• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.4. Desain Fuzzy Neural

Fuzzy Neural yang digunakan pada penelitian ini adalah jarigan saraf tiruan yang diimplementasikan dengan fuzzy yang menggunakan fungsi keanggotaan

triangular dan gaussian. Model fuzzy neural yang di implementasikan seperti gambar 3.3. Model tersebut merupakan hasil pengembangan dari model yang telah dikembangkan sebelumnya (Budiarto, 1998), dimana perbedaanya terletak pada jumlah parameter masukan dan keluaran dan fungsi keanggotaan fuzzy.

20

Lapisan masukan Lapisan tersembunyi Lapisan keluaran

Keterangan:

X1 = pH X6 = Cahaya Y1 = Bloom

X2 = Oksigen X7 = Suhu Y2 = Bukan Bloom X3 = Fosfat X8 = Salinitas

X4 = Nitrogen X9 = Silikat X5 = Arus

Gambar 3.3. Model fuzzy neural prediksi algal blooms (Budiarto, 1998)

Berdasarkan data yang diperoleh (Razak, 2004) kehidupan organisme dan biota laut dipegaruhi oleh kwalitas air laut dimana unsur fisika dan kimia termasuk didalamnya. Yang termasuk unsur kimia adalah pH, oksigen terlarut, Fosfat, Nitrogen dan silikat, sedangkan yang termasuk unsur fisika adalah suhu air laut, salinitas, arus, transmisi cahaya dan kondisi cuaca. Dari unsur- unsur tersebut hanya kondisi cuaca yang sulit mendapatkan data numeriknya, karena data cuaca

min X1 X2 X3 X8 X5 X6 X4 X7 min Y1 Y2 X9

hanya dalam bentuk kondisi seperti berawan atau mendung. Karena itu yang digunakan sebagai parameter input untuk model fuzzy neural pada gambar 3.3 adalah unsur-unsur diatas kecuali kondisi cuaca yang jumlahnya ada sembilan unsur, sedangkan output nya hanya dua yaitu terjadi blooms atau tidak terjadi

blooms. Proses deteksi unsur-unsur tersebut dilakukan setiap menit krena perubahan kondisi lingkungan perairan laut bisa berubah dengan cepat apabila terjadi pencemaran akibat limbah yang dibawa air sungai maupun yang dibuang langsung kelaut. Sementara itu proses untuk mendeksi terjadinya algal blooms dapat dilkukan dalam waktu kurang dari 24 jam, mengingat perkembang biakan

microalgae dapat terlihat perubahannya setiap hari.

Arsitektur fuzzy neural (Budiarto, 1998), mempunya i 3 lapisan yaitu lapisan masukan, lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran. Semua neuron pada lapisan masukan akan terhubung pada setiap neuron lapisan tersembunyi sesuai dengan karakteristik sensornya, demikian juga neuron pada lapisana tersembunyi akan terhubung pada setiap neuron lapisan keluaran sesuai dengan kategori jenis keluaran. Jumlah neuron pada lapisan masukan sesuai dengan jumlah sensor yang digunakan untuk mendeteksi parameter lingkungan dan jumlah neuron pada lapisan keluaran sesuai dengan kemungkinan akan mengalami blooms dan bukan

blooms.

Sedangkan jumlah neuron pada lapisanan tersembunyi adalah hasil kali jumlah neuron lapisan masukan dengan jumlah neuron perhitungan, sedangkan perhitungan dilakukan pada lapisanan tersembunyi untuk mencari nilai similaritas dan lapisan keluaran untuk mencari nilai similaritas minimum, kemudian menentukan kategori pemenang dengan mencari maksimum diantara yang minimum.

