• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Anacardiaceae

Rengas (Melanochyla densiflora King)

Pohon Rengas (Gambar 3) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering, jarang serta tersebar. Tinggi pohon mencapai 15 m dengan diameter 38 cm, tergolong pohon kecil. Bentuk batang lurus agak berbenjol dengan percabangan monopodial berbentuk bulat. Pohon ini memiliki banir dengan tinggi 0,95 m. Bentuk daunnya oblanceolate, tunggal, alternate, tepi daun repand, pangkal daun cuneate, ujung daun acute. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 20-23 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga dan jala. Permukaan daun glabrous di kedua permukaan, permukaan atas daun agak mengkilap. Helaian daun agak tebal, kadang menelangkup, ukuran daun 9,3-26,4x3,4-10 cm. Tangkai cukup lebar dan pendek, panjang tangkai 0,2-0,8 cm. Apabila batangnya ditimpas, getahnya berwarna bening tapi lama kelamaan berubah menjadi hitam.

Kelompok pohon Rengas memiliki B.J. 0,59-0,84 termasuk kayu yang beratnya sedang sampai berat, kelas kuat II-III dan kelas awet III. Adapun penggunaannya dapat dipakai dalam pembuatan veneer kerat (sliced veneer), meubilair atau gagang timbangan. Adanya getah yang dapat melukai kulit merupakan hambatan dalam penggunaan jenis ini (Samingan 1982).

2. Cluciaceae

Begandis (Calophyllum pulcherrimum Wall.)

Pohon Begandis (Gambar 4) hidupnya tersebar dengan jumlah yang sedang, biasa hidup di punggung bukit, darat serta tanah kering. Tingginya mencapai 11 m dengan diameter 21 cm. Bentuk batangnya tidak lurus dan agak berbenjol dengan percabangan monopodial, tidak memiliki banir. Bentuk daun elliptical, tunggal, opposite, tepi daun repand, pangkal daun cuneate, acuminate, ujung daun acuminate, pertulangan daun sekunder menyirip rapat. Permukaan daun glabrous baik bagian atas maupun bagian bawah. Helaian daun kaku dengan ukuran 4,1- 11,2x1,5-4,2 cm. Tangkai daun berwarna hijau karat, memiliki alur, panjang tangkai daun 0,7-1 cm. Daun muda berwarna ungu, getah berwarna kuning keemasan, apabila diremas daun beraroma harum.

Kelompok pohon ini memiliki B.J. 0,52-0,79 dan termasuk kelas kuat II-III. Penggunaan kayunya diantaranya untuk pembuatan kapal, flooring, meubilair, konstruksi ringan di bawah atap, papan loncat, tiang sampan/perahu layar, bahan untuk membuat chipboard dan lain-lain (Samingan 1982).

3. Dilleniaceae

Riga (Dillenia borneensis Hoogl.)

Pohon Riga (Gambar 5) hidup pada topografi lembah serta tanah rawa, tersebar dan cukup jarang ditemui. Tingginya mencapai 25 m dengan diameter 58 cm yang tergolong kategori pohon sedang, batangnya lurus dengan percabangan simpodial, memiliki akar jangkang. Bentuk daun elliptical, tunggal, alternate, tepi daun aculeate, pada pertemuan tulang daun sekunder dengan tepi daun tumbuh duri pendek kecil, pangkal daun inequilateral, rounded, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 27-40 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga dan jala. Permukaan daun baik atas maupun bawah glabrous. Helaian daun tipis, lebar dan agak kaku dengan ukuran 26,4-39x12,2- 24,4 cm. Tangkai daun panjang, memiliki lekahan panjang tangkai yang ditutupi oleh perpanjangan daun, lekahan ini memiliki rambut halus yang mudah lepas apabila disentuh, tangkai daun menebal pada bagian pangkal tangkai. Daun muda berwarna ungu.

4. Dipterocarpaceae

Mersawa (Anisoptera grossivenia v. Sloot)

Pohon Mersawa (Gambar 6) hidup tersebar di punggung bukit dengan tanah kering dengan jumlah sedang. Tinggi bebas cabangnya mencapai 15 m dengan diameter 82 cm, tergolong pada kategori pohon besar. Bentuk batang berdiri lurus, tidak berbenjol. Percabangan simpodial dan memiliki banir setinggi 1,5 m dengan tebal 3 cm. Bentuk daun elliptical, obovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun cuneate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 13-15 pasang, pertulangan daun tersier menjala. Permukaan daun pubescent baik bagian atas maupun bawah karena memiliki rambut pendek halus. Permukaan bagian bawah daun berwarna hijau kecoklatan. Ukuran helaian daun 7,3-12,9x3-5,9 cm, panjang tangkai 1,7-2,5 cm, terdapat penebalan di dekat

pangkal daun, tangkai daun memiliki rambut pendek halus serta rapat. Daun penumpu berbentuk segitiga dan berwarna coklat.

