• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Karakter peserta didik di SD Negeri 3 Purwodadi sebelum diselenggarakan kantin kejujuran

Peneliti melakukan wawancara sebanyak 2 kali kepada Bapak SN selaku Kepala Sekolah untuk mengetahui karakter peserta didik SD Negeri 3 Purwodadi. Saat ditanya mengenai karakter peserta didik SD Negeri 3 Purwodadi sebelum diselenggarakan kantin kejujuran pada tanggal 14 Mei 2013, Beliau menjawab bahwa tidak tahu pasti karena Beliau baru mengajar di SD Negeri 3 Purwodadi pada tahun 2008 dan kondisinya pada saat itu sudah ada kantin kejujuran yang berdiri sejak tahun 2005 dan didirikan oleh Bapak ST selaku Kepala Sekolah SD Negeri 3 Purwodadi sebelum Bapak SN. Tetapi beliau memberi keterangan:

“Untuk karakter setiap anak tentu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Tetapi pada umumnya, di SD Negeri 3 Purwodadi ini, anak kelas rendah dan anak kelas tinggi memiliki karakter yang cukup baik, mereka masih sangat lugu apalagi untuk anak kelas rendah itu mba. Mereka selalu berusaha mentaati peraturan yang ada dan mudah diatur walaupun kadang-kadang ada yang melanggar aturan tapi masih bisa diatasi. Ya hanya sebatas tingkah laku anak-anak sajalah mba.”

Pada saat itu, Beliau menyarankan peneliti untuk bertanya kepada Bapak SB selaku guru kelas 5 jika ingin bertanya mengenai karakter siswa SD Negeri 3 Purwodadi sebelum diselenggarkannya kantin kejujuran. Menurut Beliau, Bapak SB dapat memberi informasi yang dibutuhkan peneliti karena Bapak SB adalah guru yang paling

lama menjabat di SD Negeri 3 Purwodadi, yaitu sejak tahun 1998. Saat itu pula, peneliti langsung bertanya kepada Bapak SB mengenai karakter peserta didik di SD Negeri 3 Purwodadi sebelum diselenggarakannya kantin kejujuran.

Saat ditanya, Beliau menjawab bahwa sebelum didirikan kantin kejujuran, sekolah sering kehilangan barang-barang milik sekolah, seperti kapur, penghapus, vas bunga, dan lain sebagainya. Bahkan waktu awal diselenggarakannya kantin kejujuran, sering terjadi ketidaksesuaian antara jumlah barang yang terjual dengan uang pembayarannya. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Ibu EI selaku guru pengelola kantin kejujuran yang menyatakan:

“Saya masih ingat sekali mba ketika pertama kali diselenggarakannya kantin kejujuran pada tahun 2005. Ketika itu, sebagian besar siswa tidak membayar saat berbelanja di kantin kejujuran. Dan hal itu berlangsung cukup lama, ya sekitar 3 bulanan lebih lah mba. Tapi kan kami itu tidak pernah lelah menasehati siswa dan mengajari siswa supaya jujur kalau bayar di kantin kejujuran supaya kantin kejujuran bisa tetap ada.”

Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan melihat buku laporan keuangan kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi. Pada buku laporan keuangan atau buku laporan hasil penjualan di kantin kejujuran, terlihat bahwa ketika tahun 2005 sering mengalami kerugian hingga puluhan ribu. Misalnya saja, pada tanggal 29 Desember tahun 2005, terlihat bahwa ada beberapa barang yang hilang dari kantin kejujuran dengan nilai rupiah yang cukup besar, yaitu Rp. 142.000,- dengan jumlah barang yang dijual ada 23 jenis alat tulis dan 10 macam

jajanan anak-anak. Sedangkan jumlah siswa SD Negeri 3 Purwodadi pada saat itu 136 orang siswa. Hal ini menunjukan betapa banyaknya siswa SD Negeri 3 Purwodadi pada saat itu yang tidak jujur dalam bertransaksi di kantin kejujuran. Data yang diperoleh dari buku laporan keuangan kantin kejujuran ini ada pada lampiran berupa foto copy dari data keuangan pada tahun 2005.

