• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Survei I nvestigasi Desain ( SI D)

3. Desain TAM

a. Penataan Lahan

Penataan lahan perlu dilakukan agar lahan dapat sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan dikembangkan. Dalam melakukan penataan lahan perlu diperhatikan hubungan antara tipologi lahan, type luapan dan pola pemanfaatannya. Penataan lahan untuk berbagai tipe luapan dapat dilihat pada Tabel 1. Sistem Surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk melakukan diversifikasi tanaman dilahan rawa. Bila pada tanah gambut lapisan dibawahnya berpasir atau pasir kuarsa dan atau lapisan mengandung pirit maka tanah gambut tersebut jangan disurjan atau dibuat sawah, tetapi sebaiknya gambut dipertahankan untuk tanaman padi gogo dan palawija, sayuran, buah-buahan, dan perkebunan.

Tabel 1. Penataan dan pola pemanfaatan lahan yang dianjurkan pada setiap tipologi lahan dan tipe luapan air di pasang surut.

Tipologi Lahan Tipe luapan air

Kode Tipologi A B C D

SMP-1 Aluvial bersulfida dangkal

Sawah Sawah Sawah -

SMP-2 Aluvial bersulfida dalam Sawah Sawah / surjan Sawah/ surjan Sawah/ tegalan / kebun SMP-3/ A Aluvial bersulfida sangat dalam - Sawah / surjan Sawah/ tegalan/ kebun Tegalan / Kebun SMA-1 Aluvial bersulfat 1 - Sawah / surjan Sawah/ surjan Sawah / tegalan / kebun SMA-2 Aluvial bersulfat 2 - Sawah / surjan Sawah/ surjan Sawah/ tegalan / kebun SMA-3 Alluvial bersulfat 3 - - Sawah/ kebun Tegalan / Kebun HSM Aluvial bersulfida dangkal bergambut - Sawah Sawah/ tegalan Tegalan/ Kebun

Sumber : Widjaja-Adhi (1995)

2. Desain Sistem Pengairan/ drainase Saluran tersier

Pengelolaan air tingkat tersier ditujukan untuk mengatur saluran tersier agar berfungsi :

- memasukkan air irigasi

- mengatur tinggi muka air di saluran dan secara tidak langsung di petakan lahan

- mengatur kualitas air dengan membuang bahan

beracun yang terbentuk di petakan lahan serta mencegah masuknya air asin ke petakan lahan.

Sistem pengelolaan air di tingkat tersier dan mikro tergantung kepada tipe luapan air pasang. Penataan air pada tingkat ini dapat dilakukan dengan 2 sistem yaitu sistim aliran satu arah (one-way flow system) dan sistim aliran dua arah (two-way flow system). Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pemilihan sistim tata air mikro adalah sinkronisasi antara tata air makro dan tata air mikro.

G-2 Gambut sedang - - Kebun/ kebun Kehutan an G-3 Gambut dalam - - Kebun/ kebun Konserva si

a. Sistem aliran satu arah

Pada sistem aliran satu arah, saluran irigasi dan saluran drainase dibuat secara terpisah. Pintu klep dipasang berlawanan arah. Pada saluran irigasi pintu klep membuka ke arah dalam sedang pada saluran drainase pintu klep membuka ke arah luar sehingga pencucian lahan dapat berlangsung dengan efektif. b. Sistem aliran dua arah

Pada sistem air dua arah, saluran tersier yang dibuat berfungsi sebagai saluran irigasi dan drainase. Oleh karena saluran berfungsi sebagai saluran irigasi dan saluran drainase, pada dua saluran ini dipasang pintu-pintu. Untu menjaga agar tidak terjadi over drain, pada pintu-pintu perlu dipasang over flow/ stoplog.