IV. FUZZY NEURAL MODEL UNTUK PREDIKSI

ALGAL BLOOMS

4.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran 4.1.1. Sample Data Untuk Pelatihan Dan Pengujian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di peroleh dari laporan akhir penelitian kondisi lingkungan perairan teluk Jakarta dan sekitarnya yang merupakan proyek penelitian IPTEK kelautan Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tahun 2004 (Razak, 2004). Data dari laporan ini digunakan mengingat waktu penelitian tersebut tidak lama dengan terjadinya algal blooms di teluk Jakarta.

Dari laporan pene litian tersebut diperoleh batasan nilai maksimum dan nilai minimum untuk setiap parameter masukan fuzzy neural, kemudian dari data tersebut di generate secara random untuk menghasilkan sekelompok data. Dari setiap kelompok data tersebut dicari nilai terbesar (max), nilai terkecil (min) dan nilai rata-rata (mean) dimana setiap data tersebut merupakan satu item data baik untuk proses pelatihan maupun untuk proses pengujian untuk fuzzy neural yang menggunakan fungsi keanggotaan triangular, sedangkan untuk fungsi keanggotaan gaussian yang di cari untuk setiap kelompok data diatas adalah nilai rata-rata (mean) dan nilai standard deviasi.

Dalam penelitian ini, data yang digunakan untuk proses pelatihan adalah dua puluh data yang dibagi dua yaitu 50% untuk data blooms dan 50% untuk data bukan blooms dengan masing- masing terdiri dari sembilan kolom yang mewakili sembilan sensor. Sedangkan untuk proses pengujian digunakan data sebanyak dua puluh yang masing- masing sepuluh untuk data blooms dan data bukan blooms

dengan format yang sama dengan data yang digunakan untuk proses pelatihan. Contoh data sebagaimana terlampir pada lampiran 4.

4.1.2. Inisialisasi Awal

Sistem fuzzy neural membutuhkan inisialisasi awal untuk vektor pewakil dan laju pembelajaran dalam memulai tahap pelatihan. Vektor pewakil akan dimodifikasi pada setiap pengulangan secara otomatis pada proses pelatihan baik

posisinya maupun fuzziness-nya. Untuk inisialisasi awal posisi vektor pewakil dapat diambil secara random maupun diambil dari salah satu vektor pelatihan. Inisialisasi awal laju pembelajaran dapat ditentukan dengan nilai yang sangat kecil yaitu antara 0 sampai dengan 1, sedangkan untuk besar nilai pelebaran dan penyempitan untuk percobaan awal dapat digunakan nilai terbaik hasil percobaan yang pernah dilakukan sebelumnya (Budiarto, 1998).

4.1.3. Perubahan Fuzziness

Proses pembelajaran dalam fuzzy neural yang pada dasarnya melakukan modifikasi secara berulang- ulang terhadap vektor codebook yang berisi vektor pewakil (pembobot) untuk setiap kategori keluaran, sehingga vektor pewakil itu menjadi cukup representatif. Modifikasi untuk vektor pewakil dalam fuzzy neural

adalah melakukan penggeseran posisi vektor pewakil dan melakukan perubahan

fuzziness yang meliputi memperlebar atau mempersempit ukuran fuzziness.

Perubahan fuzziness yang dilakukan, seperti pada lampiran 1.

4.2. Hasil Pengujian

4.2.1. Verifikasi Hasil Pengujian

4.2.1.1. Fuzzy Neural Fuzziness Konstan

Fuzzy neural fuzziness konstan adalah fuzzy neural dimana besarnya konstanta pelebaran dan penyempitan yaitu berapa nilai yang digunakan untuk melebarkan dan menyempitkan panjang alas dari segitiga adalah tetap (konstan). Dalam proses pelatihan yang mempengaruhi nilai keluaran dari fuzzy neural

model yang menggunakan fuzziness konstan adalah jumlah pengulangan yaitu berapa kali dilakukan proses pelatihan untuk data yang sama, laju pembelajaran dan besarnya konstanta pelebaran dan penyempitan. Untuk percobaan awal digunakan komponen-komponen tersebut berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dengan kasus yang berbeda (Budiarto, 1998), yaitu nilai laju pembelajaran 0.05, konstanta pelebaran 0.05 dan konstanta penyempitan 0.5, dengan banyaknya pengulangan yang terbaik adalah antara 10 sampai dengan 30, dimana hasilnya digambarkan dalam bentuk gambar dan tabel dibawah ini:

