• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dermatitis atau eksema ialah inflamasi kulit yang ditandai eritema, vesikulasi, dan gatal pada fase akut, dan pada fase kronik ditandai kulit kering, skuamasi dan fisur. Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah respon kulit terhadap pajanan agen kimia, fisik atau biologik eksternal; dan faktor endogen (barier kulit dan dermatitis yang sudah ada) ikut memegang peranan.

Epidemiologi

Berdasar survey tahunan The Bureau of Labor Statistics, insiden penyakit akibat kerja pada pekerja Amerika, maka dermatitis kontak meliputi 90% - 95% dari semua penyakit kulit akibat kerja dan DKI mencakup 80% dari dermatitis kontak akibat kerja.

Etiologi dan Patogenesis

Empat mekanisme yang saling berkaitan pada DKI:

1. Hilangnya lipid permukaan dan substansi pengikat air 2. Kerusakan membrane sel

3. Denaturasi keratin dermis 4. Efek sitotoksik langsung

Terdapat komponen immunologic-like yang jelas terhadap respon iritan, yang ditandai oleh pelepasan mediator proinflamatory terutama sitokin yang berasal dari sel keratinosit sebagai repon terhadap stimulus kimiawi. Ini adalah proses yang tidak memerlukan pre-sensitisasi. Kerusakan barier kulit menyebabkan pelepasan sitokin IL-1α, IL-1β, dan TNF-α. Peningkatan 10x dari TNF-α dan IL-6, dan 3x level GM- CSF dan IL-2, ditemui pada DKI. TNF-α adalah satu dari sitokin kunci pada DKI, yang menyebabkan peningkatan ekspresi MHC II dan ICAM-1 pada keratinosit. Faktor yang Mempengaruhi

DKI adalah penyakit multifaktorial dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen (host) memegang peranan.

A. Faktor eksogen

1. Sifat kimiawi iritan : pH, konsentrasi, ukuran molekul, kuantitas, polarisasi, ionisasi, vehikulum, kelarutan

2. Karakteristik pajanan : jumlah, konsentrasi, durasi, tipe pajanan, pajanan simultan terhadap iritan lain, interval setelah pajanan sebelumnya

3. Faktor lingkungan : regio tubuh dan temperature dan faktor mekanik: tekanan, friksi, abrasi.

Apabila 1 atau lebih iritan dikombinasi atau digunakan secara simultan, efek sinergis atau antagonistik dapat terjadi sebagai konsekuensi dari interaksi seluler spesifik antar senyawa, atau perubahan dalam pemeabilitas kulit oleh 1 atau lebih senyawa, yang tidak akan terjadi bila iritan digunakan secara tunggal. Ini dikenal sebagai crossover phenomenon. Ini dapat dijelaskan bahwa 1 irtitan menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap iritan lainnya.

B. Faktor endogen 1. Genetik

2. Gender : Mayoritas DKI klinis mengenai tangan, dan wanita merupakan mayoritas, karena wanita lebih banyak terpajan iritan dan kerja di kondisi yang basah, dan barangkali lebih sering mencari pengobatan.

3. Usia: anak < 8 tahun lebih rentan terhadap absopsi perkutan bahan kimia dan iritan.

4. Etnis: belum ada penelitian bahwa tipe kulit mempengaruhi secara nyata perkembangan DKI.

5. Lokasi kulit : Terdapat perbedaan fungsi barier dari tiap lokasi, sehingga kulit wajah, leher, skrotum dan punggung tangan lebih sensitif terhadap DKI.

6. Faktor atopi : atopi merupakan faktor predisposisi DKI pada tangan. Hal tersebut karena ada gangguan fungsi barier kulit sehingga lebih rentan terhadap DKI. Klasifikasi DKI

A. Klasifikasi DKI berdasar klinis dan etiologi: 1. Ulkus, akibat asam atau basa kuat,

2. Folikulitis, akibat minyak dan lemak, 3. Miliaria, akibat aluminum klorid, 4. Hiperpigmentasi, akibat logam berat, 5. Hipopigmentasi, akibat p-tert-butylphenol.

