• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIAGNOSIS BANDING

Dalam dokumen Referat Sindrom Koroner Akut (Halaman 29-52)

Berbagai diagnosa banding sindrom koroner akut antara lain:

a. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum atau saluran cerna, emboli paru, dan tension pneumothorax.

b. Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada, sindrom wolf-Parkinson-White.

c. Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD, nyeri otot dinding dada, serangan panik dan gangguan psikogenik.

Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut.

Gambar : Diagnosis banding nyeri dada

TATALAKSANA

Sekiranya pasien sudah mempunyai tanda-tanda ACS, kita harus segera bertindak supaya tidak menyebabkan konsekuensi yang lebih parah.Penatalaksanaan dapat menggunakan akrronim MONACO. Dapat dimulai dengan memberikan oksigen 4L/mnt, Aspirin 300mg, Clopidogrel 300mg, Nitroglycerin 0.6mg SL ulang setiap 5 minute sebanyak tiga kali, jika pasien mengeluhkan nyeri dada yang berat sekali, morphine IV 0.5mg/ml sebanyak 5 ml dimasukin. Seterusnya, EKG harus dipantau dan mengetahui apakah ini UA, NSTEMI atau STEMI.Jika pasien mengalami UA, kita harus memastikan dengan pemeriksaan enzim jantung, dan melanjutkan ke arah edukasi dan terapi rawat jalan. Jika pasien mengalami STEMI/NSTEMI, kita harus memikirkan apakah rencana reperfusi dengan Percutaneus Coronary Intervention (PCI) boleh dilakukan apa tidak? Jika tidak boleh, kita harus rencanakan fibrinolysis.

Tujuan pengobatan pada ACS adalah untuk memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi terjadinya thrombotic akut dan

disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat dicapai dengan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik yang akan

(i) mengurang progresif plak

(ii) menstabilkan plak, dengan mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya,

(iii) mencegah thrombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak. Selain itu, obat juga dipakai untuk memperbaiki simtom dan iskemi yaitu nitrat kerja jangka pendek dan jangka panjang, Beta – Blocker, CCB.

Kepada pasien yang menderita ACS maupun keluarganya perlu kita terangkan tentang perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien harus diyakinkan bahwa kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan pengobatan dan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih baik. Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dll, perlu ditangani secara baik.

Cara pengobatan ACS yaitu, (i) pengobatan farmakologis,

(ii) revaskularisasi miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cara di atas sifatnya menyembuhkan. Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan mengatasi factor-factor risiko.

Di pengobatan farmakologik, ada banyak jenis obat yang boleh dipakai dan ada tertentu yang sering dipakaikan dan akan dibahaskan nanti. Yang pertama adalah Aspirin dosis rendah, dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin masih merupakan obat utama untuk mencegahan thrombosis. Meta-analysis menunjukkan bahwa dosis 75 – 150 mg sama efektivitasna dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberi pada semua pasien ACS kecuali ditemukan kontraindikasi.Selain itu, efek samping seperti iritasi gastrointestinal dan perdarahan, alergi harus diperhatiin.Cardioaspirin memberikan efek samping yang lebih minimal dibandingkan Aspirin.Selain itu, Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine merupakan antagonis ADP dan menghambat agregasi Thrombosit.Clopidogrel lebih diindikasikan

pada penderita dengan resistensi atau intoleransi terhadap Aspirin. AHA/ACC guidelines update 2007 memasukkan kombinasi Aspirin dan Clopidogrel pada pasien dengan ACS menunjukkan lebih rendah mortality rate.

Obat penurun kolesterol juga dipakai di pasien ACS, pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik pada prevensi primer maupun pervensi sekunder.Berbagai studi membuktikan bahwa statin dapat menurunkan komplikasi sebesar 39%. Selain menurunkan kolesterol, statin juga mempunyai mekanisme lain yang dapat berperan sebagai anti inflamasi, anti thrombotic dll (pleiotropic effect). Target penurunan LDL kolesterol adalah < 100mg/dl dan pada pasien risiko tinggi, Diabetes Mellitus, penderita penyakit jantung koroner dianjurkan menurunkan LDL kolesterol < 70mg/dl.

Pengunaan Angiotensin Converter Enzyme – Inhibitor (ACEI)/ Aldosterone Receptor Blocker (ARB) sebagai kardioproteksi untuk prevensi infark sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner telah dibuktikan dari studi.