Peristiwa serupa juga masih terjadi pada awal tahun 2006. Berdasarakan hasil laporan keuangan kantin kejujuran pada tanggal 19 Januari 2006, kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi mengalami kerugian hingga Rp. 73.900,- dengan jumlah uang yang masuk Rp. 10.000,- dari hasil penjualan barang yang terdiri dari 23 jenis alat tulis dan 15 macam jajanan anak. Hal ini menunjukan mulai menurunnya tingkat ketidakjujuran anak karena sudah ada yang mau membayar dan jumlah kerugian pun semakin berkurang. Data keuangan ini juga dapat dilihat pada halaman lampiran berupa foto copy dari data keuangan kantin kejujuran pada tahun 2006.

Berdasarkan data yang ada, dapat disimpulkan bahwa sebelum diselenggarakan kantin kejujuran, peserta didik di SD Negeri 3 Purwodadi memiliki karakter yang tidak jujur. Hal tersebut dikarenakan banyaknya uang di kantin kejujuran yang sering hilang pada awal diselenggarakan kantin kejujuran. Sehingga kantin kejujuran sering mengalami kerugian.

2. Proses pembentukan karakter peserta didik melalui penyelenggaraan kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi

Penelitian ini berpedoman pada teori pembentukan karakter dari Gede Raka yang menyatakan bahwa karakter terbentuk dari mendorong atau menganjurkan seseorang melakukan tindakan baik, dan selanjutnya mengembangkan pemahaman dan keyakinan tentang pentingnya tindakan tersebut dalam membangun kehidupan yang baik. Observasi mengenai proses pembentukan karakter peserta didik melalui penyelenggaraan kantin kejujuran dilakukan selama 6 kali yang dideskripsikan dalam field notes (catatan lapangan). Selama itu, peneliti mengikuti kegiatan siswa dan guru terkait dengan kantin kejujuran, seperti ketika siswa berbelanja di kantin kejujuran. Selama proses penelitian, guru dan siswa banyak membantu peneliti dalam hal pengamatan maupun wawancara. Hasil pengamatan mengenai kegiatan siswa yang menyangkut kantin kejujuran dan peran guru dalam membentuk peserta didiknya melalui kantin kejujuran.

a. Upaya yang dilakukan pihak sekolah untuk membentuk karakter peserta didik

Melihat karakter peserta didik di SD Negeri 3 Purwodadi pada tahun 2005, berbagai upaya pun dilakukan oleh pihak sekolah terutama oleh Kepala Sekolah SD Negeri 3 Purwodadi. Upaya tersebut dilakukan dengan mencanangkan berbagai program guna meningkatkan dan membentuk karakter baik pada peserta didik.

Baik melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun pada saat KBM berlangsung. Seperti kegiatan pramuka, PMR, bakti sosial, program LISA (lihat sampah, ambil), program kantin kejujuran dan lain sebagainya. Tetapi yang menjadi icon sekolah tersebut adalah program penyelenggaraan kantin kejujuran guna membentuk karakter jujur pada peserta didik.

Program kantin kejujuran ini merupakan contoh tindakan nyata untuk mengajari siswa supaya mau berbuat jujur. Selain itu, dengan adanya kantin kejujuran diharapkan dapat menarik minat dan perhatian peserta didik supaya mau belajar berbuat jujur karena hal ini sesuai dengan teori dari Syaiful Bahri Djamarah yang mengungkapkan bahwa karakteristik anak sekolah dasar adalah mempunyai minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret. Kemudian, amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar. Jadi kantin kejujuran ini menarik perhatian peserta didik sehingga peserta didik mempunyai rasa ingin tahu dan ingin belajar melalui kantin kejujuran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak SN pada tanggal 16 Mei 2013 mengenai penyelenggaraan kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi, beliau menjawab:

“Kantin kejujuran ini didirikan oleh Bapak Suko pada tanggal 6 September 2005. Jadi saat saya mulai bertugas di sini, kantin kejujuran ini sudah ada. Walau begitu saya sangat mendukung keberadaan kantin kejujuran ini sebagai upaya melatih kejujuran dan kedisiplinan siswa, tepatnya untuk

melatih siswa berwirausaha dengan jujur. Kami berharap kantin kejujuran ini dapat membawa perubahan yang positif pada peserta didik walapun kecil tapi justru dari yang yang paling kecil itulah lama-lama akan menjadi besar.”

