• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Tingkat Pengetahuan Asupan Nutrisi Selama Kehamilan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.3. Deskripsi Tingkat Pengetahuan Asupan Nutrisi Selama Kehamilan

No. Pertanyaan Benar Salah Jumlah

N % N % n %

1. Defenisi gizi atau nutrisi 42 76,4 13 23,6 55 100,0 2. Akibat kurang nutrisi 41 74,5 14 25,5 55 100,0 3. Akibat kelebihan nutrisi 40 72,7 15 27,3 55 100,0 4. Zat gizi sumber utama energy 26 47,3 29 52,7 55 100,0 5. Kebutuhan energi selama kehamilan

meningkat dan lebih banyak pada hamil tua

23 41,8 32 58,2 55 100,0

6. Asam folat merupakan vitamin 20 36,4 35 63,6 55 100,0 7. Kebutuhan asam folat meningkat

dengan jumlah yang sama sepanjang kehamilan

43 78,2 12 21,8 55 100,0

8. Peran zat besi dalam pembentukan organ janin dan pembentukan darah

31

No. Pertanyaan Benar Salah Jumlah

N % N % n %

9. Peran vitamin B kompleks dalam pembentukan energi dan darah

33 60,0 22 40,0 55 100,0

10. Peran kalsium dalam pertumbuhan tulang dan gigi janin

47 85,5 8 14,5 55 100,0

11. Vitamin A, B, C, dan D meningkat kebutuhannya selama kehamilan

20 36,4 35 63,6 55 100,0

12. Pembentukan vitamin D dibantu sinar matahari

24 43,6 31 56,4 55 100,0

13. Peran vitamin A dalam kesehatan mata

48 87,3 7 12,7 55 100,0

14. Peran vitamin C sebagai antioksidan dan membantu penyerapan zat besi

13 23,6 42 76,4 55 100,0

15. Peran yodium dalam aktivitas kelenjar gondok

32 58,2 23 41,8 55 100,0

16. Komposisi makanan ibu hamil yang baik terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur, buah, susu dan olahannya serta camilan antar jam makan

21 38,2 34 61,8 55 100,0

17. Contoh camilan untuk ibu hamil 47 85,5 8 14,5 55 100,0 18. Contoh bahan pangan kaya

karbohidrat

39 70,9 16 29,1 55 100,0

19. Bahan pangan yang hanya mengandung karbohidrat adalah gula

9 16,4 46 83,6 55 100,0

20. Contoh bahan pangan kaya protein 27 49,1 28 50,9 55 100,0 21. Contoh bahan pangan kaya lemak 19 34,5 36 65,5 55 100,0

32

No. Pertanyaan Benar Salah Jumlah

N % N % n %

22. Kebutuhan lemak selama kehamilan biasanya cukup dengan konsumsi bahan pangan sumber gizi lain yang juga mengandung lemak

10 18,2 45 81,8 55 100,0

23. Saat hamil muda, ibu hamil dianjurkan untuk makan jumlah sedikit namun sering

39 70,9 16 29,1 55 100,0

24. Contoh bahan pangan sumber asam folat

43 78,2 12 21,8 55 100,0

25. Contoh bahan pangan sumber besi 20 36,4 35 63,6 55 100,0 26. Contoh bahan pangan sumber kalsium 38 69,1 17 30,9 55 100,0 27. Contoh bahan pangan sumber vitamin

A

25 45,5 30 54,5 55 100,0

28. Contoh bahan pangan sumber vitamin B kompleks

41 74,5 14 25,5 55 100,0

29. Contoh bahan pangan sumber vitamin C

29 52,7 26 47,3 55 100,0

30. Contoh bahan pangan sumber yodium 35 63,6 20 36,4 55 100,0

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pertanyaan 13 (Peran vitamin A dalam kesehatan mata) merupakan pertanyaan dengan jumlah jawaban benar terbanyak yaitu sebanyak 48 responden dengan persentase 87,3%, sedangkan pertanyaan 19 (Bahan pangan yang hanya mengandung karbohidrat adalah gula) merupakan pertanyaan dengan jumlah jawaban benar paling sedikit yaitu sebanyak 9 responden dengan persentase 16,4%.

