• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan dan memuat saran-saran yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian tersebut.

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Bentuk penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut usman ( 2009 : 4 ) penelitian dengan metode deskriptif bermaksud membuat penyandaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Sedangkan menurut nawawi ( 2003 : 63 ) penelitian deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya.

Penelitian merupakan suatu cara untuk meneliti dan mengkaji suatu fenomena dengan menggunakan metode ilmiah dan aturan-aturan yang berlaku. Metode deskriptif memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau bersifat actual, kemudian menggambarkan fakta-fakta masalah yang diselidiki sebagaimana adanya dan diiringi dengan rasional yang akurat.

2.2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan pada kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi ,Jalan Sisingamangaraja No. 127 Sidikalang.

2.3. Informan Penelitian

Sesuai dengan penjelasan diatas, bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hendrarso (Usman 2009: 56) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang

diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti. Sedangkan informan biasa adalah informan yang ditentukan dengan dasar pertimbangan mengetahui dan berhubungan dengan permasalahan.

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membahas generalisasi penelitian, oleh karena itu pada penelitian kualitatif tidak ada populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam focus penelitian ditentukan dengan sengaja, subjek penelitian ini menjadi informan yang memberikan berbagai informasi yang diperlukan ( Suyanto, 2005 : 171 ).

Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah Sekretaris Daerah Kabuapten Dairi sedangkan yang menjadi informan utama adalah asisten administrasi umum, kepala bagian organisasi dan tata laksana, sebagian dari pegawai pada bagian-bagian yang ada dilingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data dan informasi penulis mempergunakan teknik sebagai berikut: 1. Data Primer adalah data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke tempat

penelitian untuk mencari dan mengetahui data yang lengkap serta data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Teknik dilakukan dalam bentuk:

a. Wawancara yaitu dengan cara wawancara mendalam untuk memperoleh data yang lengkap dan mendalam dari informan. Metode ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang

berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

b. Pengamatan atau observasi yaitu mengadakan pengamatan secara langsung pada objek penelitian yaitu pegawai Kantor Sekretariat daerah Kabupaten Dairi.

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, dokumentasi, dan bahan lain yang berkaitan dengan objek penelitian. Data sekunder yang diperoleh penulis dalam penelitian ini adalah mengenai sejarah Pembentukan Kabupaten Dairi, Struktur Organisasi serta penjabaran tugas dan fungsi pegawai Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi.

2.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterprestasikan data yang diperoleh dilapangan dari para informan kunci. Penganalisaan ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian.

Tujuan analisis data kualititaf yaitu :

1. Menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut, dan

2. Menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan suatu proses fenomena sosial (bungin, 2007 : 153 ).

Analisa kualitatif adalah analisa terhadap data-data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar penelitian dalam menghubung-hubungkan fakta, data dan informasi dari interview, observasi, kepustakaan dan dokumentasi serta analisa terhadap masalah yang dikemukakan dilapangan untuk menciptakan suatu gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian dan menarik suatu kesimpulan

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1. Gambaran Kabupaten Dairi

3.1.1 Sejarah singkat Pembentukan Kabupaten Dairi a. Sebelum penjajahan Belanda

Pemerintahan di Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan belanda, walaupun saat ini belum dikenal sebutan wilayah / daerah otonomi, tetapi kehadirian sebuah pemerintahan pada jaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap raja – raja adat. Pemerintahan masa itu dikendalikan oleh raja ekuten / takal aur / kampung / suak dan pertaki sebagai raja – raja adat merangkap sebagai kepala pemerintahan.

Adapun struktur pemerintahan masa itu diuraikan sebagai berikut :

a. Raja ekuten, sebagai pemimpin satu wilayah ( suak ) atau yang terdiri dari beberapa suku / kuta / kampong. Raja ekuten disebut juga takal aur , yang merupakan kepala negeri

b. Pertaki, sebagai pemimpin satu kampong setingkat dibawah raja ekuten.

c. Sulang silima, sebagai pembantu pertaki pada setiap kuta ( kampong ) yang terdi ri dari : 1. Perisang – isang

2. Perekur – ekur 3. Pertulantengah 4. Perpunca ndiadep 5. Perbetekken.

Menurut literature sejarah bahwa wilayah Dairi dahulu sangat luas dan pernah jaya dimasa lalu. Sesuai dengan struktur organisasi pemerintahan tersebut diatas, maka wilayah Dairi dibagi atas 5 wilayah ( Suak / aur ) yaitu :

