• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dekomposisi dan Komoditas Penyumbang Inflasi

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (Halaman 33-40)

Tingginya stok pangan nasional pasca panen triwulan lalu yang disertai dengan kelancaran distribusi bahan pangan menjadi faktor

2.4 Dekomposisi dan Komoditas Penyumbang Inflasi

peraturan yang memprioritaskan bongkar muat bahan pangan di berbagai pelabuhan di Kaltim sebagai upaya menjaga ketersediaan bahan pangan selama Ramadhan. Ekspektasi masyarakat juga dijaga dengan implementasi program Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) di tiga kota pembentuk inflasi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. TPID di wilayah Kalimantan Timur juga melakukan upaya stabilitas harga dengan cara memberikan rekomendasi ke dinas teknis terkait dalam rangka penyederhanaan rantai distribusi, pemetaan kebutuhan semen untuk mencegah kekurangan pasokan, mengoptimalkan program-program diversifikasi pangan, serta menginisiasi adanya kerjasama pemenuhan pangan antar daerah. 2.3.2 Sisi Penawaran

Sedangkan dari sisi penawaran, masih tingginya stok pasca panen raya di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan untuk komoditas bahan pangan seperti beras dan bumbu-bumbuan menjadi pendorong peredaan inflasi di triwulan laporan. Ketersediaan stok yang relatif tinggi di level nasional juga didukung oleh kelancaran faktor distribusi karena gelombang laut Jawa dan Selat Makassar relatif rendah pada masa Ramadhan sehingga logistik dari Jawa Timur maupun Sulawesi Selatan dapat sampai tepat waktu (Grafik 2.4). Hal lain yang menjadi pendorong tekanan inflasi pada triwulan laporan antara lain kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang terjadi dari setiap dua bulan sejak Juli 2014. Kenaikan TDL ini berlaku untuk hampir semua pelanggan, baik rumah tangga, industri maupun pemerintah dengan variasi kenaikan 5 11%. Khusus di kota Tarakan, tekanan inflasi juga berasal dari komoditas angkutan udara. Kenaikan ini merupakan dampak dari terpisahnya Tarakan secara geografis dari Kaltim sehingga permintaan transportasi udara menjelang lebaran naik cukup tinggi dan memberikan tekanan inflasi. Dari sisi eksternal, stabilnya Rupiah yang disertai dengan rendahnya volatilitas menjadi

faktor penahan inflasi dengan jalur imported inflation, khususnya untuk komoditas yang

diperdagangkan internasional seperti emas dan barang impor (Grafik 2.5).

Grafik 2.4 Rata-rata Tinggi Gelombang di Laut Jawa & Selat Makassar

Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

Grafik 2.5 Rata-rata dan Volatilitas Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS

Sumber: Bank Indonesia

2.4 Dekomposisi dan Komoditas Penyumbang Inflasi

Jika dikelompokkan (dekomposisi) berdasarkan sifat dan faktor yang mempengaruhinya, peredaan inflasi di triwulan III-2014 terjadi pada semua kelompok barang yang dikonsumsi

masyarakat, baik kelompok volatile food, core, maupun administered price. Turunnya tekanan

inflasi yang terjadi pada semua kelompok tersebut merupakan dampak langsung dari hilangnya

efek statistik kenaikan BBM pada tahun 2013. Meskipun secara tahunan komoditas volatile

-2 -1 0 1 2 3 4 5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2012 2013 2014

Laut Jawa Selat Makassar

Inflasi Kaltim (RHS) (meter) (%, mtm) -100 200 300 400 500 600 700 8,000 8,500 9,000 9,500 10,000 10,500 11,000 11,500 12,000 12,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

Rerata Kurs Tengah Volatilitas Kurs Tengah (RHS)

22

food tercatat mengalami peredaan tekanan inflasi, namun jika dilihat secara bulanan inflasi

volatile food masih berada dalam siklus normalnya, yakni cenderung terjadi tekanan pada

bulan Ramadhan. Beberapa komoditas volatile food yang mengalami inflasi di triwulan

III-2014 antara lain komoditas sayur-sayuran (sawi hijau, kangkung, bayam), bumbu-bumbuan (bawang merah, cabai rawit), buah-buahan (anggur, pepaya, pisang), ikan segar (udang basah, tongkol, layang) daging dan hasilnya (telur, daging ayam ras) serta beberapa bahan pokok lainnya.