Kelompok jenis pohon ini memiliki B.J. 0,50-0,96 yaitu termasuk kayu ringan moderat, kelas kuat II-III dan kelas awet IV. Mengenai penggunaannya tidak banyak dipakai karena berat (tenggelam), tidak mudah digergaji dan kesulitan pengeringan. Dalam jumlah terbatas biasa dipakai untuk pembuatan perahu, konstruksi ringan di bawah atap (Samingan 1982).

Tempurau (Dipterocarpus gracilis Blume.)

Pohon Tempurau (Gambar 7) hidup tersebar, banyaknya sedang di lereng dengan tanah kering. Tinggi total pohon dapat mencapai 25 cm dengan diameter 45 cm, tergolong kategori pohon sedang. Bentuk batang lurus serta agak berbenjol, percabangan simpodial serta memiliki banir jenis kuncup dengan tinggi 0,85 cm. Permukaan kulit rata, berlekah dangkal serta mengelupas. Bentuk daun elliptical, ovate-lanceolate, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun runcing, tumpul, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 10-12 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous tapi pada tulang daun primernya terdapat rambut halus berwarna coklat kekuningan sedangkan bagian bawah terdapat rambut coklat kekuningan pada tulang daun primer maupun lateralnya. Helaian daun berukuran 6,5-11,5x3,2-6,3 cm. Tangkai daun diliputi rambut pendek halus, menebal pada pangkal daun, panjang tangkai daun 1,2-1,8 cm. Daun penumpu berbentuk segitiga, mudah rontok bekasnya berbentuk cincin miring. Kuncup daun baru diliputi rambut pendek halus berwarna coklat kekuningan.

Kayunya berat, padat dan keras, dengan B.J. 0,73 serta kelas keawetan III- IV dan kelas kekuatan II–I. Kayunya mempunyai struktur kasar dan berwarna coklat kemerah-merahan pucat sampai coklat muda. Kayunya dapat digunakan untuk pembuatan perahu dan bangunan rumah meskipun tidak berapa awet. Di Palembang karena sukar digergaji kayu ini dipakai untuk bangunan dalam bentuk balok. Kayu gubalnya mudah diserang rayap, tetapi kayu terasnya tidak begitu mudah terserang (LIPI 1977).

Pohon ini menghasilkan juga balsem yang bila masih segar berwarna abu- abu dan menjadi hitam bila sudah tua, tetapi tetap lembek tidak mengeras. Di

beberapa tempat di Palembang dan Bangka pohon ini disadap untuk memperoleh balsemnya dan balsem ini dipergunakan sebagai minyak cat (LIPI 1977).

Keruing (Dipterocarpus grandiflorus Blanco)

Pohon keruing (Gambar 8) besar, tingginya dapat mencapai 50 m. Pohon ini cukup banyak ditemui, tersebar di lereng atau punggung bukit dengan tanah kering. Tinggi bebas cabangnya mencapai 15 m dengan diameter 21 cm. Batangnya lurus tidak berlekuk dengan percabangan monopodial bentuk payung dengan banir yang rendah. Bentuk daun oval, obovate, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun cuneate, ujung daun acuminate, pertulangan daun sekunder menyirip dengan 19-22 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, bagian bawah pada tulang daun primer terdapat rambut halus putih. Helaian daun agak kaku dengan ukuran 19-33x13,4- 24 cm. Panjang tangkai 7,5-11 cm, pangkal tangkai melebar, ujung tangkai menebal. Kuncup daun baru dilingkupi rambut berwarna kuning coklat rapat. Daun penumpu bentuk segitiga, berwarna coklat kuning, mudah rontok, bagian luar daun penumpu terdapat rambut pendek halus sedangkan bagian dalam glabrous.

Kayunya mempunyai B.J. 0,81 serta kelas awet III sering dipakai untuk jembatan, bangunan rumah dan perabot rumah tangga. Selain itu damarnya dapat dipakai sebagai lampu (LIPI 1977).

