• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kecamatan Duampanua merupakan salah satu dari 12 Kecamatan yang ada di Kabupaten Pinrang yang secara rinci mempunyai batasan-batasan administrasi sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang. 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cempa dan Patampanua 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batu Lappa

Kecamatan Duampanua yang berada di Sebelah Utara Kabupaten pinrang merupakan salah satu dari 12 Kecamatan yang ada di Kabupaten Pinrang, dengan luas wilayah 29.189 ha. Dan berada pada ketinggian 0 – 100 meter diatas permukaan laut (dpl). Secara wilayah administrasi pemerintahan yang terluas adalah Kelurahan Data dengan 4.340 ha. Atau 14, 87% dari wilayah Kecamatan Duampanua. Sedangan wilayah terkecil adalah Kelurahan Pekkabata, yaitu 876 ha. Atau 2,32% dari luas wilayah Kecamatan Duampanua. Berikut rincian pembagian wilayah Desa/Kelurahan.

TABEL 1.1

PEMBAGIAN WILAYAH DAN LUASDESA/KELURAHAN DI KECAMATAN DUAMPANUA

NO Kelurahan/Desa Luas Presentase(%)

1 2 3 Kelurahan Pekkabata Kelurahan Tatae Kelurahan Lampa 678 1.076 3.632 2,31 3,69 12,44

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kelurahan Bittoeng Kelurahan Data Desa Massewae Desa Kabballangang Desa Katamporang Desa Kaliang Desa Paria Desa Bababinanga Desa Battusawe Desa Bungi Desa Maroneng 1.170 4.340 2.912 1.532 3.903 1.200 1.790 1.831 3.261 1.161 704 4,01 14,87 9,98 5,25 13.37 4,11 6,13 6,27 11,17 3,98 2,41 Jumlah 29.186 100,00

Sumber Data : Hasil Pengolahan Registrasi Penduduk Kelurahan Pekkabata, tahun 2016

2. Keadaan Penduduk dan potensi yang dimiliki

TABEL 1.2

PENDUDUK MENURUT GOLONGAN UMUR DI KECAMATAN DUAMPANUA, KEADAAN AKHIR TAHUN 2016

Kelompok

Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

Persentase Terhadap Jumlah 0 - 4 2.390 2.241 4.631 10.35 5 – 9 2.390 2.257 4.647 10.38 10 – 14 2.487 2.486 4.873 11.11 15 – 19 2.487 2.141 4.254 9.50 20 – 24 2.113 1.572 3.056 6.92 25 – 29 1.524 1.435 2.865 6.40 30 – 34 1.370 1.561 2.957 6.61

35 - 39 1.396 1.767 3.168 7.08 40 – 44 1.401 1.704 3.229 7.21 45 – 49 1.525 1.482 2.826 6.31 50 – 54 1.344 1.194 2.194 4.90 55 – 59 1000 1.028 1.901 4.25 60 – 64 873 811 1.460 3.26 65 – 69 487 610 1.097 2.45 70 – 74 318 414 732 1.63 75+ 274 460 734 1.64 JUMLAH 21.541 23.223 44.764 100.00

Sumber Data : Hasil Pengolahan Registrasi Penduduk Kelurahan Pekkabata, tahun 2016

a. Potensi Sosial

1) Budaya saling tolong menolong (gotong royong) yang merupakan ciri khas budaya masyarakat yang menjadi modal dalam rangka pembangunan daerah.

2) Peranan informal leader

Kepemimpinan tokoh masyarakat di lingkungan Kecamatan Duampanua yang merupakan potensi social yang dapat menjadi mediator pembangunan masyarakat b. Potensi Ekonomi

1) Tersedianya tanah dan lahan yang dapat dipergunakan untuk berbagai pembangunan ekonomi.

2) Potensi pertanian dan peternakan serta perdagangan 3) Pusat pertumbuhan berupa perdagangan dan jasa.

c. Sumber Daya Aparatur

Sumber daya aparatur sangat mendukung dalam paya menciptakan system pelayanan prima kepada masyarakat, karena ketika sumberdaya aparatur yang mempunyai kualitas yang baik, maka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab akan terlaksana dengan baik pula. Aparatur akan lebih mudah mencernah setiap penyerahan tugas yang diberikan dari pemimpin.

