• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI LUAR PROSES HUKUM SEWENANG-WENANG DAN SUMIR

Disahkan oleh

Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa, Resolusi 1989/65, tanggal 26 Mei 1989

Dewan Ekonomi dan Sosial

Memperhatikan, bahwa pasal-pasal Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia mempermaklumkan pengakuan terhadap hak pribadi-pribadi untuk hidup, kebebasan dan keamanan,

Mengingat, bahwa pasal 6 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa setiap umat manusia mempunyai hak melakat terhadap kehidupan, hak tersebut harus dilindungi oleh hukum dan bahwa tak seorangpun akan dicabut haknya atas kehidupan secara sewenang-wenang,

Mengingat, pula komentar-komentar Komisi Hak Asasi Manusia mengenai hak atas kehidpan sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik,

Menekankan, bahwa pelaksanaan hukuman mati diluar proses hukuman bertentangan dengan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan hakiki yang dipermaklumkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Mengingat, bahwa Kongres Ketujuh Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pencegahan Tindak Kejahatan terhadap Para Terdakwa, tentang resolusi 11 tentang pelaksanaan hukuman mati diluar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir, menyeruka kepada semua pemerintah untuk mengambil langkah-langkah mendesak dan tajam untuk menyelidiki tindakan-tindakan sedemikian, dimanapun hal itu terjadi, menghukum mereka yang terbukti bersalah dan mengambil tindakan yang perlu guna mencegah perbuatan-perbuatan semacam itu,

Mengingat, pula bahwa Dewan Ekonomi dan Sosial dalam bagian VI resolusi 1986/10 tanggal 2 Mei 1986, minta Komisi tentang Pencegahan dan Pengendalian Tindak Pidana untuk mempertimbangkan pada sidangnya kesepuluh persoalan pelaksanaan hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir, untuk menjabarkan prinsip-prinsip pencegahan dan penyelidikan efektif terhadap perbuatan-perbuatan tersebut.

Memperhatikan, pula bahwa Majelis Umum dalam resolusi 33/173 tanggal 30 Desember 1978 menyatakan keperhatinan yang mendalam terhadap laporan-laporan dari berbagai bagian dunia yang berkaitan dengan hilangnya orang-orang secara paksa atau tanpa kemauan sendiri dan berseru kepada pemerintah-pemerintah dalam hal terjadinya laporan tersebut, untuk mengadakan langkah-langkah terpat untuk mencari orang-orang seperti dan melakukan penyelidikan secara cepat dan tidak memihak,

Mencatat dengan penghargaan usaha-usaha lembaga swadaya masyarakat untuk mengembangkan standar-standar penyelidikan,

Menekankan bahwa Majelis Umum dalam resolusi 42/141 tanggal 7 Desember 1987 sekali lagi mengetuk dengan keras banyaknya pelaksanaan hukuman mati dengan sumir atau sewenang-wenang termasuk pelaksanaan

hukuman mati di luar proses hukum, yang terus berlangsung di pelbagai belahan dunia,

Mencatat bahwa resolusi Majelis Umum mengakui perlunya kerjasama erat antara Pusat Hak Asasi Manusia, Cabang Pencegahan Kejahatan dan Pengadilan Pidana dan Pusat Pengembangan Sosial dan Urusan urusan Kemanusian dan Komisi tentang Pencegahan dan Pengadilan Tindak Pidana dalam usaha mengakhiri hukuman mati secara sumir dan sewenang-wenang,

Menyadari bahwa pencegahan dan penyelidikan efektif terhadap pelaksanaan hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir, membutuhkan tersedianya sumber dana dan sumber daya teknis yang memadai,

1. Merekomendasikan bahwa Prinsip-prinsip tentang Pencegahan dan Penyelidikan Efektif terhadap Pelaksanaan Hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir yang dilampirkan dalam resolusi ini, akan diperhatikan oleh pemerintah-pemerintah dalam rangka perundangan dan kebiasaan yang berlaku di tingkat nasional, dan akan diajukan untuk menjadi perhatian aparatur dan penegak hukum dan pengaadilan pidana, para petugas militer, ahli hukum, para anggota badan-badan eksekutif dan legislatif pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

2. Meminta kepada Komisi tentang Pencegahan dan Pengeadilan Tindak Pidana untuk meninjau rekomendasi-rekomendasi diatas, termasuk pelaksanaan Prinsip-prinsip, dengan mengingat berbagai keadaan sosial ekonomi, politik dan budaya dimana pelaksanaan hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir terjadi;

