• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kualitas insulin, sekresi insulin ataupun keduanya (Munadi dan Ardinata, 2008). Diabetes melitus tipe 2 umumnya bersifat asimptomatik. Pada diabetes melitus tipe 2 juga terjadi gangguan metabolisme lipid yang menyebabkan peningkatan berat badan hingga obesitas (Kurniawan, 2010).

Terjadinya diabetes melitus terkait pada tiga kelainan yaitu (1) terjadi resistensi insulin di jaringan perifer terutama pada otot, liver dan lemak, (2) adanya kelainan pada sekresi insulin terutama dalam merespon rangsangan glukosa dan (3) meningkatnya produksi glukosa oleh liver (Sargowo dan Andarini, 2011). Diabetes melitus juga dapat terjadi akibat kerja glukagon yang abnormal serta terjadinya defisiensi kerja insulin. Gangguan metabolik ini terjadi akibat dari derajat penurunan kerja insulin. Ketidak seimbangan kerja glukagon dan insulin atau rasio glukagon-insulin yang tinggi mengakibatkan terjadinya kondisi yang tidak dapat mempertahankan homeostatis dari bahan bakar normal pada tubuh ( Munadi dan Ardinata, 2008).

B. Obesitas

Obesitas merupakan keadaan yang disebabkan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Penimbunan lemak dapat terjadi di seluruh tubuh atau hanya pada

tempat–tempat tertentu misalnya pada daerah perut (Jalal, dkk., 2006). Menurut Haris dan Tambunan (2009), obesitas terjadi karena ketidak seimbangan antara asupan gizi dan luaran energi. Karena asupan energi yang tinggi serta luaran energi yang rendah maka kelebihan energi ini disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Obesitas dapat diukur oleh indeks yang disebut indeks masa tubuh (IMT) atau Body mass index (BMI). Seseorang dikatakan obesitas apabila BMInya lebih besar atau sama dengan 30 (WHO, 2008). Obesitas terbagi menjadi dua tipe yaitu:

1. Obesitas sentral

Obesitas sentral disebut juga obesitas tipe buah apel (Retnaningsih, 2010). Pada obesitas sentral terjadi penumpukan lemak yang berlebih di daerah perut yang disebut sebagai lemak viseral atau sering disebut dengan penumpukan lemak di daerah abdominal. Penumpukan lemak di dareah abdominal berisiko mengalami sindroma metabolik (Haris dan Tambunan, 2009). Obesitas sentral berhubungan dengan faktor resiko yang disebabkan oleh obesitas yaitu hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes melitus (Janghorbani, et al., 2008).

2. Obesitas perifer

Obesitas perifer sering disebut obesitas general atau obesitas tipe buah pear. Pada obesitas perifer terjadi penumpukan lemak yang menumpuk pada pinggul dan paha atau disebut daerah gluteo-femoral . Penumpukan jaringan lemak pada daerah abdominal maupun viseral berkaitan erat dengan risiko terjadinya sindroma metabolik dan penyakit kardiovaskular (Retnaningsih, 2010). Sebagian kasus obesitas dilaporkan berkaitan dengan resistensi leptin. Leptin merupakan suatu hormon yang esensial bagi regulasi berat tubuh normal.

Leptin menekan nafsu makan sehingga menurunkan konsumsi makanan dan mendorong penurunan berat badan. Pada orang yang mengalami obesitas, pusat pusat di hipotalamus yang berperan dalam homestatis energi “disetel lebih tinggi”.

Defek reseptor leptin yang tidak berespon terhadap tingginya kadar leptin di darah yang berasal dari jaringan lemak yang banyak. Karena itu otak tidak mendeksi leptin sebagai sinyal untuk menurunkan nafsu makan. Hal ini yang menyebabkan orang dengan kelebihan berat badan cenderung mempertahankan berat badannya tetapi dengan tingkat yang lebih tinggi daripada orang normal (Sherwood, 2007).

C. Antropometri

Antropometri berasal dari bahasa Yunani yaitu “antropo” dan “metron”.