Dari hasil wawancara tersebut, meskipun Bapak SN bukan pendiri dari kantin kejujuran tetapi Beliau mendukung keberadaan kantin kejujuran karena menurut Beliau kantin kejujuran ini adalah sarana yang baik untuk pembelajaran nilai bagi siswa. Hal itu terbukti dengan masih diselenggarakannya kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi hingga sekarang sebagai tempat belajar siswa dalam berbuat jujur. Selain itu, Bapak SN secara tidak langsung selalu memberi nasehat pada anak agar kantin kejujuran dapat berjalan lancar.

b. Kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi

Berdasarkan hasil penelitian, kondisi dari kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi cukup sederhana bahkan tidak mirip layaknya sebuah “kantin” pada umumnya. Kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi hanya berbentuk 2 buah meja dan 1 etalase yang diletakan di depan kelas. Meja-meja tersebut digunakan untuk tempat berbagai macam jajanan anak dan sebagai tempat diletakannya kotak uang beserta buku catatan transaksi siswa. Sedangkan etalase digunakan sebagai tempat berbagai macam alat tulis dan kebutuhan belajar siswa lainnya.

Di kantin tersebut terdapat sebuah bener berwarna biru dengan ukuran 90 cm x 60 cm yang di dalamnya tertulis kalimat “Alloh Melihat Apa Yang Kita Perbuat”. Secara tidak langsung, tulisan tersebut mencerminkan apa yang sebenarnya diharapkan melalui kantin kejujuran, yaitu kejujuran dalam berperilaku. Selain itu, tulisan tersebut juga mengajak kita semua untuk selalu berbuat jujur.

Di kantin kejujuran SD Negeri 3 Purwodadi, tidak ada orang yang bertugas menjadi penjual atau pun menjadi penunggu kantin. Di sini siapa pun yang ingin berbelanja maka dia harus melayani dirinya sendiri. Artinya, seseorang menjadi pembeli sekaligus penjual.

Pada tanggal 16 Mei 2013, Bapak SN menjelaskan mengenai pengelolaan kantin kejujuran, Beliau mengatakan:

“Kalau untuk pengelolaan kantin kejujuran ini saya serahkan kepada Ibu EI mba selaku guru olahraga. Kemudian setiap hari saat akan pulang sekolah, Ibu EI melaporkan kegiatan anak terkait dengan kantin kejujuran, seperti hasil transaksi siswa. Laporannya itu di depan semua guru mba. Dan saya setiap hari juga melakukan pengecekan terhadap buku laporan kantin kejujuran itu yang nantinya juga akan saya tandatangani.”

Wawancara terhadap Ibu EI pada tanggal 16 Mei 2013 juga menyatakan bahwa Beliau memang ditugaskan untuk mengelola kantin kejujuran sejak pertama kali diselenggarakannya kantin kejujuran oleh Bapak ST dan sekarang pun ditugaskan kembali

untuk mengelola kantin kejujuran oleh Bapak SN. Jadi, segala sesuatu yang terkait dengan kantin kejujuran, setiap akan pulang sekolah selalu dilaporkan oleh Ibu EI kepada Bapak SN di depan guru-guru yang lain. Begitu juga keterangan dari guru-guru yang lain pada tanggal 16 Mei 2013, seperti Bapak SB yang selalu menyempatkan waktu untuk mendengarkan laporan dari Ibu EI terkait dengan kantin kejujuran.

c. Kegiatan siswa ketika berlangsungnya proses pembentukan karakter melalui penyelenggaraan kantin kejujuran

Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan siswa SD Negeri 3 Purwodadi yang terkait dengan proses pembentukan karakter melalui kantin kejujuran adalah ketika siswa melakukan transaksi jual beli di kantin kejujuran. Di sini, siswa dilatih untuk melakukan kejujuran yaitu kejujuran dalam bertransaksi karena siswa melakukan transaksi jual beli di kantin kejujuran tanpa ada yang menunggui atau menjadi penjual. Jadi siswa melakukan jual beli secara mandiri tanpa ada yang mengawasi siswa.