3. Mengundang Negara-negara Anggota yang belum meratifikasi atau menyutujui insturemen-instrumen internasional yang melarang pelaksanaan hukuman mati diluar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir,

termasuk Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, Protokol pilihannya serta Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukum yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia lainnya, untuk menjadi peserta instrumen-instrumen ini;

4. Meminta kepada Sekretaris Jenderal untuk memasukan prinsip-prinsip ini ke dalam penerbinan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berjudul: Human Rights; A Compilation of International Instrumen ( Hak Asasi Manusia ; Himpunan Instrumen-instrumen Internasiona l);

5. Minta kepada lembaga-lembaga regional dan antar regional Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi Pencegahan Tindak Pidana dan Perlakuan terhadap para terdakwa untuk memberi perhatian khusus dalam program penelitian dan pelatihannya kepada Prinsip-prinsip, maupun kepada Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, dan Protokol pilihannya serta Konvensi Penyiksaan dan Perlakukan atau Hukuman yang kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia Lainnya, Kode Etik Aparatur Penegak Hukum, Deklarasi Prinsip-prinsip Dasar Keadilan bagi instrumen internasional lain yang berkaitan dengan persoalan pelaksanaan hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir.

Lampiran

Prinsip-prinsip dan pencegahan dan Penyelidikan Efektif terhadap pelaksanaan hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir.

Pencegahan

1. Pemerintah harus melarang dengan Undang-undang semua pelaksanaan hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir dan akan memastikan bahwa setiap pelaksanaan hukumang mati seperti itu diakui sebagai pelanggaran berdasarkan Undang-undang pidananya, dan

dapat dihukum dengan hukuman setimpal yang mempertimbangkan berat ringannya pelanggaran tersebut. Keadaan-keadaan khusus termasuk termasuk keadaan perang atau ancaman perang, ketidakstabilan politik dalam negeri atau keadaan darurat umum lain manapun tidak dapat sebagai pembenaran pelaksanaan hukuman mati seperti itu. Hukuman mati semacam itu, tidak dapat dilaksanakan dibawah keadaan apa pun termasuk, tetapi tidak terbatas pada situasi-situasi konflik bersenjata dalam negeri, penggunaan kekuasaan berlebihan atau sah oleh seseorang aparatur pemerintah atau orang lain yang bertindak dengan kapasitas resmi atau seorang yang berbuat atas hasutan, atau dengan persetujuan atau setahu orang-orang seperti itu, dan situasi-situasi di dalam kematian terjadi ketika seseorang berada dalam tahanan. Pelanggaran ini akan berlaku dengan maklumat yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berkuasa.

2. Untuk mencegah hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan Sumir, pemerintah-pemerintah akan memastikan pengawasan ketat, termasuk rantai komando yang jelas atas semua aparatur yang bertanggung jawab atas penangkapan, penahanan penjarahan maupun aparatur yang diberi wewenang oleh hukum untuk menggunakan kekerasan senjata api.

3. Pemerintah akan melarang perintah dari aparatur atasan atau penguasa masyarakat yang memberi wewenang atau menghasut orang-orang lain untuk melakukan hukuman mati di luar proses hukum, Sewenang-wenang dan Sumir tersebut. Semua orang mempunyai hak dan kewajiban untuk mengabaikan perintah semacam itu. Pelatihan aparatur penegak hukum harus menekan ketentuan-ketentuan diatas.

4. Perlindungan efektif lewat sarana pengadilan atau lainnya akan dijamin bagi pribadi dan golongan yang berada dalam bahaya hukuman mati di luar

proses hukum, sewenang-wenang dan sumir, termasuk mereka yang menerima ancaman kematian.

5. Tidak seorangpun tanpa kemauannya sendiri akan dikembalikan atau di ekstradisikan ke suatu negara dimana terdapat alasan kuat untuk percaya bahwa ia dapat menjadi korban hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir di negara tersebut.

6. Pemerintah akan menjamin bahwa orang-orang yang hilang kebebasannya ditahan di tempat-tempat penahanan yang diakui secara resmi, dan bahwa mengenai informasi yang tepat mengenai penahanan dan dimana keberadaan mereka, termasuk pemindahan, diberikan dengan segera kepada sanak keluarga dan pengacara mereka atau orang-orang kepercayaan mereka.

7. Para pengawas yang memenuhi syarat, termasuk tenaga medis, atau seorang bebas dengan kewenangan setara, akan melakukan pemeriksaan di tempat-tempat penahanan secara teratur dan diberi kuasa untuk mengadakan pemeriksaan dengan prakarsanya sendiri tanpa pemberitahuan sebelumnya, dengan jaminan kebebasan sepenuhnya dalam fungsi ini. Para pengawas tersebut akan mempunyai hak tanpa pembatasan untuk menghubungi orang-orang di tempat penahanan tersebut maupun untuk melihat semua catatan mereka.

