• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnosis Banding

Dalam dokumen Referat Pneumothoraks Fixed (Halaman 30-39)

G. Pemeriksaan fisik

I. Diagnosis Banding

Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru, dan pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, laki-laki, dan perokok jika setelah difoto diketahui ada pneumotoraks maka diagnosis umumnya menjurus ke pneumothoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan sekunder kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla.6

Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang hiperlusen, dengan dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa kasus, dimana bleb atau bulla menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan gambaran radiologi yang mirip dengan pneumotoraks. Untuk membedakannya, dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah pada daerah tersebut terdapat gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada pneumotoraks daerah hiperlusen-nya tidak terdapat vaskular sehingga biasa disebut hiperlusen avaskular, sedangkan pada bleb atau bulla terdapat garis-garis trabekula pada daerah paru yang mengalami bleb atau bulla. Selain itu, pada bleb atau bulla yang besar, jaringan paru di sekitar bulla akan mengalami pemadatan yang diakibatkan oleh pendesakan bulla tersebut kepada jaringan paru.9

Gambar Bleb dan bulla paru Gambaran foto thoraks bulla paru

J. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah adalah sama seperti penanganan trauma, yaitu dengan melakukan tindakan ABCDE, yang kemuudian diikuti tindakan sebagai berikut7 :

1. Observasi pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.

2. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi

tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara :

1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.

2) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

WSD adalah merupakan suatu system yang digunakan untuk mengalirkan cairan atau udara dari torak dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan negatif yg normal dalam cavum pleurae, sehingga akan dapat mengembalikan dan atau mempertahankan pengembangan paru.

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut .

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam

rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal .

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil

3. Torakoskopi

Toraskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu toraskop. Tindakan ini dilakukan apabila :

• paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube toraskostomi

• terjadinya fistula bronkopleura

• timbulnya kembali pneumptpraks setelah tindakan plsurodesis 4. Torakotomi

Tindakan torakotomi dilakukan bila :

1. Kebocoran paru yang massif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae / fistel Bronkhopleura).

2. Pneumotoraks berulang.

3. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax). 4. Pneumotoraks bilateral.

5. Indikasi social (pilot, penyelam, penderita yang tinggal di daerah terpencil)

Torakotomi dilakukan dengan cara:

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.

c. Dilakukan reseksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel. Pengobatan Tambahan

1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,

terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator.

2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat .

3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema. 4,5

Rehabilitasi

1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.

2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.

3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.

4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.

K. Komplikasi

a. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks

b. Emfiesema subkutan, biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada dan belakang.

c. Piopneumothorax : Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara bersamaan pada satu sisi paru.

d. Pneumothorax kronik : menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronkopleura tetap membuka.

e. Hidro-pneumothorax : ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah) f. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema,

hidropneumotoraks.13

L. Prognosis

Hasil pneumothoraks tergantung pada luasnya tipe dari pneumothoraks. Spontaneus pneumothoraks akan umumnya hilang sendiri tanpa perawatan. Secondary pneumothoraks yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, bahkan ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15 %. Secondary pneuothoraks memerlukan perawatan darurat dan segera. Angka kekambuhan untuk keduanya primary dan secondary 40 %. Kebanyakan kekambuhan terjadi dalam waktu 1,5 sampai 2 tahun.13

BAB IV KESIMPULAN

Pneumothoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak nafas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya pneumothoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatic.

Pneumothoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumothoraks traumatic dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenic. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumothoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).

Dalam menentukan diagnose pneumothoraks seringkali didasarkan pada hasil foto rontgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru ( colaps line). Dari hasil rontgen juga dapat dketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea. Pada prinsipnya penanganan pneumothoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi.

Dalam dokumen Referat Pneumothoraks Fixed (Halaman 30-39)

Dokumen terkait