Sama dengan kelompok volatile food, kelompok inti (core) yang harganya cenderung

stabil dan lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi yang bersifat fundamental juga mengalami penurunan tekanan inflasi. Penurunan ini merupakan dampak langsung dari stabilnya Rupiah yang disertai dengan penurunan volatilitasnya. Sama dengan pada kelompok

volatile food, jika dilihat secara bulanan tekanan inflasi masih terjadi pada kelompok inti. Sumber tekanan pada kelompok inti terutama terjadi pada subkelompok biaya pendidikan sebagai dampak dimulainya tahun ajaran baru, baik untuk tingkat SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi. Selain dari biaya pendidikan, tekanan inflasi untuk kelompok inti juga disumbang oleh kelompok sandang, baik sandang laki-laki, wanita maupun anak-anak. Terjadinya tekanan inflasi pada kelompok sandang merupakan dampak musiman karena permintaan pakaian pada bulan Ramadhan cenderung mengalami kenaikan. Di sisi lain, minimalnya tekanan inflasi yang terjadi pada kelompok makanan jadi merupakan salah satu pendukung peredaan inflasi inti pada triwulan laporan.

Grafik 2.6 Dekomposisi Inflasi Kaltim Grafik 2.7 Inflasi berdasarkan Kelompok Pengeluaran

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah

Peredaan yang terjadi pada kelompok administered price merupakan efek dari

hilangnya dampak struktural kenaikan BBM secara keseluruhan. Namun demikian, tercatat inflasi pada kelompok ini masih terus terjadi sebagai dampak kebijakan pemerintah untuk menaikkan TDL setiap dua bulan sejak Juli sampai dengan akhir tahun 2014. Selain TDL, kenaikan tarif angkutan udara, khususnya yang terjadi di Tarakan juga menjadi sumber tekanan

inflasi pada kelompok administered price.

Dilihat dari komoditas spesifik pemicu inflasi di 3 (tiga) kota pembentuk inflasi Kaltim dapat diketahui bahwa dampak struktural kenaikan BBM terhadap ekonomi Kaltim yang terjadi di tengah tahun 2013 sudah sepenuhnya hilang. Kenaikan BBM subsidi telah membawa level

harga di Kaltim menuju titik keseimbangan (equilibrium) yang baru.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 2011 2012 2013 2014

(% yoy) CPI Core Volatile Food Administered

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 2012 2013 2014 BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU PERUMAHAN

SANDANG KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAH RAGA TRANSPORT & KOMUNIKASI

23 Kota Samarinda memiliki andil 49,31% terhadap pembentukan inflasi di Kaltim. Pada triwulan III-2014, faktor penyumbang inflasi utama adalah kenaikan TDL yang selama 3 bulan berturut-turut menjadi komoditas utama penyumbang inflasi di Samarinda. Selain itu, pada masa tahun ajaran baru terjadi kenaikan biaya pendidikan untuk pendidikan level SD, SMP dan Perguruan Tinggi. Selain itu, sebagai dampak Ramadhan, terjadi pula kenaikan harga untuk beberapa komoditas bahan makanan seperti anggur, udang basah, pepaya, dan daging ayam ras. Selain berdampak pada harga makanan, Ramadhan juga berdampak pada kenaikan harga sepatu yang merupakan salah satu barang sandang karena permintaannya mengalami kenaikan pada Ramadhan.

Di sisi lain, pasca Ramadhan terjadi penurunan harga bahan makanan sebagai dampak penurunan permintaan. Beberapa bahan makanan yang mengalami penurunan pasca Ramadhan antara lain jeruk, bawang, beras, tongkol dan ikan layang. Selain bahan makanan, penurunan tarif angkutan udara juga terjadi pasca Ramadhan seiring dengan turunnya frekuensi penerbangan masyarakat.

Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi (mtm) Terbesar di Kota Samarinda

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah

Kota Balikpapan memiliki andil 37,93% terhadap pembentukan inflasi di Kaltim. Sama halnya dengan kota Samarinda, TDL juga menjadi komoditas utama penyumbang inflasi pada periode laporan. Lebih lanjut, memasuki tahun ajaran baru terjadi kenaikan biaya pendidikan untuk SD. Seperti fenomena yang terjadi di Samarinda, kenaikan harga bahan makanan juga terjadi pada masa Ramadhan, khususnya untuk komoditas beras, sawi dan ikan tongkol. Namun demikian, pasca Ramadhan harga bahan makanan berangsur menurun seiring dengan penurunan permintaan. Hal ini tercermin dari deflasi yang terjadi pada komoditas ikan segar dan bawang merah pada bulan September.

Selain dampak Ramadhan dan tahun ajaran baru, properti juga menjadi faktor penyumbang utama inflasi pada triwulan laporan. Cukup signifikannya sumbangan inflasi dari sektor perumahan tercermin dari tekanan harga yang terjadi pada komoditas sewa rumah dan tukang bukan mandor. Masih terus tumbuhnya permintaan properti di Balikapan menjadi salah satu faktor pendorong tekanan inflasi yang terjadi sepanjang triwulan laporan.

Juli Agustus September

TARIP LISTRIK TARIP LISTRIK BAHAN BAKAR RT SEKOLAH DASAR SEPATU AKADEMI/PT ANGGUR SEKOLAH DASAR DAGING AYAM RAS UDANG BASAH SMP TARIP LISTRIK PEPAYA UDANG BASAH MINUMAN RINGAN

Juli Agustus September

BERAS SMA ANGKUTAN UDARA DAGING AYAM RAS ANGKUTAN UDARA BAWANG MERAH MINYAK GORENG JERUK BERAS

CABAI RAWIT BAWANG MERAH TONGKOL/AMBU-AMBU GULA PASIR BAWANG PUTIH LAYANG/BENGGOL

Inflasi

24

Tabel 2.3 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi (mtm) Terbesar di Kota Balikpapan

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah

Selain Samarinda dan Balikpapan, kota Tarakan juga menjadi kota sampel penghitungan inflasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kota Tarakan memiliki andil 12,76% terhadap pembentukan inflasi di Kalimantan Timur. Terpisahnya Tarakan dari daratan utama di Pulau Kalimantan menjadikan karakteristik inflasi di kota sampel BPS ini berbeda dengan Samarinda dan Balikpapan. Tekanan inflasi yang terjadi di Tarakan justru berasal dari sektor transportasi yang merupakan dampak geografis kota ini. Pada bulan Ramadhan, angkutan udara menjadi komoditas utama penyumbang inflasi di Tarakan. Namun demikian, hal ini hanya bersifat temporer yang terkonfirmasi dari penurunan harga transportasi pada bulan Agustus dan September pasca turunnya permintaan. Selain itu, penyediaan listrik di Tarakan memiliki pola yang berbeda pula dengan dua kota sampel inflasi lainnya di Kaltim. Listrik di kota Tarakan dikelola oleh anak usaha PLN sehingga dampak kenaikan TDL secara nasional tidak terjadi di Tarakan. Namun demikian, seperti yang terjadi Samarinda dan Balikpapan, tekanan inflasi Ramadhan di Tarakan juga terutama berdampak pada komoditas bahan makanan seperti bawang merah, daging ayam ras, bayam dan cabai rawit. Demikian pula fenomena yang terjadi pasca Ramadhan untuk bahan makanan di Tarakan terindikasi sama dengan Balikpapan dan Samarinda. Terjadi penurunan harga bahan makanan, terutama untuk subkelompok bumbu-bumbuan, daging serta ikan segar.

Tabel 2.4 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi (mtm) Terbesar di Kota Tarakan

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah

Juli Agustus September

SEKOLAH DASAR SAWI HIJAU SAWI HIJAU BERAS LAYANG/BENGGOL AKADEMI/PT TONGKOL/AMBU-AMBU TARIP LISTRIK KANGKUNG TARIP LISTRIK TONGKOL/AMBU-AMBU TARIP LISTRIK

TUKANG BUKAN MANDOR SEWA RUMAH TUKANG BUKAN MANDOR

Juli Agustus September

SAWI HIJAU DAGING AYAM RAS LAYANG/BENGGOL LAYANG/BENGGOL GULA PASIR TONGKOL/AMBU-AMBU BANDENG/BOLU TEMPE KEMBUNG/GEMBUNG TELEPON SELULER TOMAT SAYUR UDANG BASAH CABAI RAWIT EMAS PERHIASAN BAWANG MERAH

