METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Bangun Das Mariah Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini ditentukan secara metode purposive. Purposive maksudnya dalam hal ini adalah pengambilan daerah penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu. Daerah penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian ini merupakan salah satu daerah penghasil komoditi Kopi Ateng di Kabupaten Simalungun.
Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Kopi Arabika Tanaman Perkebunan Rakyat di Kabupaten Simalungun Tahun 2013
Kecamatan Luas Areal
(Ha)
Produksi (Ton) Jumlah Petani (KK) 1. Silimakuta 2. Pamatang Silimahuta 3. Purba 4. Haranggaol Horison 5. Dolok Pardamean 6. Sidamanik 7. Pamatang Sidamanik 8. Girsang Sipangan Bolon 9. Tanah Jawa 10.Hatonduhan 11.Dolok Panribuan 12.Jorlang Hataran 13.Panei 554,01 972,03 1266,94 55,00 877,84 555,55 388,94 404,28 9,15 15,25 146,89 83,21 186,97 767,07 1390,16 1733,47 50,52 1.260,10 583,07 402,03 502,17 13,38 21,72 201,69 125,08 247,76 824 1.074 1.515 100 1.518 1.301 842 1.035 87 115 697 998 1.165
14.Panombean Panei 15.Raya 16.Dolok Silau 17.Silou Kahean 18.Raya Kahean 19.Tapian Dolok 20.Siantar 47,88 1188,50 752,01 18,63 18,64 55,00 0,63 70,90 1593,26 808,07 - 24,27 71,13 - 533 3.894 1.574 15 236 44 1 Kabupaten Simalungun 7.589,35 9.865,85 17.568 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara
3.2 Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani yang membudidayakan tanaman kopi Ateng yang berada di Desa Bangun Das Mariah yaitu sebanyak 100 orang. Penarikan sampel dilakukan dengan metode Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara sengaja, peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu. Jadi sampel diambil tidak secara acak, tapi ditentukan sendiri oleh peneliti. Jumlah petani sampel yang diambil adalah sebanyak 30 petani untuk masing-masing petani yang menjual kopi dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dengan kopi biji. Jumlah ini dianggap sudah mewakili dari populasi (Walpole, 1992).
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dibuat terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang relevan, seperti Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, Kantor Kepala Desa dan dari dinas terkait lainnya yang dapat mendukung kelengkapan data dalam penelitian ini.
3.4 Metode Analisis Data
Untuk hipotesis (1) digunakan uji beda rata-rata (Compare Means) karena berasal dari dua variabel yang berbeda maka uji beda rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini adalah independent test, dengan rumus sebagai berikut:
= �̅̅̅ − �̅̅̅�̅̅̅ − �̅̅̅
keterangan:
�̅̅̅ : Rata-rata variabel 1
�̅̅̅ : Rata-rata variabel 2
�̅̅̅ − �̅̅̅ : Rata-rata standar deviasi variabel atau kekeliruan baku
Apabila N1 ≠ N2, maka untuk menghitung �̅̅̅ − �̅̅̅ digunakan rumus sebagai
berikut: �̅̅̅ − �̅̅̅ = √ ( ∑ � − ∑ �� + ∑ � −(∑ � )� � + � − ) ( � +� )
Keterangan:
�̅̅̅ − �̅̅̅ : Rata-rata standar deviasi variabel atau kekeliruan baku X1 : Variabel 1
X2 : Variabel 2
N : Jumlah Sampel
N1 : Jumlah sampel untuk variabel 1
N2 :Jumlah sampel untuk variabel 2
Apabila N1 = N2, maka untuk menghitung �̅̅̅ − �̅̅̅ digunakan rumus sebagai
berikut:
�̅̅̅ − �̅̅̅ = √∑ � − ∑ �� + ∑ � − ∑ �� � � −
Keterangan:
�̅̅̅ − �̅̅̅ : Rata-rata standar deviasi variabel atau kekeliruan baku X1 : Variabel 1
X2 : Variabel 2
N : Jumlah Sampel
N1 : Jumlah sampel untuk variabel 1
N2 :Jumlah sampel untuk variabel 2 (Ritonga, 2004).
Dari hipotesis (1) maka peneliti menguji hipotesis peneliti dengan menggunakan uji beda rata-rata dengan bantuan SPSS.
1. Menggunakan nilai signifikan/P – Value
dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dengan yang dijual dalam bentuk kopi biji.