8. Pemerintah-pemerintah akan melakukan setiap usaha untuk mencegah pelaksanaan hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir lewat langkah-langkah seperti peranta diplomatik, peluang para pengadu yang semakin besar kepada badan-badan antara pemerintahan dan peradilan, dan kecaman masyarakat. Mekanisme antar pemerintah harus digunakan untuk menyelidiki laporan-laporan mengenai setiap hukuman mati tersebut dan mengambil tindakan efektif terhadap perbuatan

semacam itu. Pemerintah-pemerintah, termasuk dinegara dimana hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir secara masuk akal dicurigai telah terjadi, harus bekerjasama sepenuhnya dalam penyelidikan internasional tentang masalah itu.

Penyelidikan

9. Haruslah ada tentang penyelidikan menyeluruh, segera dan tidak memihak mengenai semua kasus yang dicurigai sebagai hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir, termasuk kasus-kasus dimana pengaduan oleh sanak keluarga atau laporan-laporang lain terpacaya menyarankan kematian tidak wajar dalam keadaan di atas. Pemerintah-pemerintah akan mengurus kantor dan prosedur penyelidik untuk melakukan pencarian keterangan tersebut. Tujuan penyelidikan haruslah untuk menetapkan sebab, cara dan waktu kematian, orang-orang yang bertanggung jawab, setiap pola atau kebiasaan yang mungkin telah menyebabkan kematian tersebut. Penyelidikan itu akan mencakup otopsi yang memadai, pengumpulan dan analisis semua bukti fisik dan dokumenter, dan pernyataan dari saksi-saksi. Penyelidikan itu harus membedakan antara kematian wajar, kematian karena kecelakaan, bunuh diri dan pembunuhan.

10. Aparatur penyelidik akan mendapat kekuasaan untuk memperoleh semua keterangan yang perlu bagi pencarian keterangan. Orang-orang yang melakukan penyelidikan akan mendapat semua sumber dana dan sumber daya teknis yang perlu untuk dapat melakukan penyelidikan efektif. Mereka juga akan mendapat kekuasaan untuk mengharuskan aparatur yang diduga terlibat dalam hukuman mati semacam itu untuk menghadap dan memberi kesaksian. Hal yang sama berlaku kepada setiap saksi. Untuk keperluan ini, mereka akan memperoleh hak untuk mengeluarkan surat panggilan kepada saksi-saksi termasuk aparatur yang diduga terlibat dan untuk diminta disediakannya bukti-bukti.

11. Dalam kasus-kasus dimana prosedur penyelidikan yang ada tidak memadai karena kurangnya ahli atau penyelidikan yang tidak memihak, disebabkan oleh pentingnya persoalan atau karena adanya pola penyalahgunaan yang menyolok, dan dalam kasus-kasus dimana ada pengaduan dari keluarga korban tentang kekurangan ini atau alasan-alasan yang kuat lainnya, pemerintah-pemerintah akan melakukan penyelidikan lewat suatu komisi mandiri atau pencari keterangan atau prosedur serupa. Para anggota komisi semacam ini akan dipilih karena sikap mereka yang tidak memihak, kemampuan dan kemandirian sebagai pribadi yang sudah diakui. Secara khusus, mereka harus bebas dari setiap lembaga, instansi atau orang yang mungkin menjadi subyek pencarian keterangan. Komisi harus mempunyai kewenangan untuk memperoleh semua informasi yang perlu untuk pencarian keterangan dan akan melakukan penyelidikan sebagai ditetapkan menurut prinsip-prinsip ini.

12. Mayat orang yang meninggal tidak akan dikubur ( dibuang ) sebelum otopsi yang memadai yang dilakukan seorang dokter, yang kalau dapat seorang ahli dalam patologi forensik. Mereka yang melakukan otopsi harus mendapat hak memperoleh semua data penyelidikan, berhak mendatangi tempat dimana mayat itu ditemukan, dan ke tempat dimana kematian diperkirakan telah terjadi. Kalau mayat itu sudah dikubur dan kemudian ternyata bahwa suatu penyelidikan dibutuhkan, maka mayat tersebut harus segera dan secara kompenten digali kembali untuk di otopsi. Kalau sisa-sisa kerangka ditemuka, sisa-sisa-sisa-sisa tersebut harus digali kembali secara hati-hati dan dipelajari sesuai dengan sistematika tehnik-tehnik antropologi.

