• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Diabetes Mellitus

DM. Sehingga perlu dipastikan tindakan-tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada penderita Diabetes Mellitus. Latihan jasmani merupakan salah satu dari empat pilar utama penatalaksanaan diabetes mellitus (Perkeni, 2006 dalam Setyanto, 2009).Seperti hasil penelitian Indriyani dkk 2007 ada pengaruh latihan fisik: senam aerobik terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 di Wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudirman 2009 menunjukkan hasil bahwa senam tidak berpengaruh pada kadar gula darah. Melihat fenomena perbedaan hasil penelitian-penelitan diatas peneliti tertarik untuk meneliti perubahan angka gula darah sewaktu pasien dm dari sebelum hingga sesudah senam diabetes. Sehingga rumusan masalahnya adalah “ Perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah senam diabetes pada penderita diabetes mellitus tipe 2di PERSADIA Rumah Sakit Sari Asih Ciputat”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah senam diabetes pada penderita diabetes mellitus tipe 2di PERSADIA Rumah Sakit Sari Asih Ciputat.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden penderita diabetes mellitus tipe 2.

b. Mengetahui kadar gula darah pasiendiabetes mellitustipe 2 di PERSADIA Rumah Sakit Sari Asih Ciputat sebelum melakukan senam.

c. Mengetahui kadar gula darah pasiendiabetes mellitustipe 2 di PERSADIA Rumah Sakit Sari Asih Ciputat setelah melakukan senam.

d. Mengetahui hubungan karakteristik responden dengan kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2

e. Untuk menganalisa perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah senam diabetes pada penderita diabetes mellitus tipe 2di PERSADIA Rumah Sakit Sari Asih Ciputat.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

1. Bagi Klien

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi pedoman dan memotivasi bagi pasien Diabetes Mellitus dalam mengontrol kadar gula darah seerta memberikan tambahan informasi bagi pasien dan keluarga.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan sebagai bahan masukan untuk peneliti selanjutnya.

3. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi instansi pelayanan keperawatan dalam meningkatkan pelayanan dalam pengelolaan diabetes mellitus terutama senam diabetes dan memberikan edukasi tentang senam diabetes itu sendiri.

8 BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Diabetes Mellitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddart, 2002).

Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin atau ketidakadekuatan penggunaan insulin(Barbara Engram 1994).

Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2010 Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau dua-duanya.

Seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa > 126 mg/dL dan pada tes sewaktu > 200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam (PERKENI 2006).

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008 terbagi dalam 3 bagian, yaitu Diabetes tipe 1, Diabetes tipe 2 dan Diabetes Gestational.

a. Diabetes tipe 1

Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan bentuk Diabetes Mellitus parah yang sangat lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non-obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi darah, glukagon plasma meningkat dan sel-sel β pankreas gagal merespons semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu diperlukan pemberian insulineksogen untuk memperbaiki katabolisme, menurunkan hiperglikemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Karam, 2002).

Gejala penderita Diabetes Mellitus tipe 1 termasuk peningkatan ekskresi urin (poliuria), rasa haus (polidipsia), lapar, berat badan turun, pandangan terganggu, lelah, dan gejala ini dapat terjadi sewaktu-waktu (tiba-tiba) (WHO, 2008).

b. Diabetes tipe 2

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan bentuk Diabetes Mellitus yang lebih ringan, terutama terjadi pada orang dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi. Obesitas pada umumnya penyebab gangguan kerja insulin, obesitas merupakan faktor resiko yang biasa terjadi pada Diabetes Mellitus tipe ini dan

sebagian besar pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan terhadap insulin, juga terjadi defisiensi respons sel β pankreas terhadap glukosa (Karam, 2002).

Gejala Diabetes Mellitus tipe 2 mirip dengan tipe 1, hanya dengan gejala yang samar. Gejala bisa diketahui setelah beberapa tahun, kadang-kadang komplikasi dapat terjadi. Tipe Diabetes Mellitus ini umumnya terjadi pada orang dewasa dan anak-anak yang obesitas.

c. Diabetes Gestasional

Diabetes Mellitus ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada kehamilan (WHO, 2008). Merupakan intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan, Diabetes Mellitus gestational biasanya terdeteksi pertama kali pada usia kehamilan trimester II atau III (setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan). Mekanisme Diabetes Mellitus gestational belum diketahui secara pasti. Namun, besar kemungkinan terjadi akibat hambatan kerja insulin ini membuat tubuh bekerja keras untuk menghasilkan insulin sebanyak 3 kali dari normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insuli sehingga relatif hipoinsulin maka menakibatkan hiperglikemia. Faktor resiko Diabetes Mellitus gestational ialah abortus berulang, riwayat melahirkan anak meninggal tanpa sebab yang jelas, riwayat pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaan, penah melahirkan bayi lebih dari 4000 gram, pernah preklampsia, polihidroamnion. Faktor predisposisi Diabetes mellitus adalah umur ibu hamil lebih dari 30 tahun, riwayat Diabetes Mellitus dalam keluarga, pernah mengalami diabetes gestational pada kehamilan sebelumnya, infeksi saluran kemih berulang-ulang selama hamil (PERKENI, 2006).

