• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI

KETERKAITAN NERACA BAHAN MAKANAN TAHUN 2015 (SEMENTARA)

DENGAN POLA PANGAN HARAPAN DIY

Ketersediaan pangan secara makro (tingkat wilayah) sangat dipengaruhi oleh

tinggi rendahnya produksi pangan, ekspor – impor dan distribusi pangan pada daerah tersebut. Sedangkan pada pada tingkat mikro (tingkat rumah tangga) lebih dipengaruhi

oleh kemampuan rumah tangga memproduksi pangan, daya beli dan pemberian. Dalam

hal ini, analisa ketersediaan pangan didekati dengan menganalisa data Neraca Bahan

Makanan (NBM), sedangkan penilaian terhadap pengembangan pola konsumsi pangan

tingkat Nasional dan Regional dilaksanakan dengan pendekatan Pola Pangan Harapan

(PPH), menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).

Pola Pangan Harapan (PPH) adalah suatu komposisi pangan yang seimbang

untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan gizi penduduk. PPH dapat dinyatakan

dalam bentuk komposisi berat (gram atau kg) anekaragam pangan yang memenuhi

kebutuhan gizi penduduk. Pola Pangan Harapan mencerminkan susunan konsumsi

pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif.

PPH berguna (1) sebagai alat atau instrumen perencanaan konsumsi pangan,

ketersediaan pangan dan distribusi pangan; (2) sebagai instrumen evaluasi tingkat

pencapaian konsumsi pangan, penyediaan pangan dan produksi pangan baik

penyediaan dan konsumsi pangan; (3) sebagai basis pengukuran diversifikasi dan

ketahanan pangan; (4) sebagai pedoman dalam merumuskan pesan-pesan gizi.

Untuk menjadikan PPH sebagai instrumen pendekatan dalam perencanaan

pangan dari di suatu wilayah atau daerah diperlukan kesepakatan tentang pola

konsumsi energi dan konsumsi pangan anjuran dengan mempertimbangkan (1) pola

konsumsi pangan penduduk saat ini; (2) kebutuhan gizi yang dicerminkan oleh pola

NBM 2015 Sementara halaman 57

gizi lain akan terpenuhi); (3) mutu gizi makanan yang dicerminkan oleh kombinasi

makanan yang mengandung protein hewani, sayur dan buah;(4) pertimbangan masalah

gizi dan penyakit yang berhubungan dengan gizi; (5) kecenderungan permintaan (daya

beli); (6) kemampuan penyediaan dalam konteks ekonomi dan wilayah.

Berdasarkan hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan tahun 2015 kondisi

ketersediaan pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan angka yang jauh di

atas angka standar Nasional. Ketersediaan pangan sumber energi tercapai sebesar 3.677

kalori/kapita/hari, sedangkan ketersediaan pangan untuk sumber protein tercapai

112,27 gram/kapita/hari. Angka standar nasional berdasarkan WNPG 2012

ketersediaan pangan sumber energi adalah 2.400 kalori/kapita/hari, sedangkan untuk

ketersediaan pangan sumber protein sebesar 63gram/kapita/hari. Dengan demikian

maka angka ketersediaan pangan sumber energi dan protein untuk tahun 2015 di

Daerah Istimewa Yogyakarta telah melampaui standar nasional.

Rata-rata ketersediaan energi menurut kelompok pangan (kkal/kap/hari)

pada tahun 2015 sebagai berikut : kelompok padi-padian 1.814 kal/kap/hr; Kelompok

umbi-umbian sebesar 245 kal/kap/hr; Kelompok pangan hewani tahun 2015 sebesar

422 kal/kap/hr; Kelompok minyak dan lemak 433 kal/kap/hr; Kelompok buah/biji

berminyak tahun 2015 sebesar 102 kal/kap/hr; Kelompok kacang-kacangan sebesar 323

kal/kap/hr; Kelompok Gula tahun 2015 yaitu 211 kal/kap/hr; Kelompok sayur dan buah

sebesar 129 kal/kap/hr (Tabel 9).