33

Tabel 5.6. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Asupan Nutrisi Selama Kehamilan

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Kurang 28 50,9

Cukup 26 47,3

Baik 1 1,8

Total 55 100,0

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang berpengetahuan baik sangat rendah yaitu 1,8%, sedangkan responden yang berpengetahuan cukup 47,3% dan berpengetahuan kurang 50,9%.

Tingkat pengetahuan responden juga dideskripsikan berdasarkan karakteristik responden, yaitu umur, jenjang pendidikan, status bekerja dan jumlah kehamilan. Hasilnya dapat dilihat sebagai berikut:

5.3.1. Distribusi Tingkat Pengetahuan Menurut Umur

Tabel 5.7. Distribusi Tingkat Pengetahuan Menurut Umur

Umur Kurang Cukup Baik Total

n % n % n % n %

<20 0 0,0 2 100,0 0 0,0 2 100,0

20-35 24 52,2 21 45,6 1 2,2 46 100,0

>35 4 57,1 3 42,9 0 0 7 100,0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada responden mayoritas (umur 20-35 tahun) 52,2% responden berpengetahuan kurang, 45,6% responden berpengetahuan cukup, dan 2,2% responden berpengetahuan baik, sedangkan pada responden minoritas (umur <20 tahun) keduanya berpengetahuan cukup.

34

5.3.2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Menurut Jenjang Pendidikan Tabel 5.8. Distribusi Tingkat Pengetahuan Menurut Jenjang Pendidikan

Jenjang Pendidikan Kurang Cukup Baik Total

n % N % n % n %

SD dan SMP /Sederajat 11 57,9 8 42,1 0 0,0 19 100,0 SMA/Sederajat 15 57,7 10 38,5 1 3,8 26 100,0

D3 dan S1 2 20,0 8 80,0 0 0,0 10 100,0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada responden mayoritas (SMA/Sederajat) terdapat 57,7% berpengetahuan kurang, 38,5% berpengetahuan cukup, dan 3,8% berpengetahuan baik. Pada responden minoritas (D3 dan S1) terdapat 20% berpengetahuan kurang dan 80% berpengetahuan cukup.

5.3.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Menurut Status Bekerja

Tabel 5.9. Distribusi Tingkat Pengetahuan Menurut Status Bekerja

Status Bekerja Kurang Cukup Baik Total

n % N % n % n %

Tidak 24 60,0 15 37,5 1 2,5 40 100,0

Ya 4 26,7 11 73,3 0 0,0 15 100,0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada responden mayoritas (tidak bekerja) terdapat 60,0% berpengetahuan kurang, 37,5% berpengetahuan cukup, dan 2,5% berpengetahuan baik. Pada responden yang bekerja terdapat 26,7% berpengetahuan kurang dan 73,3% berpengetahuan cukup.

35

5.3.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Menurut Jumlah Kehamilan Tabel 5.10. Distribusi Tingkat Pengetahuan Menurut Jumlah Kehamilan Jumlah

Kehamilan

Kurang Cukup Baik Total

n % N % n % n %

1 5 38,5 7 53,8 1 7,7 13 100,0

2-3 16 55,2 13 44,8 0 0,0 29 100,0

>3 7 53,8 6 46,2 0 0,0 13 100,0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada responden mayoritas (kehamilan 2-3 kali) 55,2% berpengetahuan kurang dan 44,8% berpengetahuan cukup. Pada responden dengan jumlah kehamilan 1 kali 38,5% berpengetahuan kurang, 53,8% berpengetahuan cukup, dan 7,7% berpengetahuan baik. Pada responden dengan jumlah kehamilan lebih dari 3 kali 53,8% berpengetahuan kurang dan 46,2% berpengetahuan cukup.