Kondisi aparatur Kecamatan untuk saat ini sudah dirasakan baik, hal ini terlihat dari distribusi tugas pokok dan fungsi yang tlah dapat dilaksanakn atau tidak bertumpuk pada salah seorang aparatur: Hanya saja aparatur sering terjebak dalam kegiatan rutinitas tanpa berani berinovasi dalam penyelesaian tugas atau dengan kata lain apa yang menjadi pekerjaan aparatur terdahulu juga dikerjakan oleh aparatur sekarang meskipun apa yang dikerjakan ternyata salah.

d. Sarana dan Prasarana

Untuk menunjang terwujudnya system pelayanan prima kepada masyarakat, maka sarana dan prasarana harus mendukung karena ketika ketika sarana dan prasarana mendukung, maka akan lebih mempermudah aparatur Kecamatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

3. Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tabel I.3

Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dirinci Tiap Kelurahan/Desa, Keadaan Akhir Tahun 2016

NO KELURAHAN/DESA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 2 3 4 5 BABA BINANGA PARIA TATAE KALIANG PEKKABATA 729 1.515 1.968 1.079 2.723 786 1.633 2.122 1.163 2.936 1.515 3.148 4.090 2.242 5.659

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 KATMPORANG KABALLANGANG MASSEWAE LAMPA BITTOENG DATA MARONENG BUNGI BUTTU SAWE BARUGAE 1.184 1.173 1.651 2.053 1.387 2.196 655 1.314 1.304 646 1.276 1.228 1.779 2.251 1.494 2.367 705 1.416 1.406 697 2.460 2.365 3.430 4.268 2.881 4.563 1.360 2.729 2.710 1.344 JUMLAH 2016 2015 2014 21.541 21.375 21.313 23.223 23.047 23.925 44.764 44.422 44.265 Sumber Data : Hasil Pengolahan Registrasi Penduduk Kelurahan Pekkabata, tahun 2016

4. Tingkat Pendidikan

Penduduk Kecamatan Duampanua Kelurahan Pekkabata sebagian besar adalah suku Jawa, Bugis dan Patinjo.

Menurut Data yang penulis peroleh dari kantor kecamatan duampanua kelurahan pekkabata, bahwa jumlah penduduk 5.659 Jiwa, yang secara keseluruhan merupakan warga Indonesia.

Tabel I.4

Tingkatan Pendidikan Kelurahan Pekkabata,Tahun 2016

Tingkatan Pendidikan Laki-Laki Perempuan

Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 64 orang 68 orang Usia 3-6 tahun yang sedang masuk TK 394 orang 204 orang

Usia 7-18 tahun yang tidak pernah sekolah 36 orang 22 orang Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 684 orang 185 orang Usia 18-56 tahun tidak pernah sekolah 81 orang 232 orang Usia 18-56 tahun pernah sd tetapi tidak tamat

sd/sederajat

52 orang 142 orang

Jumlah usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP 115 orang 322 orang Jumlah usia 18-56 tahun tidak tamat SLTA 164 323

Tamat SMP/sederajat 3621 32 Tamat SMA/sederajat 28 12 Tamat D-1/sederajat 8 1 Tamat D-2/sederajat 2 2 Tamat D-3/sederajat 2 4 Tamat S-1/sederajat 5 3 Tamat S-2/sederajat 4 - Tamat S-3/sederajat - - Tamat SLB A - - Tamat SLB B - - Tamat SLB C - -

Sumber Data : Hasil Pengolahan Registrasi Penduduk Kelurahan Pekkabata, tahun 2016

5. Keadaan Agama

Sebelum lebih jauh dikemukakan tentang keadaan keagamaan di Kabupaten Pinrang Kecamatan Duampanua Kelurahan Pekkabata terlebih dahulu dipaparkan pengertian agama itu sendiri

a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.

b. Pengakuan terhadap kekuatan gaib yang mengusai manusia.

c. Mengikatkan terhadap pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

Dari rumusan-rumusan tersebut dapat dipahami bahwa agama merupakan suatau pegangan dan pedoman dalam kehidupan manusia, dan ini harus dimiliki manusia jika ia menghendaki hidup tentram dan damai, sebagai pilihan hidup.