3. Saluran Kuarter dan Drainase

Sistem Pengelolaan Tata Air Mikro mencakup pengaturan dan pengelolaan tata air di saluran kuarter dan petakan lahan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman dan sekaligus memperlancar pencucian bahan beracun. Saluran kuarter biasanya dibuat di setiap batas pemilikan lahan, sedangkan di dalam petakan lahan dibuat saluran cacing

tergantung pada kondisi lahannya. Semakin tinggi tingkat masalah keracunan, semakin rapat pula jarak antar saluran cacing tersebut. Usaha pencucian ini akan berjalan baik apabila terdapat cukup air segar, baik dari hujan maupun dari air pasang. Oleh Karena itu, air di petakan lahan perlu diganti setiap dua minggu pada saat pasang besar.

a. Bentuk dan Ukuran Saluran

Gambar yang harus disiapkan adalah saluran drainase dan rancangan bangunan pelengkap seperti: jalan, gorong-gorong dan jembatan penyeberangan bila ada.

Gambar penampang melintang saluran dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :

Saluran Kemilir  No  Gambar Penampang Melintang 

Lbr. Atas  Lbr. Bawah  Tinggi 

                      0,30 m  0,25 m  0,25 m                                Saluran Keliling 

   Lbr. Atas  Lbr. Bawah  Tinggi 

   0,30 m  0,25 m  0,40 m 

    

Saluran Sub Tersier 

   Lbr. Atas  Lbr. Bawah  Tinggi 

   0,80 m  0,60 m  0,80 m 

    

        

Saluran Kuarter pada lahan Potensial     Lbr. Atas  Lbr. Bawah  Tinggi 

   0,60 m  0,40 m  0,60 m 

    

        

Saluran Kuarter pada lahan Sulfat Masam     Lbr. Atas  Lbr. Bawah  Tinggi 

         0,60 m  0,40 m  0,50 m 

    

        

Saluran Kolektor 

   Lbr. Atas  Lbr. Bawah  Tinggi 

           

    

0,80 m  0,60 m  0,60 m 

              

b. Rancangan Pintu Air Tersier dan Sekunder

Pintu air untuk saluran tersier sebaiknya dibuat kombinasi antara flapgate dan stoplog terutama untuk daerah yang bertipe luapan A/ B, sedangkan untuk saluran kuarter dengan pintu flapgate.

Untuk tipe luapan C/ D pada saluran tersier sebaiknya dibuat pintu stoplog, jangan dengan pintu ulir seperti dilakukan di daerah irigasi, untuk saluran kuarter dibuat pintu stoplog yang ketinggiannya bisa diatur

banyak dikembangkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan sekarang ada pintu stoplog yang dibuat dari fiber.

4. Kriteria Model Desain TAM

Rencana yang akan diterapkan dalam pembinaan/ pengembangan model pembuatan TAM disusun berdasarkan kriteria berikut :

a. Jarak antara 2 saluran tersier tidak lebih dari 200 m, kalau lebih dari 200 m perlu dibuat saluran sub-tersier pada bagian tengahnya (efek kuarter tidak lebih 100 m).

b. Ujung saluran tersier dalam kondisi buntu, maka harus dihubungkan dengan saluran sekunder yang terdekat (dalam kondisi buntu, pengaturan air di ujung saluran tersier adalah sangat penting).

c. Aliran satu arah di saluran tersier direkomendasikan untuk penggelontoran air asam (bisa satu arah dari SPD ke SDU kalau tidak ada pintu sekunder, dan apabila ada pintu di SPD maka aliran satu arah dari SDU ke SPD).

d. Operasi pintu sorong harus rutin, untuk keperluan ini maka pembuatan pintu air perlu diletakkan dekat pemukiman. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan

dalam menjangkau lokasi pintu tersebut. Operasi ditujukan untuk suplai (memasukkan air) pada air pasang.

e. Ditinjau dari tipologi lahan pada daerah rawa pasang surut, penerapan pengembangan model pembangunan jaringan TAM, dibedakan :

1)

Lahan dengan luapan A/ B

Untuk tanaman padi pada musim hujan dan pada musim kemarau, harus dibantu dengan pompanisasi khususnya pada tipe luapan B. a) Jika pada lahan tipe luapan A/ B belum ada

pintu, maka dibiarkan terbuka tanpa ada

pintu (one-way flow system) untuk

keperluan drainase dan suplai.

b) Apabila sudah ada saluran sub tersier, maka perlu dibuat gorong-gorong terbuka (tanpa pintu).

c) Apabila tidak ada pintu air di saluran

sekunder (SPD) maka saluran tersier perlu dibuat pintu sorong pada saluran penghubungnya. Jika ada pintu pintu air di saluran sekunder maka gorong-gorong pada

saluran tersier dapat dibuka atau dipasang stoplog.

d) Bila saluran tersier dihubungkan dengan

sekunder (SDU) maka hanya dibuat gorong-gorong (dengan pipa) untuk keperluan aliran satu arah dari SPD ke SDU.