24 0.880 0.900 0.920 0.940 0.960 0.980 1.000 1.020 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 PENGULANGAN SIMILARITAS

BLOOM BUKAN BLOOM

Gambar 4.1. Hubungan besarnya pengulangan dengan nilai similaritas output untuk laju pembelajaran 0.05, konstanta pelebaran 0.05 dan konstanta penyempitan 0.5 untuk fuzziness konstan

Tabel 4.1. Hasil proses pelatihan dan pengujian untuk laju pembelajaran 0.05, konstanta pelebaran 0.05 dan konstanta penyempitan 0.5 untuk

fuzziness konstan

Similaritas Pengulangan

Bloom Bukan Bloom

1 0.9269 0.94336 5 0.98538 0.98869 10 0.99863 0.99895 15 0.99988 0.99991 20 0.99999 0.99999 25 1 1 30 1 1

Dari gambar 4.1 dan table 4.1 dapat dilihat hasil pengujian dengan dua puluh data terhadap vektor pembobot hasil proses pelatihan menunjukan bahwa adanya peningkatan nilai similaritas rata-rata untuk sembilan sensor ketika jumlah pengulangan di perbanyak, dan nilai similaritasnya mendekati nilai satu yang artinya bahwa data yang dilakukan untuk pengujian hampir sama dengan vektor pembobot hasil pelatihan. terutama untuk pengulangan diatas 10 dan akurasi untuk semua pengulangan baik yang blooms maupun yang bukan blooms

semuanya 100%. Namun demikian hasil pengujian tersebut tidak dengan sendirinya dikatakan hasil terbaik dalam arti bahwa hasil yang terbaik bukan hanya didasarkan pada akurasi dan similaritasnya namun juga harus dilihat vektor pembobot hasil pelatihan karena bisa terjadi vektor pembobot hasil pelatihan

hasilnya sangat jauh dari yang diharapkan. Berikut ini adalah hasil percobaan berikutnya dengan memperkecil konstanta nilai pelebaran dan penyempitan:

0.860 0.880 0.900 0.920 0.940 0.960 0.980 1.000 1.020 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 PENGULANGAN SIMILARITAS

BLOOM BUKAN BLOOM

Gambar 4.2. Hubungan besarnya pengulangan dengan nilai similaritas output untuk laju pembelajaran 0.05, konstanta pelebaran 0.01 dan konstanta penyempitan 0.01 untuk fuzziness konstan

Tabel 4.2. Hasil proses pelatihan dan pengujian untuk laju pembelajaran 0.05, konstanta pelebaran 0.01 dan konstanta penyempitan 0.01 untuk

fuzziness konstan

Similaritas Pengulangan

Bloom Bukan Bloom

1 0.90948 0.92838 5 0.9363 0.94553 10 0.95735 0.96263 15 0.97197 0.97522 20 0.98194 0.984 25 0.98858 0.98988 30 0.99287 0.99369 40 0.99729 0.99761 50 0.99899 0.99911

Gambar 4.2 dan tabel 4.3 menggambarkan bahwa dengan diperkecilnya konstanta pelebaran maka akan menyebabkan perubahan fuzziness juga menjadi kecil, hal ini berdampak pada perubahan vektor pembobot yang juga berubah tetapi tidak besar untuk setiap pengulangan. Jika dibandingkan dengan hasil yang digambarkan pada gambar 4.1 dan tabel 4.1 maka terlihat seolah-olah adanya hubungan antara nilai konstanta pelebaran dengan jumlah pengulangan dalam

26 dari sepuluh sedangkan jika konstanta pelebaran 0.01 maka diperlukan jumlah pengulangan yang lebih besar dari 30 untuk menghasilkan similaritas yang mendekati 1, nilai similaritas tersebut terkait dengan nilai dari vektor pembobot.