5.4. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang asupan nutrisi selama kehamilan. Pengetahuan itu merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmodjo, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan tersebut adalah pengalaman, pendidikan, keyakinan, fasilitas, penghasilan, dan kebudayaan (Notoadmodjo, 2003).

Umur secara tidak langsung berpengaruh pada pengetahuan. Semakin bertambah umur pengalaman pun makin luas, dan jika pengalaman luas maka pengetahuan pun akan semakin baik. Pada penelitian ini umur dikelompokkan menjadi tiga kelompok, dimana pembatasnya adalah umur 20-35 tahun yang merupakan kelompok usia reproduktif. Dari tabel 5.7., dapat dilihat bahwa responden di atas umur 35 tahun 57,1% berpengetahuan kurang dan 42,9%

36

Pendidikan berpengaruh pada pengetahuan dimana semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas pengetahuannya dan semakin baik pula kemampuan menyerap dan memahami pengetahuan yang diperoleh (Suradi, 2008). Pada penelitian ini, kelompok pendidikan dibagi tiga yaitu SMP dan dibawahnya, SMA, dan di atas SMA. Kelompok pertama sampai SMP karena pendidikan minimal di Indonesia saat ini adalah SMP. Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa responden yang D3 dan S1 80,0% berpengetahuan cukup dan hasil ini lebih baik dibandingkan kelompok pendidikan lainnya. Oleh karena itu, hasil penelitian ini sesuai dengan teori.

Fasilitas dan penghasilan juga berpengaruh pada pengetahuan. Semakin baik fasilitas dan penghasilan maka semakin banyak pula sumber informasi yang dapat diterima oleh seseorang. Orang yang bekerja umumnya memiliki penghasilan dan fasilitas yang lebih baik dibandingkan orang yang tidak bekerja. Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa pada responden yang bekerja 26,7% berpengetahuan kurang dan 73,3% berpengetahuan baik. Hasil ini lebih baik jika dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja. Oleh karena itu, hasil penelitian ini sesuari dengan teori.

Jumlah kehamilan juga berpengaruh pada pengetahuan tentang asupan nutrisi selama kehamilan. Ibu yang lebih sering hamil mempunyai pengalaman yang lebih banyak dalam pengaturan makanan selama kehamilan, sehingga pengetahuannya tentang hal itu juga akan semakin baik. Pada penelitian ini jumlah kehamilan dibagi tiga kelompok, dimana kelompok pertama adalah ibu yang baru pertama kali hamil, kelompok kedua adalah yang hamil 2-3 kali (mempunyai anak kurang dari 3 sesuai dengan anjuran jumlah anggota keluarha di Indonesia), dan kelompok ketiga hamil lebih dari tiga kali. Dari tabel 5.10. dapat dilihat bahwa responden yang hamil lebih dari tiga kali 53,8% berpengetahuan kurang dan 46,2% berpengetahuan cukup. Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan responden dengan kehamilan 2-3 kali, namun lebih buruk jika dibandingkan dengan responden yang baru pertama kali hamil. Oleh karena itu, hasil ini tidak sesuai dengan teori.

37

Secara keseluruhan, tingkat pengetahuan responden tentang asupan nutrisi yang diperlukan selama kehamilan didapatkan 50,9% responden berpengetahuan kurang, 47,3% responden berpengetahuan cukup, dan hanya 1,8% responden berpengetahuan baik. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2012 dan di Puskesmas Colomadu II Karanganyar Surakarta tahun 2010. Hasil dari penelitian di Puskesmas Tukka Tapanuli Tengah tahun 2012 diketahui 14,3% responden berpengetahuan buruk, 76,2% responden berpengetahuan cukup, dan 9,5% responden berpengetahuan baik, dan di Puskesmas Colomadu II Karanganyar Surakarta tahun 2010 didapatkan 20% responden berpengetahuan rendah, 18,2% responden berpengetahuan cukup baik, 61,8% responden berpengetahuan baik. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan karakteristik responden, kesadaran responden tentang pentingnya asupan nutrisi, dan perbedaan kemudahan mendapatkan informasi tentang gizi selama kehamilan.