2)

Lahan dengan tipe luapan C/ D

Lahan ini dapat digunakan untuk penanaman padi pada musim hujan dan palawija pada musim kemarau. Pengembangan model di lahan dengan tipe luapan C/ D ini dimaksudkan untuk meningkatkan potensi drainase untuk keperluan penanaman palawija di musim kemarau.

Perlu dipertimbangkan antara kebutuhan untuk pencucian tanah dari racun yang ada dan penggenangan air untuk penanaman padi pada musim hujan .

Untuk itu, sub tersier dihubungkan dengan sekunder SDU perlu dibuat gorong-gorong (dengan pipa) yang dilengkapi dengan stoplog. Bila dihubungkan dengan saluran SPD hanya perlu gorong-gorong.

(SPD), maka pada saluran tersier perlu dibuat pintu sorong di ujung saluran penghubung. Jika saluran tersier sudah dihubungkan dengan SPD maka tidak perlu dibuat pintu air atau hanya perbaikan pintu yang ada.

Bila ada pintu air di saluran sekunder (SPD) maka pada penghubung hanya dibuat gorong-gorong saja, atau perbaikan pintu yang sudah ada di tersier.

Pada saluran sekunder (SDU) pada saluran penghubung (pada tersier) dibuat gorong-gorong dengan pipa dan stoplog. Bila saluran sudah ada pintu maka hanya perbaikan saja. Saluran kuarter dapat dibuat pada batas kepemilikan lahan saja, tetapi jika terdapat lapisan pirit (pada sub-soil) atau untuk tanaman palawija maka saluran kuarter dapat dibuat lebih intensif dengan jarak 50 m untuk keperluan pencucian sulfat masam atau untuk drainase pada penanaman palawija.

5. Pelaksanaan Pekerjaan Jaringan Tata Air Mikro a. Pembersihan Lapangan

timbunan tanah, di posisi jalur saluran dilakukan pembersihan lapangan terlebih dahulu sehingga diperoleh ruang kerja yang leluasa untuk melaksanakan pekerjaan galian dan timbunan. Khususnya untuk pekerjaan timbunan, bahan timbunan adalah tanah asli setempat yang tidak tercampur dengan unsur yang lainnya.

Pekerjaan pembersihan lapangan ini dapat tidak dilakukan selama kondisi lapangannya mendukung, maksudnya sepanjang jalur rencana saluran kondisinya terbuka, tidak ada penghalang baik berupa semak atau hal lainnya sehingga dipastikan dapat langsung mengerjakan pekerjaan galian atau timbunan. Demikian juga untuk saluran keliling dan kemalir yang posisinya ada di dalam lahan usahatani tidak memerlukan pembersihan lapangan.

b. Pemasangan Patok Ajir/Bouwplank

Khususnya untuk saluran sub tersier, kolektor dan kuarter, untuk mendapatkan kelurusan arah saluran maka berdasarkan patok-patok bantu pada pekerjaan uitzet, dipasang patok ajir yang menunjukkan ujung kiri/ kanan dari lebar atas/ bawah saluran dan pematang/ tanggul dan dipasang papan bouwplank untuk menunjukkan ketinggian timbunan. Baik patok

ajir maupun papan bouwplank di pasang pada jalur rencana saluran per 25 m. Karena tanah asli bahan timbunan akan mengalami penyusutan maka untuk ketinggian, ukurannya harus djilebihkan antara 5 – 10 cm dari tinggi rencana. Demikian pula dengan kedalaman galian saluran, untuk mencapai kestabilan lereng/ talud saluran yang dibuat baru maka setelah pembentukan saluran dan dioperasikan nantinya akan mengalami pengendapan sehingga kedalaman galian saluran juga harus dilebihkan antara 5 – 10 cm dari kedalaman rencana. Baik tinggi timbunan maupun kedalaman galian diukur dari permukaan tanah asli. c. Pekerjaan Galian

