• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Diabetes Melitus

2.2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis, yang disebabkan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, dimana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik dan menumpuk dalam pembuluh darah karena pankreas tidak cukup memproduksi insulin untuk metabolisme glukosa darah dan tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang diproduksi tersebut, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia (Wijaya et al., 2011).

Diabetes melitus ditandai dengan sekumpulan gejala karena gangguan metabolik dengan karakterisik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Masharani et al., 2004).

Definisi diabetes melitus menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi dimana kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dL dan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL. Sedangkan kadar glukosa darah antara 100 dan 125

mg/dL (6,1 sampai 7,0 mmol/L) dapat dikatakan suatu keadaan pre diabetes (Perkeni, 2011).

American Diabetes Association melaporkan bahwa setiap 21 detik ada satu orang yang terkena diabetes. Diperkirakan jumlah diabetes mencapai 350 juta pada tahun 2025, lebih dari setengahnya berada di Asia, terutama di India, Cina, Pakistan, dan Indonesia (Tandra, 2014).

WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. Prediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 akan meningkat menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Perkeni, 2011). Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes dari 10,0 juta pada tahun 2015 menjadi 16,2 juta pada tahun 2040 (IDF, 2015).

2.2.2 Gambaran Histologis Pankreas Diabetes Melitus

Pankreas terdiri dari bagian eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin pankreas berfungsi menghasilkan enzim–enzim pankreas (amilase, peptidase, dan lipase). Sedangkan bagian endokrin pankreas merupakan kelompok sel yang disebut

pulau Langerhans (Sherwood, 2001).

Pulau Langerhans merupakan kumpulan dari empat tipe sel yang mensintesis insulin (sel beta), glukagon (sel alfa), somatostatin (sel delta) dan polipeptida pankreas (sel pp) (Kim et al., 2007).

88

Sel beta pankreas menempati bagian tengah dari pulau Langerhans, dan merupakan sel endokrin pankreas yang paling banyak. Sedangkan sel alfa tersebar di bagian perifer pulau Langerhans. Sel delta pankreas sebagian besar terletak di bagian perifer, dan sebagian kecil terletak ditengah diantara sel beta pankreas. Sel PP dapat ditemukan sebagai sel tunggal maupun kelompok di bagian perifer pulau Langerhans (Bowen, 2002; Huang et al,, 2009).

Gambaran histologis pulau langerhans pada pankreas hewan diabetes menunjukkan penurunan jumlah pulau langerhans, adanya inflamasi dan vakuolisasi pulau langerhans, dan degranulasi sel beta pankreas. Sebagai tambahan, tampak gangguan pada susunan sel alfa dan beta pankreas, juga terlihat adanya pyknosis dan nekrosis pada pulau langerhans (Hosseini et al., 2015).

Pada penelitian yang dilakukan Suarsana et al (2010) menunjukkan penurunan jumlah sel beta pankreas pada tikus diabetes yang diinduksi senyawa aloksan. Pada kelompok tikus kontrol tampak sel beta memenuhi pulau Langerhans dibagian tengah dan jumlahnya sangat banyak (84,56 ± 9,4 buah), sedangkan pada perlakuan diabetes terlihat sel beta jumlahnya sangat sedikit (9,33 ± 1,77 buah).

Hal ini menunjukkan telah terjadi kerusakan sel beta pankreas akibat induksi dengan aloksan. Kerusakan sel beta pankreas menyebabkan produksi insulin berkurang sehingga ketika hormon insulin dideteksi pada sel beta menggunakan pewarnaan imunohistokimia, hasilnya sel beta jumlahnya sangat sedikit (Suarsana et al., 2010).

Gambar 2.1

Foto Mikrograf Sel Beta Pulau Langerhans Tikus dengan Pewarnaan Immunohistokimia (Suarsana et al., 2010)

K(-) = Kontrol negatif, DM = Kelompok positif diabetes melitus Tanda panah ( ) = sel beta pankreas

Gambaran pulau Langerhans pada diabetes juga menunjukkan adanya hyalinisasi dan deposit amiloid, yang berasal dari peptida Islet Amyloid Polypeptide (IAPP), yang juga dikenal sebagai amylin.Amylin merupakan peptida sekretori minor dari sel beta pankreas yang disintesis bersamaan dengan insulin dan C-peptida. Amylin ini diduga yang menyebabkan resistensi insulin dan dapat menyebabkan apoptosis sel beta pankreas. Selain itu juga tampak adanya infiltrasi lemak dan fibrosis luas (Butler et al.,2003; Ozougwu et al., 2013).

2.2.3 Mekanisme Kerusakan Sel beta Pankreas pada Diabetes Melitus

Apoptosis merupakan bentuk utama kematian sel beta pankreas pada diabetes, baik diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Dimana mekanisme kematian sel ini

90

melibatkan interleukin-1β (IL-1β), nuclear factor-kB (NF-kB) dan Fas receptor. Pada diabetes tipe 1 terjadi lesi insulinitis, yang menyebabkan dilepaskannya sitokin-sitokin seperti IL-1β, tumor necrosis factor (TNF)-α, dan

interferon (IFN)- (Cnop et al., 2005).

Sitokin-sitokin tersebut menginduksi faktor-faktor transkripsi seperti NF-kB dan STAT-1. Aktivasi NF-NF-kB akan memicu produksi nitric oxide (NO) dan menyebabkan deplesi kalsium pada retikulum endoplasmik. Hal ini menyebabkan stres pada retikulum endoplasmik (ER stress), yang selanjutnya akan menyebabkan mitokondria melepaskan sinyal apoptosis dan mengakibatkan kematian sel beta (Cnop et al., 2005).

Gambar 2.2

Mekanisme kematian sel beta pankreas (Cnop et al., 2005).

Sedangkan pada diabetes tipe 2, paparan kronis peningkatan kadar glukosa darah dan asam lemak bebas dapat menyebabkan disfungsi sel beta dan

menginduksi apoptosis sel beta, melalui mekanisme glucotoxicity dan lipotoxicity (Cnop et al., 2005). Hiperglikemia kronis dapat mengakibatkan efek merugikan pada sintesis/sekresi insuin, kelangsungan hidup sel dan sensitifitas insulin melalui beberapa mekanisme yaitu: hilangnya ekspresi gen insulin dan gen spesifik sel beta lainnya secara bertahap; stres RE kronis dan stres oksidatif; perubahan mitokondria baik dalam jumlah, morfologi dan fungsi nya; dan gangguan homeostasis kalsium, yang akhirnya terjadi glucotoxicity, yaitu perubahan permanen pada komponen seluler dalam produksi maupun sekresi insulin (Cernea et al., 2013).

2.2.4 Pilar Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis (Perkeni, 2011).

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komperehensif dan upaya peningkatan motivasi (Perkeni, 2011).

92

Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakit dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang mungkin timbul secara dini/saat masih reversibel, memantau perilaku ketaatan, pengelolaan penyakit serta perubahan perilaku/kebiasaan secara mandiri. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori serta diet tinggi lemak (Ndraha, 2014).

Dokumen terkait