- Jika nilai signifikan/P – Value < 0,05 ; maka H0 ditolak. Artinya ada
perbedaan yang nyata antara pendapatan usahatani kopi Ateng yang dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dengan yang dijual dalam bentuk kopi biji.
2. Menggunakan perbandingan antara t hitung dengan t tabel
Nilai t tabel didapat dari α (taraf nyata/tingkat signifikan) dengan derajat bebas/degree of freedom (df).
- Jika t hitung > t tabel ; maka H1 diterima. Artinya ada perbedaan yang
nyata antara pendapatan usahatani kopi Ateng yang dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dengan yang dijual dalam bentuk kopi biji. - Jika t hitung < t tabel ; maka H1 ditolak. Artinya tidak ada perbedaan yang
nyata antara pendapatan usahatani kopi Ateng yang dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dengan yang dijual dalam bentuk kopi biji.
Untuk hipotesis (2) dianalisis dengan Metode Hayami. Menurut Sudiyono (2004), analisis dengan menggunakan Metode Hayami dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Perhitungan Nilai Tambah dengan Menggunakan Metode Hayami
No Output, Input, Harga Rumus
1 2 3 4 5 6 7
Hasil produksi (kg/produksi) Bahan baku (kg/produksi) Tenaga kerja (HOK) Faktor konversi
Koefesien tenaga kerja Harga produksi (Rp/kg) Upah rerata (Rp/HOK)
A B C A/B = M C/B = N D E Pendapatan 8 9 10 11 12 13
Harga bahan baku (Rp/kg) Bahan Tambahan (Rp/kg) Nilai Produk (Rp/kg)
a. Nilai Tambah (Rp/kg) b. Rasio Nilai Tambah (%) a. Imbalan TK Langsung (Rp/kg) b. Bagian TK Langsung (%) a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat Keuntungan % F G K = MxD L = K-F-G H = (L/K)*100% P = NxE Q = (P/L) *100% R = L-P I = (R/L) *100% Balas Jasa Untuk Faktor Produksi
14 Margin (Rp/kg)
a. Pendapatan TK Langsung (%) b. Sumbangan Input Lain (%) c. Keuntungan Pengusaha (%)
S = K-F
T = (P/S) *100% U = (G/S) *100% V = (R/S) *100%
Keterangan :
HOK : Hari Orang Kerja TK : Tenaga Kerja
Analisis nilai tambah metode Hayami menghasilkan beberapa informasi sebagai berikut :
1. Nilai tambah (Rp) adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku dan bahan tambahan.
2. Rasio nilai tambah (%) menunjukkan nilai tambah dari nilai produk.
3. Imbalan tenaga kerja langsung (Rp) menunjukkan upah yang diterima tenaga kerja langsung dalam mengolah satu satuan bahan baku.
Dari hasil perhitungan tersebut akan diperoleh keterangan sebagai berikut: 1. Perkiraan nilai tambah dalam rupiah
2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (dalam %)
3. Imbalan bagi modal dan manajemen (keuntungan yang diterima perusahaan) dalam rupiah.
3.5 Defenisi dan Batasan Operasional
Defenisi dan batasan operasional dalam penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman atas penafsiran dan pengertian maka digunakan defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:
3.5.1 Defenisi
1. Petani kopi Ateng adalah orang yang melakukan usahatani Kopi Ateng sebagai mata pencaharian pokoknya dan menjual kopi Ateng dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.
2. Usahatani kopi Ateng adalah kombinasi yang tersusun dari faktor produksi yaitu modal, alam, tenaga kerja, dan keahlian yang ditujukan untuk proses produksi yang nantinya menghasilkan output dan keberhasilannya tergantung kemampuan petani mengelolanya.
3. Produksi adalah semua hasil tanaman kopi Ateng yang dibudidayakan petani kopi dalam bentuk gelondong merah maupun kopi biji (Kg).
4. Luas lahan adalah areal pertanaman kopi yang dimiliki oleh petani diukur dengan satuan hektar.
5. Kopi adalah jenis tanaman berkeping dua (dikotil) dan memiliki akar tunggang.
6. Kopi biji adalah biji kopi yang sudah dijemur terlebih dahulu dibawah sinar matahari.
7. Gelondong merah (cherry red) adalah bentuk buah panen atau biji kopi yang langsung dijual setelah dipetik dari pohonnya.
8. Nilai tambah (value added) adalah selisih penjualan dan biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku dan pembelian material pendukung.