1. Suak / aur SIMSIM. Meliputi wilayah : Salak, Kerajaan, Siempat rube, Sitelu tali urang jehe, Sitelu tali urang julu dan Manik;

2. Suak / aur PEGAGAN dan KARO KAMPUNG, meliputi wilayah : Silalahi, Paropo, Tongging, Pegagan jehe dan Tanah pinem;

3. Suak / aur KEPPAS, meliputi wilayah : Sitelu nempu Silima pungga – pungga, Lae luhung dan Parbuluan;

4. Suak / aur BOANG, meliputi wilayah : Simpang kanan, Simpang kiri, Lipat kajang belenggen, Gelombang runding dan Singkil ( saat ini wilayah aceh );

5. Suak / aur SIENEMKODEN / KLASEN, meliputi wilayah : Sienem kodeng, manduamas dan barus.

b. Masa penjajahan Belanda

Pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda, sejarah mencatat bahwa raja Sisingamangaraja XII semasa hidupnya cukup lama berjuang di daerah Dairi, karena wilayah Bakkara dan wilayah toba pada umumnya telah dibakar habis dan dikuasai oleh Belanda. Kondisi tersebut tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan meneruskan perjuangannya, sehingga beliau hijrah ke Dairi, beliau wafat pada tanggal 17 juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah komandan battalion marsuse Belanda, Kapten Cristofel.

Pada masa penjajahan belanda yang terkenal dengan politik devide et impera maka nilai – nilai, pola dan struktur pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang sangat cepat dengan mengacu pada system dan pembagian wilayah kerajaan Belanda, maka Dairi saat ini ditetapkan pada suatu onder afdeling yang dipimpin seoarang Controleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang demang dari penduduk pribumi / bumi putra. Kedua pejabat tersebut dinamai controleur der Dairi landen dan demang der Dairi landen.

Pemerintah Dairi landen adalah sebagai dari wilayah pemerintahan Afdeling Batak Landen yang dipimpin asisten residen batak landen yang berpusat di Tarutung. Sitem ini

berlaku sejak dimulainya perjuangan pahlawan raja Sisingamangaraja XII dan berlaku juga sampai penyerahan Belanda atas penduduk Nippon ( jepang ) pada tahun 1942.

Selama penjajahan Belanda inilah daerah dairi mengalami sangat banyak penyusutan wilayah, Karen politik penjajahan Kolonial Belanda yang membatasi serta menutup hubungan dengan wilayah – wilayah Dairi lainnya yaitu :

1. Tongging, menjadi wilayah tanah karo ;

2. Manduamas dan barus, menjadi wilayah tapanuli tengan; 3. Sienemkoden ( parlilitan ), menjadi wilayah tapanuli utara;

4. Simpang kanan, simpang kiri, lipat kajang, gelombang, runding dan singkil menjadi wilayah aceh.

Setelah Kolonial Belanda menguasai daerah Dairi, maka untuk kelancaran pemerintahan hindia Belanda membagi onder afdeling Dairi menjadi 3 ( tiga ) onder districk, yaitu :

1. Onder districk van pakpak, meliputi 7 kenegrian yakni : 1.1. kenegrian sitelu nempu ;

1.2. kenegrian siempat nempu hulu; 1.3. kenegrian siempat nempu;

1.4. kenegrian silima pungga – pungga; 1.5. kenegrian pegagan hulu;

1.6. kenegrian parbuluan; 1.7. kenegrian silalahi / paropo;

2. Onder districk van simsim, meliputi 6 ( enam ) kengrian yakni : 2.1. kenegrian kerajaan;

2.2. kenegrian siempat rube; 2.3. kenegrian mahalamajanggut;

2.4. kenegrian sitelu tali urang jehe; 2.5. kenegrian salak;

2.6. kenegrian ulu merah dan salak pananggalan;

3. Onder districk van karo kampong, meliputi 5 ( lima ) kenegrian yakni : 3.1. kenegrian lingga ( tiga lingga ) ;

3.2. kenegrian tanah pinem; 3.3. kenegrian pegagan hilir;

3.4. kenegrian juhar kedupan manik; 3.5. kenegrian lau juhar.

c. Masa pemerintahan penduduk Jepang

Setelah jatuhnya hindia belanda atas pendudukan dai Nippon, maka pemerintan Belanda digantikan militerisme Jepang. Secara umum pemerintahan bala tentara Jepang membagi wilayah Indonesia dalam 3 (tiga) bagian yaitu :

