,1 ton dan produksi perikanan budi daya 2,6 ton. Nilai ekspor komoditas perikanan ditargetkan USD 3,2 miliar atau meningkat 33,3 % dari tahun 2005 yang mencapai USD 2.399 miliar. Konsumsi ikan ditargetkan 28 kg/kapita/tahun. Produksi udang pada tahun 2006 ditargetkan mencapai 350.000 ton, selanjutnya

diprediksi pada tahun 2007 sebesar 410.000 ton, tahun 2008 sebesar 470.000 ton dan tahun 2009 sebesar 500.000 ton. Untuk merealisasikan hal ini ada sekitar 28.300 ha tambak udang diseluruh Indonesia akan direvitalisasi atau dioptimalkan oleh DKP tahun 2006 (Business News, 2006).

Sehubungan dengan hal tersebut, PT AFI yang didirikan tahun 1990 di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, adalah merupakan salah satu IKM yang bergerak di bidang industri pakan ternak berencana untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Kapasitas produksi, PT. AFI yang memproduksi pakan ternak khususnya pakan udang dan ikan, baru mencapai + 8.000 ton per tahun. Perusahaan sudah terbukti cukup tangguh karena dapat melewati krisis ekonomi yang terjadi. Sejak didirikan kondisi perusahaan menunjukkan perkembangan yang positif, yang dapat terlihat dari trend penjualan yang mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir, sebagamana yang disajikan oleh PT AFI, yaitu : Rp.16.350 juta,- ; Rp.18.419 juta,- dan Rp.18.900 juta,- dengan persentase kenaikan mencapai : 23,25% ; 12,65% dan 2,61%.

Dalam rangka peningkatan kapasitas produksi, perusahaan berencana untuk melakukan pembangunan pabrik tambahan dan pembelian mesin produksi yang baru. Untuk merealisasikan rencana tersebut, perusahaan akan melakukan pembiayaan dengan menggunakan sebagian besar dana yang bersumber dari modal sendiri. Namun karena keterbatasan modal sendiri, maka perusahaan memerlukan sumber dana lainnya, yaitu mengajukan kredit jangka panjang dalam bentuk kredit investasi ke bank.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah suatu usaha IKM, dari usaha kecil dapat tumbuh menjadi usaha menengah (dapat melakukan perluasan usaha) dengan bantuan modal dari luar ?.

2. Apakah persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan sumber dana dari luar, khususnya kredit investasi dari perbankan ?.

C. Tujuan

1. Mempelajari faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perkembangan usaha PT AFI.

2. Menganalisis rencana pengembangan usaha dan pentingnya sumber dana dari luar berupa kredit investasi, dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi PT AFI.

II. LANDASAN TEORI

A. Sumber dan Kebutuhan Dana

Dalam pembangunan ekonomi kerakyatan, usaha menengah sebagai bagian dari IKM, mempunyai peranan yang penting dan strategis untuk mewujudkan struktur dunia usaha nasional yang kokoh, dan untuk mewujudkan struktur dunia usaha nasional yang kokoh, maka usaha menengah perlu ditingkatkan jumlahnya dan diberdayakan menjadi usaha yang tangguh, mandiri dan unggul, sehingga peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, ekspor dan pembentukan produk domestik bruto semakin meningkat(Kemenkop, 1999).

Di sisi lain, sebagai usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, IKM pada umumnya menjalankan usahanya dengan mengandalkan modal sendiri (equity) dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sehingga untuk mewujudkan hal tersebut, usaha IKM membutuhkan sumber dana untuk tambahan modal kerja, maupun proyek investasi. Khusus untuk merealisasikan proyek dibutuhkan dana untuk investasi. Dana tersebut diklasifikasikan atas dasar aktiva tetap seperti tanah, bangunan, pabrik dan mesin-mesin. Setelah jumlah dana yang dibutuhkan diketahui, selanjutnya perlu ditentukan adalah dalam bentuk apa dana tersebut didapat. Yang jelas, yang akan dipilih adalah sumber dana yang mempunyai biaya yang paling rendah dan tidak menimbulkan masalah. Beberapa sumber dana yang penting (Umar, 2005) antara lain :

1. Modal pemilik perusahaan yang disetorkan

2. Saham yang diperoleh dari penerbitan saham di pasar modal

3. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dan di jual di pasar modal 4. Kredit yang diterima dari bank

5. Sewa guna (leasing) dari lembaga non bank

Diantara beberapa sumber dana di atas, maka kredit yang bersumber dari perbankan merupakan salah satu sumber dana yang paling umum dikenal.

B. Kredit (Pinjaman)

1. Pengertian

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (BI, 2005b).

Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pesatnya perkembangan lingkungan eksternal dan internal perbankan telah menyebabkan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan. Oleh karena itu agar mampu beradaptasi dalam lingkungan bisnis perbankan, Bank dituntut untuk menerapkan manajemen risiko agar dapat beroperasi secara lebih berhati-hati, antara lain dengan menghitung besarnya risiko kredit yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya (BI, 2003).

Risiko merupakan suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. Sedangkan risiko kredit adalah risiko bahwa debitur tidak dapat membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan, atau turunnya kualitas debitur, sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin tinggi (Kountur, 2004).