Namun untuk lebih jelasnya mengenai pemeluk agama di kelurahan pekkabata dapat dilihat pada table sebagai berikut:

Table I.5

Banyaknya Penduduk Menurut Agama Dirinci Tiap Kelurahan/Desa, Keadaan Akhir Tahun 2016

Kelurahan /Desa

Agama

JUMLAH Islam Katolik Protestan Hindu/Budha

01. Baba Binanga 1.515 1.515 02. Paria 3.148 4 3.144 03. Tatae 4.090 4.090 04. Kaliang 2.242 2.242 05. Pekkabata 5.659 53 5.606 06. Katomporang 2.460 2.460 07. Kaballangan 2.365 67 2.298 08. Massewae 3.430 9 3.421 09. Lampa 4.268 4.268 10. Bittoeng 2.881 2.881

11. Data 4.563 4.563 12. Maroneng 1.360 1.360 13. Bungi 2.729 3 2.726 14. Buttu Sawe 2.710 2.710 15. Barugae 1.344 1.344 JUMLAH 44.764 136 44.628

Sumber Data : Hasil Pengolahan Registrasi Penduduk Kelurahan Pekkabata, tahun 2016

6. Pertanyaan Wawancara

Tanggal 9 Maret 2017 Kelurahan Pekkabata Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang22

1. Adakah anak yang menikah atau dinikahkan pada usia kurang dari 15 tahun?

2. Apakah faktor penyebab anak dinikahkan pada usia kurang dari 15 tahun? 3. Apakah pemicu anak menikah usia dini?

4. Apakah pernikahan tersebut terdaftar di Kantor Urusan Agama?

5. Bagaimana pendidikan anak setelah menikah dan hubungannya dengan perkawinan anak?

6. Apakah kegiatan anak setelah putus sekolah akibat pernikahan dibawah umur?

B. Ketentuan Hukum Tentang Hak dan Kewajiban Anak Dalam Pendidikan

Konsep dan Konteks pendidikan di Indonesia Sama halnya dengan hak atas kesehatan, hak anak atas pendidikan terletak pada ranah hak asasi manusia (HAM). Sehingga akan memudahkan pula untuk melihat kerangka besar peran negara dalam mengatur hak-hak ini dalam suatu relasi segitiga antara negara,

22Wawancara Penulis 9 Maret 2017 Kelurahan Pekkabata Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang

penyedia jasa, dan pengguna jasa.Dengan kerangka ini, Undang-Undang Dasar 1945 memuat enam hal yang terkait dengan hak anak atas pendidikan, sebagai berikut:

1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan (Pasal 31 ayat (1) UUD) 2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah

wajib membiayainya (Pasal 31 ayat (2) UUD).

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang (Pasal 31 ayat (3) UUD).

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional (Pasal 31 ayat (4) UUD).

5. Setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang (Pasal 28B ayat (1) UUD).

6. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (Pasal 28C ayat (1) UUD).

Dalam melaksanakan kewajibannya ini, pemerintah mengelola pendidikan secara umum di Indonesia melalui Departemen Pendidikan.Departemen Pendidikan memberikan panduan dan standar dalam pelaksanaan pendidikan serta menyediakan pula secara langsung fasilitas pendidikan agar akses pendidikan terbuka seluas-luasnya.

Pada dasarnya, sistem pendidikan nasional Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu: pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Namun di luar itu, dikenal pula adanya pendidikan prasekolah, pendidikan luar biasa, dan pendidikan informal.Minimum pendidikan yang wajib difasilitasi oleh pemerintah adalah pendidikan dasar. Karena kewajiban ini, pemerintah dengan bantuan dana dari luar negeri mendirikan sekolah-sekolah dasar di tempat-tempat tertentu.23

Menurut penulis hal ini sejalan dengan amanat UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (Pasal 31 ayat (2) UUD)”.

Pendidikan dasar dalam hal ini adalah pendidikan jenjang pendidikan awal selama Sembilan tahun masa sekolah anak-anak. Pendidikan dasar menjadi dasar bagi jenjang pendidikan menengah.Periode pendidikan dasar ini adalah selama 6 tahun.