1. Daerah yang meliputi jawa, berada dibawah kekuasaan angkatan darat yang berkedudukan di Jakarta;

2. Daerah yang meliputi pulau sumatera, berada dibawah kekuasaan angkatan darat yang berkedudukan ditebing tinggi;

3. Daerah-daerah selebihnya berada dibawah kekuasaan angkatan laut yang berkedudukan di Makasar.

Pada masa itu pemerintahan jepang didairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja paksa membuka jalan sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti dan para pemuda dipaksa masuk heiho dan giugun untuk bertempur melawan militer sekutu

Pada masa pemerintahan Jepang pada dasarnya tidak terdapat perubahan prinsipil dalam susunan pemerintahan di Dairi. Karena tidak berubah susunan/struktur pemerintahan di Dairi, tetapi mengganti jabatan lama, antara lain yaitu :

Demang diganti menjadi guntyo

Asisten demang diganti menjadi kuku guntyi Kepala negeri diganti menjadi bun danyto Kepala kampong diganti menjadi kuntyo

Hal yang menarik dalam pengaturan tingkat pemerintahan pada masa penjajahan jepang adalah wilayah/daerah provinsi dihapus dan wilayah keresidenan tingkatan yang tertinggi. Nama wilayah juga diganti dengan bahasa jepang yaitu :

Keresidenan, diganti menjadi syuu dan residen disebut syuu-co Kabupaten, diganti menjadi cen dan bupati disebut ken-co Kewedanaan, diganti menjadi gun dan wedana disebut gun-co Kecamatan diganti menjadi son dan camat disebut son-co d. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia

Setelah kemerdekaan diproklamasikan tanggal 17 agustus 1945, maka pasal 1 UUD 1945 menghendaki dibentuknya undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah, sehingga sebelum undang-undang tersebut dibentuk oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 agustus 1945 menetapkan daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 (delapan) provinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur. Daerah provinsi dibagi dalam keresidenan yang dikepalai seorang residen. Gubernur dan residen dibantu oleh komite nasional daerah.

1. Berlakunya undang-undang Nomor 1 tahun 1945

Mengingat keadaan pada masa tersebut Belanda masih ingin menjajah kembali di Indonesia, sementara undang-undang belum dibentuk, maka dikeluarkannyalah maklumat

wakil presiden no. X tanggal 16 oktober 1945 tentang pemberian kekuasaan legislatif kepada komite nasional Indonesia pusat, untuk mempertegas kedudukannya yang pada waktu itu dianggap sebagai dewan perwakilan rakyat. Sehubungan dengan dikeluarkannya maklumat wakil presiden no. X tersebut maka kedudukan komite nasional besar diatas pun perlu ditegaskan. Untuk keperluan inilah maka dikeluarkanlah undang-undang no. 1 tahun 1945 tentang kedudukan komite nasional daerah.

Sesuai dengan undang-undang no 1 tahun 1945, maka di dairi dibentuk komite nasional daerah untuk mengatur pemerintah dalam mengisi kemerdekaan dengan susunan kemerdekaan sebagai berikut:

Ketua umum : Jonathan ompu tording Sitohang Ketua I : Djauli Manik

Ketua II : Noeh Hasibuan Ketua III : Raja Elias ujung Sekretaris I : Tengku lahuami

Sekretaris II : Dr. Gindomuhammad arifin Bendahara I : Mula Batubara

Bendahara II : St. Stepanus Sianturi

Untuk melengkapi dan menampun aspirasi rakyat Dairi, dipilih pula anggota komisi sebanyak 35 orang yang tersebar di daerah dairi dan setiap kewedanaan dibentuk pula pembantu komite nasional daerah.

Tugas utama dari komite daerah adalah : 1. mempersiapkan pemilihan dewan negeri; 2. Menyelesaikan pemilihan kepala kampong; 3. membentuj pemerintahan dan badan perjuangan. 2. Masa Agresi Militer I

Pada masa agresi militer I yakni tanggal 6 juli 1947 Belanda telah menguasai Sumatera Timur sehingga masyarakat Dairi yang berada disana mengungsi kembali ke Dairi. Unruk menyelenggarakan pemerintahan serta menghadapi perang melawan agresi Belanda, maka residen Tapanuli saat itu Dr. ferdidand lumban tobing, selaku gubernur militer Sumatera Timur dan Tapanuli, menetapkan residenan Tapanuli menjadi 4 (empat) Kabupaten yaitu :