9. Pendapatan adalah semua penerimaan usahatani kopi Ateng dikurangi semua biaya selama 1 tahun terakhir dalam bentuk gelondong merah maupun kopi biji.
3.6 Batasan Operasioal
1. Penelitian dilakukan di Desa Bangun Das Mariah, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.
2. Sampel penelitian adalah petani kopi Ateng yang masing-masing menjual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Deskripsi Wilayah
4.1.1 Letak Geografis, Batas dan Luas Wilayah
Desa Bangun Das Mariah merupakan salah satu desa yang memiliki potensi pada sektor pertanian khususnya dalam berusahatani kopi. Desa Bangun Das Mariah terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 25°C dengan curah hujan rata-rata 300mm/tahun. Secara administratif Desa Bangun Das Mariah mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Simpang Sigodang Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sipoldas
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Simpang Raya Dasma Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bangun Rakyat
4.1.2 Tata Guna Lahan
Desa Bangun Das Mariah mempunyai luas lahan 350 Ha. Sebagian besar lahan digunakan sebagai lahan pertanian bukan sawah. Penggunaan lahan yang paling luas adalah untuk pertanian bukan sawah dan selebihnya digunakan untuk pertanian sawah, pemukiman dan perkantoran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Distribusi Penggunaan Lahan
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Areal (Ha)
1 Sawah 70
2 Bukan Sawah 228
3 Pemukiman 40
4 Perkantoran 12
Jumlah 350
Sumber: Kantor Kepala Desa, 2015
Dari Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan yang paling banyak digunakan adalah lahan untuk pertanian bukan sawah seluas 228 Ha. Sedangkan untuk lahan pertanian sawah seluas 70 Ha, pemukiman seluas 40 Ha dan selebihnya digunakan untuk lahan perkantoran seluas 12 Ha.
4.1.3 Keadaan Penduduk
Desa Bangun Das Mariah memiliki empat dusun dan masing masing dusun memiliki jumlah penduduk yang berbeda-beda digolongkan berdasarkan jenis kelamin. Jumlah penduduk Desa Bangun Das Mariah dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Bangun Das Mariah
No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)
1 Laki-laki 364
2 Perempuan 357
Jumlah 721
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk sebanyak 721 jiwa diantaranya 364 jiwa laki-laki dan 357 jiwa perempuan. Dari total jumlah penduduk sebanyak 721 jiwa diketahui perbandingan antara jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki.
Tabel 6. Distribusi penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Bangun Das Mariah
No. Mata Pencaharian Laki-laki Perempuan
1 Petani 213 213
2 Buruh Tani 40 40
3 PNS 6 2
4 Wiraswasta 5 2
Jumlah 264 257
Sumber: Kantor Kepala Desa, 2015
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Desa Bangun Das Mariah bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 426 jiwa dengan rincian 213 laki-laki dan 213 perempuan.
4.1.4 Sarana Dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Bangun Das Mariah cukup tersedia dan mendukung aktivitas masyarakat di desa. Sarana dan prasarana sangat menunjang pembangunan masyarakat desa. Bila sarana dan prasarana baik, maka pembangunan desa dan masyarakat akan semakin baik pula. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini:
Tabel 7. Sarana dan Prasarana Desa Bangun Das Mariah
No. Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)
1 Gereja 2 2 Mesjid 1 3 Balai Desa 1 4 TK 1 5 Puskesmas Pembantu 1 Jumlah 6
Sumber: Kantor Kepala Desa, 2015
Dari Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana di Desa Bangun Das Mariah memiliki 2 gerja, 1 mesjid, 1 balai desa, 1 TK dan 1 puskesmas pembantu.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Jenis Penjualan Usahatani Kopi Ateng
Dalam menjual hasil produksi usahatani kopi Ateng di daerah penelitian, terdapat dua macam cara yang dilakukan petani yaitu menjual kopi Ateng dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan menjual kopi Ateng dalam bentuk kopi biji.
Kopi Ateng yang dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) adalah biji kopi yang langsung dijual oleh petani setelah biji dipanen dari pohonnya (tanpa dikupas). Sedangkan kopi Ateng yang dijual dalam bentuk kopi biji adalah biji kopi yang dijual dengan melalui tahapan melepas biji kopi dari daging buah atau kulit buah dengan menggunakan alat penggiling, kemudian biji kopi direndam dan dijemur dibawah sinar matahari dan selanjutnya dikemas dan dipasarkan.