Jika dilihat dari tabel 5.5., mayoritas responden menjawab salah (>80%) dalam pertanyaan nomor 19 (Bahan pangan yang hanya mengandung karbohidrat adalah gula) dan 22 (Kebutuhan lemak selama kehamilan biasanya cukup dengan konsumsi bahan pangan sumber gizi lain yang juga mengandung lemak). Hal ini menunjukkan bahwa responden belum mendapat informasi yang jelas dan benar tentang kebutuhan gizi selama kehamilan dan kandungan dalam bahan pangan. Oleh karena itu, tenaga kesehatan diharapkan dapat melakukan upaya-upaya dalam pemberian informasi seperti mengadakan penyuluhan tentang gizi dan kandungan bahan pangan.

38

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tingkat pengetahuan ibu-ibu hamil yang rawat jalan di poliklinik ibu hamil RSUP H. Adam Malik Medan terhadap asupan nutrisi selama kehamilan sebagian besar kurang (50,9%).

2. Jika dilihat dari faktor umur, responden yang berumur di atas 35 tahun tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan responden berumur di bawah 35 tahun.

3. Jika dilihat dari faktor pendidikan, responden yang berpendidikan D3 dan S1 menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan responden yang berpendidikan SMA atau dibawahnya.

4. Jika dilihat dari faktor pekerjaan, responden yang bekerja menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan responden yang tidak bekerja.

5. Jika dilihat dari jumlah kehamilan, responden yang lebih sering hamil tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan responden yang baru pertama kali hamil.

6.2. Saran

Berdasarkan penelitian tentang pentingnya asupan nutrisi selama kehamilan ini, maka saran yang dapat diberikan peneliti adalah:

1. Bagi ibu hamil hendaknya lebih memperhatikan asupan nutrisinya, salah satunya dengan cara mencari informasi seputar asupan nutrisi melalui berbagai media, konseling dengan tenaga kesehatan, mengikuti penyuluhan, dan kegiatan kesehatan lainnya.

2. Bagi tenaga kesehatan di RSUP H. Adam Malik diharapkan dapat memberikan informasi kepada setiap ibu hamil tentang asupan nutrisi. Program penyuluhan gizi yang dilakukan pada minggu pertama setiap bulannya yang sudah berjalan diharapkan dapat dilaksanakan lebih

39

menarik dan informatif, serta fokus untuk diskusi dengan pasien yang mendengarkan.

3. Bagi peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih lanjut tentang asupan nutrisi selama kehamilan dengan cakupan jumlah responden dan lokasi penelitian yang lebih besar lagi.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Defenisi Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Tingkat pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu: 1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang lain tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama

5

lain. Kemampuan analisis dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Kemapuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dinamakan sintesis. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, seperti dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan masalah yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2003) , pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari diri sendiri maupun dari orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

b. Pendidikan

6

c Keyakinan

Keyakinan diperoleh secara turun-menurun, baik keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. d. Fasilitas

Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan lain-lain.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Akan tetapi, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.

f. Kebudayaan

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.2. Kehamilan

2.2.1. Pengertian Kehamilan

Kehamilan terjadi karena adanya pembuahan atau konsepsi. Hasil konsepsi ini nantinya akan membelah dan bergerak menuju kavum uteri (rahim). Sesampainya di kavum uteri, hasil konsepsi akan menembus endometrium dan masuk ke dalamnya. Masuknya hasil konsepsi ke dalam endometrium ini disebut dengan nidasi. Yang disebut dengan kehamilan adalah bila nidasi telah terjadi. (Wiknjosastro et al, 2005)

2.2.2. Tahap-tahap Tumbuh-Kembang Janin Kehidupan dalam rahim dibagi menjadi tiga tahap: 1. Tahap Implantasi (saat pembuahan - 2 minggu)

Sel telur yang sudah dibuahi yang dinamakan zigot, kemudian segera membelah diri. Dalam waktu dua minggu, zigot ini melalui tuba falopi dan mengalami nidasi. Pembelahan sel tetap berlangsung. Pada saat ini dibentuklah plasenta, membrane janin, dan tali pusar (Almatsier et al, 2011).