1. Kabupaten Dairi;

2. Kabupaten Toba Samosir; 3. Kabupaten Humbang; 4. Kabupaten Silindung;

Berdasarkan surat residence Tapanuli nomor 1256191.12 September 1947, maka ditetapkanlah PAULUS MANURUNG sebagai Kepala Daerah tk. II pertama di kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang, terhitung mulai tanggal 1 oktober 1947 (catatan : hari bersejarah ini berdasarkan kesepakatan pemerintah dan masyarakat kelak di kukuhkan sebagai hari jadi kabupaten Dairi, melalui keputusan DPRD kab. Dati II Dairi Nomor4/K-DPRD/1997 tgl 26 april 1977).

Kabupaten Dairi saat itu dibagi menjadi tiga (3) kewedanaan yaitu: 1. Kewedanaan Sidikalang, dipimpin oleh J. O.T Sitohang

Kewedanaan Sidikalang dibagi atas dua (2) kecamatan : a. Kecamatan Sidikalang, dipimpin oleh Tahir Tanjung

b. Kecamatan Sumbul dipimpin oleh, Mangaraja Lumbantobing 2. Kewedanaan Simsim, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha.

Kewedanaan Simsim dibagi atas 2 (dua) kecamatan yaitu : Kecamatan Kerajaan, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha Kecamatan Salak, dipimpin oleh poli Karpus panggabean

3. Kewedanaan karo Kampung dipimpin oleh Gading Barklomeus Pinem Kewedanaan Karo Kampung, dibagi atas dua (2) Kecamatan yaitu: a. Kecamatan Tigalingga, dipimpin oleh Ngapid Dapid Tarigan b. Kecamatan Tanah Pinem, dipimpin oleh Johannes Pinem 2. Masa Agresi Militer II

Pada Masa Agresi Militer II Belanda, maka hampir seluruh wilayah Indonesia dapat dikuasai kembali oleh Belanda, demikian juga halnya di Dairi bahwa pada tanggal 23 desember 1948 Belanda telah berhasil menduduki kota Sidikalang dan Tigalingga, sehingga saat itu kepala Daerah Tk. II dairi, Paulus manurung menyerah sedangkan sebagian besar masyarakat serta pegawai pemerintah mengungsi dari kota Sidikalang untuk menghindari serangan Belanda. Untuk menyusun strategi melawan Agresi Belanda, maka mayor Slamat Ginting selaku komandan sector III sub teritorium VII memanggil gading barklomeus pinem dan J.S Meliala ke Kampung Jandi Tanah Karo. Berdasarkan surat perintah komandan sector III sub teritorium VII tgl 11 januari 1949 Nomor 2/PM/1949 diangkatlah G.B Pinem sebagai kepala pemerintahan Militer di Dairi dan J.S Meliana sebagai Sekretaris.

Untuk lebih menyempurnakan pemerintahan militer menghadapi Agresi Belanda maka Dairi dimekarkan dari 6 (enam) kecamatan menjadi 12 (dua belas) Kecamatan.

Menjelang penyerahan (baca : pengakuan) kedaulatan wilayah Indonesia oleh belanda, maka Pemerintah Militer di Dairi kembali ke Pemerintahan Sipil. Sebagai kepala Pemerintahan dairi adalah Raja Kisaran Massy Maha yang kemudian digantikan oleh Jonathan Ompu Tording Sitohang pada tgl 10 Desember 1949. Pada masa tersebut wilayah kecamatan di kabupaten Dairi diciutkan dari 12 (dua belas) Kecamatan menjadi * (delapan) Kecamatan, yaitu :

1. Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang dipimpin oleh Asisten Wedana, M. Bakkara 2. Kecamatan sumbul, ibukotanya sumbul dipimpin oleh Wedana, Bonipasius simangunsong

3. Kecamatan salah, ibukotanya salak dipimpin oleh Asisiten wedana, Poli Karpus Panggabean

4. Kecamatan kerajaan, ibukotanya sukaramai dipimpin oleh Asisiten Wedana, Wal mantas Habeahan

5. Kecamatan tigalingga, ibukotanya tigalingga, dipimpin oleh Asisten Wedana, Gayur Silaen 6. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kuta Buluh dipimpin oleh Asisten wedana, Ngapid david Tarigan