B. Klasifikasi DKI berdasar awitan dan lamanya penyakit: 1. Akut

2. Kronik

Jenis Iritan yang Umum 1. Produk hewan 2. Kosmetik 3. Degreasing agents 4. Detergen 5. Debu/friksi 6. Makanan 7. Kelembaban rendah 8. Metal working fluids 9. Tear gases

10.Obat topical 11. Pelarut

12.Air: merupakan elemen hipotonik yang bekerja sebagai agen sitotoksik pada kulit erosif.

Diagnosis dan Diagnosis Banding

DKI sering didiagnosis dengan cara eksklusi penyebab dermatitis lainnya, termasuk dengan DKA. Riwayat rinci pekerjaan, kegemaran, riwayat penyakit dahulu, dan pemeriksaan klinis, penting untuk diagnosis DKI.

Diagnosis banding DKI:

 Dermatitis stasis  Dermatitis atopik  Tinea

 Asteatosis Kriteria diagnostik DKI

Tabel 7.1. Kriteria diagnostik DKI

Kriteria mayor Kriteria minor

Subyektif

 Awitan gejala dalam menit sampai jam dari pajanan

 Nyeri, rasa terbakar melebihi gatal pada awal perjalanan penyakit

 Awitan dermatitis dalam 2 minggu pajanan

 Banyak individu dalam lingkungan mendapat penyakit sama

Obyektif

 Macula eritem, hiperkeratosis, atau fisur lebih dominan dari vesikulasi  Glazed, parched, or scalded

appearance of the epidermis

 Proses penyembuhan mulai dengan cepat pada penyingkiran pajanan agen penyebab

 Uji tempel negatif

 Dermatitis berbatas tegas

 Bukti adanya pengaruh gravitasi, seperti dripping effect

 Tidak ada tendensi dermatitis menyebar

 Perbedaan konsentrasi dan waktu pajan menghasilkan perbedaan besar pada kerusakan kulit

Uji tempel

Uji tempel sering perlu untuk membedakan DKA dari DKI atau diagnosis DKA bersamaan dengan DKI. Uji tempel negative dapat menunjang diagnosis DKI dengan mengeksklusi DKA.

Identifikasi dan eliminasi iritan dan proteksi dari pajanan ulang, sangat menolong. Peran steroid topical pada DKI masih kontroversi, tetapi obat tersebut dapat menbantu karena efek anti inflamasi yang dimilikinya. Tetapi pemakaian jangka panjang dapat meruguikan karena efek atrofi dan meningkatkan kerentanan terhadap iritan. Emolien atau occlusive dressing dapat memperbaiki kerusakan barier pada kulit yang kering dan likenifikasi. Emolien berbasis lanolin (tradisional) mudah didapat, murah, dan terbukti sama efektif seperti emolien yang mengandung skin- related lipid. Inhibitor calcineurin topical (pimekrolimus) dapat digunakan sebagai alternative terhadap steroid topical potensi rendah pada DKI kronik. Pada kasus kronik dan berat, terapi foto (PUVA atau UVB) atau azatioprin dan siklosporin bisa efktif. Infeksi sekunder dapat diobati dengan antibiotic topical atau sistemik. Pada iritasi sensoris, garam strontium bekerja dengan memblok aktivasi cutaneous type C nociceptor.

Pencegahan

DKI adalah faktor risiko terjadinya DKA, karena terganggunya barier kulit dapat meningkatkan potensi fase induksi dan elisitasi DKA. Jadi, mencegah DKI berarti secara simultan mencegah DKA. Pasien perlu diberitahu mengenai cara pencegahan iritan. Pemakaian peralatan proteksi personal, terutama pada high-risk jobs, sangat penting.

Prognosis

Prognosis DKI akut baik bila iritan penyebab dapat diidentifikasi dan di eliminasi. Prognosis DKI kumulatif atau kronik dapat lebih buruk daripada DKA. Latar belakang atopi, kurangnya pengetahuan mengenai penyakit, dan atau lambatnya diagnosis dan terapi adalah factor yang dapat memperburuk prognosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amado A, Taylor JS, Sood A. Irritant Contact Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, David J. Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, VII ed. New York: McGraw- Hill; 2008. p. 395- 401.

BAB VIII