TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Kesejahteraan a. Konsep Kesejahteraan
Menurut Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat
merumuskan bahwa sejahtera yaitu suatu kondisi masyarakat yang
telah terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut berupa
kecukupan dan mutu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan,
lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan
bersih, aman, dan nyaman. Juga terpenuhinya hak asasi dan partisipasi
serta terwujudnya masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. (www.menkokesra.go.id)
Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1993) dapat
dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia
yang dapat dilihat dari empat indikator yaitu : rasa aman (security), Kesejahteraan (welfare), Kebebasan (freedom), dan jati diri (Identity).
Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menerangkan bahwa guna
melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada
beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran, yaitu :
1) Tingkat pendapatan keluarga;
2) Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan
pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan;
3) Tingkat pendidikan keluarga;
4) Tingkat kesehatan keluarga, dan;
5) Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah
tangga.
Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan
dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:
1) Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagianya;
2) Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya;
3) Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya;
4) Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya.
b. Indikator Keluarga Sejahtera
Indikator Keluarga Sejahtera pada dasarnya berangkat dari
pokok pikiran yang terkandung didalam undang-undang no. 10 Tahun
1992 disertai asumsi bahwa kesejahteraan merupakan variabel
komposit yang terdiri dari berbagai indikator yang spesifik dan
operasional. Karena indikator yang yang dipilih akan digunakan oleh
kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif
rendah, untuk mengukur derajat kesejahteraan para anggotanya dan
sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan melakukan intervensi,
maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi,
juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara
operasional dapat di pahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa.
Atas dasar pemikiran di atas, maka indikator dan kriteria
keluarga sejahtera yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
a. Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga yang belum dapat
memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic
needs) Sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan akan
b. Keluarga Sejahtera Tahap I
Keluarga Sejahtera Tahap I adalah keluarga-keluarga yang
telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal yaitu:
1) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing
anggota keluarga.
2) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali
sehari atau lebih.
3) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda
untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
4) Bagian yang terluas darilantai rumahbukan dari tanah.
5) Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa
kesarana/petugas kesehatan.
c. Keluarga Sejahtera tahap II
Keluarga Sejahtera tahap II yaitu keluarga-keluarga yang
disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera tahap
I, harus pula memenuhi syarat sosial psikologis 6 sampai 14 yaitu:
6) Anggota keluarga menjalankan ibadah secara teratur
7) Paling kurang sekali seminggu keluarga menyediakan
8) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel
pakaian baru per tahun
9) Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap
penghuni rumah
10)Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam
keadaan sehat
11)Paling kurang satu orang anggota keluarga yang berumur 15
tahun keatas mempunyai penghasilan tetap
12)Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 yahun bisa
membaca tulisan latin
13)Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini
14)Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan
usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
d. Keluarga Sejahtera Tahap III
Keluarga Sejahtera Tahap III yaitu keluarga yang
memenuhi syarat 1 sampai 14 dan dapat pula memenuhi syarat 15
sampai 21, syarat pengembangan keluarga yaitu:
15)Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama
16)Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk
17)Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan
kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar
anggota keluarga
18)Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat
tinggalnya
19)Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1
kali per 6 bulan
20)Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah
21)Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi
yang sesuai dengan kondisi daerah setempat
e. Keluarga Sejahtera tahap III plus
Keluarga yang dapat memenihi kriteria 1 sampai 21 dan dapat
pula memenuhi kriteria 22 dan 23, kriteria pengembangan keluarga
yaitu:
22)Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela
memberikan sumbanganbagi kegiatan sosial masyarakat dalam
bentuk materiil
23)Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
f. Keluarga Miskin
Keluarga Miskin adalah keluarga Pra Sejahtera alasan
ekonomi dan KS-I karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi
salah satu atau lebih indikator yang meliputi:
1) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan
daging/telor/ikan
2) Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling
kurang satu stel pakaian baru
3) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap
penghuni
g. Keluarga Miskin Sekali
Keluarga Miskin Sekali adalah Keluarga Prs Sejahtera
alasan ekonomi dan KS-I karena alasan ekonomi tidak dapat
memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputu:
1) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari
atau lebih
2) Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,
bekerja/sekolah dan bepergian
2. Petani
Menurut James C. Scott, definisi petani tidak mencakup seluruh
penduduk pedesaan, tetapi hanya menunjuk kepada penduduk pedesaan
yang bekerja sebagai petani saja. Artinya petani adalah orang yang
bercocok tanam (melakukan budidaya) di lahan pertanian (Scott, 1976).
