• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Deskripsi Struktural Individu

1.3. Deskripsi Struktural Subjek Penelitian TSW 1. Anggapan Terhadap Strangers

TSW menciptakan anggapan dari pengalaman dan informasi akademik. TSW mencontohkan, penilaian pribadinya tentang sumber daya manusia Thailand selatan yang rendah awalnya dari referensi akademik dan kemudian

diverifikasi oleh pengalaman pribadi. TSW mengungkapkan, untuk hal spesifik ia lebih menyukai Indonesia. Bahkan dibanding Perancis, pengalaman selama mobilitas EM membuktikan banyak kemudahan memanfaatkan fasilitas umum di Indonesia. TSW menuturkan,

”Pengalaman saya, banyak kemudahan di Indonesia. Contohnya untuk mencetak kertas, fotokopi, atau mengisi pulsa; banyak orang yang menyediakan fasilitas tersebut di hampir setiap tempat di Indonesia. Dahulu saya berfikir di Eropa, terlebih Perancis yang terkenal lebih maju dan moderen dengan wifi dimana-mana, fasilitas umum lebih mudah ditemukan. Ternyata untuk sekedar mengisi pulsa saja harus memakai identitas pengenal dan berbagai syarat administrasi”.

1.3.2. Situasi Komunikasi dalam Organisasi Multinasional

TSW banyak menceritakan ritual organisasi yang khas dengan nilai bauran antara budaya individualistik dan kolektivistik. Salah satu contoh spesifik adalah kebersamaan yang menjadi rutinitas dan berdampak pada hubungan antar anggota. Setiap Jumat siang, TSW menceritakan selalu diadakan makan siang bersama. Dalam satu meja makan besar, seluruh atasan duduk bersama anggota organisasi. Kecuali jika tidak ada agenda kerja ke luar kota, seluruh staf pasti akan menyempatkan diri.

TSW menilai, budaya yang dibangun atasan adalah sikap keterbukaan dan kesetaraan. Sikap tersebut diceritakan TSW diinisiasi terlebih dahulu oleh senior dan berpengaruh pada tidak adanya sikap iri anggota. TSW mengilustrasikan,

“Organisasi IRO tidak mengenal budaya iri hati. Misalnya AS tiba di kantor selalu lebih siang. Hal tersebut tidak akan menimbulkan kecemburuan staf lain. Saya pribadi menyikapi dengan pendapat, karena datang lebih siang, AS tentu akan pulang lebih malam suatu saat nanti. Di IRO, kami mempunyai dan menghormati tugas masing-masing. Setiap staf memiliki tanggung jawab pribadi meskipun kami tetap saling mendukung”.

Sedangkan kesetaraan diberlakukan atasan bukan hanya atas hak dan kewajiban anggota lokal, namun juga untuk strangers. TSW menyatakan, aturan dan budaya organisasi sudah disosialisasikan sebelum strangers ke Indonesia.

TSW berpendapat, meskipun demokratis dan terbuka dengan adanya perbedaan, namun atasan tidak mentolerir adanya pelanggaran norma lokal atau agama. TSW menceritakan,

“Orang asing lebih menyesuaikan dengan budaya IRO. Sebagai staf IRO, peraturan organisasi diberlakukan lebih dominan dan memaksa. Misalnya, IRO memberi peringatan untuk memakai baju sopan, panjang, tertutup, dan tidak transparan. Tetapi sesekali masih ada orang asing yang memakai celana pendek. Maka siapapun staf IRO yang bersama orang tersebut, langsung mengingatkan”.

Budaya untuk saling menegur dan lugas diungkapkan TSW sebagai gaya komunikasi yang diterapkan di IRO. Sepanjang teguran tersebut untuk kebaikan, tidak pernah terjadi konflik antar anggota IRO.

Kepekaan juga menjadi budaya yang implisit, namun kental mewarnai interaksi organisasi. TSW mengutarakan, atasan selalu mencontohkan untuk sungkan ketika melihat rekan sibuk bekerja dan kita berpangku tangan. Meskipun atasan memberi kebebasan atas jam atau cara kerja, namun budaya sungkan tetap ada dalam interaksi. TSW mengatakan,

“Budaya di IRO bukan untuk takut, namun sungkan pada atasan. Misalnya Pak Parto masih bekerja, kemudian staf berkehendak untuk pulang. Apakah staf tersebut diperbolehkan dan memungkinkan, tentu saja dipersilahkan dan diijinkan. Tapi yang terasa oleh karyawan adalah perasaan sungkan karena mereka melihat sendiri atasan yang masih sibuk bekerja. Sejak awal pimpinan tidak pernah menekan untuk penyelesaian tugas. Semuanya telah disepakati dan diketahui batas penyelesaiannya. Tentang bagaimana cara dan kapan dikerjakan staf, atasan tidak pernah mendikte”.

Kebebasan lain dari atasan adalah bagaimana anggota boleh belajar melakukan tugas apapun, bahkan permisif ketika melakukan kesalahan. Kecuali, jika anggota mengulangi kesalahan yang sama, akan diberikan konsekuensi. TSW menuturkan nasehat atasan untuk tidak bangga jika tidak berbuat kesalahan, karena berarti tidak pernah melakukan sesuatu. Terlebih untuk urusan lapangan sebagai tanggung jawab TSW, dirasakan sangat rawan masalah.

TSW menggarisbawahi, meskipun hubungan dan kerjasama terbina dengan sangat baik namun sebagai secara pribadi ia lebih berorientasi pada pencapaian group task daripada relational task. Ia beranggapan, tujuan bersama adalah prioritas dari seluruh pribadi, termasuk jika terdapat masalah relasional. Karenanya, masalah yang tidak berkaitan dengan pekerjaan seharusnya tidak mempengaruhi. Sekalipun terjadi konflik, TSW memilih untuk segera menyelesaikan sehingga tidak berdampak pada tugas.

Bukan berarti dengan kenyamanan dan keterbukaan, tidak terdapat konflik dalam organisasi multinasional. TSW mengungkapkan pernah ada konflik, namun tidak sampai mengganggu kinerja anggota. Hal ini karena adanya kedekatan dan saling pemahaman yang dibangun dalam budaya organisasi.

1.3.3. Dialektika Relasional

TSW berpendapat, keintiman relasional sulit dibina lantaran adanya nilai budaya yang tidak sama. TSW menceritakan, kebiasaan berpesta ala bule yang tidak bisa diintegrasikan pada kepribadiannya. Namun TSW tidak bisa menghindari atau memutuskan relasi. Ia berpendapat, kesan yang dia tampilkan juga menjadi kesan pada organisasi. TSW sebisa mungkin menunjukkan

kesopanan dengan menerima undangan pesta, sebagaimana selalu mencari alasan untuk tidak datang pada acara tersebut.

1.3.4. Elemen Kompetensi Komunikasi Antarbudaya

Dalam hal identifikasi, TSW lebih cenderung menggunakan informasi sosiologikal dari strangers. Ia mengaitkan pengalamannya yang sering menjumpai strangers tertentu di tempat tertentu. Menurutnya, suatu tempat mempunyai karakter yang disukai dan mencerminkan orientasi budaya strangers secara spesifik. Ia mencontohkan, di kafe Helios lebih sering dan identik ditemui orang dari Eropa. Di tempat tersebut, kecil kemungkinan ditemui orang Amerika atau Australia. “Karena beberapa kali bertemu di Helios pasti orang asing tersebut berasal dari Belanda atau Denmark,” tuturnya.

1.4. Deskripsi Struktural Subjek Penelitian AS