Penjualan hasil produksi usahatani kopi Ateng dalam bentuk yang berbeda, berdampak pada perbedaan besarnya pendapatan petani yang diperoleh.
5.2 Biaya Produksi Usahatani Kopi Ateng
Biaya produksi usahatani dalam hal ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan petani dalam usahatani Kopi Ateng selama 1 tahun. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap berupa biaya penyusutan peralatan dan biaya PBB, serta biaya variabel berupa biaya sarana produksi (saprodi) yang terdiri dari biaya pupuk dan pestisida. Biaya variabel lainnya adalah biaya tenaga kerja serta biaya pasca panen.
Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kopi Ateng per petani dan per hektar dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut.
Tabel 8. Rata-Rata Biaya Produksi Usahatani Kopi Ateng
No Jenis Biaya Per Petani Per Hektar
1 Biaya Penyusutan 428.830,56 929.321,65
2 Biaya Saprodi 1.468.950,00 2.934.111,06
3 Biaya Tenaga Kerja 489.166,67 992.591,63
4 Biaya PBB 6.289,58 12.500,00
Total 2.393.236,81 4.868.524,34
Sumber: Data Primer Lampiran 13 diolah
Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya produksi usahatani kopi Ateng per petani adalah sebesar Rp. 2.393.236,81 dan rata-rata biaya produksi usahatani kopi Ateng per hektar adalah sebesar Rp. 4.868.524,34.
1. Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan akibat adanya penurunan nilai dari alat yang mengalami penyusutan. Ada beberapa alat yang mengalami penyusutan yaitu alat-alat pertanian dan perlengkapan milik petani. Alat-alat dan perlengkapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, garu, angkong, parang, mesin giling dan pompa.
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa biaya rata-rata penyusutan alat pertanian yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani kopi ateng adalah sebesar Rp. 428.830,56 per petani dan Rp. 929.321,65 per hektar.
2. Biaya Saprodi (Sarana Produksi)
Yang termasuk dalam biaya saprodi adalah semua biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk dan obat-obatan.
a. Pupuk
Pupuk yang digunakan oleh petani kopi Ateng didaerah penelitian adalah pupuk organik dan pupuk kimia. Pupuk organik merupakan pupuk kandang yang dibeli dan pupuk kompos yang biasanya dari sampah (kulit kopi) serta daun-daun dan tanaman pelindung setelah dipangkas.
Selain pupuk organik petani kopi Ateng didaerah penelitian juga menggunakan pupuk kimia dalam usahataninya. Pupuk kimia yang digunakan adalah Urea, Ponska, dan SP-36.
b. Obat-obatan
Obat-obatan yang digunakan oleh petani kopi Ateng didaerah penelitian adalah herbisida Gramoxone dan pelita yang bertujuan untuk membasmi gulma yang ada di kebun kopi petani.
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa biaya rata-rata saprodi (sarana produksi) yang
dikeluarkan oleh petani dalam usahatani kopi ateng adalah sebesar Rp. 1.468.950,00 per petani dan Rp. 2.934.111,06 per hektar.
c. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk membayar upah baik tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) maupun tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa tenaga kerja yang
digunakan adalah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Sistem pengupahan didaerah penelitian adalah sistem harian dengan upah pria sebesar Rp. 50.000/hari dan upah wanita sebesar Rp. 40.000/hari. Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) digunakan pada tahap pemupukan, penyemprotan, pemangkasan, pemanenan, penggilingan dan pengeringan. Tenaga kerja luar keluarga (TKLK) digunakan pada tahap pemupukan, penyemprotan, pemangkasan, pemanenan, dan penggilingan.
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani kopi ateng adalah sebesar Rp. 489.166,67 per petani dan Rp. 992.591,63 per hektar.
d. Biaya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
Besarnya biaya PBB tergantung pada lokasi lahan. Semakin jauh lahan dari wilayah kota maka akan semakin murah biaya PBB-nya. Untuk Desa Bangun Das Mariah biaya PBB sama rata semuanya dengan biaya sebesar Rp. 12.500 setiap tahun per hektar.
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani kopi ateng adalah sebesar Rp. 6.289,58 per petani dan Rp. 12.500,00 per hektar.
Hasil produksi usahatani kopi Ateng tersebut dijual dalam 2 bentuk yakni kopi dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan dalam bentuk kopi biji. Perlakuan pasca panen atas kedua bentuk cara memberikan konsekuensi biaya pasca panen yang berbeda.