13. Mayat orang yang sudah meninggal itu harus tersedia bagi mereka yang melakukan otopsi selama suatu jangka waktu yang cukup untuk memungkinkan dilakukannya penyelidikan menyeluruh. Otopsi itu sekurang-kurangnya, akan berusaha menetapkan identitas orang yang meninggal dan

sebab serta cara kematiannya. Waktu dan tempat kematian juga akan ditentukan sebisa mungkin. Foto-foto berwarna yang terinci dari orang yang meninggal akan dimasukan kedalam laporan otopsi untuk mendokumentasikan dan mendukung temuan penyelidikan. Laporan otopsi harus menggambarkan setiap dan semua luka pada orang yang meninggal termasuk setiap bukti penyiksaan.

14. Untuk memastikan hasil yang obyektif, mereka yang melakukan otopsi harus dapat berfungsi tidak memihak dan bebas dari setiap orang atau organisasi atau kesatuan yang secara potensial bisa terlibat.

15. Pengadu, saksi, orang-orang yang melakukan penyelidikan dan keluarga mereka akan dilindungi terhadap kekerasan, ancaman kekerasan atau setiap bentuk intimidasi. Orang-orang yang secara potensial dapat terlibat hukuman mati di luar hukum, sewenang-wenang atau sumir, harus dipindahkan dari setiap kedudukan yang mengendalikan atau berkuasa, baik langsung maupun tidak langsung, atas pengaduan, saksi dan keluarga mereka, maupun atas mereka yang melakukan penyelidikan.

16. Keluarga orang yang meninggal dan perwalian hukum mereka akan mendapat informasi, dan boleh ikut mendengarkan, setiap wawancara maupun memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan penyelidikan, dan berhak untuk mengajukan bukti lain. Keluarga orang yang meninggal berhak untuk mendesak bahwa seorang perwakilan medis atau memenuhi syarat lainnya hadir pada otopsi. Apabila identitas seseorang yang sudah meninggal telah ditentukan, pemberitahuan tentang kematian akan di poskan, dan keluarga atau sanak keluarga yang meninggal diberitahu dengan segera. Mayat orang yang meninggal akan dikembalikan kepada mereka setelah penyelidikan selesai.

17. Suatu laporan tertulis akan diajukan dalam jangka waktu yang cukup tentang metode dan temuan-temuan penyelidikan tersebut. Laporan akan diumumkan segera dan akan mencakup lingkup penyelidikan, proses dan metode yang digunakan untuk menilai bukti-bukti maupun kesimpulan dan rekomendasi yang didasarkan pada temuan-temuan fakta dan hukum yang dapat digunakan. Laporan juga akan menggambarkan secara rinci peristiwa-peristiwa khusus yang terbukti telah terjadi dan bukit-bukti yang mendasari temuan semacam itu, dan daftar nama saksi yang memberi kesaksian, dengan perkecualian orang-orang yang identitasnya dirahasiakan demi perlindungan mereka sendiri. Pemerintah dalam jangka waktu yang cukup, akan menjawab laporan mengenai penyelidikan tersebut, atau menunjukkan langkah-langkah yang akan diambil sebagai tanggapan atas laporan tersebut.

Proses Pengadilan

18. Pemerintah-pemerintah akan memastikan bahwa orang-orang yang diidentifikasikan oleh penyelidikan sebagai telah ikut serta dalam hukuman mati di luar hukum, sewenang-wenang atau sumir dalam wilayah di bawah yurisdiksinya akan diajukan ke pengadilan. Pemerintah-pemerintah akan mengajukan orang-orang semacam itu ke pengadilan atau bekerjasama untuk mengekstradisi orang-orang seperti itu ke negera lain yang ingin melaksanakan yuridiksinya. Prinsip ini akan berlaku tanpa memandang siapa dan dimana pelaku pembunuhan atau korban berada, kebangsaan mereka ataupun dimana kejahatan itu dilakukan.

19. Tanpa prasangka terhadap prinsip 3 diatas, suatu pemerintah dari atasan atau aparatur pemerintahan tidak dapat diajukan sebagai pembenaran bagi hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang dan sumir. Atasan, pejabatan atau aparatur pemerintahan lain dapat dianggap bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan bawahan dibawah kekuasaan hirarkis mereka atau mereka mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk

mencegah tindakan semacam itu. Dalam keadaan apapun, termasuk keadaan perang, bahaya atau keadaan darurat lain, kekebalan perlindungan terhadap tuntutan tidak akan diberikan kepada siapapun yang diduga terlibat dalam pelaksanaan hukuman mati di luar proses hukum, sewenang-wenang atau sumir.

20. Keluarga dan tanggungan dari korban pelaksanaan hukuman mati di luar hukum, sewenang-wenang atau sumir berhak atas ganti rugi yang adil dan memadai, dalam jangka waktu yang wajar.