Besarnya risiko kredit terdiri dari besarnya eksposur kredit dan kualitas eksposur kredit. Besarnya eksposur kredit sama dengan besarnya pinjaman itu sendiri, sedangkan kualitas eksposur dicerminkan oleh kemungkinan gagal bayar oleh debitur dan kualitas dari jaminan yang diberikan oleh debitur, semakin rendah kualitas kredit, maka semakin tinggi risiko kredit. Ukuran risiko gagal bayar adalah kemungkinan terjadinya gagal bayar pada periode tertentu yang dilakukan dengan pemeringkatan. Setiap bank memiliki model pemeringkatan sendiri- sendiri, namun secara umum ada lima faktor yang sering digunakan yang sering dikenal dengan 5C (character, capacity, capital, collateral, condition), sebagaimana disajikan dalam Gambar 1 (Djohanputro, 2004).

Gambar 1. Konsep 5 C : character, capacity, capital, collateral, condition (Djohanputro, 2004).

2. Jenis Kredit

Berdasarkan tujuan penggunaannya, Bank Indonesia (1999) membedakan kredit menjadi :

a. kredit konsumtif merupakan jenis kredit yang diberikan misalnya untuk membeli kendaraan, peralatan, dan lain-lain yang sifatnya untuk tujuan konsumtif

b. kredit modal kerja yaitu kredit yang digunakan untuk menambah modal kerja untuk membiayai seperti pembelian bahan baku, biaya- biaya produksi, biaya pemasaran, dan lain-lain dalam jangka waktu pendek, biasanya satu tahun

c. kredit investasi merupakan kredit jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, maupun ekspansi proyek yang sudah ada atau pendirian proyek baru.

Character

Catatan masa lalu Willingness to pay

Moral hazard

Rasio lancar, kas, efesiensi Trend kinerja keuangan Capacity

Capital Rasio pinjaman/ekuitas

Collateral

Condition of Economy

Nilai jaminan Status hukum jaminan

Kemudahan likuidasi Kondisi makro Intervensi pihak tertentu

Menurut (Jusuf, 2004) disebutkan bahwa kredit merupakan sumber dana yang dimanfaatkan untuk membeli (membiayai) aktiva, baik aktiva lancar maupun aktiva tetap. Inti kebutuhan kredit yang tepat, ditentukan oleh tujuan penggunaan dana yang tergantung pada jenis aktiva yang dibiayai. Dalam Tabel 4 terdapat beberapa perbedaan jenis kredit dihubungkan dengan kebutuhan kredit.

Tabel 4.Jenis kredit dilihat dari tujuan penggunaan dananya Uraian Aktiva Tetap Aktiva Lancar • Jangka waktu

kebutuhan dana

Bersifat jangka panjang

Jangka panjang, pendek/ transaksional (musiman)

• Jenis kredit Kredit Investasi Kredit Modal Kerja

• Jangka waktu kredit

Jangka panjang, umumnya lebih dari satu tahun

Jangka pendek atau jangka panjang tetapi pada umumnya tidak lebih dari satu tahun

• Sifat penggunaan Non Revolving Revolving • Sumber pemba-

yaran pokok pinjaman

Aliran dana yang berasal dari laba bersih

Perusahaan dilikuidasi/ menurunnya aktiva lancar, aliran dana yang berasal dari bisnis tambahan, penjualan aktiva lainnya (mis : aktiva tetap), atau mengambil kredit dari bank lain

Sumber : Jusuf, 2004. 3. Kredit Investasi

Menurut kamus perbankan, Kredit Investasi adalah kredit jangka menengah dan panjang yang diberikan untuk membiayai proyek baru ataupun proyek perluasan suatu perusahaan (investment loan). Sedangkan menurut (Muljono, 2001), Kredit Investasi merupakan kredit yang dikeluarkan oleh bank untuk pembelian barang modal, yaitu tidak habis dalam satu cycle, maksudnya proses dari pengeluaran uang kas dan

kembali menjadi uang kas tersebut akan memakan jangka waktu yang cukup panjang, setelah melalui beberapa perputaran.

Ciri-ciri kredit investasi adalah : (a) bersifat tidak berputar (non revolving), yaitu pokok pinjaman yang telah dilunaskan tidak dapat ditarik lagi untuk pembelian barang investasi lainnya ; (b) merupakan kredit jangka panjang (lebih dari satu tahun) ; (c) pencairannya selalu dikaitkan dengan suatu investasi tertentu, misalnya untuk pembangunan pabrik ; (d) terdapat pola pembayaran angsuran yang teratur, misalnya setiap bulan dengan sistem cicilan tetap (Jusuf, 2004).

Investasi dilakukan dengan menggunakan dana yang terbatas sumbernya. Agar penggunaan dana yang langka sumbernya tersebut dapat memberikan manfaat/imbalan/keuntungan sebaik-baiknya, perlu dilakukan pembahasan proyek investasi. Maksud dari pembahasan proyek yang utama adalah menetapkan potensi penghasilan proyek, yaitu menilai apakah akan menghasilkan cukup dana untuk dapat membayar kembali semua capital cost dalam jangka waktu yang diminta dan selanjutnya

Dokumen terkait