Berdasarkan hasil observasi, siswa lebih sering berbelanja di kantin kejujuran dari pada ke penjual lain yang letaknya berada di luar pagar sekolah. Hanya beberapa siswa saja yang membeli ke penjual lain. Mengenai itu, Ibu EI menjelaskan bahwa:

“Menurut saya, siswa memang lebih sering berbelanja di kantin kejujuran daripada ke penjual lain. Itu terbukti jajanan di kantin kejujuran selalu habis terjual. Tetapi ya mba kami

para guru tidak pernah menyuruh siswa untuk jajan di kantin kejujuran saja cuma saya rasa siswa lebih senang berbelanja di kantin kejujuran. Mungkin karena letaknya dekat dengan kelas mereka.”

Pernyataan Ibu EI tersebut, didukung oleh pernyataan dari 5 siswa yang menyatakan bahwa mereka lebih senang jajan di kantin kejujuran karena pilihan jajannya banyak dan letaknya dekat dengan kelas mereka.

Terkait dengan kegiatan siswa tersebut, pada tanggal 2 Mei Ibu EI memberi penjelasan mengenai tata cara berbelanja di kantin kejujuran SD Negeri 3 Purwodadi yang dapat melatih siswa untuk berbuat jujur, Baliau mengatakan:

“Tata caranya itu siswa mengambil barang di kantin kejujuran kemudian mencatatnya di buku transaksi penjualan yang sudah disediakan, setelah itu siswa meletakan uang dan mengambil kembalian di kotak uang yang juga sudah di sediakan pula. Nah, di sini uang yang dibayar siswa harus sesuai dengan harga barang yang dibeli siswa atau uang yang diambil siswa sebagai uang kembalian juga harus sesuai.” Beliau menambahkan bahwa hal tersebut dilakukan tanpa ada yang mengawasi siswa. Meskipun demikian, siswa tetap dibimbing dan selalu diingatkan untuk mengikuti tata cara yang ada.

Dari hasil wawancara terhadap 5 orang siswa, 4 orang siswa pada tanggal 3 Mei 2013 dan tanggal 4 Mei 2013 menyatakan bahwa mereka selalu mengikuti tata cara berbelanja di kantin kejujuran karena bapak dan ibu guru selalu mengingatkan untuk

mengikuti tata cara yang ada. Sedangkan satu orang siswa lainnya yang berinisial BS mengatakan:

“Saya sering lupa tidak mencatat mba, kalau udah ambil jajan terus naruh uang ya terus pergi. Tapi kalau diingatkan sama bu guru ya saya catat lah mba.”

Menanggapi hasil wawancara siswa tersebut, Ibu EI mengatakan bahwa para guru sering mengajari siswa dan selalu mengingatkan siswa supaya mengikuti tata cara berbelanja yang ada. Bapak SB dan Ibu FY juga memberi tanggapan yang sama bahwa para guru sering mengajari siswa supaya mau mengikuti tata cara berbelanja yang ada, hanya saja masih tetap ada beberapa anak yang tidak patuh. Selain itu hasil observasi juga menyatakan bahwa pada tanggal 2 Mei 2013, ada siswa laki-laki yang tidak mengikuti prosedur berbelanja di kantin kejujuran dengan benar.

Selain itu, pada tanggal 2 Mei 2013 Ibu EI memberi penjelasan mengenai sistamatika dari kantin kejujuran yang dapat membuat siswa berbuat jujur dengan sendirinya, jujur karena terbiasa, dan jujur karena terlatih. Beliau mengatakan:

“Sistematika dari kantin kejujuran yang dapat membuat siswa mau berbuat jujur dengan sendirinya yaitu saat siswa melakukan transaksi sebagai pembeli sekaligus penjual, di sini siswa bertransaksi tanpa ada yang mengawasi. Kedua, aspek yang dapat membiasakan siswa yaitu ketika transaksi itu dilakukan berulang kali dan sesering mungkin. Ketiga, secara tidak langsung kegiatan siswa dalam bertransaksi di kantin kejujuran dapat melatih siswa untuk berbuat jujur”

