• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.3. Deskripsi Gambaran Asupan Tiamin Responden

Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan, maka status asupan tiamin pada responden dari hasil penelitian dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu baik, cukup, dan kurang. Dari total responden yang diteliti, responden dengan asupan tiamin yang kurang dari AKG yang dianjurkan mendominasi sebanyak 57.5% (23 orang). Sedangkan 40% (16 orang) dari total responden sudah mengkonsumsi tiamin sesuai dengan AKG yang dianjurkan. Dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6.Distribusi Responden Berdasarkan Status Asupan Tiamin

Status Asupan Tiamin Jumlah Persentase (%)

Kurang (< 80% AKG) 23 57,5

Cukup (80%-100%) 1 2.5

Baik (>100%) 16 40

Total 40 100

5.1.4. Deskripsi Makanan Sumber Tiamin yang Dikonsumsi Responden

Dari hasil perhitungan food recall 24 jam sebanyak dua kali pada responden, diperoleh informasi bahwa daging babi merupakan jenis makanan dengan sumber tiamin yang paling banyak dikonsumsi responden yang mencapai 37.5%.

Tabel 5.7. Distribusi Makanan Sumber Tiamin yang Dikonsumsi Responden

Jenis Makanan Jumlah Persentase (%)

Biskuit coklat 2 5

Bubur buatan pabrik 2 5

Daging ayam 3 7.5 Daging babi 15 37.5 Daun pepaya 1 2.5 Ikan goreng 4 10 Nasi putih 2 5 Susu dancow 7 17.5

Susu milo coklat 2 5

Telur puyuh 1 2.5

Tumis ikan teri 1 2.5

Total 40 100

5.2. Pembahasan

5.2.1. Gambaran Umum Responden

Hasil pengukuran IMT menurut usia dan jenis kelamin pada 260 siswa di enam kelas SMP Santo Thomas 1 Medan tahun 2014, menunjukkan bahwa sebanyak 15.4% (40 orang) siswa mengalami obesitas. Selanjutnya, siswa yang mengalami obesitas tersebut disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang kemudian dimasukkan sebagai responden penelitian.

Dari total 40 responden penelitian yang mengalami obesitas, 65% (26 orang) berjenis kelamin laki-laki dan 35% (14 orang) responden berjenis kelamin perempuan. Dalam penelitian mengenai faktor risiko obesitas pada anak usia 5-15 tahun yang dilakukan oleh Sartika (2011), hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki risiko mengalami obesitas sebesar 1.4 kali dibanding anak perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh anak perempuan lebih sering membatasi makan untuk alasan penampilan.

Karakteristik suku juga dinilai dalam penelitan ini, dimana didapati hasil bahwa responden didominasi oleh suku batak yang mencapai 90% (36 orang) dan selebihnya merupakan suku Jawa, India, dan Tionghoa. Hal ini dapat disebabkan oleh populasi di daerah Sumatera Utara yang mayoritasnya adalah suku Batak.

Dari hasil penelitian, diperoleh informasi bahwa sebanyak 55% (22 orang) ibu responden bekerja dan 45% (18 orang) merupakan ibu rumah tangga atau tidak bekerja. Rahmawati (2009) menyatakan pekerjaan orang tua berperan dalam pola pemberian makanan dan pengurusan makanan dalam keluarga.Orangtua yang tidak mempunyai banyak waktu dan perhatian yang berlebih kepada anaknya, biasanya mempunyai rasa bersalah yang lebih. Dalam hal ini orangtua biasanya akan memberikan makanan yang berlebihan yang mengandung gula dan lemak. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Anderson, Butcher, & Levine (2003); Cawley dan Liu (2007) dalam disertasi Benson (2010) yang menyatakan bahwa saat-saat ibu yang didedikasikan untuk pekerjaan akan mengurangi jumlah waktu ibu untuk mempersiapkan makanan dengan gizi seimbang, dan mengarah pada kecenderungan untuk menyediakan makanan cepat saji.

5.2.2. Gambaran Asupan Tiamin

Nilai rata-rata asupan tiamin siswa yang mengalami obesitas di SMP Santo Thomas 1 Medan tahun 2014, belum sesuai dengan AKG yang dianjurkan. Dimana, AKG yang dianjurkan untuk anak pada rentang usia 9-13 tahun menurut Food and Nutrition Board, Institute of Medicine, National Academies dalam Buku Nutrition for Health, Fitness, & Sport Ed.8 adalah sebesar 0.9 mg/hari, sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh dari penelitian hanya sebesar 0.745 mg/hari.

Perhitungan asupan tiamin per individu juga cenderung dikategorikan kurang (<80% AKG) pada 57.5% (23 orang) responden.Responden dikategorikan asupan tiaminnya baik (>100% AKG) sebanyak 40% (16 orang) dan kategori cukup (80%-100% AKG) sebanyak 2.5% (1 orang).

Dari data tersebut, maka dapat diperoleh informasi bahwa sebagian besar responden yang merupakan siswa yang mengalami obesitas di SMP Santo

Thomas 1 Medan, memiliki asupan tiamin harian dibawah rata-rata serta dikategorikan kurang dari AKG yang dianjurkan.