Inflasi

Deflasi

Juli Agustus September

ANGKUTAN UDARA LAYANG/BENGGOL TARIP LISTRIK BAWANG MERAH SEWA RUMAH KONTRAK RUMAH DAGING AYAM RAS BAJU MUSLIM PISANG

BAYAM BAYAM SENANGIN

CABAI RAWIT AIR KEMASAN SUSU UNTUK BALITA

Juli Agustus September

BAWAL ANGKUTAN UDARA BAWANG MERAH SAWI HIJAU BAWANG MERAH LAYANG/BENGGOL SENANGIN CABAI RAWIT BAYAM

KERANG TOMAT SAYUR BANDENG/BOLU APEL DAGING AYAM RAS ANGKUTAN LAUT

Inflasi

1 Boks 1.

RESPON PELAKU USAHA TERHADAP

WACANA KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)

Wacana akan dinaikkannya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah semakin mengemuka. Hal ini didasari oleh tingginya beban subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan mekanisme pemberian subsidi BBM yang dinilai tidak tepat sasaran karena sebagian besar justru dinikmati oleh kalangan menengah ke atas.

Wacana kenaikan harga BBM bersubsidi menimbulkan polemik berupa sikap pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bagi yang pro, kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi dinilai positif bagi keseimbangan APBN serta dapat memberikan ruang fiskal yang cukup dengan mengalihkan beban subsidi ke peningkatan belanja modal termasuk pembangunan infrastruktur dan program-program kerakyatan lainnya. Sementara bagi pihak yang kontra, menaikkan harga BBM bersubsidi dipandang sebagai kebijakan yang tidak populer karena akan menyebabkan beban rakyat semakin berat. Kenaikan harga BBM bersubsidi dikhawatirkan memicu kenaikan harga barang-barang yang lain atau inflasi sehingga meningkatkan kemiskinan.

Melihat pro dan kontra di atas, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur

(KPw BI Prov. Kaltim) melakukan quick survey

usaha dalam menanggapi

wacana kenaikan harga BBM bersubsidi. Survei dilakukan menggunakan metode purposive sampling

kepada 50 responden pelaku usaha yang mencakup sektor pertanian dalam arti luas, sektor industri pengolahan skala kecil dan menengah, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa.

Hasil survei menunjukkan bahwa waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi adalah pada bulan Maret 2015 (40% responden) dengan pertimbangan pengusaha mememiliki cukup waktu untuk menyusun dan menyesuaikan anggaran perusahaan. Jika harga BBM dinaikkan pada awal tahun maka dapat meminimalkan dampaknya terhadap inflasi karena akan diimbangi dengan terkendalinya harga komoditas pangan seiring dengan masa panen padi. Adapun kenaikan harga BBM yang masih dapat diakomodir pelaku usaha adalah sebesar Rp500,00 per liter (dinyatakan oleh 48% responden). Kenaikan sebesar Rp500,00 tidak terlalu besar sehingga tidak memberatkan usaha responden.

Grafik B1.1

Waktu yang Tepat Menaikkan Harga BBM

Grafik B1.2

Kenaikan Harga BBM yang Masih Diakomodir

Namun, bila kenaikan harga BBM cukup tinggi yaitu sebesar Rp2.000,00 3.000,00 per liter maka akan meningkatkan biaya-biaya yang ditanggung pelaku usaha. Apabila harga BBM naik sebesar Rp2.000,00 per liter maka akan menyebabkan kenaikan biaya distribusi rata-rata sebesar 10%, kenaikan biaya bahan baku rata-rata sebesar 9%, kenaikan biaya produksi rata-rata sebesar 6% dan kenaikan biaya lainnya rata-rata sebesar 18%. Biaya lainnya seperti biaya tenaga kerja dan biaya

2 biaya lebih tinggi lagi yaitu kenaikan biaya distribusi rata-rata sebesar 15%, kenaikan biaya bahan baku rata-rata sebesar 14%, kenaikan biaya produksi rata-rata sebesar 10% dan kenaikan biaya lainnya rata-rata sebesar 27%.