Keruing Lowei (Dipterocarpus hasseltii Blume)

Keruing Lowei (Gambar 9) hidup pada topografi lereng, tepi sungai, tersebar banyak. Tingginya mencapai 30 m dengan diameter 70 cm, tergolong kategori pohon besar. Kulitnya berbalong serta berpuru, apabila terluka getahnya berwarna bening. Bentuk batang bengkok, berlekuk, percabangan simpodial serta memiliki banir yang rendah yaitu 1 m dan tebal banir 5 cm. Permukaan batang rata, mengelupas besar dengan warna abu coklat. Bentuk daun elliptical, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun cuneate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 12-14 pasang, pertulangan daun tersier bentuk jala. Permukaan daun bagian atas maupun bawah glabrous. Ukuran helaian daun 10,5-16x5-7,9 cm, panjang tangkai 4,5-5,9 cm, terdapat penebalan

baik di pangkal maupun di ujung tangkai daun. Kuncup daun baru berwarna hijau tidak diliputi rambut, bentuknya seperti tombak. Daun penumpu berbentuk garis, makin besar daun penumpu makin terang warnanya dan ada sedikit rona merah di dekat salah satu tepi daun penumpunya, daun penumpu ini glabrous baik di bagian luar maupun bagian dalam.

Kayu gubalnya berwarna kuning coklat dan kayu terasnya merah coklat. Kayu ini mempunyai B.J. 0,70 serta kelas keawetan II dan kelas kekuatan II. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan konstruksi, lantai dan bantalan (LIPI 1977).

Tempudau (Dipterocarpus kunstleri King)

Pohon Tempudau (Gambar 10) besar yang tingginya dapat mencapai mencapai 45 m. Bentuk daun ovate, elliptical, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun rounded, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 13-16 pasang, pertulangan daun tersier menjala dan tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, sedangkan bagian bawah pubescent karena terdapat rambut pendek halus baik pada tulang daun primer maupun tulang daun lateralnya. Ukuran helaian daun 16,8-31x8,6-18,5 cm, tangkai menebal baik di ujung maupun di pangkal tangkai daun. Daun penumpu berbentuk segitiga, bagian luar terdapat rambut halus dan jarang sedangkan bagian dalamnya glabrous, gampang rontok. Kuncup daun baru diliputi oleh rambut halus putih, daun baru berwarna merah muda.

Kayunya mempunyai B.J. 0,75 serta termasuk kelas awet III, biasa dipakai untuk tiang-tiang dan papan. Selain itu kulitnya untuk dinding dan damarnya untuk penerangan. Kayunya agak sukar untuk dikerjakan (Soewanda 1970). Bengkirai (Hopea ferruginea Parijs)

Pohon Bengkirai (Gambar 11) hidup pada topografi punggung bukit, darat, tanah kering, berkumpul banyak. Percabangan simpodial, bentuk tajuk kerucut dengan keadaan tajuk biasa. Tinggi bebas cabangnya mencapai 12 m dengan diameter 50 cm, termasuk kategori pohon sedang. Bentuk batang lurus serta agak berbenjol. Pohon ini memiliki banir jenis kuncup dengan tinggi 0,8 m dan tebal 3 cm. Permukaan kulitnya rata serta berlekah dalam dengan warna coklat. Bentuk

daun ovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun obtuse, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip rapat, pertulangan daun tersier menjala, memiliki tulang daun marjinal. Permukaan daun glabrous, licin di kedua permukaan, memiliki domatia dekat pangkal daun pada tulang daun primer. Helaian daun tipis, perpanjangan daun di ujung daun cukup panjang, ukuran daun 1,5-5x0,6-2 cm. Tangkai daun berwarna coklat gelap, tangkai muda diliputi oleh rambut halus pendek, panjang tangkai 0,2-0,5 cm. Daun penumpu berbentuk garis dengan ukuran 5x1 cm2, mudah rontok. Kayunya biasa dipakai untuk pembuatan alas perahu.

Emang (Hopea mengarawan Miq.)

Pohon Emang (Gambar 12) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering, banyak dan dua-tiga batang berkelompok. Bentuk batang lurus dengan percabangan simpodial. Bentuk tajuk kerucut dengan keadaan biasa, memiliki banir. Permukaan kulit rata, merekah jarang dengan warna kelabu. Bentuk daun ovate-elliptical, tunggal, sub-opposite, tepi daun repand, pangkal daun obtuse, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip rapat, sedangkan pertulangan daun tersiernya menjala, memiliki tulang daun marjinal. Permukaan daun baik bagian atas maupun bawah glabrous, shiny, licin. Helaian daun kaku, tipis dengan ukuran 4,2-11x1,5-4,7 cm. Panjang tangkai 0,2-1,4 cm, terdapat penebalan mendekati pangkal daun. Daun penumpu berbentuk scalelike, memiliki akar terbang.