Namun demikian hal tersebut tidak selamanya seperti itu karena ada faktor lain yang juga mempengaruhi perubahan vektor pembobot yaitu komposisi data, dimana berdasarkan hasil percobaan diperoleh kenyataan bahwa komposisi data juga dapat berpengaruh, komposisi data yang dimaksud disini antara lain batasan nilai maksimum dan nilai minimum data untuk setiap kelas pada sensor yang sama, dimana jika batasan datanya tidak jauh berbeda maka proses pelebaran dan penyempitan fuzziness akan terjadi dengan prosentasi banyaknya kejadian untuk masing- masing tidak jauh berbeda, sehingga perubahan vektor pembobot relatif tidak terlalu besar.

Selain itu selisih antara nilai terbesar dan nilai terkecil besarnya irisan antara kelas yang satu dengan yang lainnya untuk sensor yang sama juga berpengaruh. Dari komposisi data tersebut yang terbaik adalah data yang memiliki batasan nilai maksimum dan minimum yang sama, data yang memiliki selisih antara batasan nilai terbesar dan terkecil yang tidak jauh berbeda dan data yang memiliki irisan data yang cukup besar, untuk setiap kelas pada sensor yang sama antara kelas yang satu dan lainnya. Sedangkan untuk data untuk algal blooms hampir dikatakan tidak termasuk ketiga tiganya sehingga dimungkinkan akan terjadi kesimpulan yang berbeda dengan perkiraan sebelumnya.

Disamping hal tersebut diatas, berdasarkan hasil percobaan menunjukan hasil yang berbeda yaitu jika pada proses pelatihan urutan data yang digunakan untuk pelatihan dirubah, seperti contoh untuk hasil percobaan yang ditampikan pada gambar 4.1 dan 4.2 diatas urutan proses pelatihannya adalah data yang

blooms terlebih dahulu selanjutnya data yang bukan blooms. Pengaruhnya terjadi akibat dari perubahan yang secara kontinyu dari vektor pembobot pada proses pelatihan dengan data untuk kelas yang di latih pada giliran pertama, sehingga pada giliran data berikutnya dengan kelas yang berbeda yang seharunya pada vector pembobot yang berubah adalah kelas kedua, tetapi kenyataannya bisa terjadi justru yang berubah kelas pertama, dimana hal tersebut bisa terjadi karena

yang menang dalam kompetisi tersebut kelas pertama. Pada gambar 4.3 dan tabel 4.3 digambarkan bagaimana jika urutan proses pembelajaran di tukar.

0.88 0.9 0.92 0.94 0.96 0.98 1 10 15 20 25 30 35 40 45 50 EPOCH SIMILARITAS

BLOOM TIDAK BLOOM

Gambar 4.3. Hubungan besarnya pengulangan dengan nilai similaritas output untuk laju pembelajaran 0.05, konstanta pelebaran 0.01 dan konstanta penyempitan 0.01 dengan pembelajaran untuk data bukan blooms terlebih dahulu untuk fuzziness konstan

Tabel 4.3. Hasil proses pelatihan dan pengujian untuk laju pembelajaran 0.05, konstanta pelebaran 0.01 dan konstanta penyempitan 0.01 dengan pembelajaran untuk data bukan blooms terlebih dahulu untuk

fuzziness konstan

Bloom Bukan Bloom

Pengulangan

Similaritas Akurasi Similaritas Akurasi

1 0.16392 0% 0.13964 0% 5 0.11405 0% 0.0933 0% 10 0.51871 100% 0.37136 50% 15 0.84926 100% 0.80074 80% 20 0.92141 100% 0.89657 100% 25 0.95233 100% 0.93794 100% 30 0.96985 100% 0.96075 100% 40 0.98786 100% 0.98409 100% 50 0.99529 100% 0.99378 100%