Contoh nyata dari tindakan jujur siswa melalui kantin kejujuran adalah pada saat dilakukannya penelitian tanggal 7 Mei 2013. Saat itu, siswa melapor pada guru yang ada di kantor ketika mereka membayar di kantin kejujuran tetapi tidak ada uang kembaliannya. Selain itu, pada tanggal 10 Mei 2013 salah seorang siswa kelas rendah juga melapor pada guru ketika dia membeli buku di kantin kejujuran tanpa membayar karena uang sakunya habis.

Terkait dengan hal tersebut, siswa berinisial RH mengatakan bahwa:

“Sering lapor pada guru kalau ga ada uang kembalian atau pun ngambil barang dulu di kantin kejujuran juga boleh mba tapi besok harus dibayar.”

Selain itu, Ibu EI juga mengatakan:

“Sebelumnya siswa memang sudah diajari untuk melapor pada guru jika tidak ada uang kembalian pada saat bertransaksi di kantin kejujuran. Tetapi mba, guru itu sebenarnya tidak pernah mengajari siswa menghutang. Cuma sebagian kecil siswa saja yang punya inisiatif melapor pada guru jika mereka mempunyai hutang di kantin kejujuran dan yang lainnya diam saja tahu-tahu esok harinya uang hasil penjualan melebihi hasil transaksi.”

Melihat hal tersebut, peneliti menanyakan kepada Ibu EI mengenai unsur dari kantin kejujuran yang dapat membuat siswa mau berbuat jujur dan Beliau menjawab:

“Tentu ada ya mba. Tulisan „Alloh Melihat Apa Yang Kita Perbuat‟ itu juga bisa menjadi alasan kenapa siswa mau berbuat jujur. Tulisan itu memang sengaja dibuat besar

supaya siswa mengerti sekalipun tidak ada orang tetapi Alloh melihat kita.”

Hal itu sesuai dengan penuturan dari siswa berinisial RH saat ditanya alasan dirinya mau berbuat jujur ketika bertransaksi di kantin kejujuran, siswa itu mengatakan:

“Takut dosa karena Alloh dapat melihat apa yang kita perbuat”

Selain itu, penelitian mengenai kegiatan wirausaha siswa melalu kantin kejujuran hasilnya tidak ada satu pun siswa yang ikut berpartisipasi menitipkan barang/makanan di kantin kejujuran. Dari guru juga tidak ada yang menitipkan makanan/barang di kantin kejujuran. Terkait hal tersebut, Bapak SN memberi komentar bahwa:

“Saya memang tidak pernah mengajari siswa/guru untuk menitipkan barang/makanan di kantin kejujuran mba. Saya takut nanti disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu.” Ibu EI dan beberapa guru yang lain, seperti Bapak SB, Ibu EI dan Ibu YW juga menambahkan bahwa dari guru juga tidak ada yang mengajari siswa untuk berwirausaha lewat kantin kejujuran karena takut kantin kejujuran akan disalahgunakan oleh oknum tertentu menjadi ladang bisnis. Dan hasil wawancara terhadap siswa berinisial AD juga mengatakan:

“Tidak terpikir untuk nitip barang/makanan di kantin kejujuran, malu lah mba.”

Hal tersebut menunjukan bahwa siswa hanya berpartisipasi melakukan jual beli di kantin kejujuran tanpa berwirausaha lewat kantin kejujuran.

d. Peran guru dalam membentuk karakter peserta didik di SD negeri 3 Purwodadi

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 16 Mei terhadap Bapak SN, beliau selalu meluangkan waktu untuk menasehati siswa supaya mau berbuat jujur dan memberi koreksi terkait kantin kejujuran baik ketika upacara bendera maupun waktu yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari salah satu siswa yang berinisial MA yang menyatakan:

“Bapak SN pernah bilang kalau lingkungan SD Negeri 3 Purwodadi ini adalah lingkungan sekolah anti berbohong karena ada kantin kejujurannya mba. Jadi kita harus jujur kalau di sini. Bapak SN bilangnya pas masuk kelas.”

