• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III RANGKA KAKU (Rigid Frame)

C. Konstruksi

III.7. Desain Balok Profil IWF Tersusun

Seperti terlihat pada Gambar III.6.1 profil IWF dari pabrik hanya mampu mencapai bentang sekitar 44 meter. Namun, kekuatan material dari baja sebenarnya dapat mencapai bentang yang lebih besar lagi. Untuk mensiasati hal tersebut, baja IWF standard dari pabrikan dapat dimodifikasi dengan menambah inersia penampangnya, dengan cara menambah tinggi ukuran penampang profil IWF tersebut. Hal ini dapat mengefektifkan kemampuan layanan dari baja IWF standar menjadi lebih besar dari normalnya. Tentu saja dalam melakukan modifikasi terhadap penampang tersebut haruslah dilakukan dengan penuh perhitungan agar penampang tersebut dapat bekerja sesuai dengan batasan – batasan kekuatan yang diinginkan. Baja IWF merupakan salah satu jenis material yang sangat mudah dimodifikasi, selain dapat dimodifikasi dengan cara menambah ukuran tinggi penampangnya, baja IWF juga dapat dimodifikasi untuk menyesuaikan ukuran penampang profilnya dengan hasil dari momen desain struktural.

Seperti halnya dalam perencanaan yang umum, kekuatan material, ukuran penampang, dan tentunya besarnya inersia dari penampang merupakan faktor – faktor penting dalam hal pendisainnan suatu struktur. Kekuatan material yang dipakai umumnya seragam dan mempunyai ketetapan tersendiri sehingga tidak mungkin dimodifikasi, sedangkan ukuran penampang dan inersia dari penampang dapat dirubah sesuai ketentuan dan keperluannya.

Ada dua jenis modifikasi yang umum pada baja IWF, yaitu tappered beam dan

honeycomb beam. Pada tappered beam, ide modifikasinya adalah melakukan pendimensian

penampang sesuai dengan kebutuhan momen desain pada setiap stationing struktural. Hasil desainnya tentunya membuat ukuran penampang non-prismatis yang mengikuti alur dari diagram momen desain. Sedangkan yang kedua adalah honeycomb beam, ide modifikasinya adalah menambah tinggi dari suatu profil baja IWF standard secara keseluruhan (konstan sepanjang bentang) untuk keperluan akan momen desain maksimum pada struktur. Hasil desainnya tentunya membuat ukuran penampang yang lebih tinggi dari sebelumnya.

A. Tappered Beam

Kegunaan dari balok non-prismatis ini menjadikan suatu profil yang lebih efektif pada bentang yang umumnya besar sehingga dapat mengeleminasikan kolom – kolom bagian dalam struktur. Sehingga menciptakan ruang yang luas didalamnya. Tappered beam dapat diperoleh dengan dua cara, yang pertama adalah dengan mengelas dua profil sayap dengan satu pelat yang sebelumnya telah berbentuk prismatis menjadi sebuah profil non-prismatis (tappered beam) dan cara yang kedua adalah dengan memotong sebuah profil IWF dengan sudut tertentu dan kemudian membalikkan salah satu potongannya ke ujung potongan yang lainnya lalu mengelasnya menjadi satu profil lagi (lihat Gambar III.7.1 untuk lebih jelasnya).

Kelengkungan dapat diaplikasikan pada balok tappered beam jika diperlukan. Saat balok non-prismatis ini dibuat dari profil IWF , kedua bagian yang terpotong dapat disatukan dengan kelengkunan yang diperlukan. Kemudian ujung bagian yang akan dilas sepanjang

badan ditahan sesuai dengan bentuk yang diinginkan, lalu pengelasan dimulai dengan bentuk seperti tadi.Garis netral pada profil non-prismatis tersebut akan mengikuti (sejajar) dengan garis las yang dibuat. Dalam pengerjaan pembuatan tappered beam ini, tidak boleh ada gaya – gaya luar maupun gaya dalam yang terjadi pada profil, ini dimaksudkan balok hasil pengelasan nantinya tetap pada bentuk rencana.

Pada balok non-prismatis yang terbentuk dari dua sayap dan satu pelat non-prismatis, kelengkungan yang diperlukan dapat dibentuk dengan cara sederhana, yaitu dengan memotong ‘’badan’’ pelat menjadi kelengkungan yang diperlukan. Pelat ‘’sayap’’ kemudian ditarik dengan ketat melawan pelat ‘’badan’’ untuk menjadikan kelengkungan. Pengelasan dilakukan pada saat kedua bagian tersebut ditahan seimbang, dengan cara ini seharusnya tidak ada masalah dengan torsi pada saat pengelasan berlangsung.