Pada penelitian ini juga diperoleh asupan tiamin harian tertinggi pada responden penelitian adalah sebesar 1.9 mg/hari dan terendah senilai 0.2 mg/hari.

Menurut penelitian Damms-Machado, Weser, dan Bischoff (2012), prevalensi defisiensi mikronutrien pada individu yang mengalami obesitas lebih tinggi dibanding individu kontrol dengan berat badan normal pada usia dan jenis kelamin yang sama, salah satu mikronutrien tersebut adalah vitamin B1 atau tiamin. Sedangkan menurut Kimmons (2006), pada individu overweight atau obesitas dengan konsumsi total energi yang adekuat, level mikronutrien yang rendah merupakan hasil dari asupan nutrisi (makanan, suplemen) yang tidak adekuat dan/atau berhubungan dengan penyerapan atau metabolisme nutrien. Aspek overweight atau obesitas dilaporkan telah mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme, dan/atau ekskresi mikronutrien.Metabolisme tiamin pada orang obesitas berubah, yang mengarah pada penurunan penyerapan seluler dan peningkatan konservasi intraseluler.

5.2.3. Makanan Sumber Tiamin yang Dikonsumsi Responden

Menurut WHO (1999), tiamin secara alami terdapat di semua jaringan tumbuhan dan hewan, tetapi dalam konsentrasi yang rendah. Pada tumbuhan, tiamin secara predominan tedapat dalam bentuk bebas, dan pada hewan hampir keseluruhan (95-98%) merupakan bentuk fosforilasi.

Berdasarkan tabel Daftar Analisis Bahan Makanan, FK UI, 1992 dan Food Composition Table for Use in East Asia, FAO, 1972 dalam Buku A-Z Multivitamin untuk Anak dan Remaja, sumber tiamin tertinggi terdapat pada ragi, dimana dalam 100 gram ragi, terkandung 6000 mg tiamin.

Menurut Preedy (2012) dalam bukunya “B Vitamins and Folate : Chemistry, Analysis, Function and Effects”, sumber makanan mengandung tiamin lainnya adalah sereal dari biji-bijian yang tidak dibuang kulitnya, ketela, produk biji-bijian yang difortifikasi, kacang-kacangan, dan daging babi. Produk sereal dari gandum utuh juga mengandung nutrisi yang signifikan dari tiamin. Kacang

polong dan kacang-kacang lainnya juga merupakan sumber tiamin yang baik, kandungannya akan semakin meningkat jika benihnya semakin matang. Di negara maju kebanyakan makanan sumber tiamin difortifikasikan ke dalam sereal dan roti, serta makanan fungsional lainnya (Preedy, 2012).

Dari hasil perhitungan food recall 24 jam sebanyak dua kali pada responden, diperoleh informasi bahwa daging babi merupakan jenis makanan dengan sumber tiamin yang paling banyak dikonsumsi responden yang mencapai 37,5%.Tiap 100gr daging babi, mengandung 0.9 mg tiamin.

Ada juga jenis makanan lainnya dengan kandungan tiamin yang dikonsumsi responden yaitu biskuit coklat, bubur buatan pabrik, daging ayam, daging babi, ikan goreng, nasi putih, susu, telur puyuh, tumis ikan teri, daun pepaya.

Biskuit coklat, bubur dan susu buatan pabrik merupakan makanan olahan pabrik yang dapat difortifikasikan atau ditambahkan kandungan tiamin ke dalamnya. Menurut Preedy (2012) dalam bukunya “B Vitamins and Folate: Chemistry, Analysis, Function and Effects”, fortifikasi tiamin ke dalam makanan akan mengkompensasi kehilangan tiamin yang terjadi selama proses penyajian dan hal ini juga merupakan upaya untuk mencegah defisiensi tiamin. Nilai kandungan tiamin yang ditambahkan pada makanan olahan pabrik bisa mencapai dua kali dari nilai kandungan tiamin pada makanan alami.

Jenis makanan lain, seperti nasi putih dengan bahan dasar beras, sebenarnya memiliki kandungan tiamin dengan nilai yang rendah, yaitu berkisar antara 0,2-0,3 mg tiap 100gr. Kandungan ini akan berkurang lagi dengan proses penyajiannya yang dimasak, menjadi 0,1 mg tiap 100gr nasi putih. Nasi putih merupakan salah satu sumber makanan mengandung tiamin yang dikonsumsi responden dengan nilai yang cukup tinggi, karena frekuensi konsumsinya berkisar antara 2-6 kali per hari.Pada beberapa responden juga didapati konsumsi nasi putih dalam jumlah yang cukup banyak dalam sekali makan, bisa mencapai 2-3 piring.

Makanan sumber tiamin yang dikonsumsi responden merupakan jenis makanan yang sering dimakan sehari-hari.Konsumsi daging babi ataupun

olahannya, yang merupakan sumber tiamin dengan nilai kandungan yang cukup tinggi bisa didapatkan dengan mudah di area sekolah responden, baik di kantin sekolah maupun area di sekitar luar sekolah.

BAB 6

Dokumen terkait