d. Tipe Lain

1) Defek genetik fungsi sel beta 2) Defek genetik kerja insulin 3) Penyakit eksokrin pankreas 4) Endokrinopati

5) Karena obat atau zat kimia 6) Infeksi

7) Sebab imunologi yang jarang

8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia, 2006)

3. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab-penyebab tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2 menurut menurut Brunner & Suddart (2002) yaitu :

1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun) 2. Obesitas

3. Riwayat keluarga

4. Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika)

Menurut Ehsa (2010) faktor faktor tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2 dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah 1. Riwayat keluarga diabetes

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab Diabetes Mellitus orangtua. Biasanya seseorang yang menderita Diabetes Mellitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut.

2. Ras atau latar belakang etnis

Resiko Diabetes Mellitus tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli Amerika dan Asia.

3. Riwayat diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan resiko Diabetes Mellitus tipe 2

4. Usia

Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun

b. Faktor resiko yang dapat diubah 1. Pola makan

Makan secara berlebihan dn melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya Diabetes Mellitus tipe 2

2. Gaya hidup

Makanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan salah satu gaya hidup di jaman sekarang yang dapat memicu terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2

3. Obesitas

Seseorang dikatakan obesitas apabila indeks massa tubuh (BMI) nya lebih besar dari 25. HDL dibawah 35 mg/dL dan atau tingkat trigliserida lebih dari 250 mg/dL dapat meningkatkan resiko Diabetes Mellitus tipe 2 .

4. Hipertensi

Tekanan darah > 140/90 mmHg dapat menimbulkan resiko Diabetes Mellitus tipe 2

5. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan 6. Penyakit dan infeksi pada pankreas 7. Dislipidemia

Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah. Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (>35 mg/dl) sering didapat pada pasien diabetes

4. Patofisiologi

a. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi 2 defek fisiologi yaitu abnormalitas sekresi insulin, dan resistensi kerja insulin pada jaringan sasaran. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini, dengan demikian

insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Brunner & Suddart, 2002).

Pada Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi 3 fase urutan klinis. Pertama, glukosa plasma tetap normal meski pun terjadi resistensi insulin karena insulin meningkat, pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun terjadi peningkatan konsentrasi insulin, tetap terjadi intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, sehingga menyebabkan hiperglikemia puasa dan Diabetes Mellitus yang nyata (Foster, 2000).

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe 2 (Brunner & Suddart, 2002).

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus menurut Riyadi (2007 : 80) yaitu :

a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)

b. Polidpsia (peningkatan rasa haus ) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel.

d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.

e. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.

f. Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul g. Kelainan ginekologis

Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candidia

h. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati

Pada penderita Diabetes Mellitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perifer mengalami kerusakan.

i. Kelemahan tubuh

Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal

j. Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita Diabetes

Mellitus bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rsak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes mellitus.

k. Mata kabur

Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.

5. Komplikasi

Diabetes Mellitus jika tidak ditangani dengan baik akann mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, dan saraf. Dengan penanganan yang baik, berupa kerjasama yang erat antara pasien dan petugas kesehatan, diharapkan komplikasi kronik Diabetes Mellitus dapat dicegah, setidaknya dihambat pekembangannya (Waspadji, 1996).

Komplikasi Diabetes Mellitus terbagi menjadi dua, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang. Komplikasi metabolik akut disebabkan perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada Diabetes Mellitus tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik (DKA). Komplikasi akut yang lain adalah hiperglikemia hiperosmolar koma non-ketotik (HHNK), dan hipoglikemia (Price dan Wilson, 2002).

Komplikasi vaskular jangka panjang Diabetes Mellitus melibatkan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) dan pembuluh darah sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik Diabetes Mellitus yang menyerang kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf perifer (neuropati diabetik), dan otot serta kulit. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis (Prince dan Wilson, 2002).

6. Penatalaksanaan

Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Menurut Konsensus PERKENI 2011, ada empat pilar penatalaksanaan Diabetes Mellitus.

a. Edukasi

Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendamping pasien dalam perubahan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan upaya peningkatan motivasi.

b. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabtetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu.

Perlu ditekankan pentingnya keteraturan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah dan insulin.

c. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat latihan jasmani dapat ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan yang kurang gerak.

d. Terapi Farmakologis

Insulin mungkin diperlukan pada Diabetes Mellitus tipe 2 sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasilrfr mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien diabetes tipe 2 yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan obat kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, kehamilan pembedahan atau beberapa keadian stress lainnya.

7. Glukosa Darah a. Definisi

Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan

otot rangka. ( Joyce LeeFever, 2007 )

Menurut kamus kedokteran Dorland (2002) gula darah adalah produk akhir dan merupakan sumber energi utama organisme hidup yang kegunaannya dikontrol oleh insulin. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari : 4-8 mmol/l (70-150 mg/dL). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum makan.

b. Mekanisme Pengaturan Gula Darah

Energi untuk sebagian besar fungsi sel dan jaringan berasal dari glukosa. Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari metabolisme asam lemak, tetapi jalur ini kurang efisien dibandingkan dengan pembakaran langsung glukosa, dan proses ini juga menghasilkan metabolit-metabolit asam yang berbahaya apabila dibiarkan menumpuk, sehingga kadar glukosa di dalam darah dikendalikan oleh beberapa mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat dapat mempertahankan kadar dalam rentang 70 sampai 110 mg/dl dalam keadaan puasa. ( Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, 2004).