Antropo artinya manusia dan metron yang berarti pengukuran. Pengukuran antropometri mencangkup bermacam-macam pengukuran pada tubuh manusia diantaranya berat badan, tinggi badan pada saat berdiri (stature), skinfold thickness, lingkar pinggang, lingkar kepala, recumbent length, lebar bahu dan lebar pergelangan (National Health and Nutrition Examination Survey, 2007).

Antropometri biasanya digunakan sebagai indikator kesehatan serta status gizi seseorang (Dioum, Gartner, Bernard, Delpeuch and Wade, 2005). Menurut International Diabetes Federation (2006), akumulasi lemak pada obesitas sentral dapat digambarkan dengan lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP).

Distribusi lemak dalam tubuh dapat diukur menggunakan antropometrik, diantaranya yang sering digunakan adalah lingkar pinggang dan rasio lingkar

pinggang-panggul. Penumpukan lemak pada daerah abdomen dapat digambarkan dengan lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul (Siani, et al., 2002). Peningkatan lingkar pinggang menggambarkan terjadinya peningkatan masa lemak tubuh total dan lemak viseral, sedangkan peningkatan lingkar panggul berhubungan dengan pengurangan lemak viseral dan menggambarkan terjadinya peningkatan lemak subkutan di daerah panggul (Seidell, Perusse, Depes, dan Bouchard, 2001).

1. Lingkar pinggang

Pengukuran lingkar pinggang merupakan salah satu pengukuran antropometri yang biasanya digunakan sebagai indikator untuk menentukan diabetes. Pengukuran lingkar pinggang dilakukan pada titik tengah antara tulang rusuk terbawah dan tepi atas tulang panggul dengan posisi subjek berdiri dengan kaki rapat, lengan rapat pada kedua sisi tubuh, menggunakan pakaian yang tipis serta dalam kondisi akhir ekspirasi normal, seperti pada gambar 1 (WHO, 2008).

Peningkatan ukuran lingkar pinggang merupakan faktor risiko sindroma metabolik (National Obesity Forum, 2006). Menurut International Diabetes Federation (2006), pengukuran lingkar pinggang dapat mengukur obesitas sentral dengan menggunakan guideline seperti pada tabel I yang dibedakan berdasarkan etnis dan jenis kelamin.

Tabel I. Kriteria lingkar Pinggang berdasarkan Perbedaan Etnis oleh International Diabetes Federation, 2006.

2. Rasio lingkar pinggang-panggul

Rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) merupakan salah satu pengukuran antropometri yang dapat menggambarkan obesitas sentral pada individu, apabila perbandingan antara lingkar pinggang dan panggul semakin besar maka semakin besar pula lemak abdominal pada individu tersebut (International Chair on Cardiometabolic Risk, 2011). Pada pengukuran lingkar pinggang-panggul diukur dari titik tengah antara batas bawah tulang rusuk yang dapat teraba dan pada bagian atas dari tulang panggul. Lingkar panggul merupakan daerah atau diameter terbesar dari tubuh yang terletak di bawah pinggang. Rasio lingkar pinggang-panggul dihitung dari lingkar pinggang (cm) dibagi dengan lingkar panggul (cm) seperti pada gambar 2. Menurut WHO

(2008), kriteria diagnosis sindrom metabolik dengan nilai rasio lingkar pinggang panggul > 0,90 untuk pria dan > 0,85 untuk wanita.

Gambar 2. Rasio Lingkar Pinggang-Panggul (Rodrigues, 2011)

Penelitian Odenigbo, Odennigbo, Oguejiotor, dan Adogu (2011) menyatakan bahwa, pengukuran lingkar pinggang lebih kuat dalm memprediksi obesitas pada wanita dibandingkan pada pria. Populasi Asia memiliki jaringan adiposa viseral yang lebih banyak dibandingkan dengan populasi Eropa ( Lear, Humphries, Kohli, Chockalingam, Frohlich dan Birmingham, 2007).

Dokumen terkait