Dari gambar 4.3 dan tabel 4.3 terlihat adanya hasil yang berbeda cukup signifikan dibandingkan degan hasil- hasil sebelumnya, dimana ada peningkatan similaritas untuk masing- masing kelas yang nilai perubahannya cukup stabil dan menunjukan adanya hubungan yang cukup signifikan juga antara jumlah

28 adalah tingkat akurasi yang juga meningkat seiring dengan meningkatnya pengulangan, hal ini menunjukan adanya proses pembelajaran yang lebih baik dan juga menunjukan adanya pengaruh antara urutan data untuk proses terhadap hasil dari proses pelatihan.

Satu hal lagi yang dapat mempengaruhi hasil dari proses pelatihan adalah jumlah data yang digunakan untuk pelatihan. Banyaknya jumlah data akan berpengaruh pada jumlah iterasi untuk setiap pengulangan, pada setiap iterasi pasti ada perubahan terhadap vektor pembobot, dengan demikian semakin banyak data yang digunakan semakin sering terjadi perubahan pada vektor pembobot. Selanjutnya pengaruhnya terhadap hasil pengujian sangat tergantung pada kondisi-kondisi yang telah dijelaskan diatas. Jika perubahan yang terjadi adalah hanya satu jenis saja yaitu melebar atau menyempit maka yang terjadi seperti pada hasil percobaan pada gambar 4.1, tetapi jika perubahannya berimbang atau terjadi tidak hanya pada satu jenis perubahan saja maka hasilnya akan lebih baik.

4.2.1.2. Fuzzy Neural Fuzziness Variabel

Fuzzy neural fuzziness variabel adalah fuzzy neural dimana besarnya nilai pelebaran dan penyempitan dari panjang alas segitiga bersifat variabel artinya nilainya akan selalu berubah untuk setiap iterasi. Dalam proses pelatihan yang mempengaruhi nilai keluaran adalah jumlah pengulangan dan laju pembelajaran yang harus di inisialisasi awal. Untuk percobaan pertama digunakan laju pembelajaran berdasarkan kesimpulan hasil penelitian sebelumnya dengan kasus yang berbeda yaitu 0.05 (Budiarto, 1998), dimana digambarkan dalam bentuk gambar dan tabel dibawah ini:

0.880 0.890 0.900 0.910 0.920 0.930 0.940 0.950 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 PENGULANGAN SIMILARITAS

BLOOM BUKAN BLOOM

Gambar 4.4. Hubungan besarnya pengulangan dengan nilai similaritas output untuk laju pembelajaran 0.05 untuk fuzziness variabel

Tabel 4.4. Hasil proses pelatihan dan pengujian untuk laju pembelajaran 0.05 untuk fuzziness variabel

Similaritas Pengulangan

Bloom Bukan Bloom

1 0.90536 0.9246 5 0.91883 0.92803 10 0.92708 0.93113 15 0.93194 0.93295 20 0.93521 0.93437 25 0.93758 0.93554 30 0.93952 0.93653 40 0.94219 0.93823 50 0.94431 0.93973

Dari gambar 4.4 dan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa adanya peningkatan nilai similaritas rata-rata untuk sembilan sensor ketika jumlah pengulangan di perbanyak, dan selisih nilai similaritas untuk data alga yang blooms dan yang bukan blooms sangat kecil. Walaupun peningkatannya tidak terlalu signifikan untuk setiap pengulangan namun rata-rata similaritasnya lebih stabil dibandingkan dengan Fuzzy neural fuzziness konstan juga dilihat dari sisi akurasinya semuanya 100%. Perubahan yang terjadi pada vektor pembobot tidak terlalu besar seperti pada gambar 4.11.