7. Kecamatan Silima pungga-pungga,ibukotanya parongil dipimpin oelh Asisten Wedana Alex Sitorus

8. Kecamatan Siempat Nempu, Ibukotanya Buntu Raja dipimpin oleh Asisten Wedana, Urbanus Rajagukguk;

Setelah situasi dan kondisi kembali normal dari perfolakan Agresi militer dengan adanya pengakuan kedaulatan, maka sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-undang pokok tentang pemerintahan Daerah yang sebenarnya telah mulai berlaku sejak diumumkan pada tanggal 1 april 1950, kabupaten dairi menjadi bagian dari wilayah hukum kabupaten Tapanuli Utara. Akan tetapi berhubung proses pemulihan pemerintah RI akan terjadi, K.M. Maha dipanggil Residen Tapanuli ke sibolga dan tidak kembali lagi melaksanakan tugas sebagai Kepala Pemerintahan militer kabupaten Dairi, sehingga J.O.T. Sitohang diangkat menjadi kepala Daerah Tk. II Dairi.

3. Masa Pemberontakan PRRI

Kemudian peristiwa penting terjadi pada tahun 1958, karena timbulnya peristiwa pemberontakan PRRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang (Dairi) dengan tarutung sebagai ibukotanya Tapanuli Utara, atas kondisi rawan tersebut , maka untuk menjaga kepakuman pemerintahan oleh Gubernur KDH tingkat I Sumatera Utara dengan suratnya nomor. 656/UPS/1958 Tgl 28 Agustus 1958 mengambil kebijakan penting dalam

pemerintahan dengan menetapkan Daerah Dairi menjadi Wilayah Administratif yaitu: Coordinator schaap, yang secara langsung berurusan dengan propinsi sumatera utara. Untuk mengisi Coordinator schaap pemerintahan di Dairi dihunjuk sebagai pimpinan adalah Nasib Nasution (pati pad akantor Gubernur Sumatera Utara), dan tidak begitu lama diangkatlah Djauli Manik sebagai Koordinator schaap pemerintahan dairi.

4. Perjuangan Pembentukan Daerah Otonom

Sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan daerahnya sebagai kabupaten yang otonom tetap tumbuh berkembang dengan mengutus pertama Tokoh masyarakat ke Jakarta untuk menyampaikan hasrat dan maksud agar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai tahun 1964 dan saat itu Tokoh masyarakat, mengantar Dairi Solin, dkk diutus dan berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkannnya di Departemen Dalam Negeri. Akhirnya pertimbangan persetujuan pemerintah pusat cg. Menteri Dalam Negeri saat itu Sanusi Hardjadinata yang pada tahun itu menyetujui Daerah Otonom kabupaten yang terpisah dari kabupaten tapanuli Utara.

Dalam situasi tersebut dikeluarkan Undang-undang darurat yaitu Peraturan Pemerintahpengganti Undang-undang (PERPU) Nomor 4 tahun 1964 tanggal 13 Februari 1964 tentang pembentukan kabupaten daerah tingkat II Dairi yang berlaku surut sejak tanggal 1 januari 1964. Untuk mempersiapkan pembentukan DPRD Dairi dan pemilihan Bupati yang Defenitif, maka diangkatlah Rambio Muda Aritonang sebagai pejabat Bupati KDH dairi.setelah beliau selesai menyusun Anggota DPRD sebanyak 20 orang, dilanjutkan dengan pemilihan Bupati. Saat itu terpilihlah mayor Raja Nembah maha, yang memperoleh suara terbanyak menjadi bupati KDH Tingkat II dairi dan Wal Mantas Habeahan terpilih sebagai Sekretaris Daerah.

Kemudian oleh pemerintah Pusat dan DPR RI, ditetapkanlah undang-undang Nomor 15 tahun 1964 tentang pembentukan kabupaten Daerah Tingkat II Dairi. (sebagai Penetapan

Peraturan pengganti undang-undang nomor 4 tahun 1964). Peresmian Kabupaten Daerah tingkat otonom dilakukan oelh gubernur Sumatera utara pada tanggal 2 Mei 1964 bertempat di gedung nasional Sidikalang.