Nitrat pada umumnya disarankan pada pasien ACS karena nitrat memiliki efek venodilator sehingga preload miokard dan afterload ventrikel kiri dapat menurun sehingga dengan demikian konsumsi oksigen miokard juga akan menurun. Nitrat juga melebarkan pembuluh darah normal dan yang mengalami aterosklerotik, menaikkan aliran darah kolateral dan menghambat agregasi thombosit.Bila serangan Angina tidak respons dengan Nitrat jangka pendek seperti Nitroglycerin, maka harus

diwaspadai adanya STEMI.Efek samping dari obat ini adalah sakit kepala dan flushing.

β blocker juga merupakan obat standar yang diberikan pada pasien ACS, β blocker menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor β-1 yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokardium. Pemberian β blocker dilakukan dengan target denyut jantung sekitar 60 kali per menit. Kontraindikasi terpenting pemberian β blocker adalah riwayat asma bronchial serta disfungsi ventrikel kiri akut.

Kalsium channel blocker juga diberikan, dia mempunyai efek vasodilatasi. Kalsium channel blocker dapat mengurangi keluhan pada pasien yang telah mendapat nitrat atau β blocker; terutama pada pasien yang mempunyai kontraindikasi penggunaan β blocker. Kalsium channel blocker tidak disarankan bila terdapat penurunan fungsi ventrikel kiri atau gangguan konduksi atrioventrikel.

Selain obat di atas, obat anticoagulant juga dipakai untuk coba membuka pembuluh darah yang teroklusi. Unfractionated Heparin (UFH) adalah obat yang memicu aktivitas antithrombin III dan mencegah converse fibrinogen ke fibrin. Obat ini tidak melysiskan thrombusnya tapi mencegeh lanjutan thrombogenesis. Selain UFH, terdapat Low Molecular Weight Heparins (LMWH) yang dapat dipakai juga. LMWH adalah indikasi untuk terapi STEMI dan adalah prophylaksis pada UA dan NSTEMI.LMWH ada kelebihan dari UFH, karena LMWH tidak harus dimonitor International Normalized Ratio (INR).Di UFH harus melakukan INR berterusan supaya tidak sampai tahap yang mungkinkan perdarahan.

Setelah obat farmakologi, sekarang masuk ke revaskularisasi miokard. Ada dua cara revaskularisasi yang telah terbukti baik pada ACS stabil yang disebabkan aterosklerotik koroner yaitu tindakan revaskularisasi pembedahan, bedah pintas koroner (coronary artery bypass graft = CABG) dan tindakan intervensi perkutan (percutaneous coronary intervention = PCI). Akhir – akhir ini kedua cara tersebut telah mengalami kemajuan pesat yaitu diperkenalkannya tindakan, off pump surgery dengan invasive minimal dan drug eluting stent (DES).

Revaskularisai dengan 1 tujuan adalah meningkatkan survival ataupun mencegah infark ataupun menghilangkan gejala.

Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner dan tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang potensial untuk dilakukan ravaskularisasi miokard.selain itu, tindakaan revaskularisasi dilakukan pada pasien jika; 1. Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien 2.Hasil uji non-invasif menunjukan adanya risiko miokard 3.Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian 4. Pasien lebih memiilihkan tindakan intervensi disbanding dengan pengobatan biasa dan sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka.

Dari gambar 1, menunjukkan goal reperfusi adalah PCI atau terapi thrombolitic, jika PCI tidak dapat diakses dalam jangka waktu 90 menit, terapi thrombolitic disarankan. Thrombolitic terapi dapat menurunkan mortalitas dan kurangkan saiz infark di patient dengan STEMI. Terapi ini dilakukan dalam 3 jam pertama dari angina berlaku dan dapat menurunkan 50% mortalitas pada pasien ACS.

Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina) Tindakan umum

Pasien perlu perawatan rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, dan diistirahatkan (bed rest), diberi obat penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu ada pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.

Terapi Medikamentosa a. Nitrat

Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen.Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral.Yang ada di Indonesia terutama Isosorbit dinitrat,

yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4mg/jam.Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per oral. b. Penyekat Beta

Beta-blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium.Meta-analisis dari 4700 pasien dengan UA menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan resiko infark sebesar 13% (p<0.04).Semua pasien UA harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi seperti asam bronkiale dan pasien dengan bradiaritmia.Beta-bloker seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien UA, yang menunjukkan effektivitas yang serupa.

c. Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan nondihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan ini dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah.

Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negatif juga lebih kecil. Verapamil dan diltiazem memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin pada pasien SKE dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium pada pasien yang ada kontraindikasi dengan beta-bloker.

d. Aspirin

Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal pada pasien UA. Oleh karena itu aspirin dianjurkan seumur hidup dengan dosis awal 160mgper hari dan dosis selanjutnya 80-325 mg per hari.

e. Klopidogrel

Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin, yang menghambat agregasi platelet. Klopidogrel juga terbukti dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular dan dianjurkan pada pasien yang tidak tahan

aspirin. AHA menganjurkan pemberian klopidogrel bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg per hari.

f. Unfractionated Heparin

Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagai rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagualn yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin, akan bekerja menghambat trombin dan faktor Xa. Kelemahan heparin adalah efek terhadap trombus yang kaya trombosit dan heparin dapat dirusak oleh platelet faktor 4.

g. Low Molekuler Weight Heparin (LMWH)

LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai polisakarida heparin. Kebanyakan mengandung sakarida kurang dari 18 jam dan hanya bekerja pada faktor Xa.LMWH di Indonesia adalah dalteparin, nadroparin dan enoksaparin.2

Stratifikasi Risiko

Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain adalah2:

- pasien yang tidak pernah memiliki angina sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan

- sebelumnya tidak memakai obat anti angina

- ECG normal atau tak ada perubahan dari sebelumnya.

- Enzim jantung tidak meningkat termaasuk troponin dan biasanya usia lebih muda.

Pasien yang termasuk dalam risiko sedang adalah2:

- Bila ada angina baru dan makin berat, didapatkan angina pada waktu istirahat

- Laki-laki, usia >70 tahun, menderita diabetes melitus - Tidak ada perubahan ST segmen

- Enzim jantung tidak meningkat.

Pasien yang termasuk dalam risiko tinggi adalah2:

- Angina berlansung lama atau angina pasca infark; sebelumnya mendapat terapi yang intensif

- Ditemukan hipotensi, diaforesis, edema paru atau ”rales” pada pemeriksaan fisik

- Terdapat perubahan segmen ST yang baru

- Didapatkan kenaikan troponin, keadaan hemodinamika tidak stabil.

Bila manifestasi iskemia kembali secara spontan atau pada waktu pemeriksaan, maka pasien sebaiknya dilakukan angiografi. Bila pasien tetap stabil dan termasuk risiko rendah maka terapi medikamentosa sudah mencukupi. Hanya pasien dengan risiko tinggi yang membutuhkan tindakan invasif segera, dengan kemungkinan tindakan revaskularisasi.2

Infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)

Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi semen T dan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:

 Terapi antiiskemia

 Terapi antiplatelet/antikoagulan

 Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)

 Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS Terapi antiiskemia

Terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta dapat diberikan untuk menghilangkan nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena dan penyekat beta oral antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.2

a. Nitrat

Nitrat pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasi pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10ug/menit).

b.Penyekat Beta

Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantungseperti diltiazem dan verapamil pada pasien dengan nyeri dada persisten.

c. Terapi antitrombotik

Oklusi trombus subtotal pada koroner mempunyai peran utama dalam patogenesis NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi platelet dan pembentukan thrombin-activated fibrin bertanggungjawab atas klot.

d. Terapi antiplatelet Aspirin

Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah dibuktikan dari penelitian klinis multipel dan beberapa meta-analisis, sehingga aspirin menjadi tulang punggung dalam penatalaksanaaan UN/NSTEMI. Sindrom ”resistensi aspirin” muncul baru-baru ini. Sindrom ini dideskripsi dengan bervariasi sebagai kegagalan relatif untuk menghambat (inhibisi) agregasi platelet dan/atau kegagalan untuk memperpanjang waktu pendarahan, atau perkembangan kejadian klinis sepanjang terapi aspirin. Pasien-pasien dengan resisitensi aspirin mempunyai risiko tinggi terjadi rekuren. Walaupun penelitian prospektif secara acak belum pernah dilaporkan pada pasien-pasien ini, adalah logis untuk memberikan terapi klopidogrel, wlaaupun aspirin sebaiknya juga tidak dihentikan.2

Klopidogrel

Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine diphosphate P2Y12

pada permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi aktivasi platelet. Penggunaanya pada UA/NSTEMI terutama berdasarkan penelitian Clopidogrel in Unstable Angina To Prevent Recurrent Ischemic Events (CURE) dan Clopidogrel for The reduction of Events During Observation (CREDO). Efek bermanfaat ditemukan unutk semua subkelompok, termasuk kelompok tanpa deviasi segmen ST dan kelompok yang memiliki skor risiko TIMI rendah. Namun, klopidogrel dikaitkan dengan peningkatan pendarahan mayor dan minor, sejalan dengan kecenderungan peningkatan pendarahan yang mengancam jiwa (life-threatening bleeding).