Rata-rata biaya pasca panen yang dikeluarkan oleh petani kopi Ateng per petani dan per hektar dapat dilihat pada tabel 9 sebagai berikut.
Tabel 9. Rata-Rata Biaya Pasca Panen Usahatani Kopi Ateng
No Keterangan Per Petani Per Hektar
1 Gelondong Merah (Cherry red) 0 0
2 Kopi Biji 124.000,00 221.560,32
Total 124.000,00 221.560,32
Sumber: Data Primer Lampiran 13 diolah
Biaya pasca panen dalam hal ini adalah biaya tenaga kerja untuk menggiling/mengupas dan menjemur kopi Ateng. Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya pasca panen usahatani kopi Ateng per petani dan per hektar yang menjual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) adalah sebesar Rp.0 karena kopi yang dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) tidak melakukan pengolahan pasca panen dan rata-rata biaya pasca panen usahatani kopi Ateng yang menjual dalam bentuk kopi biji adalah sebesar Rp. 124.000,00 untuk setiap petaninya dan per hektarnya adalah sebesar Rp. 221.560,32.
Sebagai akibat perlakuan pasca panen maka harga jual juga berbeda. Harga kopi gelondong merah (cherry red) rata-rata Rp.7.000/Kg sedangkan harga kopi biji rata-rata Rp.24.000/Kg.
5.3 Perbandingan Penerimaan Usahatani Kopi Ateng yang Dijual dalam Bentuk Gelondong Merah (Cherry red) dengan Kopi Biji
Penerimaan adalah hasil yang diterima petani kopi atas penjualan hasil usahatani kopi Ateng. Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian seluruh hasil produksi kopi Ateng dengan harga jual kopi per kilogram. Harga jual produksi didaerah penelitian sering kali mengalami perubahan, akan tetapi perubahan harga ini bukan ditentukan oleh petani. Dalam hal ini petani sampel didaerah penelitian merupakan price taker. Rata-rata petani memperoleh harga jual kopi dalam bentuk gelondong merah (cherry red) Rp. 7.000/Kg dan kopi biji Rp. 24.000/Kg.
Perbandingan rata-rata penerimaan usahatani kopi Ateng yang dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji dapat dilihat pada tabel 10 berikut.
Tabel 10. Perbandingan Rata-Rata Penerimaan Usahatani Kopi Ateng yang Dijual dalam Bentuk Gelondong Merah (cherry red) dengan Kopi Biji
No Jenis Penjualan Kopi Per Petani (Rp) Per Hektar (Rp) 1 Gelondong Merah (Cherry red)
a. Produksi b. Harga c. Penerimaan 492,27 7.000 3.445.866,67 1.102,99 7.000 7.720.902,78 2 Kopi Biji a. Produksi b. Harga c. Penerimaan 282,73 24.000 6.785.600 505,35 24.000 12.128.515,87 Sumber: Data Primer Lampiran 9,10,11,12 diolah
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan usahatani kopi Ateng yang dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) adalah Rp. 3.445.866,67 per petani dalam 1 tahun dan Rp. 7.720.902,78 per hektar dalam 1 tahun. Rata-
rata penerimaan usahatani kopi Ateng yang dijual dalam bentuk kopi biji adalah Rp. 6.785.600 per petani dalam 1 tahun dan Rp. 12.128.515,87 per hektar dalam 1 tahun.
5.4 Perbedaan Pendapatan Usahatani Kopi Ateng yang Dijual dalam Bentuk Gelondong Merah (Cherry red) dan Kopi Biji
Pendapatan usahatani kopi Ateng adalah hasil bersih yang diperoleh petani kopi baik petani yang memproduksi gelondong merah (cherry red) maupun kopi biji yang dinyatakan dalam nilai rupiah yang diperoleh dari selisih antara total penerimaan usahatani dengan total biaya produksi. Rata-rata pendapatan usahatani kopi gelondong merah dengan kopi biji dapat dilihat pada tabel 11 berikut.