Selain itu, pada tanggal 16 Mei 2013, Bapak SN juga menyampaikan bahwa beliau juga sering meminta para guru untuk menasehati dan memberi pemahaman tentang pentingnya tindakan jujur pada siswa di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Ibu FY selaku guru kelas 6 yang menyatakan:

“Bapak SN memang sering meminta kita supaya menjadi teladan bagi siswa dengan cara memberi contoh yang baik dan selalu membimbing serta menasehati siswa untuk selau berbuat baik.”

Tidak berbeda dengan siswa yang berinisial AD yang menyatakan bahwa bapak dan ibu guru sering menasehati supaya

mengingat kantin kejujuran agar selalu berperilaku jujur. Kemudian, pada tanggal 3 Mei 2013 dan 4 Mei 2013, RH dan MA menyatakan bahwa bapak dan ibu guru terutama guru agama sering memberi nasehat akan akibat yang diterima ketika bertindak tidak jujur, seperti dosa dari Tuhan dan jika ketahuan tidak jujur maka akan mendapat hukuman dari bapak dan ibu guru, serta akan dijauhi dan diolok-olok oleh teman-teman.

Wawancara terhadap guru kelas, Bapak SB menambahkan bahwa:

“Saya sering ikut bertransaksi di kantin kejujuran supaya dapat menjadi contoh bagi siswa supaya mereka dalam berbelanja mengikuti prosedur seperti saya mba.”

Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari Bapak SN pada tanggal 16 Mei 2013 yang memang meminta guru-guru supaya ikut bertransaksi di kantin kejujuran supaya dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti apa yang dilakukan gurunya. Ibu EI selaku guru pengelola kantin kejujuran juga menjelaskan bahwa beliau juga sering ikut serta berbelanja di kantin kejujuran terutama setelah kegiatan olahraga. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya foto pada lampiran yang menunjukan Ibu EI akan berbelanja di kantin kejujuran setelah berolahraga. Jadi dapat disimpulkan bahwa, guru di sini menjadi pembimbing bagi siswa untuk berbuat jujur.

3. Karakter peserta didik di SD Negeri 3 Purwodadi setelah diselenggarakan kantin kejujuran

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 14 Mei 2013 terhadap Bapak SB selaku guru kelas 5 mengenai karakter peserta didik di SD Negeri 3 Purwodadi setelah diselenggarakannya kantin kejujuran, beliau menjawab:

“Setelah beberapa tahun berjalannya kantin kejujuran, tidak sedikit ya mba perubahan yang terjadi pada peserta didik. Misalnya saja, sekarang sudah tidak ada peserta didik yang suka mengambil barang milik sekolah tanpa dikembalikan, seperti buku paket, penghapus papan tulis, vas bunga, dan lain sebagainya.”

Bapak SN pada tanggal 14 Mei 2013 juga menambahkan bahwa dengan adanya kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi membawa dampak yang positif. Baik itu dampak pada siswa mau pun pada guru. Beliau mengatakan:

“Menurut saya kantin kejujuran ini cukup berpengaruh yah… Saya tidak tahu apa isi hati siswa saya tapi menurut saya kalau ulangan sudah jarang ditemukan yang suka mencontek, ketika ada bapak/ibu guru kehilangan barang/uang dan siswa yang menemukan itu langsung dilaporkan pada guru dan alat belajar milik sekolah sekarang sudah tidak pernah hilang.”

Selain itu, dampak bagi Bapak SN sendiri selaku kepala sekolah sekaligus guru di SD Negeri 3 Purwodadi akan merasa malu ketika tidak jujur mengingat ikut melatih siswa berbuat jujur melalui kantin kejujuran.

Selain itu, menurut Ibu EI selaku pengelola kantin kejujuran yang diwawancara pada tanggal 2 Mei 2013, menyatakan bahwa:

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Barang yang dibayar (dirupiahkan)

Barang yang hilang (dirupiahkan)

Barang yang belum terjual (dirupiahkan) “Laporan hasil penjualan siswa dari tahun ke tahun juga menunjukan

Dokumen terkait