Saat ini, Indonesia sudah memiliki undang-undang yang khusus mengatur mengenai sistem pendidikan nasional.Di dalam Undang-undang inilah diatur beberapa asas, tujuan, upaya pembiayaan, jenjang pendidikan, dan lain sebagainya.Program wajib belajar diistilahkan untuk mendorong anak-anak bersekolah selama minimum sembilan tahun.Program wajib belajar, sesungguhnya merupakan skema bagi pemerintah untuk membuat kewajiban itu berjalan dengan menyediakan sarana yang dibutuhkan.24

Namun kondisi di lapangan tidak demikian.Pada tahun 2004 misalnya, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Departemen Pendidikan Nasional Indradjati Sidi mengemukakan bahwa 30 persen bangunan sekolah dasar rusak atau dalam keadaan hampir rubuh. Kebanyakan bangunan sekolah dasar tidak dapat

23

Kasim Boyadhi, kepala sekolah SD 28 duampanua, wawancara di SD 28 Kel.Pekkabata Kec.Duampnua Kab.Pinrang, 9 maret 2017

24

Kosim Boyadhi, kepala sekolah SD 28 Duampanua, SD 28 Kel.Pekkabata Kec. Duampanua Kab.Pinrang, 9 maret 2017

digunakan dengan aman dan aktivitas belajar mengajar harus dilakukan di tempat terbuka karena pemerintah tidak mengalokasikan dana yang memadai untuk merenovasi sekolah-sekolah tersebut. Padahal alokasi dana untuk pendidikan di Indonesia sebesara 20 persen dari APBN.

Kritik terhadap anggaran pendidikan ini kemudian dicoba dijawab dengan program kompensasi subsidi bahan bakar minyak (BBM).Kompensasi BBM diberikan pada bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pembangunan desa, dan bantuan langsung tunai. Dalam hal pendidikan, pemerintah menggunakan skema Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan memberikan anggaran operasional untuk sekolah-sekolah negeri dan beasiswa bagi siswa yang kurang mampu. Namun demikian, masih banyak kendala yang menyebabkan dana BOS tidak tepat sasaran.

Pendidikan untuk anak-anak pengaturannya kebanyakan masih menyentuh aspek pendidikan secara umum. Sebab esensi pemberikan pendidikan oleh negara memang terletak pada pendidikan dasar dan menengah yang menargetkan usia anak (di bawah 18 tahun). Namun kekhususan terletak pada isu lintas wilayah pengaturan hak anak yang menjadi gagasan inti perlindungan terhadap anak, yaitu hak pada dasarnya terkait dengan hak anak untuk bertumbuh-kembang, beristirahat dan bersantai, serta untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan bermain dan rekreasi.Di samping itu kekhususan juga diberikan dalam konteks anak-anak yang mempunyai keistimewaan atau bakat tertentu karena pendidikan yang baik justru harus bisa mengakomodasi keistimewaan ini dalam konteks hak tumbuh kembang anak.

Berbeda dengan bagian sebelumnya mengenai hak atas kesehatan, hak-hak anak atas pendidikan dalam bagian ini akan dibahas sebagai isu-isu. Namun untuk

memberikan gambaran awal mengenai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hak anak atas pendidikan.

1. Pendidikan khusus yang dimaksud di sini adalah pendidikan bagi anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental; dan anak dengan bakat khusus. Pengaturan yang terkait adalah:

a. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

1) Pasal 54: Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2) Pasal 55: Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.

3) Pasal 60: Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya. Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

b. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

1) Pasal 51: Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

2) Pasal 9 ayat (1): Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

3) Pasal 9 ayat (2): Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

4) Pasal 52: Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.

c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 1) Pasal 32: Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik

yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Sementara pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

2) Pasal 5 ayat (2): Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. 3) Pasal 5 ayat (3): Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

4) Pasal 5 ayat (4): Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

d. Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

1) Pasal 6: Setiap penyandang cacat berhak memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan, hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Selanjutnya dalam Penjelasan disebutkan bahwa Angka 6 yang mengatur penyandang cacat anak dimaksudkan agar penyandang cacat anak memperoleh hak untuk hidup dan menjalani sepenuhnya kehidupan kanak-kanak, dalam suatu keadaan yang memungkinkan dirinya meningkatkan martabat dan kepercayaan diri, serta mampu berperan aktif dalam masyarakat; hak untuk mendapatkan perlakuan dan pelayanan secara wajar baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat; hak untuk sedini mungkin mendapatkan akses pendidikan, latihan, keterampilan, perawatan kesehatan, rehabilitasi, dan rekreasi sehingga mampu mandiri dan menyatu dalam masyarakat.

2) Pasal 12: Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan serta kemampuannya. Berkaitan dengan pasal ini adalah Pasal 29 yang mengatur mengenai sanksi administrasi. Sayangnya, selanjutnya dikatakan bahwa bentuk, jenis, dan tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan PP dan PP ini belum ada.

C. Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Pendidikan Anak Dibawah Umur Di Kelurahan Pekkabata Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang

Pelaksanaan Undang-undang sistem pendidikan nasional, yang lahir UU No.20 tahun 2003 secara tersurat telah disebutkan denga jelas posisi warga Negara, orang tua, dan pemerintah. Ketiga komponen ini memiliki posisi dan fungsinya masing-masing.

Pemerintah berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, artinya segala yang terkait dengan pendidikan, harus diusahakan oleh pemerintah.Mulai dari penyelenggaraan, sarana, ketersediaan pengajar, bahkan pemerintah memilki tanggung jawab moral untuk memaksa warga untuk mengenyam pendidikan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mengapa sampai banyak terjadi kasus putus sekolah.Salah satu diantaranya karena dijodohkan.Seperti pengakuan beberapa anak perempuan di kel.pekkabata kec.duampanua kab.pinrang.salah satunya Hasna, anak perempuan asal Pekkabata, Pinrang, akhirnya menikah dengan Nasrih. Saat itu, usia Hasna baru 14 tahun, sedangkan Nasrih tujuh tahun lebih tua darinya. Hasna terpaksa menikah di usia yang masih sangat belia karena dijodohkan oleh orangtuanya. Akibatnya, pendidikan Hasna terbengkalai karena ia harus putus sekolah. Dari kisah di atas kita dapat mengambil poin penting bahwa pernikahan anak di bawah usia 18 tahun memiliki beberapa dampak buruk, salah satu yang terburuk adalah dampak pendidikan. Bagaimana seorang gadis yang seharusnya melaksanakan haknya bersekolah dipaksa untuk melakukan pernikahan di usia yang masih belia.Dalam kasus Hasna, dia mengatakan bahwa sebenarnya dia ingin tetap menikmati bangku sekolah.“Tadinya ada keinginan untuk melanjutkan sekolah, tapi kan sudah punya anak, jadi ndak jadi.Yang ada malah kepikiran anak nanti kalau lanjut sekolah,”ujarnya.25

25

Hasna, masyarakat, wawancara, Kel.Pekkabata Kec.Duampnua Kab.Pinrang, 9 maret 2017.

Keinginan Hasna untuk bersekolah sangatlah tinggi karena memang itulah salah satu haknya sebagai anak perempuan.Namun, karena perjodohan yang tidak sepenuhnya diinginkanya, hak bersekolah akhirnya sirna, terlebih dengan adanya buah hati berkat pernikahannya dengan Nasrih.

Menurut pasal 1 Undang-undang No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak:

“anak adalah semua orang yang berusia 18 tahun ke bawah, termasuk yang masih di dalam kandungan”.

Jika mengikuti aturan tersebut, Hasna masih tergolong anak-anak dan pernikahan anak jelas menyalahi Undang-undang tersebut.Parahnya, pemerintah turut andil dalam menyukseskan pernikahan anak. Putusan Judicial Review

Mahkamah Konstitusi No 30-74/PUU-XII/2014 menolak kenaikan usia pernikahan anak perempuan dari 16 menjadi 18 tahun yang tertuang dalam UU Pernikahan No. 1 Tahun 197 pasal 7 ayat 1.

Pengakuan lain Datang dari Uni seorang ibu rumah tangga belia. mengurus anak, dulu saya yakin mau diajak menikah karena saya pikir kan suami lebih tua, dia bisa membimbing saya , saya pikir begitu. Alhamdulillah kan jadi kalau ada selisih paham pasti salah satu ada yang mengalahlah, selisih paham paling kadang kan saya tidak suka kalau suami nongkrong-nongkrong di luar begitulah, paling kata suami, begitu saja dipermasalahkan. Tapikan saya tidak suka. Tidak sukanya saya maunya dia itu lebih perhatian sama anaknya, ke saya juga.26

Menurut hemat penulisRendahnya kepemimpinan perempuan dalam ruang publik merupakan penyumbang dari dalam pendidikan, perempuan masih terpinggir dalam arena kepemimpinan pendidikan.

26

Uni, masyarakat, wawancara, Kel.Pekkabata Kec.Duampnua Kab.Pinrang, 9 maret 2017.

Dokumen terkait