Setelah patok dan papan bouwplank terpasang berjarak 25 m antara satu dengan yang lainnya, maka untuk mendapatkan kelurusan saluran, diantara 2 patok ajir (yang berjarak 25 m) yang menunjukkan ujung kiri/ kanan lebar atas saluran ditarik garis bantu (bisa berupa tali plastik). Berpatokan kepada garis bantu tersebut pekerjaan galian dapat dilakukan dan untuk mendapatkan bentuk dan kedalaman galian, dibuat dari bahan kayu ukuran 3/ 5 rangka bouwplank berbentuk penampang saluran (segi empat/ trapezium)

d. Biasanya untuk keperluan timbunan tanggul/ pematang menggunakan bahan hasil galian (dengan memperhatikan faktor susut tanah ± 20 % ) sehingga tanah hasil galian diletakkan pada kedua sisi galian dengan memperhatikan jarak sempadan saluran secara merata.

e. Pekerjaan Timbunan

Pembentukan timbunan tanggul/ pematang dapat memanfaatkan bahan hasil galian, akan tetapi jika tidak mencukupi maka bahan timbunan diambil dari galian di sisi sebelah luar rencana saluran. Untuk mendapatkan tinggi timbunan yang diinginkan ditarik garis bantu dari antara 2 patok ajir (yang berjarak 25 m) yang menunjukkan ujung kiri/ kanan lebar atas timbunan yang diinginkan ditarik garis bantu dari antara 2 patok ajir ( yang berjarak 25 m ) yang menunjukkan ujung kiri/ kanan lebar bawah timbunan tanggul/ pematang. Untuk mendapatkan bentuk timbunan yang diinginkan, dapat juga dilakukan dengan membuat rangka bouwplank dari bahan kayu ukuran 3/ 5 berbentuk penampang timbunan tanggul/ pematang (segi empat/ trapesium).

f. Pekerjaan Perapihan

kerja sampai masa pemeliharaan selesai. Maksud perapihan disini adalah untuk mempertahankan ukuran penampang galian maupun timbunan sesuai dengan yang ditentukan, misalnya pada waktu pekerjaan galian dilakukan ternyata peletakan tanah timbunannya belum membentuk seperti yang ditentukan, ada longsoran di lereng/ talud galian maupun timbunan, karena kering maka terjadi retakan-retakan di timbunan tanggul/ pematang maka harus dilakukan pembentukan kembali penampang galian atau timbunan tanggul/ pematang.

g. Untuk dapat memberikan fungsi yang optimal, jaringan Tata Air Mikro memerlukan sarana penunjang yang secara langsung/ tidak langsung mempengaruhi fungsi Tata Air Mikro dalam satu kawasan/ hamparan lahan usahatani.

Sarana pendukung tersebut terdiri dari : 1. Jalan Usaha Tani

Konstruksi jalan usaha tani berupa timbunan tanah yang dipadatkan dengan ukuran tertentu yang sudah ditetapkan dalam perencanaan (desain). Untuk memperkokoh konstruksi, dapat juga di kedua sisi jalan usaha tani dibuat

Sebagai bangunan pelengkap jalan usahatani adalah jembatan yang dapat berupa konstruksi kayu atau pasangan batu/ beton.

2. Bangunan air

Jenis bangunan air yang diperlukan untuk melengkapi jaringan TAM adalah: Pintu Sorong, Pintu Stoplog, Pintu Klep dan Gorong-gorong Secara garis besar pekerjaan sarana penunjang ini meliputi pekerjaan tanah (galian dan timbunan dan pemadatan), konstruksi kayu, pasangan batu bata, pasangan beton.

Dalam dokumen IRIGASI LAHAN LEBAK DAN PASANG SURUT TAM (Halaman 24-37)

Dokumen terkait