• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Corporate Governance

2. Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi dan manajemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan agar dapat berjalan secara efektif, efisien, dan ekonomis dalam rangka mencapai tujuan organisasi, serta memberikan nasihat bilamana diperlukan (Darmawati, 2004). Karena posisinya yang sangat penting dalam perusahaan, kemampuan dan pemahaman komisaris terhadap bidang usaha dan emiten akan sangat mempengaruhi persetujuan dan keputusan yang dibuat, sehingga komisaris harus memiliki dan menguasai latar belakang pendidikan di bidang ekonomi.

Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan, memiliki peranan dalam aktivitas pengawasan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa

non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasehat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance.

Dewan ada dua jenis sistem, yaitu sistem dewan unitary dan sistem dewan two-tier. Dewan unitary terdiri dari baik itu direktur eksekutif (dari dalam perusahaan atau insider) maupun direktur non-eksekutif (dari luar perusahaan atau outsider), dan membuat keputusan sebagai kelompok yang satu. Sedangkan di Indonesia mengikuti sistem dewan two-tier, yaitu memiliki dua dewan yang terpisah, dewan manajemen dan dewan pengawas. Dewan manajemen hanya mencakup eksekutif, dan berfokus pada masalah operasional dan dikepalai oleh chief executive. Dewan pengawas membuat keputusan strategis dan mengawasi dewan manajemen. Komisaris perusahaan menjabat dalam dewan pengawas sebagai eksekutif. Dewan pengawas terdiri hanya dari direktur non-eksekutif (Solomon, 2007).

Di Indonesia, dewan manajemen disebut sebagai dewan direksi, dikepalai oleh direktur utama, dan dewan pengawas disebut sebagai dewan komisaris. Dewan komisaris sering dipakai untuk mewakili kepentingan dari berbagai kelompok stakeholder. Sistem dewan two-tier dipandang lebih baik untuk stakeholder daripada sistem unitary (Solomon, 2007).

Peran individu cukup signifikan sebagai pengambil keputusan dalam perusahaan. Peran dewan non-eksekutif yaitu: memberi saran dan arah kepada manajemen perusahaan dalam mengembangkan dan mengevaluasi strateginya; mengawasi manajemen perusahaan dalam menjalankan strategi dan kinerjanya; mengawasi kinerja legal dan etis perusahaan; mengawasi kejujuran dan kecukupan informasi keuangan perusahaan dan informasi lainnya yang disediakan untuk investor dan stakeholder lainnya; bertanggung jawab untuk menetapkan, mengevaluasi, dan jika dibutuhkan memindahkan manajer senior; merencanakan pergantian posisi manajemen puncak. Solomon (2007) mengungkapkan bahwa dewan non-eksekutif harus independen dalam manajemen dan bebas dari hubungan apapun yang dapat mempengaruhi independensi mereka (kecuali gaji dan kepemilikan saham perusahaan).

Muntoro (2007) menyatakan bahwa dewan komisaris memiliki peran yang penting dalam tata kelola perusahaa yang baik, dan bahwa tugas utama dewan komisaris adalah mengawasi kebijakan dan pelaksanaan kebijakan tersebut oleh direksi dalam menjalankan perusahaan dan memberi nasehat pada direksi. Tugas komisaris dilakukan melalui komite-komite seperti komite-komite audit, komite-komite remunerasi, dan komite-komite lain. Semakin banyak komite yang ada dalam struktur tata kelola perusahaan, maka semakin banyak anggota komisaris yang dibutuhkan untuk mengisi keanggotaan komite-komite tersebut.

Komisaris independen didefinisikan sebagai anggota komisaris yang berasal dari luar perusahaan, tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada perusahaan, tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan perusahaan, komisaris, direksi, atau pemegang saham utama perusahaan, dan tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan (BAPEPAM, 2004). Undang-Undang No. 40/2007 tentang “Perseroan Terbatas” menyebutkan bahwa komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya. Dalam proporsinya, jumlah komisaris independen harus sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali.

Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat, serta dapat bertindak secara independen. Menurut pencatatan Peraturan Nomor tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris minimum 30%.

Dalam pola pengelenggaraan perusahaan yang baik. Perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlah proporsionalnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris

independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris (Darmawati, 2004).

Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) menetapkan beberapa kriteria untuk menjadi komisaris independen pada perusahaan, yaitu sebagai berikut:

a. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan yang bersangkutan.

b. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya pada perusahaan yang bersangkutan.

c. Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan.

d. Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi dalam jangka waktu 3 tahun terakhir.

e. Tidak menjadi partner atau principal di perusahaan konsultan yang memberikan jasa pelayanan profesional pada perusahaan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi.

f. Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan yang lain yang dapat diinterprestasikan akan menghalangi atau mengurangi kemampuan komisaris independen untuk bertindak dan berpikir independen demi kepentingan perusahaan.

g. Memahami peraturan perudang-undangan PT, UU Pasar Modal, dan UU serta peraturan lain yang terkait.

Komposisi dewan komisaris independen (KDKI) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proporsi Komisaris Independen dalam suatu Dewan Komisaris perusahaan. Independensi Dewan Komisaris diukur dengan (Bakhri, 2008):

KDKI = Jumlah anggota komisaris independen Total anggota dewan komisaris

Dokumen terkait