Berdasarkan undang-undang Nomor 15 tahun 1964 tentang pembentukan kabupaten daerah tingkat II dairi, yang berlaku surat mulai tanggal 1 januari 1964, maka wilayah kabupaten dairi pada saat pembentukannya terdiri dari 8 ( delapan ) kecamatan yaitu :

1. kecamatan sidikalang, ibukotanya sidikalang; 2. kecamatan sumbul, ibukotanya sumbul; 3. kecamatan Tigalingga, ibukotanya tigalingga; 4. kecamatan tanah Pinem, ibukotanya, Kutabuluh; 5. Kecamatan Salak , ibukotanya Salak;

6. kecamatan Kerajaan, ibukotanya sukarame;

7. kecamatan silima pungga-pungga, ibukotanya parongil 8. kecamatan siempat nempu, ibukotanya Bunturaja;

Perubahan struktur pemerintahan setelah penyerahan kedaulatan republik Indonesia serta pemulihan keamanan bahwa kecamatan tetap 8 (delapan) , kewedanan dihapus, kenegerian dan kampong berjalan sebagaimana mestinya.

5. berlakunya undang-undang nomor 5 tahun 197 4

Pada masa berlakunya undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, maka telah ditetapkan dalam pasal T5 bahwa pembentukan, Nama, Batas, Sebutan, Ibukota wilayah adminstratif (termasuk kecamatan) diatur dengan peraturan pemerintah. Proses pembentukan Kecamatan diatur dengan peraturan Menteri Dalam Negeri nmor 138-210 tahun 1982 tgl 3 maret 1982 tentang cara pembentukan kecamatan dan perwakilan kecamatan dan perwakilan kecamatan maupun surat edaran mendagri nomor

138/2603/PUOD tanggal 7 juli 1981, perihal: prosedur penyelesaian masalah pembentukan wilayah kecamatan.

Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk , meningkatkan kegiatan pembangunan dan semakin bertambahnya volume tugas pemerintahan, maka wilayah kabupaten dairi dari delapan (8) kecamatan agar dibentuk 4 (empat) perwakilan kecamatan baru sebagai pemekaran dari 4 (empat) kecamatan yaitu:

1. perwakilan kecamatan parbuluan Hilir dengan ibukotanya sigalingging, sebagai pemekaran dari kecamatan sidikalang

2. perwakilan kecamatan pegagan hilir dengan ibukotanya tigabaru, sebagai pemekaran dari kecamatan tigalingga;

3. perwakilan kecamatan siempat nempu hulu dengan ibukotanya silumboyah, sebagai pemekaran dari kecamatan siempat nempu.

4. perwakilan kecamatan siempat nempun hilir ibukotanya sop butar, sebagai dengan pemekaran dari kecamatan siempat nempu.

Sesuai dengan surat persetujuan menteri dalam negeri nomor 138/579/PUOD tanggal 7 februari 1985 perihal pembentukan perwakilan kecamatan di rpovinsi daerah tingkat I Sumatera utara, maka ditetapkanlah keputusan Gubernur kepala daerah tingkat I sumatera utara nomor 138/1373/K/THN 1985 tanggal 25 maret 1985 tentang pembentukan kabupaten daerah tingkat II dairi. Peresmian 4 (empat) perwakilan kecamatan tersebut dilaksanakan tanggal 25 mei 1985 oleh pembantu gubernur sumatera utara wilayah II yang dipusatkan di sigalingging ibukota perwakilan kecamatan parbuluan.

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan di wilayah kecamatan/perwakilan kecamatan, maka dibentuklah 2 (dua) kantor pembantu Bupati KDH Tk. II Dairi berdasarkan keputusan dalam negeri no. 136.22-310 tanggal 9 april 1985 tentang pembentukan wilayah

kerja pembantu Bupati KDH tk. II Dairi dalam wilayah provinsi Dati I sumatera utara dan keputusan Gubernur KDH Tk.II dairi wilayah I dan II

Adapun pembagian wilayah pembantu KDH tk II saat itu adalah sbb: A. wilayah yang berpusat di sumbul, terdiri, terdiri dari:

1. kecamatan sidikalang; 2. kecamatan sumbul; 3. kecamatan salak; 4. kecamatan kerajaan;

5. perw. Kecamatan parbuluan;

B. wilayah yang berpusat di tigalingga terdiri dari: 1. kecamatan tigalingga;

2. kecamatan tanah pinem;

3. kecamatan silima pungga-pungga; 4. kecamatan siempat nempu;

5. perw. Kecamatan siempat nempu hulu; 6. perw. Kecamatan siempat nempu hilir; 7. perw. Kecamatan pegagan hilir;

Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 50 tahun 1991 tanggal 7 september tahun 1991, maka perwakilan kecamatan parbuluan dipisahkan dan ditingkatkan statusnya menjadi kecamatan yang defenitif dan diresmikan oleh Gubernur KDH Tk. I sumatera utara tgl 30

Dokumen terkait