James C. Scoot, dalam bukunya “Moral Ekonomi Petani” (1981), membagi secara hirarkhis status yang begitu konvensional di kalangan
petani seperti, petani lahan kecil petani penyewa dan buruh tani. Menurut
beliau bahwa kategori-kategori itu tidak bersifat eksklusif, oleh tambahan
yang disewa. Begitu pula ada buruh yang memiliki lahan sendiri. Jadi
sepertinya ada tumpang tindih hal pendapatan, sebab kemungkinan, ada
petani lahan kecil yang lebih miskin dari buruh tani apabila ada pasaran
yang lebih baik dari tenaga kerja.
Sehubungan dengan penulisan skripsi ini, dapat dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan petani di sini orang, baik yang mempunyai
maupun yang tidak mempunyai tanah sendiri yang mata pencaharian
pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk pertanian.
Petani penggarap adalah petani, yang secara sah mengerjakan atau
mengusahakan sendiri secara aktif tanah yang bukan miliknya dengan
adalah, mengerjakan atau mengusahakan secara terus menerus tanah
orang lain dengan mendapatkan upah harian.
3. Buruh Bangunan
Sebagai sebuah sumberdaya manusia yang memiliki potensi dan
juga kompleksitas tentunya perlu diperhatikan secara seruis management
dan sistim kerja yang baik dalam sebuah proyek. Jika tidak akan berakibat
fatal. Secara menyeluruh semua orang yang terlibat dalam sebuah proyek
baik dari yang ahli / profesional sampai dengan tenaga kerja borongan /
buruh disebut sebagai tenaga kerja.
Berdasarkan tingkat keahliannya,buruh bangunan biasanya
dibedakan menjadi lima lapisan, yaitu: (1) Pembantu tukang, (2) Setengah
tukang, (3) Tukang, (4) Tukang ahli dan (5) Kepala tukang. Pembantu
tukang sering disebut juga dengan istilah kenek atau laden. Mereka menangani pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian khusus,
seperti: menggali tanah dan mengangkut bahan-bahan bangunan.
Setengah tukang biasanya menangani pekerjaan yang lebih sulit dari pada
yang ditangani pleh pembantu tukang, seperti: mengaduk bahan-bahan
bangunan, memasang bahan-bahan tertentu dan kadang dapat
mengantikan tukang dalam pekerjaan-pekerjan tertentu. Tukang biasanya
dengan material yang dikuasainya, sehingga ada sebutan tukang besi,
tukang kayu dan tukang batu.
Sedangkan untuk tukang ahli dan kepala tukang biasanya telah
menguasai keahlian dan ketrampilan sebagai tukang berkat panjangnya
pengalaman kerja mereka. Khusus kepala tukang, mereka adalah
pemimpin teknik sekaligus pemimpin sosial. Disebut pemimpin teknik
karena mereka mengkoordinir pekerjaan dan member instruksi kepada
para tukang bagaimana pekerjaan harus dilakukan. Disebut pemimpin
sosial karena mereka biasanya mereka juga mengangkat dan
memberhentikan tukang.
Berdasarkan ststus memburuhnya, buruh bangunan digolongkan
kedalam buruh tetap dan buruh lepas. Buruh tetap ialah buruh yang
memperoleh gaji tetap dan memperoleh berbagai tunjangan oleh industri
konstruksi, dan biasanya hanya dari situlah pendapatan diperoleh.
Sedangkan buruh lepas ialah buruh yang hanya dibayar berkat prestasi
atau pekerjaan yang dapat diselesaikannya, karena itu biasanya bersifat
musiman dan mempunyai mata pencaharian lain selain menjadi buruh
bangunan.
4. Pendapatan
Konsep pendapatan menurut Gilarso (2004) dapat dirumuskan
lainnya yang diterima oleh masyarakat sebagai balas karya atas
sumbangannya dalam proses produksi. Kongkritnya pendapatan dapat
bersumber dari usaha sendiri, misalnya berdagang, wiraswasta. Bekerja
pada orang lain misalnya karyawan, buruh. Hasil dari milik, misalnya
memiliki sawah atau rumah yang disewakan.
Penghasilan keluarga dapat diterima dalam bentuk uang atau
barang (disebut”in natura” misalnya tunjangan beras, hasil dari sawah
atau pekarangan sendiri), atau fasilitas-fasilitas ( misalnya rumah dinas,
pengobatan gratis). Selain pendapatan (balas karya dan hasil milik
tersebut) mungkin masih ada penerimaan/uang masuk lain, misalnya
berupa:
Uang pensiun – bagi mereka yang sudah lanjut usia dan dulu bekerja pada pemerintah atau instansi lain.
Sumbangan atau hadiah – misalnya sokongan dari saudara atau famili, warisan, hadiah tabungan, dan lain-lain.
Pinjaman atau hutang – ini memang merupakan uang masuk, tetapi pada suatu saat akan harus/dikembalikan.