7

Nidasi pada umumnya terjadi di dinding depan atau belakang uterus, dekat fundus uteri (Wiknjosastro et al, 2005).

2. Tahap Embrio (2-8 minggu sesudah pembuahan)

Sesudah 2 minggu, zigot berubah menjadi embrio. Fase embrio ditandai dengan terjadinya diferensiasi sel. Perkembangan janin akan terganggu secara permanen bila pada saat ini terjadi infeksi atau penggunaan obat-obatan tertentu (Almatsier et al, 2011).

Pembelahan sel pada tahap embrio relatif lebih cepat dari periode lainnya, sehingga memerlukan oksigen dan zat gizi yang tinggi. Jika terjadi kekurangan gizi atau terjadi penurunan kadar oksigen pada tahap ini dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan yang permanen (Rosso, 1990 dalam Lubis Z, 2011).

3. Tahap Janin

Tujuh bulan berikutnya merupakan tahap janin. Tiap organ tubuh janin tumbuh menjadi sempurna. Pertumbuhan terjadi dengan pesat dari kurang lebih 6,0 gram pada bulan ketiga menjadi 3,0-3,5 kg pada waktu lahir. Pertumbuhan masing-masing organ terjadi dengan kecepatan berbeda. Agar pembelahan dan jumlah sel suatu organ terpenuhi, seorang ibu harus senantiasa menjaga keadaan gizi dan kesehatannya. (Almatsier et al, 2011)

Pertumbuhan dan perkembangan janin dapat juga dibagi berdasarkan trimester 1. Trimester I (0-12 minggu)

Trimester pertama ini ditandai dengan pembelahan sel (hiperplasia) dan pembesaran sel (hipertrofi) untuk proses diferensiasi. Pada akhir trimester I, sebagian besar organ telah terbentuk dan janin sudah terasa bergerak. Pada masa ini ibu mungkin kurang nafsu makan atau merasa mual dan ingin

8

IUGR (Intrauterine Growth Restriction), namun mungkin menyebabkan efek teratogenik. (Strauss et al, 1998)

2. Trimester II (12-28 minggu)

Pada awal trimester II berat janin kurang lebih mencapai 30 gram. Pada saat ini, lengan, tangan, kaki, jari, dan telinga telah terbentuk. Janin mulai membentuk lekuk-lekuk pada rahang untuk mempersiapkan penempatan gigi. Denyut jantungnya sudah dapat dideteksi dengan stetoskop (Almatsier et al, 2011). Richard dan William melaporkan bahwa pertambahan berat badan yang rendah pada trimester II menunjukkan peningkatan resiko terjadinya IUGR. IUGR adalah faktor resiko lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). (Strauss et al, 1998)

Sumber : http://www.environment.ucla.edu/reportcard/article.asp?parentid=1700 Gambar 2.1. Pertumbuhan dan perkembangan janin

9

3. Trimester III (28-40 minggu)

Pada awal trimester III berat janin kurang lebih mencapai 1 kg. Pada masa kehamilan 36-40 minggu, berat bayi biasanya mencapai 2500-3500 gram dengan panjang 45-50 cm (Almatsier et al, 2011). Richard dan William melaporkan bahwa pertambahan berat badan yang rendah pada trimester III juga menunjukkan peningkatan resiko terjadinya IUGR (Strauss et al, 1998).