Kelompok kayunya memiliki B.J. 0,55-0,75 dan 0,60-0,94 dengan kelas kuat II-III dan kelas awet II-III. Karena keawetannya, mudah mengerjakannya serta mudah pembelahannya, maka kayu ini banyak dipakai untuk macam-macam keperluan seperti dolok/balok, tiang dan papan untuk pembuatan rumah, sampan atau dasar rumah dalam air, dengan pengawetan yang baik dapat dipakai untuk bantalan kereta api. Karena daya kembang susut yang kecil sangat baik untuk pembuatan kosen dan jendela. Motif serat yang baik sangat disenangi untuk pembuatan meubilair (Samingan 1982).

Majau (Shorea bracteolata Dyer)

Pohon Majau (Gambar 13) hidup pada lereng, darat, tanah kering, cukup banyak serta tersebar. Banyaknya sedang, tersebar di lereng-lereng dengan tanah kering. Tingginya mencapai 25 m dengan diameter 39 cm, tergolong pada kategori pohon kecil. Bentuk batang tidak lurus, percabangan simpodial dengan keadaan tajuk biasa tidak tipis. Pohon ini memiliki banir dengan tinggi 45 cm dan tebalnya 3 cm. Bentuk daun elliptical, komposisi daun tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, ujung daun acuminate, pangkal daun rounded. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 10-12 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atasnya glabrous. Adapun kesan raba permukaan bawah daun lembut. Ukuran helaian daun 6-12,7x3,5-5,7 cm, panjang tangkai 1,7-2,2 cm, tidak terdapat penebalan baik di ujung maupun di bagian pangkal tangkai daun. Daun penumpu berbentuk linear.

Karambuku (Shorea hopeifolia Sym.)

Pohon Karambuku (Gambar 14) ini hidup tersebar dan banyak ditemui di lereng-lereng dengan tanah kering. Pohon dengan tinggi 20-50 m tinggi bebas cabangnya mencapai 10 m dengan diameter 39 cm, termasuk ke dalam kategori pohon sedang. Bentuk batang lurus serta agak berbenjol dengan percabangan simpodial, bulat, keadaannya biasa. Pohon ini memiliki banir jenis kuncup dengan tinggi 0,2 m dan tebal 5 cm. Bentuk daun elliptical, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun asimetris, cuneate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 10-12 pasang, pertulangan daun tersier menjala dan tangga. Permukaan daun atas maupun bawah glabrous, bagian atas licin mengkilap. Helaian daun agak kaku dengan ukuran 4,3-7,5x1,6-3,3 cm, mudah rontok. Tangkai membengkak pada pangkal tangkai. Daun penumpu berbentuk linear, getahnya berwarna coklat gelap apabila telah mengering.

Kayunya mempunyai B.J. 0,54 dengan kelas awet III–IV. Biasa dipergunakan untuk tiang-tiang rumah, papan dan perahu (Soewanda 1970).

Majau (Shorea johorensis Foxw.)

Pohon Majau (Gambar 15) hidup di topografi lereng, tepi sungai serta tanah kering, jarang dan tersebar. Bentuk batang lurus tidak berlekuk dengan percabangan simpodial. Cukup banyak ditemui, tersebar di punggung-punggung bukit. Tingginya mencapai 30 m dengan diameter 52 cm, termasuk pada kategori pohon sedang dengan bentuk batang tidak lurus dan agak berbenjol. Percabangannya simpodial serta memiliki akar banir dengan tinggi 1,2 m dan tebal 3 cm. Bentuk tajuk bulat dengan keadaan tipis, pohon memiliki banir. Permukaan kulit rata, merekah dangkal dengan warna coklat abu. Bentuk daun elliptical, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, ujung daun acuminate, pangkal daun rounded. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 8-10 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, licin, sedangkan pada permukaan daun bagian bawah kasar karena terdapat rambut kecil berwarna putih dan tidak terlalu rapat. Ukuran helaian daun 4- 12x3,4-6 cm sedangkan panjang tangkai 1,5-2,2 cm. Daun penumpu berbentuk linear, terdapat rambut pendek halus di bagian luar dan dalam daun penumpu.