Urutan data yang digunakan pada proses pelatihan pada fuzziness variabel juga berpengaruh dari hasil percobaan yang dilakukan dengan merubah urutan

30 data pada proses pelatihan dengan jumlah pengulanan 100 digambarkan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil proes pelatihan dan pengujian dengan pembelajaran untuk data bukan blooms terlebih dahulu untuk fuzziness variabel

Sample Akurasi Similaritas Tidak di kenal

Bloom 80% 0.087311 20%

Bukan Bloom 0% 0.039122 100%

Dari tabel 4.5. terlihat ada sesuatu yang janggal dimana hasilnya sangat ekstrim, seharusnya nilai akurasi dan similaritasnya tidak sekecil pada tabel 4.5 namun demikian jika dalakukan analisa permasalahannya bukan pada konstansta laju pembelajaran atau urutan data tetapi terletak pada algoritma yang digunakan untuk pengujian yang mirip dengan algoritma yang digunakan untuk pelatihan. Ketika pengujian data yang digunakan di bandingkan dengan vektor pembobot hasil pelatihan similaritas terkecil dari masing- masing kelas adalah nol, maka dikatakan tidak dikena l, walaupun yang lainnya memiliki similaritas yang lebih besar dari nol. Pada tabel 4.5 terlihat nilai tidak dikenal sangat tingggi.

4.2.2. Validasi Data

Dalam melakukan validasi model digunakan teknik perbandingan keluaran simulasi dengan sistem nyata, dimana yang dilakukan validasi adalah vektor pembobot akhir hasil proses pelatihan yang dibandingkan dengan hasil yang diharapkan sehingga dapat terlihat hasil pengujian yang juga akan melibatkan vektor pembobot akhir hasilnya bukan hanya terlihat baik tetapi juga sesuai dengan yang diharapkan, dimana sebagai acuannya adalah tabel pada lampiran 2. Dari hasil percobaan dengan menggunakan komposisi laju pembelajaran 0.05, konstanta pelebaran 0.05 dan konstanta penyempitan 0.5 dengan banyaknya pengulangan 5, diperoleh hasil akhir dari vektor pembobot seperti pada tabel 4.6 dibawah ini:

Tabel 4.6. Perubahan nilai vektor pembobot untuk banyaknya pengulangan 5, laju pembelajaran 0.05, konstanta pelebaran 0.05 dan konstanta penyempitan 0.5 untuk fuzziness konstan

Perubahan Fuzziness Pergeseran

Sensor Bloom Bukan Bloom Bloom Bukan Bloom

1 20.70585 70.19455 0.0122 -4.1387 2 12.9818 10.47805 0.1067 -2.2817 3 9.908239 1.053856 -0.1126 -1.74616 4 12.86038 4.074409 -0.1131 -0.94248 5 13.86488 3.939 16.984 -24.759 6 16.61961 3.562581 11.024 -26.648 7 17.34564 94.24497 -0.131 -13.221 8 16.55119 18.86936 0.325 -15.234 9 7.439986 1.803787 -8.877 -44.404 Keterangan:

- Perubahan fuzziness : lebar fuzziness yang diharapkan dibagi lebar fuzziness hasil pelatihan

- Pergeseran : berapa nilai pergeseran nilai mean hasil pelatihan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan, nilai positif pergeseran kekiri, nilai positif pergeseran kekanan

Dari tabel 4.6 diatas maka dapat dilihat bahwa nilai vektor pembobotnya sangat jauh dari yang diharapkan seperti pada lampiran 2, dalam arti selisih nilai terkecil dan nilai terbesar sangat besar sekali dan jika dibandingkan dengan nilai vector pembobot yang diharapkan, terlihat bahwa terjadi pelebaran yang sangat besar dan rata-rata diatas sepuluh kali dari yang diharapkan. Perubahan yang sangat besar tersebut menunjukan bahwa lebih banyak terjadi pelebaran fuzziness