Aplikasi dari Tappered Beam untuk rangka atap

Jika tappered beam digunakan (sisi yang miring berada disebelah atas) untuk konstruksi rangka atap, maka kemiringan yang dimiliki oleh tappered beam dapat dijadikan saluran drainase yang baik. Dengan memvariasikan tebal penampang pada ujung – ujung balok, genteng / seng dapat cepat mengalirkan air ke talang di antara dua profil balok.

Gambar III.7.1 Cara pembuatan tapered

Untuk atap datar (sisi yang miring berada dibawah), banyak kombinasi untuk rangka atap yang bisa dilakukan. Contohnya, pada struktur yang memiliki tiga bentang, bentang yang ditengah dapat digunakan tappered beam yang sisi miringnya menghadap keatas, untuk membuat kemiringan pada atap, sedangkan dua bentang dibagian terluar tappered beam yang digunakan menghadap ke bawah tapi tentunya dengan kemiringan yang mengikuti bentang dibagian tengah struktur.

Masalah dengan kemampuan menahan beban lateral pada tappered beam sama saja halnya dengan balok biasa. Pada umumnya rangka atap adalah struktur kaku, untuk itu momen desain yang ditimbulakan mempunyai nilai maksimum pada titik hubungnya, sehingga diperlukan bagian terdalam (momen inersia terbesar) penampang pada titik hubung tersebut. Pada tappered beam bagian kritisnya tidak terdapat pada momen maksimum (tengah bentang maupun pertemuan titik hubung), lihat Gambar III.7.3, pada lengan rangka kau detailnya haruslah relatif terhadap tekanan (desain elastis).

Gambar III.7.2 Tappered beam digunakan untuk menopang system drainase pada atap, pada gambar telihat pada kedua ujung balok yang bersatu digunakan talang .Sedangkan untuk

balok memanjangnya digunakan tappered beam yang menghadap ke bawah.

Akibat dari pengurangan ketinggian pada ujung tappered beam (dalam rangka atap seperti diatas), hubungan antara balok dan kolom mungkin menghasilkan kemempuan layanan yang kecil terhadap beban lateral. Untuk kasus ini, beberapa lengan pengaku mungkin diperlukan untuk menopang beban lateral tersebut.

Sekilas, banyak terjadi penghematan (terutama berat material) yang terjadi pada sistem

tappered beam ini, namun ini sebenarnya tidak sebagus yang terlihat. Pertama, luasan pada

area sayap tetaplah sama (lihat Gambar III.7.3). Kedua, kedalaman profil tappered beam di tengah bentang harus dibesarkan (melebihi kedalaman profil IWF normal) ini dikarenakan kemiringan yang diciptakan dari momen kritis pada bagian kritis (sekitar ¼ L ) yang harus mampu ditutupi dengan tinggi penampang pada ujung bentang (lihat Gambar III.7.4). Karena titik kritis tersebut, perlu direncanakan inersia yang mampu menutupi momen desain yang terjadi. Karena hal tersebut, penghematan yang terjadi sebenarnya tidaklah relatif besar dengan profil IWF normal.

Menentukan Tinggi (Kedalaman) Kritis Profil dan Kemiringan Tappered Beam Tinggi kritis penampang dari tappered beam (yang mana tinggi aktual pada sebuah titik bentang) haruslah sama dengan tinggi minimum yang diperlukan untuk menghasilkan momen inersia yang dapat melayani momen desain pada titik tersebut.

Pada kasus beban terbagi rata, dengan perletakan balok sederahana, kemiringan balok

tappered beam harus didefleksi (dengan menggunakan fungsi tangen) antara ketinggian

minimum yang diperlukan dengan panjang bentang, ini dimaksudkan agar kemiringan

tappered beam mempunyai ketinggian yang cukup disetiap titik bentangnya. Perencanaan

balok non-prismatis dengan titik kritis pada ¼ bentang akan menghasilkan penghematan berat yang maksimum sekitar 78,6% (lihat Gambar III.7.4).

Penampang tappered beam pada titik kritis adalah :

Formulasi untuk section modulus dapat disederhanakan dengan :

Jika section modulus yang diperlukan untuk tahanan momen yang telah diketahui, ketinggian yang diperlukan dapat diketahui dengan cara :

atau,

Gambar III.7.4 Perbandingan Berat Relatif dari tiap pengambilan titik kritis pada Tappered beam. [ Blodgett, Omer W, 1991.: Design Of Welded Structures.]

df= ketinggian antara titik berat flens

dw= tinggi web

Untuk Perletakan Sederhana dengan Beban Terbagi Rata, balok Tappered Beam :

Jika dikombinasikan maka akan menjadi :

Untuk merencanakan kemiringan dari lengkunan akibat ketinggian kritis dititik dx pada sepanjang bentang, maka dapat digunakan persamaan berikut (dengan acuan pada jarak x ) (dalam radian) :

Gambar III.7.5 Balok non-prismatis (tappered beam) pada perletakan sederhana dengan beban terbagi rata.