Total skor PPH berdasarkan NBM tahun 2015 sebesar 96,8. Bila dilihat dari

sumbangan masing-masing kelompok bahan makanan terhadap ketersediaan energi

maka peran padi-padian masih tetap dominan, kontribusinya melebihi angka PPH

nasional. Gambar 4. menunjukkan skor ketersediaan energi menurut kelompok bahan

pangan berdasarkan hasil perhitungan NBM DIY Tahun 2015 dibanding dengan Skor

ideal, Kelompok padi-padian skor tahun 2015 sebesar 25 sama dengan skor ideal

NBM 2015 Sementara halaman 58

pangan hewani (24) sudah sesuai dengan skor ideal; minyak dan lemak 5 sesuai dengan

skor ideal (5); buah biji berminyak sebesar 1 sudah sesuai dengan ideal (1);kacang – kacangan sudah sama dengan skor ideal yaitu 10; skor kelompok gula sebesar 2,5sama

dengan skor idealnya sebesar 2,5; skor PPH sayuran dan buah (26,8) masih dibawah

skor ideal (30).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara kuantitas konsumsi

berdasarkan angka ketersediaan bahan pangan sumber energi tahun 2015 telah

memenuhi, baik untuk dikonsumsi maupun angka standart nasional, namun secara

kualitas masih belum memenuhi keseimbangan gizi masyarakat seperti yang

diharapkan, seperti untuk sayur dan buah yang masih sangat kurang.

Tingkat konsumsi penduduk DIY berdasarkan angka konsumsi tahun 2014

sebesar 1.946 kkal/kap/hr, masih dibawah standar ideal sebesar 2.000 kkal/kap/hari

(WNPG 2008)(Lampiran 1). Sedangkan pola konsumsi sumber energi penduduk DIY

adalah sebagai berikut : Padi-padian 61,7%, umbi-umbian 1,9%, pangan hewani 10,8%,

minyak dan lemak 8,4%, buah biji berminyak 2,1%, kacang-kacangan 3,9%, gula

4,9%, sayur dan buah 4,8%, dan lain-lain 1,8%(Lampiran 1). Ternyata kelompok

pangan hewani, umbi-umbian,minyak dan lemak, kacang-kacangan, gula serta sayur

dan buah masih dibawah skor ideal. Artinya, konsumsi untuk kelompok pangan

tersebut perlu untuk ditingkatkan.

Proyeksi ketersediaan pangan tahun 2016 (tabel 16 dan lampiran 10)

berdasarkan NBM adalah sebagai berikut : kelompok padi-padian 1.691 kal/kap/hr

(656.900 ton), kelompok umbi-umbian sebesar 224 kal/kap/hr (208.700 ton), kelompok

pangan hewani sebesar 395 kal/kap/hr (302.800 ton), kelompok minyak dan lemak

adalah 91 kal/kap/hr (66.200 ton), kelompok buah/ biji berminyak sebesar 96

kal/kap/hr (61.400 ton), kelompok kacang-kacangan 85 kal/kap/hr (93.900 ton),

kelompok gula sebesar 70 kal/kap/hr (72.200 ton), kelompok sayur dan buah yaitu 132

NBM 2015 Sementara halaman 59

Proyeksi ketersediaan pangan tahun 2017 (tabel 16 dan lampiran 10)

berdasarkan NBM adalah sebagai berikut : kelompok padi-padian 1.568 kal/kap/hr

(611.400 ton), kelompok umbi-umbian sebesar 204 kal/kap/hr (195.300 ton), kelompok

pangan hewani sebesar 369 kal/kap/hr (287.300 ton), kelompok minyak dan lemak

adalah 128 kal/kap/hr (60.500 ton), kelompok buah/ biji berminyak sebesar 90

kal/kap/hr (50.700 ton), kelompok kacang-kacangan 94 kal/kap/hr (85.600 ton),

kelompok gula sebesar 82 kal/kap/hr (67.100 ton), kelompok sayur dan buah yaitu 135

kal/kap/hr (463.900 ton) dan jenis pangan lain sebesar 29 kal/kap/hr (9.900 ton).

Ditinjau dari potensi sumberdaya wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta,

sumber daya alam di Daerah Istimewa Yogyakarta masih memiliki potensi ketersediaan

pangan yang beragam, baik sebagai sumber karbohidrat maupun protein dan lemak,

yang berasal dari kelompok padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur dan

buah serta buah biji berminyak. Potensi sumber pangan tersebut belum seluruhnya

dimanfaatkan secara optimal, pola konsumsi pangan rumah tangga masih banyak

didominasi oleh beras dan keanekaragaman konsumsi pangan dan gizi yang sesuai

dengan kaidah yang seimbang belum terwujud.

Potensi sumberdaya wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta bila

dimanfaatkan secara optimal diharapkan dapat segera mewujudkan Pemantapan

Ketahanan Pangan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang dicirikan dengan

setiap warga mengkonsumsi pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, gizi, aman,

beragam dan terjangkau. Untuk itu, pengembangan konsumsi pangan dilakukan dengan

berbasis pada keanekaragaman baik sumber bahan pangan maupun kelembagaan dan

NBM 2015 Sementara halaman 60

BAB VI

Dokumen terkait