2.2.3. Perubahan Fisiologis selama Kehamilan yang berhubungan dengan Asupan Nutrisi

1. Metabolisme dalam kehamilan

Angka metabolisme basal (Basal Metabolic Rate) adalah energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi fisiologis normal pada saat istirahat (Kuntarti, 2006). Pada ibu hamil, angka metabolisme basal (AMB) meningkat hingga 15-20% yang umumnya ditemukan pada akhir kehamilan (Guyton et al, 1997). Ibu hamil membutuhkan energi yang lebih banyak karena metabolismenya meningkat.

Berat badan wanita hamil akan naik kira-kira di antara 6,5-16,5 kg, dengan rata-rata 12,5 kg. Kenaikan berat badan ini terjadi terutama dalam kehamilan 20 minggu terakhir. Kenaikan berat badan disebabkan oleh: 1) hasil konsepsi: fetus, plasenta, dan likuor amnii; dan 2) dari ibu sendiri: uterus dan mamma yang membesar, volume darah yang meningkat, lemak dan protein lebih banyak, dan akhirnya adanya retensi air (Wiknjosastro et al, 2005). Asupan nutrisi pada ibu hamil harus adekuat agar peningkatan berat badan pada ibu hamil juga adekuat. Peningkatan berat badan yang kurang selama kehamilan dapat menyebabkan luaran bayi BBLR yang dapat menyebabkan kematian. Di sisi lain, obesitas ibu atau asupan nutrisi yang terlalu banyak selama kehamilan dapat menyebabkan IUGR (Guoyao et al, 2004). Oleh karena itu, pemenuhan nutrisi yang tepat sangat penting selama kehamilan.

10

Tabel 2.1. Tabel kenaikan berat badan berdasarkan BMI

BMI Kenaikan berat

badan total

Trimester I

Trimester II dan III (per minggu) Berat badan kurang

(BMI<19,8) 12,5-18,0 kg 2,3 kg 0,49 kg Normal (BMI

19,8-26) 11,5-16,0 kg 1,6 kg 0, 44 kg

Berat badan lebih

(BMI 26-29) 7,0-11,5 kg 0,9 kg 0,3 kg

Obesitas (BMI>29) 6,0 kg Hamil kembar 15,9-20,4 kg Triplets/multiplets >22,7 kg

Sumber: Departemen Nutrisi Universitas Sumatera Utara, 2007

2. Volume dan Komposisi Darah

Volume darah ibu sesaat sebelum hamil aterm kira-kira 30% di atas normal. Peningkatan ini terutama terjadi selama akhir kehamilan. Penyebabnya terutama adalah faktor hormonal, karena aldosteron dan esterogen menyebabkan retensi cairan, serta sumsum tulang yang aktif menghasilkan sel-sel darah merah tambahan (Guyton et al, 1997).

Peningkatan sel darah merah tidak sebanding dengan peningkatan volume plasma darah, sehingga terjadi pengenceran darah (hemodilusi). Meskipun banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah tidak berubah, namun jumlah sel darah merah dalam 100 ml plasma menurun. Hal ini menyebabkan nilai hemoglobin sebelum hamil besarnya 13-14 g% dapat turun hingga 10-11 g% pada bulan-bulan pertama kehamilan. Hal ini tidak boleh disebut anemia, karena jumlah hemoglobin pada ibu hamil lebih besar daripada sebelum hamil (Almatsier et al, 2011). Jika peningkatan jumlah sel darah ini tidak adekuat, maka dapat terjadi anemia. Theresa dan Mary melaporkan bahwa anemia selama kehamilan dapat meningkatkan resiko lahir

11

prematur (Scholl et al, 1994). Oleh karena itu, asupan nutrisi yang berkaitan dengan produksi sel darah pada ibu hamil sangat penting.