Karena titik kritis berada pada jarak ¼ L, maka dengan mensubstitusikan x = ¼ L diperoleh (dalam radian) :

Pada titik kritis x = ¼ L juga dapat kita peroleh :

dan,

Namun jika pembebanan yang dilakukan pada bentang tidak seragam, maka persamaan – persamaan diatas tidak dapat digunakan. Pada bagian lampiran, Tabel 1, dapat dilihat beberapa persamaan yang dapat digunakan apabila pembebanan yang diberikan tidak seragam.

Gambar III.7.6 menunjukkan cara penentuan sudut potong dan garis potong pada

tappered beam yang menghasilkan tinggi yang berbeda – beda pada setiap ujungnya, pada

perencanaan tappered beam seringkali konsultan (perencana) menentukan terlebih dahulu ukuran – ukuran penampang minimum yang dapat dipakai pada titik – titik hubung rangka. Setelah mendapatkan ukuran – ukuran penampang minimum tersebut, barulah konsultan tersebut memilih sebuah profil IWF yang sesuai dengan kebutuhan ukuran minimum penampang yang telah ditentukan.

Metode yang paling umum digunakan dalam perencanaan tappered beam adalah dengan metode momen area yang diperlukan. Setiap titik dalam suatu bentang tentu saja memiliki momen yang berbeda, sehingga memerlukan momen inersia minimum yang berbeda – beda. Pada metode momen area ini, penampang yang direncanakan berdasarkan momen pada titik – titik hubung dan tengah bentang, maupun (bila direncanakan) pada sembarang titik desain. Dengan metode ini, ukuran dcl dan de dapat diketahui tinggi minimumnya, dari

perbedaan tinggi yang diperoleh dan panjang bentang yang direncanakan maka sudut potong dan garis potong dapat diketahui, sehingga langkah selanjutnya tinggal menentukan profil IWF yang sesuai.

Pengontrolan pada balok tappered beam dapat dilakukan disepanjang bentang. Pelaksanaan kontrol merupakan hal penting, mengingat pada umumnya momen yang timbul berbentuk kurva, sehingga terkadang sudut yang direncanakan dapat memotong garis kurva (titik kritis).

Pada Gambar III.7.7, titik pendimensian berada pada ujung – ujung bentang, tinggi minimum pada ujung bentang jepit do diperoleh dari momen desain Mo , sedangkan tinggi penampang pada ujung bebas (d1) diperoleh dari M4 (dikarenakan M4 = 0), maka tinggi minimum penampang adalah dua kali tebal flens profil IWF .

Sedangkan pada jarak X1, X2 dan X3 merupakan stationing pengecekkan. Untuk tiap titik momen pengkontrol yang ditimbulkan berbeda – beda sehingga Momen Inersia yang diperlukan pada setiap jarak ( X ) berbeda.

Pada Gambar III.7.8, titik pendimensian berada pada tengah dan ujung – ujung bentang, tinggi minimum pada tengah bentang (d1) diperoleh dari momen desain M4 , sedangkan tinggi penampang pada perletakan (d0) diperoleh dari M1. Pada jarak kontrol X1, X2 dan X3 momen yang dihasilkan (berturut – turut) adalah M1, M2 dan M3.

Jika mengasumsikan bentuk profil persegmennya adalah seperti pada gambar III.7.9, maka dengan mensubtitusikan tingggi yang diperoleh akibat kemiringan sepanjang bentang dapat diperoleh inersia yaitu sebagai berikut :

Gambar III.7.8 Perencanaan Tappered beam pada balok perletakan sederhana.

Besaran momen pengkontrol yang telah kita peroleh pada Gambar III.7.7 dan Gambar III.7.8 (momen yang tidak dipakai dalam desain) jika dibandingkan dengan momen inersia persegmennya dapat melakukan kontrol terhadap momen yang timbul.

Untuk melawan gaya – gaya dalam yang mungkin terjadi (gaya normal dan gaya lintang), profil tappered beam diasumsikan dapat melawannya dengan tinggi a (lihat Gambar III.7.6). Sehingga tidak terjadi gaya – gaya dalam pada bagian las.

Dokumen terkait