Kayunya relatif ringan (B.J. 0,50) dan termasuk kelas keawetan IV-III dan kelas kekuatan III-IV. Warnanya lebih menarik dan kekuatan serta keawetannya lebih baik daripada Shorea parvifolia dan Shorea smithiana. Kayunya tahan terhadap serangan penyakit busuk putih (white rot), mudah dkerjakan, tidak pecah apabila dipaku dan mudah dikupas sehingga baik sekali untuk dibuat kayu lapis. Kayu ini dapat digunakan sebagai bahan bangunan ringan, lantai, panel-panel pada mobil dan perahu motor, pintu dan pekerjaan-pekerjaan kayu lainnya (LIPI 1979).

Kuntui Tebulang (Shorea leprosula Miq.)

Pohon Kuntui Tebulang (Gambar 16) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering, jarang tesebar. Pohon memiliki banir dengan tinggi 1,2 m dan tebal 3 cm., permukaan kulitnya rata merekah dangkal dengan warna coklat gelap. Tingginya mencapai 30 m dengan diameter 52 cm, termasuk pada kategori pohon sedang dengan bentuk batang tidak lurus dan agak berbenjol serta memiliki percabangan simpodial. Bentuk daun oblong, elliptical, lanceolate, tunggal, sub-

opposite, tepi daun entire, pangkal daun obtuse, rounded, acute, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 14-18 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, shiny, tapi pada tulang daun primernya ditempeli seperti karat, sedangkan bagian bawahnya kasar karena terdapat bintil-bintil kecil kaku pada tulang-tulang daunnya. Helaian daun tak terlalu kaku dengan ukuran 11,6-24x4-7,8 cm. Tangkai diliputi oleh bintil-bintil seperti pada permukaan bawah daun, sedangkan pada ranting agak jarang, panjang tangkai 1,2-1,4 cm. Daun penumpu berbentuk scalelike, bagian dalamnya glabrous sedangkan bagian luarnya ditumbuhi bintil kecil.

Bangkirai Lentang (Shorea ovata Dyer)

Pohon Bangkirai Lentang (Gambar 17) mencapai tinggi 50 m, percabangan simpodial dengan bentuk payung, tipis. Batangnya berbentuk silinder tetapi kadang berbentuk tajam. Banirnya cukup tinggi mencapai 2,5 m tipis, membentang. Bentuk daun elliptical, oval atau ovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun subcordate, tumpul, rounded, ujung daun short acuminate, pertulangan daun sekunder menyirip dengan 6-11 pasang, tulang daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas dan bawah glabrous, licin. Helaian daun kaku dengan ukuran 2,7-8,1x1,6-3,6 cm. Panjang tangkai 0,5-1,0 cm, tidak ada penebalan di ujung maupun di pangkal tangkai.

Merakunyit (Shorea polyandra Ashton)

Pohon Merakunyit (Gambar 18) hidup di lereng bertanah kering dan tersebar, tingginya mencapai 30 m dengan diameter 115 cm, tergolong kategori pohon raksasa. Batang berdiri lurus serta tidak berlekuk, percabangan simpodial, berbentuk payung dengan keadaan biasa. Pohon ini memiliki banir jenis kuncup dengan tebal 3 cm serta tinggi 2,4 cm. Bentuk daun ovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, ujung daun acuminate, pangkal daun subcordate, rounded, obtuse. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 11-14 pasang, pertulangan daun tersier menjala dan tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, shiny sedang bagian bawah agak kasar. Helaian daun tipis, kaku dengan ukuran 7- 14,8x3,1-7,2 cm. Tangkai menebal pada bagian pangkal tangkai, tulang daun

memiliki kesan raba kasar, panjang tangkai 1,1-1,4 cm. Daun penumpu berbentuk scalelike.

Kuntui Kerusit (Shorea smithiana Sym.)