3. Sistem urinarius

Pada kehamilan terjadi peningkatan penyaringan glomerulus (glomerulus filtration rate) sampai 69%. Hal ini disebabkan oleh peningkatan sirkulasi darah di ginjal selama kehamilan (Wiknjosastro et al, 2005). Selain itu, peningkatan penyaringan glomerulus ginjal mungkin juga disebabkan karena menurunnya tekanan osmotik. Penurunan tekanan osmotik terjadi karena adanya penurunan albumin serum selama kehamilan (Almatsier et al, 2011). Peningkatan penyaringan glomerulus ini memperberat kerja tubulus ginjal dalam penyerapan nutrisi, sehingga pada kehamilan normal dapat terjadi kehilangan glukosa dan protein dalam urin (Ciliberto et al, 1998). Oleh karena itu, asupan nutrisi pada ibu hamil harus adekuat sehingga tidak terjadi kekurangan energi dan protein.

4. Sistem pencernaan

Pada bulan-bulan pertama akan terdapat perasaan mual. Hal ini mungkin disebabkan peningkatan kadar estrogen. Tonus-tonus otot sistem pencernaan menurun, sehingga motilitasnya pun berkurang (Wiknjosastro et al, 2005). Hal ini baik untuk resorpsi, namun lebih lamanya makanan dicerna dan diserap dapat menimbulkan beberapa keluhan. Berkurangnya gerak saluran cerna dapat meningkatkan resiko arus balik ke esofagus. Pola makan selama kehamilan harus diperhatikan agar meskipun motilitas saluan cerna berkurang, refluks ke esofagus tidak terjadi. Di samping itu, absorpsi air di usus besar meningkat, sehingga feses lebih keras yang menimbulkan konstipasi (Almatsier et al, 2011). Oleh karena itu, ibu hamil perlu mengkonsumsi serat yang cukup untuk mengatasi konstipasi.

12

2.3. Gizi Ibu Hamil 2.3.1. Pengertian Gizi

Zat gizi adalah bahan kimia yang terdapat dalam bahan pangan dibutuhkan tubuh untuk menghasilkan energi, membangun, dan memelihara jaringan, serta mengatur proses kehidupan. Zat gizi dibagi dalam tiga kelompok menurut fungsinya dalam tubuh, yaitu:

a. Zat energi, berupa karbohidrat, lemak, dan protein b. Zat pembangun, berupa protein, mineral, dan air c. Zat pengatur, berupa protein, mineral, air, dan vitamin

(Almatsier et al, 2011)

Zat gizi juga dapat dibagi dalam zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein (Almatsier et al, 2011). Satu gram karbohidrat atau protein menghasilkan 4,1 kkal energi, sedangkan satu gram lemak menghasilkan 9,3 kkal energi (Kuntarti, 2006). Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) menganjurkan perbandingan komposisi energi berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak secara berurutan adalah 50-60%, 10-20%, dan 20-30%.

Zat gizi mikro terdiri dari vitamin, mineral, dan air. Vitamin dan mineral berperan dalam berbagai reaksi biokimia dalam tubuh. Air berperan sebagai pelarut dan pelumas dalam tubuh, dan sebagai alat transport zat-zat gizi serta sisa-sisa pencernaan dan metabolisme (Almatsier et al, 2011).

2.3.2. Angka Kecukupan Gizi Ibu Hamil

Perubahan-perubahan yang terjadi pada ibu hamil perlu disertai dengan bantuan makanan bergizi. Angka kecukupan gizi (AKG) antara ibu tidak hamil dan ibu hamil dapat dilihat pada tabel 2.2.

13

Gangguan gizi ibu

Penambahan volume darah berkurang

Peningkatan curah jantung (cardiac output) kurang

Aliran darah ke plasenta berkurang

Ukuran plasenta berkurang Aliran zat gizi berkurang

Pertumbuhan janin terhambat

Gambar 2.2. Mekanisme terhambatnya pertumbuhan janin pada gangguan gizi ibu

Dokumen terkait