Tabel 11. Perbedaan Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kopi Ateng yang Dijual dalam Bentuk Gelondong Merah (cherry red) dan Kopi Biji No Pendapatan Petani Rata-rata pendapatan
per petani (Rp)
Rata-rata pendapatan per hektar (Rp)
1 Gelondong Merah 1.330.757,78 2.869.907,19
2 Kopi Biji 3.866.235,28 6.799.342,13
Sumber: Data Primer Lampiran 14,15 diolah
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan usahatani kopi Ateng yang dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) adalah Rp. 1.330.757,78 per petani dalam 1 tahun dan Rp. 2.869.907,19 per hektar dalam 1 tahun. Rata-rata pendapatan usahatani kopi Ateng yang dijual dalam bentuk kopi biji adalah Rp. 3.866.235,28 per petani dalam 1 tahun dan Rp. 6.799.342,133 per hektar dalam 1 tahun.
Hasil analisis uji beda model Independent Sampel t-Test antara pendapatan usahatani kopi yang dijual dalam bentuk kopi gelondong merah (cherry red)
Tabel 12. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kopi Ateng yang Dijual dalam Bentuk Gelondong Merah (cherry red) dengan Kopi Biji Per Hektar dalam 1 Tahun
Independent Sample t Test Means Std Deviasi Std Error Mean T df Sig Gelondong Merah 2869 5013 9152 -11,617 58 0,000 Kopi Bij 6799 1783 3256
Sumber: Data Primer Lampiran 16 diolah
Dari Tabel 15 diketahui nilai signifikansi sebesar 0,000 artinya nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari nilai α (0,000 < α 0,05). Disimpulkan bahwa ada perbedaan nyata antara pendapatan usahatani kopi Ateng yang dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dengan yang dijual dalam bentuk kopi biji per hektar dalam 1 tahun.
Dari hasil uji diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan usahatani kopi Ateng per hektar yang menjual kopi Ateng dalam bentuk biji jauh lebih tinggi dari pendapatan usahatani kopi yang menjual kopi dalam bentuk gelondong merah
(cherry red). Kesimpulan yang sama juga dihasilkan oleh penelitian Nailul
Khairati (2011) yang menunjukkan bahwa pendapatan dalam bentuk kopi biji lebih besar dari pada dalam bentuk gelondong merah (cherry red).
5.5 Nilai Tambah Usaha Pengolahan Kopi Biji
Menurut Hayami (1987), nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan, nilai tambah dapat didefenisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan.
Metode yang digunakan untuk mengetahui nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopi gelondong merah (cherry red) sehingga menjadi kopi biji adalah Metode Hayami. Perhitungan nilai tambah yang dilakukan pada proses pengolahan kopi gelondong merah (cherry red) di daerah penelitian dengan tujuan untuk mengukur besarnya nilai tambah yang terjadi akibat adanya proses pengolahan kopi gelondong merah (cherry red) menjadi kopi biji yang siap dipasarkan.
Analisis nilai tambah berguna untuk menguraikan masing-masing faktor produksi menurut sumbangan masing-masing faktor produksi, serta berguna untuk mengetahui distribusi nilai tambah terhadap tenaga kerja.
Perhitungan nilai tambah usaha pengolahan kopi biji dengan Metode Hayami dapat dilihat pada tabel 17 sebagai berikut.
Tabel 13. Nilai Tambah Produk Kopi Biji
No Output, Input, Harga Rumus Nilai
1 2 3 4 5 6 7
Hasil produksi (kg/produksi) Bahan baku (kg/produksi) Tenaga kerja (HOK) Faktor konversi Koefesien tenaga kerja Harga produksi (Rp/kg) Upah rerata (Rp/HOK)
A B C A/B=M C/B=N D E 163,92 492,27 3,53 0,333 0,00717 24.000 70.000 Pendapatan 8 9 10 11 12 13
Harga bahan baku (Rp/kg) Bahan Tambahan (Rp/kg) Nilai Produk (Rp/kg)
a. Nilai Tambah (Rp/kg) b. Rasio Nilai Tambah (%) a. Imbalan TK Langsung (Rp/kg) b. Bagian TK Langsung (%) a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat Keuntungan (%) F G K=MxD L=K-F-G H=(L/K) P=NxE Q=(P/L) R=L-P I=(R/L) 7.000 0 7.992 992 12,41 501,4 50,59 490,1 49,4 Balas Jasa Untuk Faktor Produksi
14 Margin (Rp/kg)
a. Pendapatan TK Langsung (%) b. Sumbangan Input Lain (%) c. Keuntungan Pengusaha (%) S=K-F T=(P/S) U=(G/S) V=(R/S) 992 50,59 0 49,4
Dari tabel 17 dapat diuraikan bahwa usaha pengolahan kopi gelondong merah