Berdasarkan hasil-hasil penelitian, maka klopidogrel direkomendasi sebagai obat lini pertama (first-line drug) pada UA/NSTEMI, kecuali mereka dengan risiko tinggi pendarahan dan pasien yang memerlukan CABG segera. Klopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien UA/NSTEMI dengan kondisi:

 Direncanakan untuk mendapat pendekatan non-invasif dini  Diketahui memiliki kontraindikasi untuk operasi

e. Terapi antikoagulan

UFH (Unfractionated heparin)

Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan dalam tujuh tahun penelitian acak dan kombinasi UFH dan aspirin telah digunakan dalam tatalaksana UA/NSTEMI untuk lebih dari 15 tahun. Namun demikian terdapat kerugian pada penggunaan UFH.Produksi antbodi antiheparin mungkin berhubungan dengan heparin-induced thrombositopenia. Ikatan ini menimbulkan efek antikoagulan yang tidak menentu, memerlukan monitor lebih sering terhadap activated partialthromboplastin time (aPTT), pengaturan dosis dan membutuhkan infus intravena kontinu.

LMWH (Low Molecular Weight Heparin)

Kerugian pada penggunaan UFH sebagian besar dapat diatasi dengan penggunaan LMWH.Pentingnya pemantauan efek antikoagulan tidak diperlukan dan kejadian trombositopenia yang diinduksi heparin berkurang.LMWH adalh inhibitor utama pada sirkulasi trombin dan juga faktor Xa sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya kinerja trombin dalam sirkulasi (efek anti factor IIa), tapi juga mengurangi pembentukan trombin (efek anti factor Xa).

Infark Miokard Dengan Elevasi ST

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Pedoman (guideline) yang digunakan dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST adalah dari ACC/AHA 2004. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi intervensi).

Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:  Mengurangi / menghilangkan nyeri dada

 Identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,

 Triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit  Menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI

Tatalaksana Umum a. Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jm pertama.

b. Nitrogliserin (NTG)

NTG sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0.4mg dan dapat diberikan samapai 3 dosis dngan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlansungdapat diberikan NTG intravena (iv). NTG juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.

Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. Pasien yang menggunakan phosphodiesterase-3 inhibitor sildanefil dalam 24 jam karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

c. Mengurangi/ Menghilangkan Nyeri Dada

Hal ini sanagat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivitas simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.

Morfin

Merupakan pilihan dalam nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4mg dan dapat diulangi dengan interal 5-15 menit sampai dosis total 320mg.

Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325mg di ruangan EMG. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162mg.

Diberikan jika morfin tidak efekif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 1-5menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60x/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR<0.24detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam selama 48jam, dan dilanjutkan 100mg setiap 12 jam.

Terapi reperfusi

Reperfusi dini akan akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.

a. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Biasanya angioplasty dan atau stenting (CABG) tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. Akan efektif pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama IMA. PCI primer lebih efektif bila dibandingkan fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang teroklusi dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan panjang yang lebih baik.

b.Fibrinolisis

Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk. Tujuan utama adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Antara obat fibrinolitik yang digunakan yaitu:

- Streptokinase (SK)

- tissue plasmibnogen Activator (tPA, alteplase) - Reteplase (Retavase)

Terapi Farmakologis a. Antitrombotik

Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratories bahwa trombosis mempunyai peran penting dalam patogenesis. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner

yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tedensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI.

Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractinated heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA atau TNK) membantu trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.

b. Penyekat beta

Manfaat penyekat beta pada STEMI dapat dibagi menjadi : yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberkan jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian secara iv membaiki kebutuhan suplai serta kebutuhan oksigen moikard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang khusus.

c. ACE inhibitor

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global atau pasien hipertensif.

KOMPLIKASI

Banyak komplikasi akan berlaku jika ACS tidak ditanganin dengan segera dan membiarin proses iskemic berterusan. Yang paling sering kelihat di pasien ACS adalah congestive heart failure (CHF). CHF post STEMI adalah suatu feature prognostic yang buruk dan membutuhkan terapi obat supaya mortalitas rate diturunkan. Klasifikasi Killip digunakan untuk assess pasien yang CHF post STEMI. 1) Killip 1 – tiada ronchi dan tiada suara jantung ke-3. 2) Killip 2 – ronchi di < 50% paru – paru atau ada

suara jantung ke – 3. 3) Killip 3 – ronchi > 50% paru – paru. 4) Killip 4 – Syok Cardiogenic.

Untuk penderita CHF yang ringan biasanya akan respon terhadap Intravenous Furosemide 40-80mg dan Nitroglycerin administrasi kalau tekanan darah dalam batas normal. Oksigen adalah mandatory dan

Dalam dokumen Referat Sindrom Koroner Akut (Halaman 29-52)

Dokumen terkait