Lebih lanjut, kenaikan biaya-biaya akibat naiknya harga BBM akan direspon pelaku usaha dengan menaikkan harga jual produknya (86% responden). Kenaikan harga jual diperkirakan antara 10 20% (dinyatakan oleh 54% responden). Sementara itu, sebagian pelaku usaha memilih mencari alternatif bahan baku yang lebih murah (18% responden), melakukan modifikasi peralatan untuk menghemat BBM (14 responden), mengurangi jumlah karyawan (10% responden), mengurangi jumlah produksi (6% responden), efisiensi biaya (4%) dan menurunkan kualitas produk (2% responden).

Grafik B1.3

Kenaikan Biaya Jika Harga BBM Naik Rp2.000,00

Grafik B1.4

Kenaikan Biaya Jika Harga BBM Naik Rp3.000,00

Grafik B1.5

Respon Pelaku Usaha Jika Harga BBM Naik Rp2.000,00 3.000,00

Grafik B1.6

Kenaikan Harga Jual Jika Harga BBM Naik Rp2.000,00 3.000,00

Namun, tidak semua pelaku usaha bisa menaikkan harga produk seketika pada saat harga BBM dinaikkan. Kebanyakan pelaku usaha membutuhkan waktu 1 3 bulan dalam menaikkan harga jual produknya jika harga BBM dinaikkan (36% responden). Pelaku usaha yang bisa langsung menaikkan harga jual begitu harga BBM dinaikkan sebanyak 34% responden bahkan sebanyak 16% responden justru mengaku sudah menaikkan harga jual sebelum harga BBM dinaikkan. Hal ini menunjukkan bahwa wacana kenaikan harga BBM telah memicu ekspektasi yang negatif terhadap kondisi perekonomian. Meskipun demikian, pelaku usaha optimistis bahwa kenaikan harga BBM tidak akan menurunkan penjualan (dinyatakan oleh 52% responden).

3

Grafik B1.7

Waktu Penyesuaian Jika Harus Menaikkan Harga Jual

Grafik B1.8 Harga BBM & Penjualan

Selain melakukan quick survey, KPw BI Prov. Kaltim juga mencoba melihat dampak historis

kenaikan BBM subsidi sejak 2005. Selama 4 event terakhir, terlihat bahwa dampak kenaikan BBM

subsidi tidak hanya berimplikasi pada tekanan inflasi bahan bakar dan angkutan, namun juga kepada inflasi inti dan bahan makanan. Selain itu, dapat terlihat juga bahwa penentuan waktu kenaikan BBM sangat menentukan terhadap dampaknya ke inflasi. Dampak kenaikan terbesar tercatat terjadi pada

event Juni 2013. Tekanan inflasi bulanan pada periode tersebut hampir mencapai 5% karena kenaikan BBM berdekatan dengan Ramadhan. Berdasarkan analisis KPw BI Prov. Kaltim, dampak kenaikan 10% premium dan solar terhadap inflasi Kaltim masing-masing adalah sebesar 0,29% (mtm) dan 0,2% (mtm).

Tabel B1.1

Dampak Historis Kenaikan BBM Subsidi

Kenaikan harga (%) Sumbangan Infasi (%) Kenaikan harga (%) Sumbangan Infasi (%) Kenaikan harga (%) Sumbangan Infasi (%) Kenaikan harga (%) Sumbangan Infasi (%) Kenaikan Harga 0.58 1.98 1.10 1.18 - Premium 32.60 0.55 87.50 1.86 33.33 1.05 44.44 1.16 - Solar 27.29 0.03 104.76 0.12 27.91 0.05 22.22 0.02

Dampak ke Tarif Angkutan* 0.75 1.06 0.46 0.18

- Angkutan Antar Kota - - 33.13 0.06 13.66 0.03 15.00 0.02 - Angkutan Dalam Kota 35.38 0.75 36.31 1.00 14.93 0.44 20.00 0.16

Dampak ke Barang Lain** 0.10 0.53 1.01 3.58

- Komoditas Core 0.55 0.31 0.92 0.52 1.43 0.81 2.24 1.37 - Komoditas Volatile Food (-0.97) (0.21) 0.02 0.01 0.93 0.20 7.93 2.21

Dampak Total ke Inflasi 1.43 3.57 2.57 4.94

25

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (Halaman 33-40)

Dokumen terkait