5. Pengeluaran Konsumsi
Menurut Gilarso (2004) pendapatan atau uang masuk sebagian
hidup. Istilah ekonomi dikatakan dibelanjakan untuk konsumsi. Konsumsi
tidak hanya mengenai makanan saja, tetapi mencakup semua pemakaian
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Besarnya jumlah pengeluaran keluarga tergantung dari banyak
faktor, antara lain:
a. Besarnya pendapatan keluarga yang tersedia (setelah dipotong pajak
dan potongan-potongan lainnya);
b. Besarnya keluarga dan susunannya (jumlah anak, umur anak);
c. Taraf pendidikan dan status sosial-ekonomi (desa, kota kecil, kota
besar);
d. Agama dan adat kebiasaan (misalnya pesta seperti Idul Fitri, Natal,
Tahun Baru);
e. Musim (panen/paceklik, masa ujian/pendaftaran sekolah);
f. Kebijakan dalam mengatur keuangan keluarga;
g. Pengaruh psikologi (iklan yang menarik, mode-mode baru, pandangan
masyarakat tentang apa yang menaikkan gengsi);
h. Harta kekayaan yang dimiliki (tanah, rumah, uang)
Dari hasil penelitian ternyata bahwa dari semua hal tersebut diatas
besar-kecilnya penghasilan adalah faktor yang terpenting. Makin besar
penghasilan keluarga, makin besar pula jumlah pengeluarannya.
harus kecil. Hal ini berlaku baik untuk keluarga individual maupun untuk
masyarakat sebagai keseluruhan.
6. Tempat tinggal
Dalam arti umum, rumah adalah salah satu bangunan yang
dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Dalam arti khusus,
rumah mengacu pada konsep-konsep sosial-kemasyarakatan yang terjalin
di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, hidup, makan, tidur,
beraktivitas, dan lain-lain.(Wikipedia)
Sebuah tempat tinggal biasanya berwujud bangunan rumah,
tempat berteduh, atau struktur lainnya yang digunakan sebagai tempat
manusia tinggal. Istilah ini dapat digunakan untuk rupa-rupa tempat
tinggal, mulai dari tenda-tenda nomaden hingga apartemen-apartemen
bertingkat. Dalam konteks tertentu tempat tinggal memiliki arti yang
sama dengan rumah, kediaman, akomodasi, perumahan, dan arti-arti yang
lain.
Sebagai bangunan, rumah berbentuk ruangan yang dibatasi oleh
dinding dan atap. Rumah memiliki jalan masuk berupa pintu dengan
tambahan berjendela. Lantai rumah biasanya berupa tanah, ubin, babut,
keramik, atau bahan material lainnya. Rumah bergaya modern biasanya
memiliki unsur-unsur ini. Ruangan di dalam rumah terbagi menjadi
mandi, WC, ruang makan, dapur, ruang keluarga, ruang tamu, garasi,
gudang, teras dan pekarangan.
Ada beberapa indikator atau syarat yang bisa dijadikan sebagai
parameter menentukan kriteria rumah sehat dan layak huni, diantaranya
adalah:
a. Sirkulasi Udara Yang Baik. Dalam sebuah rumah perlu adanya ventilasi untuk pergantian udara, karena merupakan faktor penting,
karena dengan adanya sirkulasi udara secara terus menerus dapat
meminimalisir kelembaban udara dalam rumah dan membuat
pernafasan segar. Usahakan dalam pembangunan rumah
memperhatikan pentingnya pemasangan pintu jendela, bouven
rooster, dan lainnya yang sesuai standar, dengan maksud untuk
menjamin adanya sirkulasi udara yang baik. Jangan lupakan pula
pentingnya tanaman di sekitar rumah, karena keberadaan
pepohonan/tanaman disekitar rumah juga penting, namun perhatikan
pula jenis tanaman yang pas dan sesuai dengan kebutuhan dan
lingkungan Anda. Andai memungkinkan, pilih lokasi rumah yang
jauh dari pencemaran pabrik atau lainnya.
b. Kualitas air yang memadai. Sebelum membangun atau membeli rumah, sebaiknya pilih lokasi yang terjamin ketersediaan air, kualitas
kesehatan, baik itu air dari PDAM atau sumur. Pastikan air yang akan
digunakan aman dan higienis, baik dan layak minum/ layak di
konsumsi, tersedia dalam jumlah yang cukup, bila harus membeli
usahakan harganya relatif murah.
c. Pencahayaan atau Penerangan yang cukup. Matahari merupakan sumber utama pencahayaan pada siang hari. Pencahayaan yang
dimaksud dengan ketentuan cuaca dalam keadaan cerah dan tidak
berawan, ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya, ruang
kegiatan mendapatkan distribusi cahaya yang merata.