Setelah pencernaan makanan yang mengandung banyak glukosa, secara normal kadar glukosa darah akan meningkat, namun tidak melebihi 170 mg/dl. Banyak hormon ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang adekuat baik dalam keadaan normal maupun sebagai respon terhadap stres. Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan

mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari normal, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah, menandakan terjadinya gangguan homeostatis dan sudah semestinya mendorong tenaga analis kesehatan melakukan pemeriksaan untuk mencari etiologinya. ( Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, 2004 ).

Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di hati. Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga meningkatkan level gula darah.

Apabila level gula darah meningkat, entah karena perubahan glikogen, atau karena pencernaan makanan, hormon yang lain dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat di dalam pankreas. Hormon ini, yang disebut insulin, menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen. Proses ini disebut glikogenesis, yang mengurangi level gula darah.

Diabetes Mellitus tipe 1 disebabkan oleh tidak cukup atau tidak dihasilkannya insulin, sementara tipe 2 disebabkan oleh respon yang tidak memadai terhadap insulin yang dilepaskan (“resistensi insulin”). Kedua jenis diabetes ini mengakibatkan terlalu banyak glukosa yang terdapat di dalam tubuh.

Tabel 2.1 : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM

Kadar glukosa darah (mg/dL)

Bukan DM Belum pasti DM DM Kadar glukosa darah sewaktu : Plasma vena Darah kapiler < 100 < 90 100 - 199 90 – 199 ≥ 200 ≥ 200 Kadar glukosa darah puasa : Plasma vena Darah kapiler < 100 < 90 100 – 125 90 – 99 >126 >100

Sumber : (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2, 2006)

Tabel 2.2 : kadar glukosa darah sewaktu

Glukosa darah Kadar normal

Glukosa darah 2 jam setelah makan (postprandial)

< 140 mg/dL untuk usia 50 tahun atau kurang.

< 160 mg/dL untuk usia 50-60 tahun

Random Tingkat bervariasi tergantung

kapan dan seberapa banyak kamu makan pada saat makan terakhir. Pada umumnya 80-120 mg/dL Sebelum makan atau saat bangun tidur 100-140mg/dL

Sumber : (http://diabetes.webmd.com/blood-glucose?page=3 )

c. Cara Mengontrol Gula Darah

Kadar gula darah dapat dikontrol dengan 3 cara yakni menjaga berat badan ideal, diet makanan seimbang dan melakukan olahraga/ latihan fisik. Seiring dengan berjalannya waktu, ketiga cara tersebut sering kali kurang memadai lagi. Kadar gula darah mungkin tidak terkontrol dengan baik. Pada keadaan yang seperti inilah baru diperlukan obat anti diabetes (OAD). Jadi, pada dasarnya obat baru diperlukan jika dengan cara diet dan olahraga gula darah belum terkontrol dengan baik.

Ada beberapa hal yang menyebabkan gula darah naik, yaitu kurang berolah raga, bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, meningkatnya stress dan faktor emosi, pertambahan berat badan dan usia, serta dampak perawatan dari obat, misalnya steroid (Fox & Kilvert, 2010)

1) Olah raga secara teratur dapat mengurangi resistensi insulin sehingga insulin dapat dipergunakan lebih baik oleh sel-sel tubuh. Olah raga juga dapat digunakan sebagai usaha untuk membakar lemak dalam tubuh sehingga dapat mengurangi berat badan bagi orang obesitas.

2) Asupan makanan terutama melalui makanan berenergi tinggi atau kaya karbohidrat dan serat yang rendah dapat mengganggu stimulasi sel-sel beta pankreas dalam memproduksi insulin. Asupan lemak di dalam tubuh juga perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap kepekaan insulin. 3) Interaksi antara pituitary, adrenal gland, pancreas dan liver sering

terganggu akibat stress dan penggunaan obat-obatan. Gangguan organ-organ tersebut mempengaruhi metabolism ACTH (hormon dari pituitary), kortisol, glucocorticoids (hormon adrenal gland), glucagon merangsang glukoneogenesis di liver yang akhirnya meningkatkan kadar gula dalam darah (Mahendra, Krisnatuti, Tobing, & Alting, 2008). Kurang tidur bisa memicu produksi hormone kortisol, menurunkan toleransi glukosa, dan mengurangi hormon tiroid. Semua itu menyebabkan resistensi insulin dan memperburuk metabolisme.

4) Semakin bertambah usia perubahan fisik dan penurunan fungsi tubuh akan mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masalah gizi pada usia lanjut sebagian besar

merupakan masalah gizi berlebih dan kegemukan/obesitas yang memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk diabetes mellitus (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, & Batubara, 2008).

B. SENAM DIABETES

Dokumen terkait