dari pada penyempitannya. Faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, adalah nilai konstanta pelebaran masih cukup besar. Maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memperkecil konstanta pelebaran. Akan tetapi jika nilai tersebut diperbesar maka pelebaran fuzziness yang terjadi akan sangat besar untuk setiap kali terjadi pelebaran. Jika setiap kali terjadi iterasi yang terjadi adalah pelebaran fuzziness maka maka panjang alas segitiga akan terus melebar sampai tak terhingga, tetapi jika yang terjadi adalah penyempitan maka akan terjadi nilai terkecil, nilai terbesar dan nilai rata-ratanya adalah sama sehingga akan bebentuk garis tegak lurus.

32

blooms pergeserannya sangat besar dan sebagian besar mengalami pergeseran ke sebela h kanan Berikut ini adalah hasil akhir vektor pembobot jika dilakukan perubahan pada konstanta pelebaran dan penyempitan dengan memperkecil nilainya.

Tabel 4.7. Perubahan nilai vektor pembobot untuk banyaknya pengulangan 5, laju pembelajaran 0.05, konstanta pelebaran 0.01 dan konstanta penyempitan 0.01 untuk fuzziness konstan

Perubahan Fuzziness Pergeseran

Sensor Bloom Bukan Bloom Bloom Bukan Bloom

1 2.969623 10.06709 0.005 -4.0965 2 1.861805 1.502745 0.1004 -2.2741 3 1.420994 0.151143 -0.0704 -1.74662 4 1.844421 0.584344 -0.1114 -0.94043 5 1.98845 0.564926 16.175 -24.762 6 2.383549 0.510951 11.152 -26.643 7 2.487919 13.51691 -0.114 -13.345 8 2.37374 2.70616 0.287 -15.116 9 1.067035 0.258697 -7.277 -44.491

Dari tabel 4.7 terlihat adanya perubahan vektor pembobot yang tidak terlalu besar untuk jumlah pengulangan yang sama dengan hasil pada tabel 4.6, bahkan ada yang memiliki nilai lebih kecil dari yang diharapkan, sedangkan pergeseran vector pembobobot sebagian besar terjadi pergeseran ke sebelah kanan dan nilainya masih cukup besar terutama untuk bukan blooms. Dari data tersebut memang belum mendekati dari yang diharapkan tetapi masih lebih baik dari hasil sebelumnya pada tabel 4.6, dimana yang diharapkan perubahannya tidak lebih dari 0.1 dari ya ng diharapkan. Dari tabel 4.7 juga dapat di jelaskan bahwa untuk nilai konstanta laju pembelajaran akan berpengaruh terhadap pergeseran nilai tengah dari vektor pembobot yaitu mendekati atau menjauhi vektor pelatihan dan besarnya sangat kecil, karena jika nilainya sangat besar maka akan bergeser terlalu jauh dan besarnya pergeseran juga bergantung pada nilai similaritas. Untuk selanjutnya bandingkan dengan yang menggunakan fuzziness variable seperti tabel dibawah ini:

Tabel 4.8. Perubahan nilai vektor pembobot untuk banyaknya pengulangan 5, laju pembelajaran 0.05 untuk fuzziness variabel

Perubahan Fuzziness Pergeseran

Sensor Bloom Bukan Bloom Bloom Bukan Bloom

1 1.872642 6.315991 0.0029 -4.0838 2 1.155854 0.932852 0.0986 -2.2718 3 0.907898 0.093175 -0.0593 -1.74677 4 1.161455 0.365875 -0.111 -0.93986 5 1.270139 0.352683 15.968 -24.762 6 1.498829 0.317353 11.188 -26.641 7 1.571812 8.464832 -0.109 -13.38 8 1.488594 1.690083 0.276 -15.08 9 0.699673 0.163195 -6.941 -44.516

Dari tabel 4.8 terlihat bahwa perubahan yang terjadi adalah sebagian besar melebar terlihat dari nilai perubahan fuzziness, namun demikian perubahannya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan hasil pada tabel 4.6 dan 4.7 dimana ada beberapa perubahan fuzziness yang mendekati 10% perubahannya, hal ini disebabkan oleh konstanta untuk nilai pelebaran dan penyempitan berubah-ubah dan berada pada kisaran angka yang sangat kecil. Hal ini identik dengan fuzziness

konstan dengan konstanta pelebaran yang kecil namun untuk yang fuzziness

variabel lebih fleksibel karena juga bergantung pada nilai similaritasnya.