Hidup pada topografi lereng, darat dan tanah kering. Pohon Kuntui Kerusit (Gambar 19) banyaknya sedang serta tersebar di lereng-lereng dengan tanah kering. Tinggi total mencapai 25 m dengan diameter 53 cm, bentuk batang bengkok, berlekuk pada bagian pangkalnya, memiliki banir dengan tinggi 0,9 m. Percabangan monopodial dengan bentuk tajuk payung, tipis. Permukaan kulitnya rata berlekah dangkal. Bentuk daun elliptical, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun subcordate, rounded, ujung daun emarginate, rounded, acute. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 20-24 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas kasar bagian bawah kasar, pada pertulangan daun baik primer, sekunder maupun tersier bagian bawah daun ditumbuhi rambut pendek, sedangkan di permukaan atas daun terdapat pada tulang daun primer. Helaian daun agak kaku dengan ukuran 4-11,6x2-5,9 cm. Tangkai diliputi oleh rambut pendek halus dengan panjang tangkai 0,9-1,3 cm. Daun penumpu berbentuk scalelike.

Kayu gubal kuning muda dan kayu teras merah muda. Kayu ini ringan, dengan B.J. 0,50 , kelas kekuatan III-II dan kelas keawetan IV-III, dan dapat digunakan sebagai bahan konstruksi ringan, papan, perkakas rumah, kayu lapis, lantai, bahan pembungkus dan kertas (LIPI 1977).

Tamparas (Shorea sp.)

Bentuk batang pohon Tamparas (Gambar 20) lurus, tidak berbenjol dan memiliki banir dengan tinggi 1.2 m. Hidup dua tiga berkelompok, hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering. Permukaan kulit rata, merekah dangkal. Bentuk daun elliptical, lanceolate, ovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun cuneate, obtuse, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 11-14 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, licin tapi pada tulang daun primernya terdapat rambut kecil kaku dan rapat berwarna hitam dari pangkal sampai pertengahan daun, sedangkan bagian bawah daun kasar, karena terdapat rambut

pendek kaku terutama pada pertulangan daunnya baik primer maupun lateralnya. Ukuran helaian daun 5,9-9,7x2,2-4,1 cm, tangkai selalu melekuk tidak pernah lurus, tidak ada penebalan baik di ujung maupun di pangkal tangkai, panjang tangkai 1,4-1,9 cm.

Melapi (Shorea virescens Parijs)

Pohon Melapi (Gambar 21) cukup jarang ditemui, hidup tersebar dan tingginya mencapai 35 m dengan diameter 79 cm. Termasuk dalam kategori pohon besar dengan bentuk batang lurus tidak berbenjol, percabangan monopodial serta memiliki banir dengan tinggi 1,5 m dan tebalnya 7,5 cm. Bentuk daun elliptical, obovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun rounded, subcordate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 16-22 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous dan Adapun kesan raba permukaan bawah daun lembut. Helaian daun agak kaku dengan ukuran 8,3-14,2x3,5-6,2 cm, ujung daun dan tepinya melekuk ke arah bawah daun. Tangkai daun berwarna coklat, terdapat penebalan pada bagian yang dekat dengan pangkal tangkai, panjang tangkai 1,1-1,9 cm. Daun penumpu berbentuk scalelike dengan ukuran 0,4x0,9 cm2.

Kayunya mempunyai B.J. 0,66 dengan kelas awet III-IV, biasa dipergunakan untuk bangunan rumah, papan, sampan atau perahu (LIPI 1977). Resak (Vatica micrantha Sloot.)

Pohon Resak (Gambar 22) hidup pada topografi punggung bukit, berkumpul banyak. Batang bengkok, berlekuk dengan percabangan simpodial serta bentuk tajuk payung. Pohon memiliki banir yang rendah dan tebal. Tinggi bebas cabangnya mencapai 7 m serta diameter 25 cm. Bentuk batangnya tidak lurus serta agak berbenjol. Permukaan kulit rata, licin serta bergelang mirip pohon paru- paru dengan warna abu coklat. Bentuk daun oblong, lanceolate, tunggal, sub- opposite, tepi daun repand, pangkal daun acute, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 14-20 pasang, pertulangan daun tersier bentuk jala. Permukaan daun baik bagian atas maupun bawah glabrous, permukaan atas daun agak mengkilap. Helaian daun kaku, memanjang dengan

ukuran 6,7-15,3x1,9-3,8 cm. Tangkai agak kaku, menebal pada ujung tangkai, panjang tangkai 1,2-1,7 cm.

5. Fabaceae

Sindur (Sindora leiocarpa De Wit.)

Pohon Sindur (Gambar 23) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering, jarang serta tersebar. Bentuk batang bengkok, percabangan simpodial, bentuk tajuk payung dengan keadaannya biasa. Pohon tidak memiliki banir, permukaan rata, bergelang. Pohon tinggi sampai 40 m. Bentuk daun oval, elliptical,

Dokumen terkait