4.2.3. Pengujian Dengan Menggunakan Data Sembarang

Setelah dilakukan pelatihan maka untuk melihat tingkat akurasinya dapat dilakukan pengujian dengan data sembarang, seperti pada lampiran 4, dengan jumlah data adalah 10 untuk blooms dan 10 untuk data tidak blooms. Dari hasil pengujian menunjukan bahwa untuk pengujian dimana data bloom yang didahulukan, dengan fuzziness konstan dan nilai konstanta pelebaran dan penyempitannya adalah 0.01, menunjukan hasil semuanya dapat di kenal atau akurasinya 100% begitu juga jika menggunakan fuzziness variabel. Sedangkan jika data tidak blom didahulukan diperoleh hasil seperti pada tabel dibawah ini:

34 Tabel 4.9. Hasilpengujian akurasi dengan data sembarang, menggunakan

fuzziness konstan dengan nilai konstanta pelebaran dan

penyempitan adalah 0.01, dimana data tidak bloom terlebih dahulu Akurasi

Pengulangan

Benar Salah Tidak dikenal

1 10 10 0 2 0 20 0 3 9 11 0 4 7 13 0 5 10 10 0 6 11 9 0 7 11 9 0 8 11 9 0 9 11 9 0 10 11 9 0

Dari tabel 4.9. diatas dapat dilihat bahwa urutan data berpengaruh terhadap hasil pengujian dimana tingkat akurasinya lebih kecil atau sama dengan 55%, dan dengan hasil tersebut maka sangatlah kurang baik dan tidak tepat jika diimplementasikan pada system peringatan dini. Hal tersebut juga terjadi untuk fuzziness variabel, dengan demikian maka pemilihan urutan data sangat berpengaruh terhadap hasil dan penentuan tersebut diperoleh dengan melakukan serangkaian percobaan.

V. PENINGKATAN KEMAMPUAN SISTEM PENDETEKSI

5. 1. Fungsi Keanggotaan Gaussian

Dengan menggunakan fungsi keanggotaan triangular maka data aslinya tidak diperlukan baik dalam proses pembelajaran, dalam proses pengujian maupun dalam proses memvisualisasikan. Kekurangan dari triagular adalah tidak semua data dapat terwakili dan hal ini berpengaruh terhadap proses mencari nilai similaritas baik dari sisi cara mencari nilai similaritas maupun terhadap nilai similaritasnya itu sendiri.

Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gaussian maka semua data dapat terwakili dan proses mencari nilai similaritas lebih mudah dan nilai similaritas yang dihasilkan lebih mendekati yang sebenarnya. Aturan pembelajaran yang dilakukan adalah sama dengan triangular yaitu merubah posisi titik tengah dan merubah fuzzines. Untuk merubah posisi titik tengah algoritma yang digunakan adalah sama dengan triangular namun untuk perubahan fuzziness algorimanya berbeda karena yang perlu dilakukan perubahan adalah nilai standar deviasi, dimana perubahannya adalah :

wi j(t+1) = ( s (t) + (1+β).(s (t)));c(t+1) untuk pelebaran fuzziness... 5.1 wi j(t+1) = ( s (t) – (1-γ).(s (t)));c(t+1) untuk penyempitan fuzziness ... 5.2

dimana:

wij(t+1) = posisi vektorpewakil pemenang setelah pergeseran

Dokumen terkait